Selasa, 19 Mei 2020

Panduan Praktis Zakat Uang Kertas

Oleh Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawaz Lc, MA 

Dalam kitab-kitab fiqih klasik disebutkan bahwa zakat dikenakan pada emas dan perak dalam fungsinya sebagai alat tukar. Dan saat ini hampir tidak ada satu negara pun yang menggunakan emas dan perak sebagai alat tukar. Kini fungsi emas dan perak sebagai alat tukar telah digantikan dengan uang kertas yang secara intrinsik tidak bernilai. 

A. ADAKAH KEWAJIBAN ZAKAT PADA UANG KERTAS..? 

Barangkali ada di antara kaum Muslimin yang bertanya-tanya, apakah uang kertas bisa diperlakukan sama dengan emas dan perak dengan pertimbangan uang tersebut dapat digunakan dan diakui sebagai alat tukar, sehingga ada padanya kewajiban zakat; Atau justru sebaliknya, uang tersebut tidak bisa diperlakukan sama dengan emas dan perak dengan memandang nilai intrinsiknya, sehingga dengan demikian tidak ada kewajiban zakat padanya ? 

Dalam masalah ini para Ulama telah membicarakannya dan terjadi perbedaan pendapat di antara mereka menjadi dua pendapat :

Pertama : Tidak ada kewajiban zakat pada uang yang dimiliki oleh seseorang kecuali jika diniatkan untuk modal usaha dagang. Jika diperuntukkan sebagai uang nafkah atau disiapkan untuk pernikahan, atau yang semisalnya maka tidak ada zakatnya. 

Kedua : Ada kewajiban zakat pada setiap mata uang (uang kertas) yang dimiliki atau dikumpulkan oleh seseorang dari hasil keuntungan usaha dagang atau hasil sewa rumah atau hasil gaji atau yang semisalnya, dengan syarat uang itu telah mencapai nishâb dan berputar selama satu tahun hijriyah. Kewajiban zakat ini tanpa membedakan, apakah uang yang dikumpulkan itu diniatkan untuk modal usaha dagang atau untuk nafkah atau untuk pernikahan, atau tujuan lainnya. 

Diantara dalil-dalil pendapat kedua ini adalah keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :

 خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ 

Hendaklah engkau (wahai Muhammad) mengambil zakat dari harta-harta mereka yang dengannya engkau membersihkan mereka dari dosa dan memperbaiki keadaan mereka, serta bershalawatlah untuk mereka. [at-Taubah/9:103] 

Demikian pula berdasarkan keumuman sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal z saat beliau mengutusnya ke negeri Yaman : 

أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ 

Ajarkan kepada mereka bahwasanya Allâh telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta-harta yang mereka miliki yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir mereka.” [HR. Bukhâri II/544 no. 1425, IV/1580 no.4090, dan Muslim I/50 no. 31, dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma] 

Dan uang termasuk harta benda yang secara umum terkena kewajiban zakat, karena uang dengan berbagai jenisnya yang beredar pada saat ini dan berlaku secara umum pada muamalah kaum Muslimin, telah menggantikan posisi emas (dinar) dan perak (dirham) yang dipungut zakatnya pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Uang sebagai pengganti emas (dinar) dan perak (dirham) menjadi tolok ukur dalam menilai harga suatu barang sebagaimana halnya dinar dan dirham pada masa itu. 

TARJIH : Setelah memaparkan dua pendapat Ulama di atas, maka râjih (benar dan kuat) bagi kami adalah pendapat kedua berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan. Yaitu adanya kewajiban zakat pada mata uang apapun yang masih berlaku di Negara mana pun. Pendapat ini yang difatwakan oleh Komite Tetap untuk Urusan fatwa dan Pembahasan Ilmiyyah, KSA yang diketuai oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dalam Fatawa al-Lajnah ad-Daimah (IX/254, 257), Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’ (VI/98-99, 101), dan selainnya. 

B. SYARAT WAJIBNYA ZAKAT UANG 
Setiap mata uang (uang kertas) yang berlaku di negara mana pun, baik berupa rupiah, riyal, dolar, yen, ringgit atau selainnya –baik disimpan maupun tidak– wajib dikeluarkan zakatnya jika telah memenuhi dua syarat sebagaimana zakat emas dan perak. Dua syarat tersebut ialah : 

Pertama : Ttelah mencapai nishâb, yaitu senilai nishâb emas (20 dinar/85 gram emas murni), atau senilai nishâb perak (200 dirham/595 gram perak murni). 

Kedua : Harta senishâb (atau lebih) itu telah berputar selama satu tahun hijriyah sejak dimiliki. Sedangkan kadar zakatnya adalah sebesar 2,5 % (dua setengah persen). 

Kewajiban zakat atas uang kertas itu diqiyaskan dengan kewajiban zakat pada emas dan perak. Karena ada kesamaan ‘illat (sebab hukum) pada keduanya (uang kertas dengan emas-perak). Illat (sebab hukum) nya adalah sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). ‘Illat ini adalah ‘illat yang disimpulkan (‘illat istinbath) dari berbagai hadits yang mengisyaratkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah), yang menjadi landasan kewajiban zakat pada emas dan perak. Di antaranya hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : 

فَهَاتُوا صَدَقَةَ الرِّقَةِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمٌ 

Maka datangkanlah (bayarlah) zakat riqqah (perak yang dicetak sebagai mata uang), yaitu dari setiap 40 dirham (zakatnya) 1 dirham. [HR. Abu Daud I/494 no.1574, At-Tirmidzi III/16 no.620, dan Ahmad I/92 no.711, dari Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhuma]. 

Penyebutan kata “riqqah” (perak yang dicetak sebagai mata uang) dalam hadits di atas –dan bukan dengan kata fidhdhah (perak)— menunjukkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). Dan sifat ini tak hanya terwujud pada perak atau emas yang dijadikan mata uang, tapi juga pada uang kertas yang berlaku sekarang, meski ia tidak ditopang dengan emas atau perak. Maka uang kertas sekarang wajib dizakati, sebagaimana wajibnya zakat pada emas dan perak. 

Oleh karena itu, siapa saja yang mempunyai uang yang telah memenuhi dua syarat di atas, yaitu mencapai nishâb dan telah berputar selama satu tahun hijriyah, maka wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % (dua setengah persen) dari total uang yang dimiliki. 

C. STANDAR NISHAB ZAKAT UANG KERTAS 
Berkenaan dengan nishâb zakat uang, mungkin ada yang bertanya pula, manakah standar yang dipakai, nishâb emas (20 Dinar/85 gram emas murni), ataukah nishâb perak (200 dirham/595 gram perak murni), jika fakta uang kertas yang ada tidak dijamin oleh emas dan perak seperti halnya di Indonesia maupun di kebanyakan negara lain ? 

Sebagian Ulama di zaman sekarang berpendapat bahwa yang jadi patokan dalam zakat mata uang (uang kertas) adalah nishâb perak. Karena inilah yang bisa menggabungkan antara nishâb emas dan perak. Demikian juga, dengan menggunakan nishâb perak akan lebih bermanfaat bagi orang-orang fakir miskin. 

Ada pula diantara para Ulama yang berpendapat bahwa yang dijadikan patokan dalam zakat mata uang (uang kertas) adalah nishâb emas. 

Di antara alasan mereka adalah sebagai berikut : 

1.Nilai perak telah berubah setelah zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan zaman-zaman sesudahnya. Hal ini berbeda dengan emas yang nilainya terhitung stabil. 

2.Jika disetarakan dengan nishâb emas, maka itu akan setara atau mendekati nishâb zakat lainnya seperti nishâb pada binatang ternak (onta, sapid an kambing, pent). Nishâb zakat onta adalah 5 ekor, nishâb pada zakat kambing adalah 40 ekor, dan yang semisalnya. [Lihat Shahîh Fiqhis Sunnah II/22]. 

Dari dua pendapat di atas, kami (penulis) lebih cenderung dan memilih pendapat kedua yang menggunakan standar nishâb emas untuk zakat mata uang (uang kertas) karena alasannya yang begitu kuat. Demikian pula karena mengingat meningkatnya standar biaya hidup dan melonjaknya berbagai kebutuhan. [Lihat al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili, II/773]. 

D. CARA MENGHITUNG DAN MENGELUARKAN ZAKAT UANG Setelah kita ketahui dan tetapkan bahwa standar nishâb zakat uang adalah nishâb emas, yaitu 20 dinar atau 85 gram emas. Maka cara untuk menghitung dan mengeluarkan zakat uang adalah sebagaimana berikut ini : 

Sebagai contoh permasalahan : Bila sekarang (Oktober 2011) harga emas murni Rp.550.000,-/gram. Maka cara mengetahui nishâb dan kadar zakat mata uang (uang kertas) adalah sebagai berikut: 

Nishâb Mata Uang = 85 gram x Rp.550.000,-/gram = Rp.46.750.000,- 

Kalau misalkan seseorang punya uang tabungan sebesar Rp. 50.000.000, (Lima Puluh Juta Rupiah), berarti uang yang dimilikinya sudah melebihi nishâb (Rp.46.750.000,-). Kalau uang yang telah mencapai nishâb ini sudah dimilikinya selama satu tahun hijriyah, maka zakatnya yang wajib dikeluarkan adalah = 2,5 % x Rp. 50 juta = Rp. 1.250.000 (Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah). 


E. BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT SEBELUM TIBA WAKTUNYA? 

Menurut mayoritas Ulama diperbolehkan mengeluarkan kewajiban zakat sebelum tiba waktunya karena termasuk menyegerakan kebaikan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia berkata : 

أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْـمُطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فِيْ تَعْجِيْلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ، فَرَخَّصَ لَهُ فِيْ ذَلِكَ 

Bahwasanya al-’Abbas bin Abdul Muththalib bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang maksudnya untuk menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum waktunya tiba. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kelonggaran kepadanya untuk melakukan hal itu. [HR. Ahmad I/104 no.822, Abu Dawud I/510 no.1624, At-Tirmidzi III/63 no.678, Ibnu Majah I/572 no.1795, dan yang lainnya. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini hasan dalam Irwâ’ al-Ghalîl (no. 857) dengan syawahid (riwayat-riwayat penguat) yang ada]

Demikian penjelasan singkat tentang panduan praktis zakat uang kertas serta tata cara menghitung dan mengeluarkannya. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis dan pembacanya, amiin. Wallahu Ta’ala A’lam Bish-Showab. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XV/1433H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Referensi: https://almanhaj.or.id/3685-panduan-praktis-zakat-uang-kertas.html

https://almanhaj.or.id/3685-panduan-praktis-zakat-uang-kertas.html

Sabtu, 27 Mei 2017

Imsak-Imsak….. Saatnya Berhenti Makan !!

Begitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia (‘Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’anil-Atsar 1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah 8/11/1].
Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban. Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh ataupun ta’dil-nya. Sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats-Tsiqaat.
[Lihat keseluruhan riwayat ini dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1394].
Dengan melihat beberapa riwayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat makan sahur sampai hampir mendekati adzan atau bahkan iqamat. Hampir dikatakan tidak ada jeda antara keduanya (sahur dan adzan). Maka, makna kadar waktu 50 ayat itu merupakan kadar waktu selesai makan sahur sampai menjelang shalat shubuh (iqamat). Bukan waktu berhentinya sahur sampai adzan.
Itulah sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika sebagian ulama menganggap perbuatan mengumandangkan waktu imsak sebelum waktu shubuh sebagai perbuatan bid’ah. Telah berkata Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah tentang keadaan imsak sahur di jamannya yang mirip-mirip dengan yang ada sekarang :
من البدع المنكرة ما أحدث في هذا الزمان من إيقاع الأذان الثاني قبل الفجر بنحو ثلث ساعة في رمضان واطفاء المصابيح التي جعلت علامة لتحريم الأكل والشرب على من يريد الصيام زعما ممن أحدثه أنه للاحتياط في العبادة ولا يعلم بذلك الا آحاد الناس وقد جرهم ذلك إلى أن صاروا لا يؤذنون الا بعد الغروب بدرجة لتمكين الوقت زعموا فاخروا الفطر وعجلوا السحور وخالفوا السنة فلذلك قل عنهم الخير وكثير فيهم الشر والله المستعان
“Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan” [Fathul-Baariy, 4/199].
Hal di atas merupakan imsak versi jaman Ibnu Hajar dengan pengumandangan adzan tiga perempat jam sebelum fajar plus memadamkan lampu sebagai tanda berhentinya makan dan minum. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
هلك المتنطعون قالها ثلاثا
“Telah binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan” – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Semoga kita bukan termasuk golongan yang binasa karena menyelisihi sunnah dan membuat bid’ah dalam agama.
Wallaahu a’lam.
Catatan Penting :
1.     Apa yang ditulis di sini bukan berarti menyuruh untuk berlambat-lambat makan sahur mepet waktu Shubuh hingga kita tertinggal shalat Shubuh. Semua bisa diperkirakan. Barangsiapa yang rumahnya jauh dengan masjid, maka ia dapat menyelesaikan makan sahur dengan segera tanpa harus tertinggal shalat berjama’ah. Insya Allah ia mendapatkan keutamaan mengakhirkan makan sahur sebagaimana dalam sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.     Untuk menghindari salah paham, perlu kami tegaskan bahwa tulisan ini juga tidak menganjurkan kaum muslimin untuk sahur setelah adzan shubuh dikumandangkan. Atau bahkan sengaja sahur mendekati iqamat. Imsak puasa tetaplah berpatokan pada ayat :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” [QS. Al-Baqarah : 187].
Tidak ada perubahan hukum dalam masalah ini berdasarkan nash dan ijma’ ulama.
Tulisan ini hanyalah mengkritisi adat kebiasaan masyarakat yang tidak ada dalilnya dengan melakukan imsak makan minum beberapa saat sebelum adzan Shubuh berkumandang – sehingga banyak di antara mereka kehilangan keutamaan mengakhirkan sahur sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat.
[Dihimpun oleh Abu Al-Jauzaa’ dari beberapa sumber, after midnight in Ramadlan Mubarak 1430 H].
Diedit kembali tanggal : 16 Ramadlan 1430 H.[1]
Baca juga : Minum Setelah Adzan Shubuh dan Hadits Sahur Ketika Adzan Berkumandang.



[1]      Dikarenakan ada beberapa ikhwah yang salah paham akibat adanya kekurangjelasan yang ada pada tulisan sebelumnya. Kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.
Abu Al-Jauzaa' : di 08.54m Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia (‘Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’anil-Atsar 1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah 8/11/1].
Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban. Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh ataupun ta’dil-nya. Sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats-Tsiqaat.
[Lihat keseluruhan riwayat ini dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1394].
Dengan melihat beberapa riwayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat makan sahur sampai hampir mendekati adzan atau bahkan iqamat. Hampir dikatakan tidak ada jeda antara keduanya (sahur dan adzan). Maka, makna kadar waktu 50 ayat itu merupakan kadar waktu selesai makan sahur sampai menjelang shalat shubuh (iqamat). Bukan waktu berhentinya sahur sampai adzan.
Itulah sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika sebagian ulama menganggap perbuatan mengumandangkan waktu imsak sebelum waktu shubuh sebagai perbuatan bid’ah. Telah berkata Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah tentang keadaan imsak sahur di jamannya yang mirip-mirip dengan yang ada sekarang :
من البدع المنكرة ما أحدث في هذا الزمان من إيقاع الأذان الثاني قبل الفجر بنحو ثلث ساعة في رمضان واطفاء المصابيح التي جعلت علامة لتحريم الأكل والشرب على من يريد الصيام زعما ممن أحدثه أنه للاحتياط في العبادة ولا يعلم بذلك الا آحاد الناس وقد جرهم ذلك إلى أن صاروا لا يؤذنون الا بعد الغروب بدرجة لتمكين الوقت زعموا فاخروا الفطر وعجلوا السحور وخالفوا السنة فلذلك قل عنهم الخير وكثير فيهم الشر والله المستعان
“Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan” [Fathul-Baariy, 4/199].
Hal di atas merupakan imsak versi jaman Ibnu Hajar dengan pengumandangan adzan tiga perempat jam sebelum fajar plus memadamkan lampu sebagai tanda berhentinya makan dan minum. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
هلك المتنطعون قالها ثلاثا
“Telah binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan” – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Semoga kita bukan termasuk golongan yang binasa karena menyelisihi sunnah dan membuat bid’ah dalam agama.
Wallaahu a’lam.
Catatan Penting :
1.     Apa yang ditulis di sini bukan berarti menyuruh untuk berlambat-lambat makan sahur mepet waktu Shubuh hingga kita tertinggal shalat Shubuh. Semua bisa diperkirakan. Barangsiapa yang rumahnya jauh dengan masjid, maka ia dapat menyelesaikan makan sahur dengan segera tanpa harus tertinggal shalat berjama’ah. Insya Allah ia mendapatkan keutamaan mengakhirkan makan sahur sebagaimana dalam sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.     Untuk menghindari salah paham, perlu kami tegaskan bahwa tulisan ini juga tidak menganjurkan kaum muslimin untuk sahur setelah adzan shubuh dikumandangkan. Atau bahkan sengaja sahur mendekati iqamat. Imsak puasa tetaplah berpatokan pada ayat :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari Begitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak Begitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia (‘Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’anil-Atsar 1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah 8/11/1].
Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban. Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh ataupun ta’dil-nya. Sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats-Tsiqaat.
[Lihat keseluruhan riwayat ini dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1394].
Dengan melihat beberapa riwayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat makan sahur sampai hampir mendekati adzan atau bahkan iqamat. Hampir dikatakan tidak ada jeda antara keduanya (sahur dan adzan). Maka, makna kadar waktu 50 ayat itu merupakan kadar waktu selesai makan sahur sampai menjelang shalat shubuh (iqamat). Bukan waktu berhentinya sahur sampai adzan.
Itulah sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika sebagian ulama menganggap perbuatan mengumandangkan waktu imsak sebelum waktu shubuh sebagai perbuatan bid’ah. Telah berkata Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah tentang keadaan imsak sahur di jamannya yang mirip-mirip dengan yang ada sekarang :
من البدع المنكرة ما أحدث في هذا الزمان من إيقاع الأذان الثاني قبل الفجر بنحو ثلث ساعة في رمضان واطفاء المصابيح التي جعلت علامة لتحريم الأكل والشرب على من يريد الصيام زعما ممن أحدثه أنه للاحتياط في العبادة ولا يعلم بذلك الا آحاد الناس وقد جرهم ذلك إلى أن صاروا لا يؤذنون الا بعد الغروب بدرجة لتمكين الوقت زعموا فاخروا الفطر وعجلوا السحور وخالفوا السنة فلذلك قل عنهم الخير وكثير فيهم الشر والله المستعان
“Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan” [Fathul-Baariy, 4/199].
Hal di atas merupakan imsak versi jaman Ibnu Hajar dengan pengumandangan adzan tiga perempat jam sebelum fajar plus memadamkan lampu sebagai tanda berhentinya makan dan minum. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
هلك المتنطعون قالها ثلاثا
“Telah binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan” – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Semoga kita bukan termasuk golongan yang binasa karena menyelisihi sunnah dan membuat bid’ah dalam agama.
Wallaahu a’lam.
Catatan Penting :
1.     Apa yang ditulis di sini bukan berarti menyuruh untuk berlambat-lambat makan sahur mepet waktu Shubuh hingga kita tertinggal shalat Shubuh. Semua bisa diperkirakan. Barangsiapa yang rumahnya jauh dengan masjid, maka ia dapat menyelesaikan makan sahur dengan segera tanpa harus tertinggal shalat berjama’ah. Insya Allah ia mendapatkan keutamaan mengakhirkan makan sahur sebagaimana dalam sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.     Untuk menghindari salah paham, perlu kami tegaskan bahwa tulisan ini juga tidak menganjurkan kaum muslimin untuk sahur setelah adzan shubuh dikumandangkan. Atau bahkan sengaja sahur mendekati iqamat. Imsak puasa tetaplah berpatokan pada ayat :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” [QS. Al-Baqarah : 187].
Tidak ada perubahan hukum dalam masalah ini berdasarkan nash dan ijma’ ulama.
Tulisan ini hanyalah mengkritisi adat kebiasaan masyarakat yang tidak ada dalilnya dengan melakukan imsak makan minum beberapa saat sebelum adzan Shubuh berkumandang – sehingga banyak di antara mereka kehilangan keutamaan mengakhirkan sahur sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat.
[Dihimpun oleh Abu Al-Jauzaa’ dari beberapa sumber, after midnight in Ramadlan Mubarak 1430 H].
Diedit kembali tanggal : 16 Ramadlan 1430 H.[1]
Baca juga : Minum Setelah Adzan Shubuh dan Hadits Sahur Ketika Adzan Berkumandang.



[1]      Dikarenakan ada beberapa ikhwah yang salah paham akibat adanya kekurangjelasan yang ada pada tulisan sebelumnya. Kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.
Abu Al-Jauzaa' : di 08.54m Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia (‘Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’anil-Atsar 1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah 8/11/1].
Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban. Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh ataupun ta’dil-nya. Sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats-Tsiqaat.
[Lihat keseluruhan riwayat ini dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1394].
Dengan melihat beberapa riwayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat makan sahur sampai hampir mendekati adzan atau bahkan iqamat. Hampir dikatakan tidak ada jeda antara keduanya (sahur dan adzan). Maka, makna kadar waktu 50 ayat itu merupakan kadar waktu selesai makan sahur sampai menjelang shalat shubuh (iqamat). Bukan waktu berhentinya sahur sampai adzan.
Itulah sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika sebagian ulama menganggap perbuatan mengumandangkan waktu imsak sebelum waktu shubuh sebagai perbuatan bid’ah. Telah berkata Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah tentang keadaan imsak sahur di jamannya yang mirip-mirip dengan yang ada sekarang :
من البدع المنكرة ما أحدث في هذا الزمان من إيقاع الأذان الثاني قبل الفجر بنحو ثلث ساعة في رمضان واطفاء المصابيح التي جعلت علامة لتحريم الأكل والشرب على من يريد الصيام زعما ممن أحدثه أنه للاحتياط في العبادة ولا يعلم بذلك الا آحاد الناس وقد جرهم ذلك إلى أن صاروا لا يؤذنون الا بعد الغروب بدرجة لتمكين الوقت زعموا فاخروا الفطر وعجلوا السحور وخالفوا السنة فلذلك قل عنهم الخير وكثير فيهم الشر والله المستعان
“Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan” [Fathul-Baariy, 4/199].
Hal di atas merupakan imsak versi jaman Ibnu Hajar dengan pengumandangan adzan tiga perempat jam sebelum fajar plus memadamkan lampu sebagai tanda berhentinya makan dan minum. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
هلك المتنطعون قالها ثلاثا
“Telah binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan” – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Semoga kita bukan termasuk golongan yang binasa karena menyelisihi sunnah dan membuat bid’ah dalam agama.
Wallaahu a’lam.
Catatan Penting :
1.     Apa yang ditulis di sini bukan berarti menyuruh untuk berlambat-lambat makan sahur mepet waktu Shubuh hingga kita tertinggal shalat Shubuh. Semua bisa diperkirakan. Barangsiapa yang rumahnya jauh dengan masjid, maka ia dapat menyelesaikan makan sahur dengan segera tanpa harus tertinggal shalat berjama’ah. Insya Allah ia mendapatkan keutamaan mengakhirkan makan sahur sebagaimana dalam sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.     Untuk menghindari salah paham, perlu kami tegaskan bahwa tulisan ini juga tidak menganjurkan kaum muslimin untuk sahur setelah adzan shubuh dikumandangkan. Atau bahkan sengaja sahur mendekati iqamat. Imsak puasa tetaplah berpatokan pada ayat :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari Begitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia (‘Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’anil-Atsar 1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah 8/11/1].
Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban. Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh ataupun ta’dil-nya. Sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats-Tsiqaat.
[Lihat keseluruhan riwayat ini dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1394].
Dengan melihat beberapa riwayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat makan sahur sampai hampir mendekati adzan atau bahkan iqamat. Hampir dikatakan tidak ada jeda antara keduanya (sahur dan adzan). Maka, makna kadar waktu 50 ayat itu merupakan kadar waktu selesai makan sahur sampai menjelang shalat shubuh (iqamat). Bukan waktu berhentinya sahur sampai adzan.
Itulah sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika sebagian ulama menganggap perbuatan mengumandangkan waktu imsak sebelum waktu shubuh sebagai perbuatan bid’ah. Telah berkata Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah tentang keadaan imsak sahur di jamannya yang mirip-mirip dengan yang ada sekarang :
من البدع المنكرة ما أحدث في هذا الزمان من إيقاع الأذان الثاني قبل الفجر بنحو ثلث ساعة في رمضان واطفاء المصابيح التي جعلت علامة لتحريم الأكل والشرب على من يريد الصيام زعما ممن أحدثه أنه للاحتياط في العبادة ولا يعلم بذلك الا آحاد الناس وقد جرهم ذلك إلى أن صاروا لا يؤذنون الا بعد الغروب بدرجة لتمكين الوقت زعموا فاخروا الفطر وعجلوا السحور وخالفوا السنة فلذلك قل عنهم الخير وكثير فيهم الشر والله المستعان
“Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan” [Fathul-Baariy, 4/199].
Hal di atas merupakan imsak versi jaman Ibnu Hajar dengan pengumandangan adzan tiga perempat jam sebelum fajar plus memadamkan lampu sebagai tanda berhentinya makan dan minum. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
هلك المتنطعون قالها ثلاثا
“Telah binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan” – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Semoga kita bukan termasuk golongan yang binasa karena menyelisihi sunnah dan membuat bid’ah dalam agama.
Wallaahu a’lam.
Catatan Penting :
1.     Apa yang ditulis di sini bukan berarti menyuruh untuk berlambat-lambat makan sahur mepet waktu Shubuh hingga kita tertinggal shalat Shubuh. Semua bisa diperkirakan. Barangsiapa yang rumahnya jauh dengan masjid, maka ia dapat menyelesaikan makan sahur dengan segera tanpa harus tertinggal shalat berjama’ah. Insya Allah ia mendapatkan keutamaan mengakhirkan makan sahur sebagaimana dalam sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.     Untuk menghindari salah paham, perlu kami tegaskan bahwa tulisan ini juga tidak menganjurkan kaum muslimin untuk sahur setelah adzan shubuh dikumandangkan. Atau bahkan sengaja sahur mendekati iqamat. Imsak puasa tetaplah berpatokan pada ayat :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” [QS. Al-Baqarah : 187].
Tidak ada perubahan hukum dalam masalah ini berdasarkan nash dan ijma’ ulama.
Tulisan ini hanyalah mengkritisi adat kebiasaan masyarakat yang tidak ada dalilnya dengan melakukan imsak makan minum beberapa saat sebelum adzan Shubuh berkumandang – sehingga banyak di antara mereka kehilangan keutamaan mengakhirkan sahur sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat.
[Dihimpun oleh Abu Al-Jauzaa’ dari beberapa sumber, after midnight in Ramadlan Mubarak 1430 H].
Diedit kembali tanggal : 16 Ramadlan 1430 H.[1]
Baca juga : Minum Setelah Adzan Shubuh dan Hadits Sahur Ketika Adzan Berkumandang.



[1]      Dikarenakan ada beberapa ikhwah yang salah paham akibat adanya kekurangjelasan yang ada pada tulisan sebelumnya. Kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.
Abu Al-Jauzaa' : di 08.54m Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia (‘Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’anil-Atsar 1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah 8/11/1].
Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban. Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh ataupun ta’dil-nya. Sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats-Tsiqaat.
[Lihat keseluruhan riwayat ini dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1394].
Dengan melihat beberapa riwayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat makan sahur sampai hampir mendekati adzan atau bahkan iqamat. Hampir dikatakan tidak ada jeda antara keduanya (sahur dan adzan). Maka, makna kadar waktu 50 ayat itu merupakan kadar waktu selesai makan sahur sampai menjelang shalat shubuh (iqamat). Bukan waktu berhentinya sahur sampai adzan.
Itulah sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika sebagian ulama menganggap perbuatan mengumandangkan waktu imsak sebelum waktu shubuh sebagai perbuatan bid’ah. Telah berkata Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah tentang keadaan imsak sahur di jamannya yang mirip-mirip dengan yang ada sekarang :
من البدع المنكرة ما أحدث في هذا الزمان من إيقاع الأذان الثاني قبل الفجر بنحو ثلث ساعة في رمضان واطفاء المصابيح التي جعلت علامة لتحريم الأكل والشرب على من يريد الصيام زعما ممن أحدثه أنه للاحتياط في العبادة ولا يعلم بذلك الا آحاد الناس وقد جرهم ذلك إلى أن صاروا لا يؤذنون الا بعد الغروب بدرجة لتمكين الوقت زعموا فاخروا الفطر وعجلوا السحور وخالفوا السنة فلذلك قل عنهم الخير وكثير فيهم الشر والله المستعان
“Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan” [Fathul-Baariy, 4/199].
Hal di atas merupakan imsak versi jaman Ibnu Hajar dengan pengumandangan adzan tiga perempat jam sebelum fajar plus memadamkan lampu sebagai tanda berhentinya makan dan minum. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
هلك المتنطعون قالها ثلاثا
“Telah binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan” – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Semoga kita bukan termasuk golongan yang binasa karena menyelisihi sunnah dan membuat bid’ah dalam agama.
Wallaahu a’lam.
Catatan Penting :
1.     Apa yang ditulis di sini bukan berarti menyuruh untuk berlambat-lambat makan sahur mepet waktu Shubuh hingga kita tertinggal shalat Shubuh. Semua bisa diperkirakan. Barangsiapa yang rumahnya jauh dengan masjid, maka ia dapat menyelesaikan makan sahur dengan segera tanpa harus tertinggal shalat berjama’ah. Insya Allah ia mendapatkan keutamaan mengakhirkan makan sahur sebagaimana dalam sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.     Untuk menghindari salah paham, perlu kami tegaskan bahwa tulisan ini juga tidak menganjurkan kaum muslimin untuk sahur setelah adzan shubuh dikumandangkan. Atau bahkan sengaja sahur mendekati iqamat. Imsak puasa tetaplah berpatokan pada ayat :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” [QS. Al-Baqarah : 187].
Tidak ada perubahan hukum dalam masalah ini berdasarkan nash dan ijma’ ulama.
Tulisan ini hanyalah mengkritisi adat kebiasaan masyarakat yang tidak ada dalilnya dengan melakukan imsak makan minum beberapa saat sebelum adzan Shubuh berkumandang – sehingga banyak di antara mereka kehilangan keutamaan mengakhirkan sahur sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat.
[Dihimpun oleh Abu Al-Jauzaa’ dari beberapa sumber, after midnight in Ramadlan Mubarak 1430 H].
Diedit kembali tanggal : 16 Ramadlan 1430 H.[1]
Baca juga : Minum Setelah Adzan Shubuh dan Hadits Sahur Ketika Adzan Berkumandang.



[1]      Dikarenakan ada beberapa ikhwah yang salah paham akibat adanya kekurangjelasan yang ada pada tulisan sebelumnya. Kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.
Abu Al-Jauzaa' : di 08.54



http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2009/08/imsak-imsak-saatnya-berhenti-makan.html?m=1lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia (‘Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’anil-Atsar 1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah 8/11/1].
Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban. Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh ataupun ta’dil-nya. Sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats-Tsiqaat.
[Lihat keseluruhan riwayat ini dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1394].
Dengan melihat beberapa riwayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat makan sahur sampai hampir mendekati adzan atau bahkan iqamat. Hampir dikatakan tidak ada jeda antara keduanya (sahur dan adzan). Maka, makna kadar waktu 50 ayat itu merupakan kadar waktu selesai makan sahur sampai menjelang shalat shubuh (iqamat). Bukan waktu berhentinya sahur sampai adzan.
Itulah sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika sebagian ulama menganggap perbuatan mengumandangkan waktu imsak sebelum waktu shubuh sebagai perbuatan bid’ah. Telah berkata Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah tentang keadaan imsak sahur di jamannya yang mirip-mirip dengan yang ada sekarang :
من البدع المنكرة ما أحدث في هذا الزمان من إيقاع الأذان الثاني قبل الفجر بنحو ثلث ساعة في رمضان واطفاء المصابيح التي جعلت علامة لتحريم الأكل والشرب على من يريد الصيام زعما ممن أحدثه أنه للاحتياط في العبادة ولا يعلم بذلك الا آحاد الناس وقد جرهم ذلك إلى أن صاروا لا يؤذنون الا بعد الغروب بدرجة لتمكين الوقت زعموا فاخروا الفطر وعجلوا السحور وخالفوا السنة فلذلك قل عنهم الخير وكثير فيهم الشر والله المستعان
“Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan” [Fathul-Baariy, 4/199].
Hal di atas merupakan imsak versi jaman Ibnu Hajar dengan pengumandangan adzan tiga perempat jam sebelum fajar plus memadamkan lampu sebagai tanda berhentinya makan dan minum. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
هلك المتنطعون قالها ثلاثا
“Telah binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan” – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Semoga kita bukan termasuk golongan yang binasa karena menyelisihi sunnah dan membuat bid’ah dalam agama.
Wallaahu a’lam.
Catatan Penting :
1.     Apa yang ditulis di sini bukan berarti menyuruh untuk berlambat-lambat makan sahur mepet waktu Shubuh hingga kita tertinggal shalat Shubuh. Semua bisa diperkirakan. Barangsiapa yang rumahnya jauh dengan masjid, maka ia dapat menyelesaikan makan sahur dengan segera tanpa harus tertinggal shalat berjama’ah. Insya Allah ia mendapatkan keutamaan mengakhirkan makan sahur sebagaimana dalam sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.     Untuk menghindari salah paham, perlu kami tegaskan bahwa tulisan ini juga tidak menganjurkan kaum muslimin untuk sahur setelah adzan shubuh dikumandangkan. Atau bahkan sengaja sahur mendekati iqamat. Imsak puasa tetaplah berpatokan pada ayat :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” [QS. Al-Baqarah : 187].
Tidak ada perubahan hukum dalam masalah ini berdasarkan nash dan ijma’ ulama.
Tulisan ini hanyalah mengkritisi adat kebiasaan masyarakat yang tidak ada dalilnya dengan melakukan imsak makan minum beberapa saat sebelum adzan Shubuh berkumandang – sehingga banyak di antara mereka kehilangan keutamaan mengakhirkan sahur sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat.
[Dihimpun oleh Abu Al-Jauzaa’ dari beberapa sumber, after midnight in Ramadlan Mubarak 1430 H].
Diedit kembali tanggal : 16 Ramadlan 1430 H.[1]
Baca juga : Minum Setelah Adzan Shubuh dan Hadits Sahur Ketika Adzan Berkumandang.



[1]      Dikarenakan ada beberapa ikhwah yang salah paham akibat adanya kekurangjelasan yang ada pada tulisan sebelumnya. Kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.
Abu Al-Jauzaa' : di 08.54m Nuskhah Abul-‘AbbaBegitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia (‘Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’anil-Atsar 1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah 8/11/1].
Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban. Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh ataupun ta’dil-nya. Sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats-Tsiqaat.
[Lihat keseluruhan riwayat ini dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1394].
Dengan melihat beberapa riwayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat makan sahur sampai hampir mendekati adzan atau bahkan iqamat. Hampir dikatakan tidak ada jeda antara keduanya (sahur dan adzan). Maka, makna kadar waktu 50 ayat itu merupakan kadar waktu selesai makan sahur sampai menjelang shalat shubuh (iqamat). Bukan waktu berhentinya sahur sampai adzan.
Itulah sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika sebagian ulama menganggap perbuatan mengumandangkan waktu imsak sebelum waktu shubuh sebagai perbuatan bid’ah. Telah berkata Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah tentang keadaan imsak sahur di jamannya yang mirip-mirip dengan yang ada sekarang :
من البدع المنكرة ما أحدث في هذا الزمان من إيقاع الأذان الثاني قبل الفجر بنحو ثلث ساعة في رمضان واطفاء المصابيح التي جعلت علامة لتحريم الأكل والشرب على من يريد الصيام زعما ممن أحدثه أنه للاحتياط في العبادة ولا يعلم بذلك الا آحاد الناس وقد جرهم ذلك إلى أن صاروا لا يؤذنون الا بعد الغروب بدرجة لتمكين الوقت زعموا فاخروا الفطر وعجلوا السحور وخالفوا السنة فلذلك قل عنهم الخير وكثير فيهم الشر والله المستعان
“Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan” [Fathul-Baariy, 4/199].
Hal di atas merupakan imsak versi jaman Ibnu Hajar dengan pengumandangan adzan tiga perempat jam sebelum fajar plus memadamkan lampu sebagai tanda berhentinya makan dan minum. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
هلك المتنطعون قالها ثلاثا
“Telah binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan” – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Semoga kita bukan termasuk golongan yang binasa karena menyelisihi sunnah dan membuat bid’ah dalam agama.
Wallaahu a’lam.
Catatan Penting :
1.     Apa yang ditulis di sini bukan berarti menyuruh untuk berlambat-lambat makan sahur mepet waktu Shubuh hingga kita tertinggal shalat Shubuh. Semua bisa diperkirakan. Barangsiapa yang rumahnya jauh dengan masjid, maka ia dapat menyelesaikan makan sahur dengan segera tanpa harus tertinggal shalat berjama’ah. Insya Allah ia mendapatkan keutamaan mengakhirkan makan sahur sebagaimana dalam sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.     Untuk menghindari salah paham, perlu kami tegaskan bahwa tulisan ini juga tidak menganjurkan kaum muslimin untuk sahur setelah adzan shubuh dikumandangkan. Atau bahkan sengaja sahur mendekati iqamat. Imsak puasa tetaplah berpatokan pada ayat :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari



http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2009/08/imsak-imsak-saatnya-berhenti-makan.html?m=1