Beliau mengatakan dalam syairnya,
Kuyakini dosa itu mematikan hati
Terus menerus melakukan dosa hanya menyebabkan kehinaan
Meninggalkan dosa adalah sebab hidupnya hati
Yang lebih baik bagimu adalah menjauhi dosa
Tidaklah pengrusak agama melainkan para raja
Demikian pula ulama’ jahat dan para ahli ibadah
Terus menerus melakukan dosa hanya menyebabkan kehinaan
Meninggalkan dosa adalah sebab hidupnya hati
Yang lebih baik bagimu adalah menjauhi dosa
Tidaklah pengrusak agama melainkan para raja
Demikian pula ulama’ jahat dan para ahli ibadah
Para raja (baca: pejabat)
yang jahat itu menentang dan melawan syariat dengan dengan kedok
kepentingan politik. Mereka lebih mengutamakan logika-logika politik
dari pada hukum Alloh dan rasulNya.
Sedangkan ulama’ su’ (jahat) yaitu
ulama yang telah keluar dari koridor syariat dengan bertopeng pendapat
dan analog yang rusak karena pendapat dan analog tersebut berisikan
penghalalan hal-hal yang diharamkan oleh Alloh dan rasulNya,
mengharamkan yang dimubahkan, menganggap yang tidak Alloh anggap, tidak
menganggap yang Alloh anggap, membatasi hal-hal yang tidak Alloh
batasi dan membebaslepaskan hal-hal yang Alloh batasi serta
perbuatan-perbuatan lain semisal di atas.
Ahli ibadah yang
dimaksudkan adalah orang-orang sufi yang tidak faham hukum-hukum agama.
Mereka menentang syariat dan iman dengan perasaan, intuisi, imajinasi
dan kasyaf yang batil, berasal dari setan. Semuanya mengandung
menetapkan aturan agama yang tidak Alloh izinkan, membatalkan agama
yang Alloh tetapkan melalui lisan rasulNya. Mereka tukar iman dengan
tipuan setan dan kepuasan diri pribadi.
Golongan pertama memiliki
prinsip jika logika politik bertabrakan dengan syariat maka kami akan
mendahulukan politik. Sedangkan golongan kedua berpedoman jika logika
bertentangan dengan aturan wahyu maka kami akan mengedepankan logika
kami. Di sisi lain golongan ketiga menegaskan jika kasyaf dan perasaan
tidak sejalan dengan aturan syariat maka kami akan menomersatukan
perasaan dan kasyaf (Syarh Aqidah Thohawiyyah, Ibnu Abil ‘Izz al Hanafi
1/235-236).
Terkait bahaya ulama yang jahat
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Ulama-ulama’ yang jahat itu duduk di depan
pintu surga. Mereka ajak manusia ke surga dengan ucapan mereka namun
mereka ajak manusia ke neraka dengan amal perbuatan mereka sendiri.
Setipa kali mulutnya bicara kepada manusia, “Ayo masuk surga” tindak
tanduknya mengatakan, “Jangan dengarkan omongannya”. Seandainya yang
mereka dakwahkan adalah sebuah kebenaran tentu mereka adalah orang yang
pertama kali menerima ajakan tersebut. Secara penampilan mereka adalah
penunjuk jalan padahal sebenarnya mereka adalah para perampok” (al
Fawaid hal 67).
Ulama su’ (ulama yang jahat)
orang yang bermaksud dengan ilmu yang dimiliki untuk bisa
bersenang-senang dengan nikmat dunia dan ilmu tersebut bisa jadi sarana
mendapatkan kedudukan di mata orang-orang yang memiliki dunia.
Nabi shallallahu'alaihi wasallam
bersabda, “Sungguh ada yang lebih aku takutkan bahayanya bagi kalian
dari pada dajjal”. Ada yang bertanya, “Apa itu?” Nabi bersabda,
“Pemimpin (dalam agama) yang menyesatkan” (HR Ahmad dari Abu Dzar dengan
sanad yang jayyid).
Abu Darda’ mengatakan, “Seorang
itu tidak bisa disebut ulama’ sampai mengamalkan ilmu yang dimilikinya”
(Ibnu Hibban dalam Raudhotul ‘Uqala’).
Al Hasan al Bashri berkata,
“Barang siapa yang berambah ilmu namun makin rakus dengan dunia maka
ilmunya tersebut hanya menyebabkannya makin jauh dari Alloh” (Ibnu
Hibban dalam Raudhotul ‘Uqala’)
Umar bin Khotob mengatakan,
“Yang paling aku khawatirkan terhadap umat ini adalah adanya munafik
yang berilmu”. Ada yang bertanya, “Bagaimana munafik bisa menjadi
seorang yang berilmu?” Beliau mengatakan, “Itulah seorang yang lisannya
adalah lisan orang yang berilmu namun hati dan amalnya adalah hati dan
amal orang yang bodoh”.
Al Hasan al Bashri mengatakan,
“Janganlah engkau menjadi orang yang mengumpulkan ilmu para ulama’,
perkataan orang-orang yang bijak namun amalnya adalah amal orang yang
tidak faham agama”.
Ada seorang yang bertanya kepada
Ibrahim bin ‘Uyainah, “Siapakah orang yang paling menyesal?” Beliau
berkata, “Untuk di dunia adalah orang yang berbuat baik kepada orang
yang tidak tahu berterima kasih. Sedangkan pada saat kematian adalah
seorang yang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya”.
Sufyan ats Tsauri berkata, “Ilmu itu mengajak untuk diamalkan. Jika ajakannya tidak direspon maka dia akan pergi”.
Abdullah bin Mubarok mengatakan,
“Seorang itu dinilai sebagai orang yang berilmu selama masih mau
menuntut ilmu. Jika dia sudah beranggapan bahwa dirinya berilmu maka
sebenarnya dia adalah orang yang bodoh”.
Al Fudhail bin ‘Iyadh
mengatakan, “Sungguh aku kasihan dengan tiga jenis manusia, seorang
pembesar yang menjadi hina, orang kaya yang jatuh miskin dan seorang
ulama’ yang menjadi bulan-bulanan dunia”.
Al Hasan al Bashri mengatakan,
“Hukuman untuk ulama adalah dengan memiliki hati yang mati. Sedangkan
hati akan menjadi mati dikarenakan mencari dunia dengan amal akherat”.
Beliau lantas bersyair,
Aku heran dengan orang yang menukar hidayah dengan kesesatan.
Namun orang yang menukar agama dengan dunia, aku lebih heran.
Lebih heran lagi adalah orang yang menukar agamanya dengan dunia orang lain.
Yang satu ini lebih mengherankan lagi”.
Namun orang yang menukar agama dengan dunia, aku lebih heran.
Lebih heran lagi adalah orang yang menukar agamanya dengan dunia orang lain.
Yang satu ini lebih mengherankan lagi”.
Umar bin al Khotob berkata,
“Jika kalian melihat seorang ulama yang cinta dunia maka waspadailah
agama kalian. Setiap orang yang cinta itu akan tenggelam dalam yang dia
cintai”.
Ada seorang ulama salaf yang
berkirim surat kepada rekannya berisi untaian nasehat, “Engkau telah
diberi ilmu, janganlah kau padamkan cahaya ilmumu dengan kegelapan
dosa. Akhirnya engkau berada dalam kegelapan sedangkan orang-orang yang
berilmu berjalan dengan cahaya ilmu mereka”.
Dari Usamah bin Zaid, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada seorang yang didatangkan pada hari kiamat lalu dicampakkan ke
dalam neraka. Isi perutnya keluar lalu orang tersebut mengitarinya
sebagaimana keledai mengelilingi alat penggiling gandum. Penduduk neraka
lantas mengerumuninya lalu bertanya, “Ada apa dengan dirimu?” Dia
berkata, “Dahulu aku mengajak berbuat baik namun aku sendiri tidak
pernah melakukannya. Aku juga melarang kejelekan tetapi malah kulanggar
sendiri” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan betapa
besar siksaan yang dirasakan oleh orang yang berilmu namun tidak
mengamalkan ilmunya. Hal ini disebabkan dia melakukan maksiat dalam
keadaan tahu.
Artikel www.ustadzaris.com
Ya Allah, jadikanlah ilmu kami hujjah untuk membela kami, bukan hujjah yang menjatuhkan kami….