Selasa, 31 Desember 2013

Lihatlah Siapa Temanmu


Hati-hati dari Teman yang Buruk

Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:

مَثَلُ الْـجَلِيْسِ الصَّالـِحِ وَالسُّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيْرِ. فَحَامِلُ الْـمِسْكِ إِمَّا أَنْ يَحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيْحًا خَبِيْثَةً

“Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Duduk dengan) penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa teman dapat memberikan pengaruh negatif ataupun positif sesuai dengan kebaikan atau kejelekannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan teman bergaul atau teman duduk yang baik dengan penjual minyak wangi. Bila duduk dengan penjual minyak wangi, engkau akan dapati satu dari tiga perkara sebagaimana tersebut dalam hadits. Paling minimnya engkau dapati darinya bau yang harum yang akan memberi pengaruh pada jiwamu, tubuh dan pakaianmu. Sementara kawan yang jelek diserupakan dengan duduk di dekat pandai besi. Bisa jadi beterbangan percikan apinya hingga membakar pakaianmu, atau paling tidak engkau mencium bau tak sedap darinya yang akan mengenai tubuh dan pakaianmu.

Dengan demikian jelaslah, teman pasti akan memberi pengaruh kepada seseorang. Dengarkanlah berita dari Al-Qur`an yang mulia tentang penyesalan orang zalim pada hari kiamat nanti karena dulunya ketika di dunia berteman dengan orang yang sesat dan menyimpang, hingga ia terpengaruh ikut sesat dan menyimpang.

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَالَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً. يَاوَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلاً. لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا
“Dan ingatlah hari ketika itu orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, ‘Aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, andai kiranya dulu aku tidak menjadikan si Fulan itu teman akrabku. Sungguh ia telah menyesatkan aku dari Al-Qur`an ketika Al-Qur`an itu telah datang kepadaku.’ Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Furqan: 27-29)

‘Adi bin Zaid, seorang penyair Arab, berkata:

عَنِ الْـمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالْـمُقَارَنِ يَقْتَدِي
إِذَا كُنْتَ فِي قَوْمٍ فَصَاحِبْ خِيَارَهُمْ وَلاَ تُصَاحِبِ الْأَرْدَى فَتَرْدَى مَعَ الرَّدِي

Tidak perlu engkau bertanya tentang (siapa) seseorang itu, namun tanyalah siapa temannya
Karena setiap teman meniru temannya. Bila engkau berada pada suatu kaum maka bertemanlah dengan orang yang terbaik dari mereka. Dan janganlah engkau berteman dengan orang yang rendah/hina niscaya engkau akan hina bersama orang yang hina. Karenanya lihat-lihat dan timbang-timbanglah dengan siapa engkau berkawan.

Dampak Teman yang Jelek

Ingatlah, berteman dengan orang yang tidak baik agamanya, akhlak, sifat, dan perilakunya akan memberikan banyak dampak yang jelek. Di antara yang dapat kita sebutkan di sini:

1. Memberikan keraguan pada keyakinan kita yang sudah benar, bahkan dapat memalingkan kita dari kebenaran. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ. قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ إِنِّي كَانَ لِي قَرِينٌ. يَقُولُ أَئِنَّكَ لَمِنَ الْمُصَدِّقِينَ. أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَدِينُونَ. قَالَ هَلْ أَنْتُمْ مُطَّلِعُونَ. فَاطَّلَعَ فَرَآهُ فِي سَوَاءِ الْجَحِيمِ. قَالَ تَاللهِ إِنْ كِدْتَ لَتُرْدِينِ. وَلَوْلاَ نِعْمَةُ رَبِّي لَكُنْتُ مِنَ الْمُحْضَرِينَ

Lalu sebagian mereka (penghuni surga) menghadap sebagian yang lain sambil bercakap-cakap. Berkatalah salah seorang di antara mereka, “Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) memiliki seorang teman. Temanku itu pernah berkata, ‘Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang yang membenarkan hari berbangkit? Apakah bila kita telah meninggal dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, kita benar-benar akan dibangkitkan untuk diberi pembalasan.” Berkata pulalah ia, “Maukah kalian meninjau temanku itu?" Maka ia meninjaunya, ternyata ia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala. Ia pun berucap, “Demi Allah! Sungguh kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidak karena nikmat Rabbku pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret ke neraka.” (Ash-Shaffat: 50-57)

Dengarkanlah kisah wafatnya Abu Thalib di atas kekafiran karena pengaruh teman yang buruk. Tersebut dalam hadits Al-Musayyab bin Hazn, ia berkata, "Tatkala Abu Thalib menjelang wafatnya, datanglah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau dapati di sisi pamannya ada Abu Jahl bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah ibnil Mughirah. Berkatalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai pamanku, ucapkanlah Laa ilaaha illallah, kalimat yang dengannya aku akan membelamu di sisi Allah.’ Namun kata dua teman Abu Thalib kepadanya, ‘Apakah engkau benci dengan agama Abdul Muththalib?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus meminta pamannya mengucapkan kalimat tauhid. Namun dua teman Abu Thalib terus pula mengulangi ucapan mereka, hingga pada akhirnya Abu Thalib tetap memilih agama nenek moyangnya dan enggan mengucapkan Laa ilaaha illallah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

2. Teman yang jelek akan mengajak orang yang berteman dengannya agar mau melakukan perbuatan yang haram dan mungkar seperti dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang munafikin:

وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً
“Mereka menginginkan andai kalian kafir sebagaimana mereka kafir hingga kalian menjadi sama.” (An-Nisa`: 89)

3. Tabiat manusia, ia akan terpengaruh dengan kebiasaan, akhlak, dan perilaku teman dekatnya. Karenanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang itu menurut agama teman dekat/sahabatnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat dengan siapa ia bersahabat[1].” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 927)

4. Melihat teman yang buruk akan mengingatkan kepada maksiat sehingga terlintas maksiat dalam benak seseorang. Padahal sebelumnya ia tidak terpikir tentang maksiat tersebut.

5. Teman yang buruk akan menghubungkanmu dengan orang-orang yang jelek, yang akan memudaratkanmu.

6. Teman yang buruk akan menggampangkan maksiat yang engkau lakukan sehingga maksiat itu menjadi remeh/ringan dalam hatimu dan engkau akan menganggap tidak apa-apa mengurangi-ngurangi dalam ketaatan.

7. Karena berteman dengan orang yang jelek, engkau akan terhalang untuk berteman dengan orang-orang yang baik/shalih sehingga terluputkan kebaikan darimu sesuai dengan jauhnya engkau dari mereka.

8. Duduk bersama teman yang jelek tidaklah lepas dari perbuatan haram dan maksiat seperti ghibah, namimah, dusta, melaknat, dan semisalnya. Bagaimana tidak, sementara majelis orang-orang yang jelek umumnya jauh dari dzikrullah, yang mana hal ini akan menjadi penyesalan dan kerugian bagi pelakunya pada hari kiamat nanti. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ تَعَالَى فِيْهِ، إِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً
“Tidak ada satu kaum pun yang bangkit dari sebuah majelis yang mereka tidak berzikir kepada Allah ta’ala dalam majelis tersebut melainkan mereka bangkit dari semisal bangkai keledai[2] dan majelis tersebut akan menjadi penyesalan bagi mereka." (HR. Abu Dawud. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 77)

Demikian… Semoga ini menjadi peringatan!

(Dinukil secara ringkas dengan perubahan dan tambahan oleh Ummu Ishaq Al-Atsariyah dari kitab Al-Mukhtar lil Hadits fi Syahri Ramadhan, hal. 95-99)

[1] Seseorang akan berperilaku seperti kebiasaan temannya dan juga menurut jalan serta perilaku temannya. Maka hendaknya setiap kita merenungkan dan memikirkan dengan siapa kita bersahabat. Siapa yang kita senangi agama dan akhlaknya maka kita jadikan ia sebagai teman, dan yang sebaliknya kita jauhi. Karena yang namanya tabiat akan saling meniru dan persahabatan itu akan berpengaruh baik ataupun buruk. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Az-Zuhd, bab 45)
[2] Sama dengan bangkai keledai dalam bau busuk dan kotornya. ('Aunul Ma'bud, kitab Al-Adab, bab Karahiyah An Yaqumar Rajulu min Majlisihi wala Yadzkurullah)


Lihatlah Siapa Temanmu

Dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman duduk yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” (HR. Bukhari No. 2101, Muslim No. 2628)

Wahai saudariku, demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan petunjuk kepada kita agar senantiasa memilih teman-teman yang shalih dan waspada dari teman-teman yang buruk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh dengan dua permisalan ini dalam rangka menjelaskan bahwa seorang teman yang shalih akan memberikan manfaat bagi kita di setiap saat kita bersamanya. Sebagaimana penjual minyak wangi yang akan memberikan manfaat bagi kita, berupa pemberian minyak wangi, atau minimal jika kita duduk bersamanya, kita akan mencium bau wangi.

Manfaat Berteman dengan Orang yang Shalih

Berteman dengan teman yang shalih, duduk-duduk bersamanya, bergaul dengannya, mempunyai keutamaan yang lebih banyak dari pada keutamaan duduk dengan penjual minyak wangi. Karena duduk dengan orang shalih bisa jadi dia akan mengajari kita sesuatu yang bermanfaat untuk agama dan dunia kita serta memberikan nashihat-nashihat yang bermanfaat bagi kita. Atau dia akan memberikan peringatan kepada kita agar menghindari perkara-perkara yang membahayakan kita.
Teman yang shalih senantiasa mendorong kita untuk melakukan ketaatan kepada Allah, berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturrahim, dan mengajak kita untuk senantiasa berakhlak mulia, baik dengan perkataannya, perbuatannya, ataupun dengan sikapnya. Sesungguhnya seseorang akan mengikuti sahabat atau teman duduknya, dalam hal tabiat dan perilaku. Keduanya saling terikat satu sama lain dalam kebaikan ataupun yang sebaliknya. (Bahjah Quluubil Abrar, 119)

Jika kita tidak mendapat manfaat di atas, minimal masih ada manfaat yang bisa kita peroleh ketika berteman dengan orang yang shalih, yaitu kita akan tercegah dari perbuatan-perbuatan jelek dan maksiat. Teman yang shalih akan selalu menjaga persahabatan, senantiasa mengajak berlomba-lomba dalam kebaikan, berusaha menghilangkan keburukan. Dia juga akan menjaga rahasia kita, baik ketika kita bersamanya maupun tidak. Dia akan memberikan manfaat kepada kita berupa kecintaannya dan doanya pada kita, baik kita masih hidup maupun setelah mati. (Bahjatu Quluubil Abrar, 119)

Wahai saudariku, sungguh manfaat berteman dengan orang yang shalih tidak terhitung banyaknya. Dan begitulah seseorang, akan dinilai sesuai dengan siapakah yang menjadi teman dekatnya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)

Bahaya Teman yang Buruk

Jika berteman dengan orang yang shalih dapat memberikan manfaat yang sangat banyak, maka berteman dengan teman yang buruk memberikan akibat yang sebaliknya. Orang yang bersifat jelek dapat mendatangkan bahaya bagi orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan keburukan bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik sadar ataupun tidak sadar. (Bahjatu Qulubil Abrar, 120)

Oleh karena itulah, sungguh di antara nikmat Allah yang paling besar bagi seorang hamba yang beriman adalah Allah memberinya taufiq berupa teman yang baik. Sebaliknya, di antara ujian bagi seorang hamba adalah Allah mengujinya dengan teman yang buruk. (Bahjah Qulubil Abrar, 120)

Berteman dengan orang shalih akan memperoleh ilmu yang bermanfaat, akhlak yang utama dan amal yang shalih. Adapun berteman dengan orang yang buruk akan mencegahnya dari hal itu semua.

Jangan Sampai Menyesal

Allah Ta’ala berfirman
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ( ) يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ( ) لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang dzalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al Furqan: 27-29).

Sebagaimana yang sudah masyhur di kalangan ulama ahli tafsir, yang dimaksud dengan orang yang dzalim dalam ayat ini adalah ‘Uqbah bin Abi Mu’ith, sedangkan si fulan yang telah menyesatkannya dari petunjuk Al Qur’an adalah Umayyah bin Khalaf atau saudaranya Ubay bin Khalaf. Akan tetapi secara umum, ayat ini juga berlaku bagi setiap orang yang dzalim yang telah memilih mengikuti shahabatnya untuk kembali kepada kekafiran setelah datang kepadanya hidayah Islam. Sampai akhirnya dia mati dalam keadaan kafir sebagaimana yang terjadi pada ‘Uqbah bin Abi Mu’ith. (Adhwa’ul Bayan, 6/45)

Begitulah Allah Ta’ala telah menjelaskan betapa besarnya pengaruh seorang teman dekat bagi seseorang, hingga seseorang dapat kembali kepada kekafiran setelah dia mendapatkan hidayah islam disebabkan pengaruh teman yang buruk. Oleh karena itulah sudah sepantasnya setiap dari kita waspada dari teman-teman yang mempunyai perangai buruk.

Penutup

Wahai saudariku, ingin ku kutipkan sedikit nashihat yang semoga bermanfaat untukku maupun untuk dirimu. Nashihat ini berasal dari seorang ulama bernama Ibnu Qudamah Al Maqdisiy:

“Ketahuilah, Sungguh tidaklah pantas seseorang menjadikan semua orang sebagai temannya. Akan tetapi sepantasnya dia memilih orang yang bisa dijadikan sebagai teman, baik dari segi sifatnya, perangainya, ataupun apa saja yang bisa menimbulkan keinginan untuk berteman dengannya. Sifat ataupun perangai tersebut hendaknya sesuai dengan manfaat yang dicari dari hubungan pertemanan. Ada orang yang berteman karena tujuan dunia, seperti karena ingin memanfaatkan harta, kedudukan ataupun hanya sekedar bersenang-senang bersama dan ngobrol bersama, akan tetapi hal ini bukanlah tujuan kita. Ada pula orang yang berteman untuk tujuan agama, dalam hal ini terdapat pula tujuan yang berbeda-beda. 

Di antara mereka ada yang bertujuan dapat memanfaatkan ilmu dan amalnya, ada pula yang ingin mengambil manfaat dari hartanya, dengan tercukupinya kebutuhan ketika berada dalam kesempitan. Secara umum, kesimpulan orang yang bisa dijadikan sebagai teman hendaknya dia mempunyai lima kriteria berikut: Berakal (cerdas), berakhlak baik, tidak fasiq, bukan ahli bid’ah dan tidak rakus terhadap dunia. 

Kecerdasan merupakan modal utama. Tidak ada kebaikan berteman dengan orang yang dungu, karena orang yang dungu terkadang dia ingin menolongmu tapi justru dia malah mencelakakanmu. Akhlak baik, hal ini juga sebuah keharusan. Karena terkadang orang yang cerdas jika ia sedang marah dan emosi dapat dikuasai oleh hawa nafsunya. Maka tidaklah baik berteman dengan orang yang cerdas tapi tidak berakhlak. Sedangkan orang yang fasiq, dia tidaklah mempunyai rasa takut kepada Allah. Dan orang yang tidak mempunyai rasa takut kepada Allah, kamu tidak akan selamat dari tipu dayanya, disamping dia juga tidak dapat dipercaya. Adapun ahli bid’ah, dikhawatirkan dia akan mempengaruhimu dengan jeleknya kebid’ahannya. (Mukhtashor Minhajul Qashidin, 2/ 36-37)

Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat untukku dan untukmu saudariku…

Amiin …

***

Penyusun: Latifah Ummu Zaid
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits

Rujukan:
  • Bahjatu Qulubil Abrar, syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy, Maktabah Al Imam Al Wadi’iy, Shan’aa
  • Adhwa’ul Bayan, Muhammad Al Amin Asy-Syinqithi, Darul-Fikr lith-thoba’ah wan-nasyr wat-tauzi’, Beirut (Maktabah Asy-Syamilah)
  • Mukhtashor minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisiy. (Maktabah Asy-Syamilah)