عن معاذ ابن جبل أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما بعث به إلى اليمن قال له إياك والتنعم فإن عباد الله
Dari
Mu’adz bin Jabal, ketika ia diutus ke Yaman, Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam berpesan kepadanya: “Tinggalkanlah sifat gemar bersenang-senang
(at tana’um). Karena hamba Allah yang sejati bukanlah orang yang gemar
bersenang-senang” (HR. Ahmad 5/243, 244, Ath Thabrani dalam Musnad Asy
Syamiyyin 279, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya 5/155)
Derajat
Hadits
Al
Mundziri berkata: “Semuanya perawi yang dipakai Imam Ahmad dan semuanya tsiqah”
(At Targhib Wat Tarhib, 3/170). Al Haitsami berkata: “Semua perawinya
tsiqah” (Majma’ Az Zawaid, 10/253). Penilaian beliau berdua diamini oleh
Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah (1/688).
Faidah
Hadits
1. Tercelanya sifat at
tana’um, yaitu gemar bersenang-senang dan gemar bernikmat-nikmat
dengan hal-hal yang sifatnya duniawi.
2. Ali Al Qari rahimahullah berkata:
“at tana’um adalah berlebihan dalam memuaskan nafsu dalam bentuk selalu
berkeinginan merasakan nikmat secara berlebihan, serta selalu merasa tidak
pernah puas” (Mirqatul Mafatih, 8/3295).
3. At tana’um adalah lawan
dari zuhud.
4. Bukan berarti
bersenang-senang itu terlarang, namun yang demikian bukanlah hal yang selalu
dicari dan dikerjakan seorang hamba Allah sejati.
5. Ali Al Qari rahimahullah menjelaskan
hadits ini berkata: “Sesungguhnya hamba Allah yang ikhlas bukanlah orang yang
gemar bersenang-senang. Bahkan sifat demikian adalah ciri khas orang kafir,
para penggemar maksiat, orang yang lalai dan orang yang jahil. Sebagaimana
firman Allah :
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا
وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
‘Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)‘ (QS. Al Hijr: 3)
dan juga firman-Nya:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ
وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ
‘Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka‘ (QS. Muhammad: 12),
juga firman-Nya:
إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ
مُتْرَفِينَ
‘Sesungguhnya mereka (penghuni neraka) sebelum itu hidup bermewahan‘ (QS. Al Waqi’ah: 45)” (Mirqatul Mafatih, 8/3295).
6. Senada dengan beliau,
Al Munawi rahimahullah juga berkata: “Sesungguhnya hamba Allah
yaitu orang-orang tertentu yang berhiaskan dengan kemuliaan ubudiyah,
bukanlah orang yang suka bersenang-senang. Karena bersenang-senang dengan hal
yang mubah, walaupun itu boleh, akan membuat seseorang lalai mengingat Allah
dan enggan bertemu dengan-Nya” (At Taisir Syarh Jami’ Ash Shaghir,
1/402).
7. Lihatlah Umar bin
Khattab Radhiallahu’anhu, begitu zuhudnya sampai-sampai beliau memandang
bahwa makan daging itu at tana’um. Suatu kala ketika membeli
daging, beliau berkata: “Duhai kemana perginya kebaikan“. Lalu membaca
ayat:
أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِى
حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُم بِهَا
“Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya” (QS. Al Ahqaf: 20)
Ibnu Bathal berkata: “Umar Radhiallahu’anhu berdalil dengan ayat tersebut bahwa bersenang-senang di dunia dan bernikmat-nikmat dengan segala kebaikan duniawi akan banyak mengurangi kebaikan akhirat” (Syarh Shahih Bukhari Libni Bathal, 10/157).
8. Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:
“Ketahuilah ada 3 bahaya dari sikap gemar bersenang-senang”. Secara ringkas, 3
hal itu adalah:
o Dunia itu darut taklif
(tempat manusia menjalankan tugas-tugas dari Allah) bukan darur raahah
(tempat bersantai dan bersenang-senang). Jika seseorang disibukkan dengan
bersenang-senang di dunia pasti ia kurang bisa memenuhi tugas-tugasnya.
o Bersenang-senang
dalam hal makan yaitu terlalu banyak makan, membuat perut kekenyangan akibatnya
malas dan akhirnya lalai.
o Barangsiapa yang
sudah terkait hatinya dengan kesenangan dunia, akan sulit sekali melepasnya. (Kasyful
Musykil, 1/92)
9. Seorang hamba sejati
itu sibuk dalam kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ
مَا لَا يَعْنِيهِ
“Salah satu tanda baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya” (HR. Tirmidzi no. 2317, di hasan kan Al Nawawi dalam Al Arba’un).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
احرص على ما ينفعك واستعن بالله . ولا
تعجز
“Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah, serta janganlah malas” (HR. Muslim no.2664)
10.
Seorang
hamba sejati senantiasa sibuk dalam kebaikan sampai ajal
menjemputnya. Mi’sar bin Kiddam rahimahullah berkata
لاَ تَقْعُدُوا فُراغًا فَإِنَّ
اْلمَوْتَ يَطْلُبُكُمْ
“Janganlah kalian duduk untuk bersantai-santai karena kematian sedang mencarimu” (Thabaqat Kubra Lis Sya’rani, 1/49).
Seorang lelaki dari Khurasan datang untuk bertanya-tanya kepada Imam Ahmad rahimahullah :
قِيْلَ لِلإمَام أَحْمَدَ: مَتىَ يَجِدُ
اْلعَبْدُ طَعْمَ الرَّاحَةِ ؟ فَقَالَ: عِنْدَ أّوَّلِ قَدَمٍ يَضَعُهاَ فِيْ
اْلجَنَّةِ.
Imam Ahmad ditanya: “Kapan seorang hamba itu beristirahat (dari sibuk berbuat kebaikan)?”. Imam Ahmad menjawab: “Ketika pertama kali telapak kakinya menginjak surga”. (Thabaqat Hanabilah, 1/293)
http://kangaswad.wordpress.com/2011/12/07/bukan-orang-yang-gemar-bersenang/
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.