Minggu, 29 Desember 2013

Bukan Orang Yang Gemar Bersenang-Senang



عن معاذ ابن جبل أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما بعث به إلى اليمن قال له إياك والتنعم فإن عباد الله
ليسوا بالمتنعمين

Dari Mu’adz bin Jabal, ketika ia diutus ke Yaman, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berpesan kepadanya: “Tinggalkanlah sifat gemar bersenang-senang (at tana’um). Karena hamba Allah yang sejati bukanlah orang yang gemar bersenang-senang” (HR. Ahmad 5/243, 244, Ath Thabrani dalam Musnad Asy Syamiyyin 279, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya 5/155)

Derajat Hadits
Al Mundziri berkata: “Semuanya perawi yang dipakai Imam Ahmad dan semuanya tsiqah” (At Targhib Wat Tarhib, 3/170). Al Haitsami berkata: “Semua perawinya tsiqah” (Majma’ Az Zawaid, 10/253). Penilaian beliau berdua diamini oleh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah (1/688).

Faidah Hadits
1.     Tercelanya sifat at tana’um, yaitu gemar bersenang-senang dan gemar bernikmat-nikmat dengan hal-hal yang sifatnya duniawi.
2.     Ali Al Qari rahimahullah  berkata: “at tana’um adalah berlebihan dalam memuaskan nafsu dalam bentuk selalu berkeinginan merasakan nikmat secara berlebihan, serta selalu merasa tidak pernah puas” (Mirqatul Mafatih, 8/3295).
3.     At tana’um  adalah lawan dari zuhud.
4.     Bukan berarti bersenang-senang itu terlarang, namun yang demikian bukanlah hal yang selalu dicari dan dikerjakan seorang hamba Allah sejati.
5.     Ali Al Qari rahimahullah  menjelaskan hadits ini berkata: “Sesungguhnya hamba Allah yang ikhlas bukanlah orang yang gemar bersenang-senang. Bahkan sifat demikian adalah ciri khas orang kafir, para penggemar maksiat, orang yang lalai dan orang yang jahil. Sebagaimana firman Allah : 
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ

Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)‘ (QS. Al Hijr: 3)
dan juga firman-Nya: 

وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ

Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka‘ (QS. Muhammad: 12),
 

juga firman-Nya: 
إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُتْرَفِينَ

Sesungguhnya mereka (penghuni neraka) sebelum itu hidup bermewahan‘ (QS. Al Waqi’ah: 45)” (Mirqatul Mafatih, 8/3295).
6.     Senada dengan beliau, Al Munawi rahimahullah juga berkata: “Sesungguhnya hamba Allah yaitu orang-orang tertentu yang berhiaskan dengan kemuliaan ubudiyah, bukanlah orang yang suka bersenang-senang. Karena bersenang-senang dengan hal yang mubah, walaupun itu boleh, akan membuat seseorang lalai mengingat Allah dan enggan bertemu dengan-Nya” (At Taisir Syarh Jami’ Ash Shaghir, 1/402).
7.     Lihatlah Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu, begitu zuhudnya sampai-sampai beliau memandang bahwa makan daging itu at tana’um. Suatu kala ketika membeli daging, beliau berkata: “Duhai kemana perginya kebaikan“. Lalu membaca ayat: 
أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِى حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُم بِهَا

Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya” (QS. Al Ahqaf: 20)
Ibnu Bathal berkata: “Umar Radhiallahu’anhu berdalil dengan ayat tersebut bahwa bersenang-senang di dunia dan  bernikmat-nikmat dengan segala kebaikan duniawi akan banyak mengurangi kebaikan akhirat” (Syarh Shahih Bukhari Libni Bathal, 10/157).

8.     Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Ketahuilah ada 3 bahaya dari sikap gemar bersenang-senang”. Secara ringkas, 3 hal itu adalah:
o    Dunia itu darut taklif (tempat manusia menjalankan tugas-tugas dari Allah) bukan darur raahah (tempat bersantai dan bersenang-senang). Jika seseorang disibukkan dengan bersenang-senang di dunia pasti ia kurang bisa memenuhi tugas-tugasnya.
o    Bersenang-senang dalam hal makan yaitu terlalu banyak makan, membuat perut kekenyangan akibatnya malas dan akhirnya lalai.
o    Barangsiapa yang sudah terkait hatinya dengan kesenangan dunia, akan sulit sekali melepasnya. (Kasyful Musykil, 1/92)
9.     Seorang hamba sejati itu sibuk dalam kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: 
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

Salah satu tanda baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya” (HR. Tirmidzi no. 2317, di hasan kan Al Nawawi dalam Al Arba’un).
 

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda: 
احرص على ما ينفعك واستعن بالله . ولا تعجز

Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah, serta janganlah malas” (HR. Muslim no.2664)
10.                        Seorang hamba sejati senantiasa sibuk dalam kebaikan sampai ajal menjemputnya. Mi’sar bin Kiddam rahimahullah berkata 
 لاَ تَقْعُدُوا فُراغًا فَإِنَّ اْلمَوْتَ يَطْلُبُكُمْ

Janganlah kalian duduk untuk bersantai-santai karena kematian sedang mencarimu” (Thabaqat Kubra Lis Sya’rani, 1/49).
Seorang lelaki dari Khurasan datang untuk bertanya-tanya kepada Imam Ahmad rahimahullah 

قِيْلَ لِلإمَام أَحْمَدَ: مَتىَ يَجِدُ اْلعَبْدُ طَعْمَ الرَّاحَةِ ؟ فَقَالَ: عِنْدَ أّوَّلِ قَدَمٍ يَضَعُهاَ فِيْ اْلجَنَّةِ.

Imam Ahmad ditanya: “Kapan seorang hamba itu beristirahat (dari sibuk berbuat kebaikan)?”. Imam Ahmad menjawab: “Ketika pertama kali telapak kakinya menginjak surga”. (Thabaqat Hanabilah, 1/293)


http://kangaswad.wordpress.com/2011/12/07/bukan-orang-yang-gemar-bersenang/

Tidak ada komentar: