Selasa, 19 Mei 2020

Panduan Praktis Zakat Uang Kertas

Oleh Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawaz Lc, MA 

Dalam kitab-kitab fiqih klasik disebutkan bahwa zakat dikenakan pada emas dan perak dalam fungsinya sebagai alat tukar. Dan saat ini hampir tidak ada satu negara pun yang menggunakan emas dan perak sebagai alat tukar. Kini fungsi emas dan perak sebagai alat tukar telah digantikan dengan uang kertas yang secara intrinsik tidak bernilai. 

A. ADAKAH KEWAJIBAN ZAKAT PADA UANG KERTAS..? 

Barangkali ada di antara kaum Muslimin yang bertanya-tanya, apakah uang kertas bisa diperlakukan sama dengan emas dan perak dengan pertimbangan uang tersebut dapat digunakan dan diakui sebagai alat tukar, sehingga ada padanya kewajiban zakat; Atau justru sebaliknya, uang tersebut tidak bisa diperlakukan sama dengan emas dan perak dengan memandang nilai intrinsiknya, sehingga dengan demikian tidak ada kewajiban zakat padanya ? 

Dalam masalah ini para Ulama telah membicarakannya dan terjadi perbedaan pendapat di antara mereka menjadi dua pendapat :

Pertama : Tidak ada kewajiban zakat pada uang yang dimiliki oleh seseorang kecuali jika diniatkan untuk modal usaha dagang. Jika diperuntukkan sebagai uang nafkah atau disiapkan untuk pernikahan, atau yang semisalnya maka tidak ada zakatnya. 

Kedua : Ada kewajiban zakat pada setiap mata uang (uang kertas) yang dimiliki atau dikumpulkan oleh seseorang dari hasil keuntungan usaha dagang atau hasil sewa rumah atau hasil gaji atau yang semisalnya, dengan syarat uang itu telah mencapai nishâb dan berputar selama satu tahun hijriyah. Kewajiban zakat ini tanpa membedakan, apakah uang yang dikumpulkan itu diniatkan untuk modal usaha dagang atau untuk nafkah atau untuk pernikahan, atau tujuan lainnya. 

Diantara dalil-dalil pendapat kedua ini adalah keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :

 خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ 

Hendaklah engkau (wahai Muhammad) mengambil zakat dari harta-harta mereka yang dengannya engkau membersihkan mereka dari dosa dan memperbaiki keadaan mereka, serta bershalawatlah untuk mereka. [at-Taubah/9:103] 

Demikian pula berdasarkan keumuman sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal z saat beliau mengutusnya ke negeri Yaman : 

أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ 

Ajarkan kepada mereka bahwasanya Allâh telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta-harta yang mereka miliki yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir mereka.” [HR. Bukhâri II/544 no. 1425, IV/1580 no.4090, dan Muslim I/50 no. 31, dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma] 

Dan uang termasuk harta benda yang secara umum terkena kewajiban zakat, karena uang dengan berbagai jenisnya yang beredar pada saat ini dan berlaku secara umum pada muamalah kaum Muslimin, telah menggantikan posisi emas (dinar) dan perak (dirham) yang dipungut zakatnya pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Uang sebagai pengganti emas (dinar) dan perak (dirham) menjadi tolok ukur dalam menilai harga suatu barang sebagaimana halnya dinar dan dirham pada masa itu. 

TARJIH : Setelah memaparkan dua pendapat Ulama di atas, maka râjih (benar dan kuat) bagi kami adalah pendapat kedua berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan. Yaitu adanya kewajiban zakat pada mata uang apapun yang masih berlaku di Negara mana pun. Pendapat ini yang difatwakan oleh Komite Tetap untuk Urusan fatwa dan Pembahasan Ilmiyyah, KSA yang diketuai oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dalam Fatawa al-Lajnah ad-Daimah (IX/254, 257), Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’ (VI/98-99, 101), dan selainnya. 

B. SYARAT WAJIBNYA ZAKAT UANG 
Setiap mata uang (uang kertas) yang berlaku di negara mana pun, baik berupa rupiah, riyal, dolar, yen, ringgit atau selainnya –baik disimpan maupun tidak– wajib dikeluarkan zakatnya jika telah memenuhi dua syarat sebagaimana zakat emas dan perak. Dua syarat tersebut ialah : 

Pertama : Ttelah mencapai nishâb, yaitu senilai nishâb emas (20 dinar/85 gram emas murni), atau senilai nishâb perak (200 dirham/595 gram perak murni). 

Kedua : Harta senishâb (atau lebih) itu telah berputar selama satu tahun hijriyah sejak dimiliki. Sedangkan kadar zakatnya adalah sebesar 2,5 % (dua setengah persen). 

Kewajiban zakat atas uang kertas itu diqiyaskan dengan kewajiban zakat pada emas dan perak. Karena ada kesamaan ‘illat (sebab hukum) pada keduanya (uang kertas dengan emas-perak). Illat (sebab hukum) nya adalah sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). ‘Illat ini adalah ‘illat yang disimpulkan (‘illat istinbath) dari berbagai hadits yang mengisyaratkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah), yang menjadi landasan kewajiban zakat pada emas dan perak. Di antaranya hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : 

فَهَاتُوا صَدَقَةَ الرِّقَةِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمٌ 

Maka datangkanlah (bayarlah) zakat riqqah (perak yang dicetak sebagai mata uang), yaitu dari setiap 40 dirham (zakatnya) 1 dirham. [HR. Abu Daud I/494 no.1574, At-Tirmidzi III/16 no.620, dan Ahmad I/92 no.711, dari Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhuma]. 

Penyebutan kata “riqqah” (perak yang dicetak sebagai mata uang) dalam hadits di atas –dan bukan dengan kata fidhdhah (perak)— menunjukkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). Dan sifat ini tak hanya terwujud pada perak atau emas yang dijadikan mata uang, tapi juga pada uang kertas yang berlaku sekarang, meski ia tidak ditopang dengan emas atau perak. Maka uang kertas sekarang wajib dizakati, sebagaimana wajibnya zakat pada emas dan perak. 

Oleh karena itu, siapa saja yang mempunyai uang yang telah memenuhi dua syarat di atas, yaitu mencapai nishâb dan telah berputar selama satu tahun hijriyah, maka wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % (dua setengah persen) dari total uang yang dimiliki. 

C. STANDAR NISHAB ZAKAT UANG KERTAS 
Berkenaan dengan nishâb zakat uang, mungkin ada yang bertanya pula, manakah standar yang dipakai, nishâb emas (20 Dinar/85 gram emas murni), ataukah nishâb perak (200 dirham/595 gram perak murni), jika fakta uang kertas yang ada tidak dijamin oleh emas dan perak seperti halnya di Indonesia maupun di kebanyakan negara lain ? 

Sebagian Ulama di zaman sekarang berpendapat bahwa yang jadi patokan dalam zakat mata uang (uang kertas) adalah nishâb perak. Karena inilah yang bisa menggabungkan antara nishâb emas dan perak. Demikian juga, dengan menggunakan nishâb perak akan lebih bermanfaat bagi orang-orang fakir miskin. 

Ada pula diantara para Ulama yang berpendapat bahwa yang dijadikan patokan dalam zakat mata uang (uang kertas) adalah nishâb emas. 

Di antara alasan mereka adalah sebagai berikut : 

1.Nilai perak telah berubah setelah zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan zaman-zaman sesudahnya. Hal ini berbeda dengan emas yang nilainya terhitung stabil. 

2.Jika disetarakan dengan nishâb emas, maka itu akan setara atau mendekati nishâb zakat lainnya seperti nishâb pada binatang ternak (onta, sapid an kambing, pent). Nishâb zakat onta adalah 5 ekor, nishâb pada zakat kambing adalah 40 ekor, dan yang semisalnya. [Lihat Shahîh Fiqhis Sunnah II/22]. 

Dari dua pendapat di atas, kami (penulis) lebih cenderung dan memilih pendapat kedua yang menggunakan standar nishâb emas untuk zakat mata uang (uang kertas) karena alasannya yang begitu kuat. Demikian pula karena mengingat meningkatnya standar biaya hidup dan melonjaknya berbagai kebutuhan. [Lihat al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili, II/773]. 

D. CARA MENGHITUNG DAN MENGELUARKAN ZAKAT UANG Setelah kita ketahui dan tetapkan bahwa standar nishâb zakat uang adalah nishâb emas, yaitu 20 dinar atau 85 gram emas. Maka cara untuk menghitung dan mengeluarkan zakat uang adalah sebagaimana berikut ini : 

Sebagai contoh permasalahan : Bila sekarang (Oktober 2011) harga emas murni Rp.550.000,-/gram. Maka cara mengetahui nishâb dan kadar zakat mata uang (uang kertas) adalah sebagai berikut: 

Nishâb Mata Uang = 85 gram x Rp.550.000,-/gram = Rp.46.750.000,- 

Kalau misalkan seseorang punya uang tabungan sebesar Rp. 50.000.000, (Lima Puluh Juta Rupiah), berarti uang yang dimilikinya sudah melebihi nishâb (Rp.46.750.000,-). Kalau uang yang telah mencapai nishâb ini sudah dimilikinya selama satu tahun hijriyah, maka zakatnya yang wajib dikeluarkan adalah = 2,5 % x Rp. 50 juta = Rp. 1.250.000 (Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah). 


E. BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT SEBELUM TIBA WAKTUNYA? 

Menurut mayoritas Ulama diperbolehkan mengeluarkan kewajiban zakat sebelum tiba waktunya karena termasuk menyegerakan kebaikan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia berkata : 

أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْـمُطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فِيْ تَعْجِيْلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ، فَرَخَّصَ لَهُ فِيْ ذَلِكَ 

Bahwasanya al-’Abbas bin Abdul Muththalib bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang maksudnya untuk menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum waktunya tiba. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kelonggaran kepadanya untuk melakukan hal itu. [HR. Ahmad I/104 no.822, Abu Dawud I/510 no.1624, At-Tirmidzi III/63 no.678, Ibnu Majah I/572 no.1795, dan yang lainnya. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini hasan dalam Irwâ’ al-Ghalîl (no. 857) dengan syawahid (riwayat-riwayat penguat) yang ada]

Demikian penjelasan singkat tentang panduan praktis zakat uang kertas serta tata cara menghitung dan mengeluarkannya. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis dan pembacanya, amiin. Wallahu Ta’ala A’lam Bish-Showab. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XV/1433H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Referensi: https://almanhaj.or.id/3685-panduan-praktis-zakat-uang-kertas.html

https://almanhaj.or.id/3685-panduan-praktis-zakat-uang-kertas.html