Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai
dasar pertama bagi mereka, karena Al-Qur-an dan As-Sunnah adalah
satu-satunya sumber untuk mengambil atau mempelajari ‘aqidah Islam.
Seorang Muslim tidak boleh mengganti keduanya dengan yang lain. Oleh
karena itu, apa yang telah ditetapkan oleh Al-Qur-an dan As-Sunnah wajib
diterima dan ditetapkan oleh seorang Muslim, dan apa yang dinafikan
(ditolak) oleh keduanya, maka wajib bagi seorang Muslim untuk menafikan
dan menolaknya. Tidak ada hidayah dan kebaikan melainkan dengan cara
berpegang teguh kepada Al-Qur-an dan As-Sunnah.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka
sungguhlah ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” [Al-Ahzaab: 36]
Sikap orang yang beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam harus mendengar dan taat, serta tidak
boleh menolak apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menyatakan
bahwasanya orang yang enggan dan menolak untuk mengikuti Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak dikatakan beriman.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ
بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ
وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikanmu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [An-Nisaa': 65]
Allah Azza wa Jalla juga memerintahkan orang-orang yang beriman untuk
kembali kepada Al-Qur-an dan As-Sunnah, manakala mereka berselisih,
dalam menentukan jalan keluar dari apa yang mereka perselisihkan.
Simaklah firman-Nya berikut ini:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ
خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembali-kanlah ia
kepada Allah (Al-Qur-an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu adalah lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisaa’: 59]
Imam Mujahid (wafat th. 103 H) rahimahullah berkata ketika menafsirkan
ayat ini: “Kembali kepada Allah maksudnya adalah kembali kepada kitab
Allah Azza wa Jalla. Sedangkan kembali kepada Rasul maksudnya adalah
kembali kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Penafsiran seperti ini juga dilakukan oleh para ulama Salaf lainnya.[1]
Hal terbesar yang membedakan antara Salaf dengan yang lain dari golongan
pelaku bid’ah (ahli bid’ah) adalah, Salaf menghormati dan menjunjung
tinggi Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sunnah bagi mereka
adalah penjelas, penafsir dan pengurai Al-Qur-an, baik dalam bidang
‘aqidah maupun syari’ah. Oleh karena itu, Ahlus Sunnah wal Jama’ah
mengambil lahiriyah hadits, tidak menakwilkan serta tidak menolaknya
dengan argumentasi yang lemah, sebagaimana ahli kalam yang mengatakan,
bahwa hadits-hadits itu adalah hadits-hadits Ahad yang tidak bisa
dijadikan sebagai dasar ilmu dan keyakinan. Ucapan ahli kalam ini sesat
dan menyesatkan.
Imam asy-Syafi’i rahimahullah melihat bahwa di dalam syari’ah, kedudukan
As-Sunnah adalah seperti Al-Qur-an. Apa yang ditetapkan dalam As-Sunnah
adalah seperti apa yang ditetapkan di dalam Al-Qur-an, dan apa yang
diharamkan oleh As-Sunnah sama dengan apa yang diharamkan oleh
Al-Qur-an. Sebabnya adalah karena keduanya berasal dari Allah Subhanahu
wa Ta'ala.[2]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box
7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Tafsiiruth Thabari (IV/154, no. 9884-9886) dan Tafsiir Ibni Katsiir (I/568).
[2]. Lihat Manhajul Imaam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/86).
http://almanhaj.or.id/content/3260/slash/0/mengambil-lahiriyah-al-quran-dan-as-sunnah-merupakan-prinsip-dasar-ahlus-sunnah-wal-jamaah/