Selasa, 31 Desember 2013

Menahan Pandangan Mata dan Manfaatnya


Menahan Pandangan Mata 
Oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah

Menundukkan pandangan di tengah bertebarnya kerusakan di sekitar kita memang bukan soal mudah. Keimanan lah yang kemudian menjadi filter terhadap apa-apa yang dilihat oleh mata.

Saudariku muslimah…
Tercatat dalam lembaran mushaf yang mulia firman Rabbmu Yang Maha Suci:
Katakanlah (wahai Nabi) kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka….” (An-Nur: 30-31)

Ayat yang agung di atas mungkin sering terlewati begitu saja saat lisan ini bergerak membaca Kitabullah. Tidak hanya sekali atau dua kali. Bisa jadi kita telah puluhan kali membacanya namun karena diri kita kosong dari pengamalan atau barangkali karena tidak paham dengan apa yang kita baca, menjadikan kita belum mengamalkan ayat mulia di atas.

Alhasil, karena tidak ada pengamalan, pandangan mata ini tidak pernah kita jaga. Bahkan kita biarkan mata ini liar memandang apa saja yang dia inginkan tanpa ada rasa segan dan takut  kepada Sang Penguasa langit, bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dua mata yang merupakan nikmat Allah Subhanahu wa ta'ala ini kita pakai untuk melihat yang haram, melihat laki-laki yang bukan mahram, melihat gambar-gambar yang mengumbar aurat, melihat ini dan itu. Wallahu al-musta’an (Allah Ta'ala sajalah yang dimintai pertolongan).

Kita simak bagaimana penjelasan ulama dalam masalah menahan pandangan ini dan setelahnya semoga kita diberi taufik untuk mengamalkan apa yang telah kita ketahui. Amin…

Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah berkata dalam tafsirnya: “Allah Yang Maha Tinggi sebutan-Nya, berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad Shallallahu'alaihi wa sallam:  (Katakanlah kepada laki-laki yang beriman) kepada Allah dan kepadamu, ya Muhammad (Hendaklah mereka menahan pandangan mata mereka). Allah Subhanahu wa ta'ala  memerintahkan agar mereka menahan pandangan mereka dari apa yang ingin mereka lihat sementara hal tersebut termasuk terlarang untuk dipandang. (dan memelihara kemaluan mereka) untuk terlihat oleh orang yang tidak halal memandangnya dengan cara menutup kemaluan tersebut dengan pakaian yang dapat menutupinya dari pandangan mata mereka. (yang demikian itu lebih suci bagi mereka) Allah Subhanahu wa ta'ala menyatakan bahwa menahan pandangan dari melihat apa yang tidak halal dipandang dan menjaga kemaluan dari terlihat oleh pandangan mata orang lain adalah lebih suci bagi mereka di sisi Allah dan lebih utama….” Demikian pula yang Allah Subhanahu wa ta'ala perintahkan kepada kaum mukminat. (Jami’ul Bayan fi Ta`wilil Qur`an, 9/302-303)

Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul ‘Arabi rahimahullah menyatakan memandang apa yang tidak dihalalkan secara syar’i dinamakan zina, sehingga haram memandang perkara tersebut.  (Ahkamul Qur’an , 3/1366)

Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam telah bersabda:
“Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina[1], dia akan mendapatkannya, tidak mustahil. Maka zinanya mata dengan memandang (yang haram) dan zinanya lisan dengan berbicara, sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan. Sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6243 kitab Al-Isti’dzan, bab Zinal Jawarih dunal Farj dan Muslim no. 2657 kitab Al-Qadar, bab Quddira ‘ala Ibni Adam Hazhzhuhu minaz Zina wa Ghairihi dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu)

Dalam lafadz lain disebutkan:
“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak mustahil. Kedua mata itu berzina dan zinanya  dengan memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)

Pernyataan Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bahwa zina  mata dengan memandang kepada apa yang tidak halal merupakan dalil yang jelas tentang keharaman perkara tersebut, sekaligus peringatan dari hal tersebut. Telah dimaklumi bahwa pandangan mata merupakan penyebab jatuhnya seseorang kepada perbuatan zina. Karena lelaki yang banyak memandang kecantikan seorang wanita terkadang menjadi faktor yang menyebabkan ia jatuh cinta kepada si wanita sehingga ia binasa karenanya. Maka pandangan adalah pos pengantar kepada zina.

Berkata Muslim ibnul Walid Al-Anshari:
Aku peroleh untuk hatiku satu pandangan yang menyenangkan mataku
Namun ternyata pandangan itu menjadi kesengsaraan dan bencana bagiku
Tidaklah berlalu padaku sesuatu yang lebih berbahaya daripada hawa nafsu
Maha Suci lagi Maha Tinggi Dzat yang telah menciptakan hawa nafsu
(Adhwa`ul Bayan, Al-Imam Asy-Syinqithi t, 6/191)

Sebagaimana tidak halal bagi lelaki memandang kepada seorang wanita (ajnabiyyah/ non mahram), demikian pula wanita tidak halal memandang seorang lelaki. Karena keterkaitan lelaki dengan wanita sama dengan keterkaitan wanita dengan lelaki, keinginan/ tujuan lelaki terhadap wanita sama dengan keinginan/ tujuan wanita terhadap lelaki. (Ahkamul Qur’an , 3/1367)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

“Makna dari hadits di atas (hadits Abu Hurairah) adalah anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina, maka di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan yang haram (bukan pasangan yang sah, pent.).

Dan di antara mereka ada yang zinanya majazi dengan memandang yang haram, mendengar perbuatan zina dan hal-hal yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya meraba wanita yang bukan mahramnya atau menciumnya, atau kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau untuk melihat zina atau untuk menyentuh wanita non mahram atau untuk melakukan pembicaraan yang haram dengan wanita non mahram dan semisalnya, atau ia memikirkan dalam hatinya.

Maka semuanya ini termasuk zina yang majazi. Sementara kemaluannya membenarkan semua itu atau mendustakannya, maknanya terkadang ia merealisasikan zina tersebut dengan kemaluannya dan terkadang ia tidak merealisasikannya dengan tidak memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan yang haram sekalipun dekat dengannya.”

(Syarhu Shahih Muslim, 16/206)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata:

“Pandangan mata adalah asal dari seluruh petaka yang menimpa seorang insan. Dari pandangan mata melahirkan lintasan di hati. Lintasan di hati melahirkan pikiran, kemudian timbul syahwat. Dari syahwat lahir keinginan kuat yang akan menjadi kemantapan yang kokoh, dari sini pasti akan terjadi perbuatan di mana tidak ada seorang pun yang dapat mencegah dan menahannya. Karena itulah dinyatakan: “Bersabar menahan pandangan itu lebih mudah daripada bersabar menanggung kepedihan setelahnya.”

Seorang penyair berkata:
Setiap kejadian berawal dari pandangan
dan api yang besar itu berasal dari percikan api yang dianggap kecil
Berapa banyak pandangan mata itu mencapai ke hati pemiliknya
seperti menancapnya anak panah di antara busur dan tali busurnya
Selama seorang hamba membolak-balikkan pandangannya menatap manusia,
dia berdiri di atas bahaya

(Pandangan adalah) kesenangan yang membinasakannya, hunjaman yang memudharatkan.
Maka tidak ada ucapan selamat datang terhadap kesenangan yang justru mendatangkan bahaya.

(Ad-Da`u wad Dawa`, hal. 234)

Dari penjelasan ringkas di atas, engkau wahai saudariku, telah tahu bahayanya mengumbar pandangan mata dan engkau pun tahu perintah Rabbmu dalam perkara ini. Maka apa lagi yang menahanmu untuk menahan pandangan matamu dari perkara yang haram? Jangan engkau berkata, aku cuma iseng, aku tidak memasukkan ke hati dari apa yang aku lihat, aku tidak memikirkannya, dan sebagainya, dan sebagainya. Takutlah kepada Allah 'Azza wa jalla yang telah berfirman:
“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat[2] dan apa yang disembunyikan di dalam dada.” (Ghafir: 19)

Dan ingatlah engkau adalah hamba yang dhaif (lemah), siapa yang bisa memberikan jaminan bahwa engkau akan selamat dari tergelicir kepada perkara yang nista?

Wallahu al-musta’an. Semoga Allah Subhanahu wa ta'ala menjaga kita semua. Amin…
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.


Catatan Kaki:
[1] Yakni zina itu tidak hanya diistilahkan dengan apa yang diperbuat oleh kemaluan, bahkan memandang apa yang haram untuk dipandang dan selainnya juga diistilahkan zina. (Fathul Bari, 11/28)
[2] Khianatnya mata adalah mencuri pandang ke arah apa-apa yang tidak halal  dipandang. Mujahid rahimahullah berkata menafsirkan ayat ini: “Pandangan mata kepada apa yang Allah Subhanahu wa ta'ala larang.” (Ma’alimut Tanzil/ Tafsir Al-Baghawi, 4/83) 



Manfaat Menahan Pandangan Mata
Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husen Al-Atsariyyah

Mata dan qalbu senantiasa berhubungan. Jika salah satunya baik, maka akan baik pula yang lainnya. Maka menjaga mata merupakan sesuatu yang mesti kita lakukan agar qalbu merasakan banyak manfaat darinya.

Saudariku muslimah… semoga Allah Ta’ala memberkahimu.

Dalam edisi yang lalu, kita telah mengetahui aturan syariat dalam masalah menahan pandangan mata. Berikut ini untuk menambah semangat dalam mengamalkan aturan syariat tersebut, kita nukilkan -secara ringkas- uraian yang diberikan oleh Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Asy-Syaikh Taqiyuddin Abu Bakr, yang lebih dikenal dengan Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullahu Ta’ala, tentang manfaat menahan pandangan mata dalam kitabnya yang sangat bernilai Ad-Da`u wad Dawa`atau Al-Jawabul Kafi liman Sa`ala ‘anid Dawa`isy Syafi.

Pertama: Dengan menahan pandangan mata berarti berpegang dengan perintah Allah Ta’ala yang merupakan puncak kebahagiaan seorang hamba dalam kehidupannya di dunia dan di akhirat.

Kedua: Menahan pandangan akan mencegah sampainya pengaruh panah beracun ke dalam qalbu[1] seorang hamba.

Ketiga: Menahan pandangan akan mewariskan kedekatan seorang hamba dengan Allah Ta’ala dan menyatukan qalbunya agar hanya tertuju kepada Allah Ta’ala. Sebaliknya, mengumbar pandangan akan memecah belah qalbu dan mencerai-beraikannya.

Keempat: Menguatkan qalbu dan membahagiakannya. Sebaliknya, mengumbar pandangan akan melemahkan qalbu dan membuatnya sedih.

Kelima: Menahan pandangan akan menghasilkan cahaya bagi qalbu, sebagaimana mengumbar pandangan akan menggelapkan qalbu. Karena itulah setelah Allah Subhana wa Ta’ala memerintahkan ghadhul bashar (menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan untuk melihatnya) dalam surah An-Nur (ayat 31 -red):

قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوْجَهُمْ

“Katakanlah (wahai Nabi) kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…”

Allah Ta’ala ikutkan dengan firman-Nya:

اللهُ نُوْرُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ مَثَلُ نُوْرِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌ

“Allah (Pemberi) cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar…” (An-Nur: 35), yakni perumpamaan cahaya-Nya pada qalbu seorang hamba yang beriman yang berpegang dengan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Apabila qalbu itu bercahaya, datanglah utusan-utusan kebaikan kepadanya dari segala arah. Sebagaimana bila qalbu itu gelap akan datang kepadanya awan-awan bala` dan kejelekan dari setiap tempat. Segala macam bid‘ah, kesesatan, mengikuti hawa nafsu, menjauhi petunjuk, berpaling dari sebab-sebab kebahagiaan dan menyibukkan diri dengan sebab-sebab kesengsaraan, semua itu akan tersingkap oleh cahaya yang ada di dalam qalbu. Namun bila cahaya itu hilang, jadilah pemilik qalbu tersebut seperti seorang yang buta yang berkeliaran di malam yang gelap gulita.

Keenam: Menahan pandangan akan mewariskan firasat yang benar yang dengannya ia akan membedakan antara yang haq dengan yang batil, antara orang yang jujur dengan yang dusta.

Ibnu Syujja‘ Al-Kirmani Rahimahullahu ta’ala pernah berkata: “Siapa yang memakmurkan zhahirnya dengan mengikuti sunnah dan batinnya dengan terus menerus muraqabah[2], dan menahan pandangannya dari perkara-perkara yang diharamkan, menahan jiwanya dari syubhat dan makan dari yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.”

Allah Ta’ala memberikan kepada hamba-Nya balasan yang sejenis dengan amalan yang dilakukannya, dan“Siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah Ta’ala, niscaya Allah Ta’ala akan menggantikan dengan yang lebih baik dari sesuatu tersebut.”[3] Bila si hamba menahan pandangannya dari perkara yang Allah Ta’ala haramkan maka Allah Ta’ala gantikan dengan memberikan cahaya pada pandangan hatinya. Allah Ta’ala bukakan baginya pintu ilmu dan iman, ma’rifah, firasat yang benar dan tepat, semua ini hanya diperoleh dengan bashirah qalb (penglihatan qalbu).

Ketujuh: Menahan pandangan akan mewariskan kekokohan, keberanian, dan kekuatan pada qalbu.

Kedelapan: Menahan pandangan akan menutup celah bagi masuknya setan ke dalam qalbu. Karena setan itu masuk bersama pandangan mata, dan akan menembus bersama pandangan tersebut ke dalam qalbu lebih cepat dari masuknya udara ke tempat yang kosong. Lalu setan pun menyusupkan bayangan (lebih jauh) dari apa yang dilihat dan memperindahnya, sehingga gambaran itu menjadi berhala di mana qalbu berdiam di atasnya. Kemudian setan menjanjikannya, membuatnya berangan-angan, dan dinyalakanlah api syahwat di dalam qalbu. Lalu dilemparkanlah kayu bakar maksiat di atasnya. Jadilah qalbu tersebut berada di dalam api yang menyala-nyala, seperti seekor kambing di atas tungku api.

Kesembilan: Menahan pandangan akan mengosongkan qalbu dari memikirkan hal yang haram, sehingga qalbu hanya tersibukkan dengan perkara yang memberikan maslahat.

Kesepuluh: Antara mata dan qalbu itu ada penghubung dan jalan sehingga saling berhubungan satu sama lain. Bila salah satunya baik, maka baik pula yang lain. Dan sebaliknya, bila salah satu rusak maka rusak pula yang lain. Rusaknya qalbu akan merusakkan pandangan, dan rusaknya pandangan akan merusakkan qalbu. Demikian pula sebaliknya, pandangan yang baik akan menjadikan qalbu baik dan qalbu yang baik akan membaikkan pandangan. Jika qalbu telah rusak jadilah ia seperti tempat sampah yang merupakan tempat pembuangan najis, kotoran dan yang berbau busuk. Bila sudah demikian keadaannya, ia tidak bisa menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi pengenalan terhadap Allah Ta’ala, cinta kepada-Nya dan kembali pada-Nya, senang dan gembira bila dekat dengan-Nya. Namun yang menempatinya ketika itu adalah perkara-perkara yang sebaliknya.

Wallahul musta’an.

(lihat kitab Ad-Da`u wad Dawa`, karya Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, hal. 277-279)
___________________

Catatan Kaki:
[1] Qalbu bermakna jantung, namun sering di-bahasa Indonesia-kan dengan hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang jantung ini:
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh itu ada segumpal daging, apabila baik daging itu maka baik pula seluruh tubuh dan bila rusak maka rusak pula seluruh tubuh, ketahuilah segumpal daging itu adalah qalbu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
[2] Merasakan pengawasan Allah Ta’ala
[3] Diambil dari hadits:
مَنْ تَرَكَ شَيْئًا ِللهِ عَوَّضَهُ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ, diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad (5/363) dan selainnya.

Sumber : http://asysyariah.com/manfaat-menahan-mata.html

Allah Ta'ala berfirman:
“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman, agar mereka menjaga pandangan mereka (dari melihat yang haram) dan menjaga kemaluan mereka. Hal itu lebih suci bagi mereka.” (QS. An-Nur: 30)

Sebagaian ulama mengatakan:
“Bersabar menahan pandangan itu lebih dari pada bersabar terhadap pengaruh rasa sakit setelahnya.”

Ketika orang memandang 'pemicu syahwat' yang terlarang, dia akan menginginkan yang lebih. Pandangan matanya akan menjadi bayangan yang senantiasa tengiang-ngiang dalam dirinya. Di saat itulah dia harus menahan rasa sakit karena tidak bisa mewujudkan keinginannya. Benarlah apa yang Allah firmankan.

=============

Hassan bin Abi Sinan pernah berangkat menuju lapangan untuk shalat id. Setelah kembali ke rumah, istrinya bertanya: “Berapa wanita cantik yang telah engkau lihat?”

Beliau menjawab:
“Demi Allah, saya tidak melihat sesuatu kecuali jempolku, sejak saya keluar dari tempatmu sampai saya kembali kepadamu.”
“Ar-Rabi' bin Khaitsam rahimahullah sangat menjaga pandangannya. Suatu ketika lewat beberapa wanita. Kemudian beliau menundukkan kepalanya ke dadanya, sampai para wanita menyangka bahwa beliau orang buta. Sampai para wanita itu berlindung kepada Allah dari orang buta.”

(Kuffa Basharak 'an al-Haram, al-Ayubi. Saaid).

=============

Sebagian ulama mengatakan:“Saya melihat seorang wanita yang tidak halal bagiku. Ternyata kemudian istriku melihat seorang lelaki yang aku benci” (ashefaa.com)

=============

Imam Mujahid mengatakan:“Menundukkan pandangan dari apa yang Allah haramkan, akan mewujudkan kecintaan Allah (kepadanya)” (Dzammul Hawa, Ibnul Jauzi, no. 312)

=============

Diriwayatkan bahwa Nabi Isa 'alahis salam mengatakan: “Melihat bisa menanamkan syahwat dalam hati. Cukuplah itu sebagai perbuatan dosa”

Ma'ruf mengatakan:
“Tundukkan pandanganmu, meskipun karena melihat kambing betina”
(Kuffa Basharak- saaid.net)

=============

Amr bin Murrah mengatakan: “Saya melihat seorang wanita, dan saya-pun terkesan. Kemudian mata saya menjadi buta. Saya-pun berharap agar itu menjadi penebus dosaku.” (Dzammul Hawa, no. 284)

=============

***
Dikumpulkan dari Fans Page Konsultasi Syari'ah
Diarsipkan: www.faisalchoir.blogspot.com