(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)
Banyak jalan diciptakan manusia untuk meraih kebahagiaan. Sebagian
mereka beranggapan bahwa kebahagiaan bisa diraih dengan banyaknya harta,
kedudukan yang terpandang, dan popularitas yang pantang surut. Tak
heran bila manusia berlomba-lomba mendapatkan itu semua, termasuk dengan
menggunakan segala cara. Lantas apakah bila seseorang sudah menjadi
kaya raya, terpandang, dan terkenal otomatis menjadi orang yang selalu
bahagia? Ternyata tidak! Kalau begitu, bagaimana cara meraih kebahagiaan
yang benar?
Mungkin anda termasuk satu dari sekian orang yang tengah berupaya
mencari cara untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup. Sehingga
anda sibuk membolak-balik majalah, tabloid, dan semisalnya, atau
mendatangi orang yang berpengalaman untuk mencari kiat-kiat hidup
bahagia. Mungkin kiatnya sudah anda dapatkan namun ketika dipraktekkan,
kebahagiaan dan ketenangan itu tak kunjung datang. Sementara
kebahagiaan dan ketenangan hidup merupakan salah satu kebutuhan
penting, apalagi bila kehidupan selalu dibelit dan didera dengan
permasalahan, kesedihan dan kegundah gulanaan, akan semakin terasalah
butuhnya kebahagian, atau paling tidak ketenangan dan kelapangan hati
ketika menghadapi segala masalah.
Sepertinya semua orang hampir sepakat bahwa bahagia tidak sepenuhnya
diperoleh dengan harta dan kekayaan karena berapa banyak orang yang
hidup bergelimang harta namun mereka tidak bahagia. Terkadang malah
mereka belajar tentang kebahagiaan dari orang yang tidak berpunya.
Sebenarnya kebahagiaan hidup yang hakiki dan ketenangan hanya
didapatkan dalam agama Islam yang mulia ini. Sehingga yang dapat hidup
bahagia dalam arti yang sebenarnya hanyalah orang-orang yang berpegang
teguh dengan agama ini. Ada beberapa cara yang diajarkan agama ini
untuk dapat mencapai hidup bahagia, di antaranya disebutkan oleh
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah dalam kitabnya
Al-Wasailul Mufidah lil Hayatis Sa‘idah:
1. Beriman dan beramal shalih. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
“Siapa yang beramal shalih baik laki-laki ataupun perempuan dalam
keadaan ia beriman, maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang
baik dan Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik
daripada apa yang mereka amalkan.” (An-Nahl: 97)
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini adalah janji dari
Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepada orang yang beramal shalih yaitu
amalan yang mengikuti Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu 'Alaihi
Wasallam dan disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, baik dari
kalangan laki-laki maupun perempuan dari keturunan Adam, sementara
hatinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berjanji untuk memberikan kehidupan yang baik baginya di dunia dan
membalasnya di akhirat dengan pahala yang lebih baik daripada
amalannya. Kehidupan yang baik mencakup seluruh kesenangan dari berbagai
sisi.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas rahimahullah dan sekelompok ulama bahwa
mereka menafsirkan kehidupan yang baik (dalam ayat ini) dengan rezki
yang halal lagi baik (halalan thayyiban), sementara Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu'anhu menafsirkannya dengan sifat qana’ah (merasa cukup),
demikian pula yang dikatakan Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah dan Wahb bin
Munabbih. Berkata ‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas: “Sesunggguhnya
kehidupan yang baik itu adalah kebahagiaan.” Al-Hasan, Mujahid, dan
Qatadah berkata: “Tidak ada bagi seorang pun kehidupan yang baik
kecuali di surga.” Sedangkan Adh-Dhahhak mengatakan: “Ia adalah rizki
yang halal dan ibadah di dunia serta beramal ketaatan dan lapang dada
untuk taat.” Yang benar dalam hal ini adalah kehidupan yang baik
mencakup seluruh perkara tersebut.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/421)
2. Banyak mengingat Allah (berdzikir) karena dengan
dzikir kepada-Nya akan diperoleh kelapangan dan ketenangan, yang
berarti akan hilang kegelisahan dan kegundah gulanaan. Allah Subhanahu
Wa Ta'ala berfirman:
“Ketahuilah dengan mengingat (berdzikir) kepada Allah akan tenang hati itu.” (Ar-Ra’d: 28)
3. Bersandar kepada Allah dan tawakkal pada-Nya, yakin
dan percaya kepada-Nya dan bersemangat untuk meraih keutamaan-Nya.
Dengan cara seperti ini seorang hamba akan memiliki kekuatan jiwa dan
tidak mudah putus asa serta gundah gulana. Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berfirman:
“Siapa yang bertawakkal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya.” (Ath-Thalaq: 3)
4. Berbuat baik kepada makhluk dalam bentuk ucapan
maupun perbuatan dengan ikhlas kepada Allah dan mengharapkan
pahala-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
“Tidak ada kebaikan dalam kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) untuk bersedekah
atau berbuat kebaikan dan ketaatan atau memperbaiki hubungan di antara
manusia. Barangsiapa melakukan hal itu karena mengharapkan keridhaan
Allah, niscaya kelak Kami akan berikan padanya pahala yang besar.” (An-Nisa: 114)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimaullah berkata menafsirkan ayat di atas:
“Yakni tidak ada kebaikan dalam kebanyakan pembicaraan di antara
manusia dan tentunya jika tidak ada kebaikan maka bisa jadi yang ada
adalah ucapan tak berfaedah seperti berlebih-lebihan dalam pembicaraan
yang mubah atau bisa jadi kejelekan dan kemudlaratan semata-mata
seperti ucapan yang diharamkan dengan seluruh jenisnya. Kemudian Allah
Ta'ala mengecualikan: “Kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) untuk bersedekah,” dari harta ataupun ilmu (dengan
mengajarkannya–pen) atau sesuatu yang bermanfaat, bahkan bisa jadi masuk
pula di sini ibadah-ibadah seperti bertasbih, bertahmid, dan
semisalnya sebagaimana Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya
setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah dan setiap
tahlil adalah sedekah. Demikian pula amar ma‘ruf merupakan sedekah,
nahi mungkar adalah sedekah dan dalam kemaluan salah seorang dari
kalian ada sedekah (dengan menggauli istri)….” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 202)
5. Menyibukkan diri dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat.
6. Mencurahkan perhatian dengan apa yang sedang dihadapi disertai permintaan tolong kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
tanpa banyak berangan-angan (terhadap perkara dunia) untuk masa yang
akan datang karena akan berbuah kegelisahan disebabkan takut/ khawatir
menghadapi masa depan (di dunia) dan juga tanpa terus meratapi
kegagalan dan kepahitan masa lalu karena apa yang telah berlalu tidak
mungkin dapat dikembalikan dan diraih. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda:
“Bersemangatlah untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagimu dan
minta tolonglah kepada Allah dan janganlah lemah. Bila menimpamu
sesuatu (dari perkara yang tidak disukai) janganlah engkau berkata:
“Seandainya aku melakukan ini niscaya akan begini dan begitu,” akan
tetapi katakanlah: “Allah telah menetapkan dan apa yang Dia inginkan
Dia akan lakukan,” karena sesungguhnya kalimat ‘seandainya’ itu membuka
amalan syaithan.” (HR. Muslim)
7. Senantiasa mengingat dan menyebut nikmat yang telah diberikan Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
baik nikmat lahir maupun batin. Dengan melakukan hal ini seorang hamba
terdorong untuk selalu bersyukur kepada-Nya sampaipun saat ia ditimpa
sakit atau berbagai musibah lainnya. Karena bila ia membandingkan
kenikmatan yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala limpahkan padanya dengan
musibah yang menimpanya sungguh musibah itu terlalu kecil. Bahkan
musibah itu sendiri bila dihadapi dengan sabar dan ridha merupakan
kenikmatan karena dengannya dosa-dosa akan diampuni dan pahala yang
besar pun menanti.
8. Selalu melihat orang yang di bawah dari sisi
kehidupan dunia misalnya dalam masalah rezki karena dengan begitu kita
tidak akan meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kita.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Lihatlah orang yang di bawah kalian dan jangan melihat orang yang
di atas kalian karena dengan (melihat ke bawah) lebih pantas untuk
kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada
kalian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
9. Ketika melakukan sesuatu untuk manusia, jangan mengharapkan
ucapan terima kasih ataupun balasan dari mereka namun berharaplah
hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sehingga engkau tidak
peduli mereka mau berterima kasih atau tidak dengan apa yang telah
engkau lakukan, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala tentang
ucapan hamba-hamba-Nya yang khusus:
“Kami memberi makan kepada kalian hanyalah karena mengharap wajah
Allah, kami tidak menginginkan dari kalian balasan dan tidak pula
ucapan terima kasih.” (Al-Insan: 9)
Demikian beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencapai ketenangan dan
kebahagiaan hidup. Sebagai akhir teruntai doa kepada Rabbul ‘Izzah :
“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang agama ini merupakan
penjagaan perkaraku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di
dalamnya, dan perbaikilah bagiku akhiratku yang merupakan tempat
kembaliku, dan jadikanlah hidup ini sebagai tambahan bagiku dalam
seluruh kebaikan, dan jadikanlah kematian sebagai peristirahatan bagiku
dari seluruh kejelekan.” (HR. Muslim)
Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.
http://www.asysyariah.com/sakinah/mutiara-kata/973-jalan-menuju-kebinasaan-mutiara-kata-edisi-12.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar