1). Hadits – Hadits Tentang Larangan Memutus Shaf Dalam Sholat.
Pertama: Hadits Anas bin Malik radhiallaahu ‘ anhu
Dari Abdul Hamid bin Mahmud berkata: Aku sholat bersama Anas bin
Malik radhiallahu anhu pada hari jum’at, maka kami pun terdesak diantara
tiang-tiang, maka kami pun maju atau mundur,lalu berkata Anas:
(( كنا نتقي هذا على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ))
“kami dahulu menghindari (tiang) ini dizaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.”
Takhrij hadits:
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (1/229), Abu Dawud (673),
An-Nasaai (2/821) dan dalam Al-Kubro (1/895), Ibnu Hibban (5/2218),
Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (1/793), Dhiyaa’ dalam Al-Mukhtaroh
(6/2287,2288), Al-Baihaqi (1/673), (3/104), Abdurrozzaq dalam
mushonnaf-nya (2/2489), Ibnu Abi Syaibah dalam mushonnaf-nya (2/7498),
seluruhnya dari jalan Sufyan Ats-tsauri dari Yahya bin Hani’ bin Urwah
Al-Murodi dari Abdul Hamid bin Mahmud.Dan lafadz diatas berdasarkan
riwayat Abu Dawud,Al-Baihaqi,dan Dhiya’.
Pada lafadz yang lain,Abdul Hamid berkata:
Adalah aku bersama Anas bin Malik akan menegakkan sholat, lalu mereka
mendesak kami diantara dua tiang, maka Anas pun mundur.setelah kami
sholat beliau berkata:
“sesungguhnya kami dahulu menghindari ini di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam“. Lafadz ini berdasarkan riwayat Al-Baihaqi, Al-Hakim, Abdurrozzaq, dan Dhiya’ dalam satu riwayatnya.
Pada lafadz lainnya Abdul Hamid menyebutkan:
Kami sholat dibelakang salah seorang penguasa, maka keadaan
berdesakan, maka kamipun sholat diantara dua tiang.setelah kami sholat,
berkata Anas bin Malik:
“sesunguhnya kami dahulu menghindari ini dizaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam“.
Kedudukan Hadits
Hadits ini adalah hadits yang shohih, para perawinya adalah perawi
yang tsiqoh (terpercaya). Abdul Hamid bin Mahmud Al-Bashri, adapula yang
mengatakan Kufi telah ditsiqohkan oleh Ad-Daruquthni, An-Nasaai, dan
Ibnu Hibban. Adapun apa yang disebutkan oleh Abdul Haq dalam kitabnya
‘Al-Ahkam” bahwa beliau seorang yang tidak bisa dijadikan hujjah, adalah
pendapat yang tertolak. Oleh karena itu pendapat ini dibantah oleh
Ibnul Qhotthan dan berkata: “aku tidak melihat seorangpun menyebutkannya
dalam daftar para perawi yang lemah”.
Dan hadits ini telah dishohihkan oleh banyak dari kalangan para ulama, diantaranya:
At-Tirmidzi, berkata: hadits ini hadits hasan shohih juga dishohihkan
oleh Al-Hakim, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam
Al-Fath, dan Al-Allamah Al-bani dalam shohih Abi Dawud (673).
Hadits kedua : Hadits Qurroh Bin Iyyas radhiallahu ‘anhu
Dari Qurroh bin Iyyas radhiallahu ‘anhu berkata:
(( كنا على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم نطرد طردا أن نقوم بين السواري في الصلاة ))
“Adalah kami dizaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
diusir sejauh-jauhnya dari berdiri diantara tiang-tiang (masjid) dalam
sholat“.
Takhrij hadits:
Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah (1002), Abu Dawud At-Thoyalisi
dalam “Al-Musnad” (1073), Ibnu Khuzaimah (1567), Al-Hakim (1/794), Ibnu
Hibban (5/2219), Al-Baihaqi (3/104), At-thabroni (19/39), Al-Bazzar
dalam musnad-nya (8/249/3312), seluruhnya dari jalan Harun Abu Muslim
dari Qotadah dari Muawiyah bin Qurroh dari ayahnya Qurroh bin Iyyas
radhiallahu anhu.
Berkata Al-Bazzar: hadits ini kami tidak mengetahui yang meriwayatkan dari Qotadah kecuali Harun Abu Muslim.
Kedudukan hadits:
Dalam sanad ini terdapat seorang perawi bernama Harun bin Muslim, Abu
Muslim Al-Bashri. Abu Hatim Ar-Rozi berkata bahwa dia majhul (tidak
dikenal). Namun telah dikuatkan dengan riwayat sebelumnya yaitu hadits
Anas bin Malik radhiallahu anhu, sehingga hadits ini adalah hadits yang
shahih. Telah dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim.
Dan Al-Allamah Al-Albani dalam Silsilah As-Shohihah: (1/335).
Hadits ketiga : Hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
(( عليكم بالصف الأول,وعليكم بالميمنة,وإياكم والصف بين السواري ))
“Hendaklah kalian berada di shaf yang pertama, dan carilah shaf sebelah kanan, dan jauhilah shaf yang ada diantara tiang-tiang“.
Takhrij hadits:
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Thabroni dalam Al-Kabir (11/12004),
dan dalam Al-Awsath (9/9293), dari jalan Ismail bin Muslim Al-Makki dari
Abu Yazid Al-Madini dari Ikrimah dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma.
Kedudukan hadits:
Dalam sanad hadits ini terdapat seorang yang bernama Ismail bin
Muslim Al-Makki, dia adalah seorang perawi yang dha’if, bahkan sebagian
para ulama sangat melemahkannya. Oleh karenanya hadits ini dilemahkan
oleh Al-Albani dalam Silsilah Ad-Dho’ifah (6/2895).
2). Beberapa Atsar dari Para Shahabat
Pertama : Atsar Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu bahwa beliau berkata:
(( لا تصفوا بين السواري ))
“Jangan kalian ber-shaf diantara tiang-tiang“
Takhrij atsar:
Atsar ini dikeluarkan oleh Abdurrozzaq (2/2487,2488), Abu Bakar bin
Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya (2/1750), At-Thabrani dalam Al-Kabir
(9/9293,9295), Bukhari dalam At-Tarikh Al-Kabir (8/2081), Al-Baihaqi
dalam Al-Kubro (3/104), Ibnul Ja’ad dalam Al-Musnad (1964), seluruhnya
dari jalan Abu Ishaq dari Ma’dikarib Al-Hamdani berkata: aku mendengar
Abdullah bin Mas’ud berkata………..Al-Atsar.
Kedua: Atsar Abdullah bin Abbas
Berkata Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma:
((عليكم بميامن الصفوف وإياكم وما بين السواري وعليكم بالصف الأول ))
“Hendaklah kalian mencari shaf bagian kanan, dan jauhilah shaf diantara tiang-tiang, dan carilah shaf yang pertama.”
Takhrij atsar:
Diriwayatkan oleh Abdurrozzaq dalam Mushonnaf (2/2477), dari Ibnu Juraij berkata: berkata seseorang dari Ibnu Abbas.
Dan diriwayatkan pula oleh Al-Fakihi dalam “Akhbar Makkah” (2/1227),
dari jalan Ismail bin Muslim dari Abdul Karim bin Abil Mukhoriq dari
Sa’id bin Jubair berkata: berkata Ibnu Abbas radhiallahu anhuma.
Ketiga: Atsar Anas bin Malik radhiallahu anhu.
Berkata Anas bin Malik radhiallahu anhu:
(( نهينا أن نصلي بين الأساطين ))
“Kami dilarang shalat diantara tiang-tiang“
Takhrij atsar:
Dikeluarkan oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah dalam Mushonnaf (2/7499):
telah memberitakan kepada kami Husyaim bahwa dia berkata: telah
mengabari kami Kholid dari seseorang yang memberitakan padanya dari Anas
radhiallahu anhu.
Keempat: Atsar Hudzaifah radhiallahu anhu
عن حذيفة رضي الله عنه أنه كره الصلاة بين الأساطين
Dari Hudzaifah radhiallahu anhu bahwa beliau membenci sholat diantara tiang-tiang.
Takhrij atsar:
Dikeluarkan oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah dalam mushonnaf (2/7501):
telah memberitakan kami Fudhoil bin Iyyadh dari Hushain bin Hilal dari
Hudzaifah radhiallahu anhu.
3).Pendapat Para Ulama
Dalam hal menjelaskan tentang hukum sholat diantara dua tiang masjid,
ada beberapa hal yang menjadi titik persamaan, dan ada pula yang
menjadi titik perbedaan dikalangan para ulama. Adapun yang menjadi titik
persamaan dan tidak terjadi perselisihan dikalangan mereka adalah
sebagai berikut:
1). Bolehnya sholat sendiri (tidak berjama’ah) diantara dua tiang.
2). Bolehnya Imam sholat jama’ah berdiri diantara dua tiang mesjid.
3). Bolehnya sholat diantara dua tiang apabila jumlah jama’ah sedikit
yang tidak melewati apa yang terdapat diantara dua tiang tersebut.
4). Bolehnya membuat shaf bagi para makmum diantara dua tiang apabila
jumlah jama’ah terlalu banyak yang apabila mereka tidak sholat diantara
dua tiang akan menyebabkan mereka sholat diluar mesjid.
Keempat permasalahan ini telah dinukilkan oleh para ulama bahwa mereka sepakat akan bolehnya hal tersebut.
Adapun yang menjadi letak perselisihan adalah:
Para makmum membuat shaf diantara dua tiang dalam keadaan
memungkinkan bagi mereka menghindarinya, dan tidak menyebabkan mereka
sholat diluar masjid,
maka inilah yang akan saya jelaskan:
Ketahuilah –semoga Allah merahmati kita semua- bahwa telah terjadi
perselisihan dikalangan para Ulama tentang hukum membuat shaf sholat
jama’ah diantara tiang-tiang masjid menjadi dua pendapat:
Pendapat pertama mengatakan :
Tidak disukai (makruh) Ini adalah pendapat Ahmad, Ishaq bin Rohawaih,
Ibrohim bin Yazid An-Nakha’I, dan telah diriwayatkan dari beberapa
shahabat seperti yang telah kita sebutkan diatas dan pendapat ini banyak
dikuatkan oleh para ahli tahqiq seperti Asy-Syaukani, dan Al-Albani
rahimahumullah Ta’ala.
Pendapat kedua mengatakan:
Boleh saja.Dan ini adalah pendapat Abu Hanifah, Malik, dan
Asy-Syafi’i, Ibnul Mundzir, dan diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, Ibnu
Sirin, Ibrohim At-Taimi, Sa’id bin Jubair, Suwaid bin Ghoflah, dan
pendapat orang-orang Kufah.
Hujjah masing-masing kedua pendapat:
Alasan pendapat pertama:
a) Dalil-dalil yang shohih yang datang dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yang telah kami sebutkan di atas.
b). Beberapa perkataan para shahabat yang telah kita sebutkan pula,
dan tidak ada dari kalangan shahabat yang lain menyelisihi pendapat
tersebut.
Alasan pendapat kedua:
Pendapat ini berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
(474) dan Muslim (2358), dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma
berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masuk kedalam ka’bah
bersama Usamah bin Zaid, Bilal, dan Utsman bin Tholhah, lalu merekapun
menutupnya. Tatkala mereka membukanya, aku orang yang pertama
memasukinya. Lalu aku bertemu Bilal, maka aku bertanya kepadanya: apakah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sholat di dalamnya?, beliau
menjawab: ya, diantara dua tiang depan.”
Dalam riwayat yang lain: “beliau jadikan satu tiang sebelah kanannya dan satu tiang sebelah kirinya.”
Kata mereka:ini menunjukkan boleh sholat diantara dua tiang secara
mutlak tanpa membedakan antara sholat sendiri ataupun sholat jama’ah.
Bantahan terhadap pendapat yang kedua
Tidak ada hujjah bagi pendapat kedua dari hadits tersebut, sebab
hadits ini hanyalah menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam sholat diantara dua tiang dalam keadaan sendiri, dan bukan
sholat jama’ah, sehingga berhujjah dengan hadits ini dalam permasalahan
yang diperselisihkan bukanlah pada tempatnya.berkata Asy-Syaukani
rahimahullah Ta’ala:
“Larangan tersebut khusus berkenaan tentang sholatnya para makmum
di antara tiang-tiang, bukan sholatnya Imam ataukah sholat sendiri. Dan
inilah yang terbaik untuk dikatakan, dan apa yang terdahulu dalam
mengkiaskan para makmum dengan (sholatnya) imam dan (sholat) sendiri
adalah qiyas yang rusak, karena bertentangan dengan hadits-hadits bab
ini (tersebut diatas).” (Nailul authaar, Asy-Syaukani:3/187).
Maka kuatlah pendapat pertama yang mengatakan makruhnya membuat shaf
bagi para makmum di antara tiang-tiang masjid. Bahkan AsySyaukani
rahimahullah menyatakan bahwa dzahir dari hadits tersebut menunjukkan
haromnya. (Nailul Authar:3/186).
Hikmah larangan membuat shaf di antara tiang-tiang
Telah disebutkan oleh para ulama, diantaranya Ibnul Arobi,
Al-Baihaqi, Imam Ahmad, dan sebagian dari kalangan Hanabilah seperti
Ibnu Muflih, Al-Mardawi, Ibnu Qudamah, dan yang lainnya bahwa hikmah
dilarangnya membuat shaf di antara tiang-tiang masjid adalah disebabkan
karena hal tersebut menyebabkan terputusnya shaf sholat.sedangkan
merupakan suatu hal yang dituntut dalam barisan sholat adalah rapat, dan
tidak terputus. Maka apabila shaf tersebut diputus oleh tiang-tiang
masjid, maka menyebabkan hilangnya salah satu tujuan bershaf yaitu
merapatkannya, sehingga menyatukan jasad kaum muslimin antara satu yang
lainnya yang mengantarkan kepada menyatunya pula hati-hati mereka. Telah
bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
(( أقيموا الصفوف فإنما تصفون بصفوف الملائكة و حاذوا بين
المناكب و سدوا الخلل و لينوا بأيدي إخوانكم و لا تذروا فرجات للشيطان و من
وصل صفا وصله الله و من قطع صفا قطعه الله عز و جل)) .
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, sesungguhnya kalian bershaf
seperti shaf-shaf-nya para malaikat, dan sejajarkanlah diantara
pundak-pundak kalian. tutuplah yang kosong, lembutlah pada tangan
saudara kalian, dan jangan kalian biarkan adanya lubang-lubang syaithan.
Barangsiapa yang menyambung shaf, maka Allah akan menyambungnya (dengan
rahmat-Nya), dan barangsiapa yang memutus shaf, maka Allah akan
memutusnya (menjauhkan dari rahmat-Nya).” (HR.Ahmad, Abu Dawud,
Thabrani, dari hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dishohihkan
Al-Albani rahimahullah dalam shohih al-jami’,no:1187).
Abu Dawud berkata: aku telah bertanya kepada Imam Ahmad tentang
sholat di antara tiang-tiang maka beliau menjawab: sesungguhnya hal itu
dibenci sebab membuat shaf terputus. Maka apabila berjauhan diantara
kedua tiangnya maka aku berharap (tidak mengapa).
Oleh karena sebab terputusnya shaf sholat tersebut, maka termasuk
pelanggaran yang terdapat disebagian masjid, terdapatnya mimbar yang
terlalu panjang yang menyebabkan terputusnya shaf pertama. Sehingga
pelanggaran dengan sebab mimbar tersebut dari dua perkara:
Pertama : menyelisihi mimbar Nabi shallallahu alaihi wasallam yang hanya terdiri dari tiga anak tangga.
Kedua : menyebabkan terputusnya shaf sholat.
(lihat kitab: ats-tsamar al-mustathab,karya Syekh Al-Albani rahimahullah Ta’ala:1/413)
Semoga Allah memberikan hidayah kepada kaum muslimin untuk beramal
dengan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan menyatukan
mereka diatasnya.Amin.
Daftar rujukan: 1). Shohih Bukhari, 2). Shohih Muslim 3). Jami’
Tirmidzi 4). Sunan Abi Dawud 5). Sunan An-Nasaai 6). Sunan Ibnu Majah
7). Al-Ihsan litartib shohih Ibnu Hibban 8). Mustadrok Al-Hakim 9).
Sunan Kubro,Al-Baihaqi 10). Sunan Kubro,An-Nasaai 11).
Al-Mukhtaroh,Dhiyaa’ 12). Mushonnaf Abdurrozzaq 13). Mushonnaf Ibnu Abi
Syaibah 14). Shohih Ibnu Khuzaimah 15). Musnad Abi Dawud At-Thoyalisi
16). Mu’jam kabir,At-Thobroni 17). Musnad Al-Bazzar 18). Mu’jam
ausath,At-Thobroni 19). Tarikh Kabir,Imam Bukhari 20). Akhbar
Makkah,al-Fakihi 21). Musnad Ibnul Ja’ad 22). Tahdzib at-tahdzib,Ibnu
Hajar Al-Asqolani 23). Taqrib attahdzib,Ibnu Hajar 24). Nailul
Authar,Asy-Syaukani 25). Al-Mughni,Ibnu Qudamah 26). Al-Mubdi’,Ibnu
Muflih 27). Al-Inshaf,Al-Mardawi 28). Ats-tsamar al-mustathab,Al-Albani
29). Asyarhul mumti’,Ibnu Utsaimin 30). Silsilah As-shohihah,Al-Albani
31). Silsilah Ad-Dho’ifah,Al-Albani 32). Shohih Al-Jami’,Al-Albani 33).
Shohih Abi Dawud,Al-Albani
Dikutip dari http://www.darussalaf.co.id,
Penulis: Al Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi Judul asli:
Hukum Shaf (Barisan) Sholat Yang Terputus Oleh Tiang Mesjid Dan Yang
Semisalnya
http://aljaami.wordpress.com/2011/10/13/larangan-mendirikan-shaf-shalat-di-antara-tiang-masjid-dan-semisalnya/