Di antara kaum muslimin ada yang setelah mendengar adzan pertama langsung berdiri dan mengerjakan shalat dua rakaat sebagai shalat sunnah Qabliyah Jum’at.
Dalam hal ini perlu saya katakan, saudaraku yang mulia, shalat Jum’at itu tidak memiliki shalat sunnah Qabliyah, tetapi yang ada adalah shalat Ba’diyah Jum’at.
Memang benar telah ditegaskan bahwa para Sahabat رضـوان الله عليهـم jika salah seorang dari mereka memasuki masjid sebelum shalat Jum’at, maka dia akan mengerjakan shalat sesuai kehendaknya, kemudian duduk dan tidak berdiri lagi untuk menunaikan shalat setelah adzan. Mereka mendengarkan khuthbah dan kemudian mengerjakan shalat Jum’at. Dengan demikian, shalat yang dikerjakan sebelum shalat Jum’at adalah shalat Tahiyyatul Masjid dan shalat sunnat mutlaq.
Dan hadits-hadits yang diriwayatkan berkenaan dengan shalat sunnah Qabliyah Jum’at adalah dha’if, tidak bisa dijadikan hujjah (argumen), karena suatu amalan Sunnah itu tidak bisa ditetapkan, kecuali dengan hadits yang shahih lagi dapat diterima.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Atsqalani rahimahullah mengatakan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Hibban melalui jalan Ayyub dari Nafi’, dia mengatakan, “Ibnu ‘Umar biasa memanjangkan shalat sebelum shalat Jum’at dan mengerjakan shalat dua rakaat setelahnya di rumahnya. Dan dia menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan hal tersebut.”
Hadits ini dijadikan hujjah oleh an-Nawawi dalam kitab, al-Khulaashah untuk menetapkan shalat sunnah sebelum shalat Jum’at seraya memberikan komentar, bahwa ucapan Ibnu ‘Umar, “Dan dia biasa melakukan hal tersebut,” kembali pada ucapannya, “Dan dia mengerjakan shalat dua rakaat setelah shalat Jum’at di rumahnya.” Dan hal itu ditunjukkan oleh riwayat al-Laits dari Nafi’ dari ‘Abdullah bahwasanya jika telah mengerjakan shalat Jum’at dia kembali pulang untuk kemudian mengerjakan shalat sunnah dua rakaat di rumahnya dan selanjutnya dia mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan hal tersebut.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Adapun ucapannya, “Ibnu ‘Umar biasa memanjangkan shalat sebelum shalat Jum’at,” maka yang dimaksudkan adalah setelah masuk waktu shalat sehingga tidak bisa menjadi marfu’, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar ke masjid jika mata-hari sudah tergelincir lalu beliau menyampaikan khutbah dan setelah itu mengerjakan shalat Jum’at. Jika yang dimaksudkan adalah sebelum masuk waktu shalat, maka yang demikian itu merupakan shalat sunnah mutlaq, dan bukan shalat rawatib. Dengan demikian, tidak ada hujjah di dalamnya yang menunjukkan adanya shalat sunnah Qabliyah Jum’at, tetapi ia merupakan shalat sunnah mutlaq.
Dan telah disebutkan adanya anjuran melaku-kan hal tersebut -seperti yang telah disampaikan sebelumnya- di dalam hadits Salman dan lainnya, yang di dalamnya dia mengatakan, “Kemudian dia mengerjakan shalat yang diwajibkan kepadanya.”
Selain itu, ada juga hadits-hadits dha’if yang diriwayatkan berkenaan dengan shalat sunnah Qabliyah Jum’at, di antaranya adalah dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan lafazh, “Dan beliau biasa mengerjakan shalat dua rakaat sebelum Jum’at dan empat rakaat setelahnya.” Di dalam sanadnya terdapat kelemahan.
Dan dari Ali juga terdapat hadits yang semisal yang diriwayatkan oleh al-Atsram dan ath-Thabrani di dalam kitab al-Ausath dengan lafazh, “Beliau biasa mengerjakan shalat empat rakaat sebelum Jum’at dan empat rakaat setelahnya.” Di dalam sanad hadits ini terdapat Muhammad bin ‘Abdurrahman as-Sahmi, yang menurut al-Bukhari dan perawi lainnya, dia adalah seorang yang dha’if (lemah). Al-Atsram mengatakan, “Ia merupakan hadits yang waahin.”
Juga masih ada hadits lainnya yang senada dengan itu, dari Ibnu ‘Abbas dan dia menambahkan, “Beliau tidak memisahkan sedikit pun darinya.” Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad waahin (lemah). Di dalam kitab al-Khulaashah, an-Nawawi mengatakan, “Sesungguhnya ia me-rupakan hadits bathil.”
Dan ada juga hadits yang semisal dari Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani, di dalam sanadnya terdapat kelemahan dan inqithaa’ (keterputusan).
Al-Albani rahimahullah mengatakan, “Semua hadits yang diriwayatkan berkenaan dengan shalat sunnah Qabliyah Jum’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak ada yang shahih sama sekali, yang sebagian lebih dha’if dari sebagian yang lain. [1]
Al-Albani rahimahullah mengatakan, “Semua hadits yang diriwayatkan berkenaan dengan shalat sunnah Qabliyah Jum’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak ada yang shahih sama sekali, yang sebagian lebih dha’if dari sebagian yang lain. [1]
MENINGGALKAN SHALAT SUNNAH BA’DIYAH JUM’AT
Di antara kaum muslimin ada yang meninggalkan shalat sunnah Ba’diyah Jum’at, baik karena malas maupun karena tidak tahu. Dan sebagian lagi tidak mengetahui bahwa shalat Jum’at itu memiliki shalat sunnah ba’diyah.
Di antara kaum muslimin ada yang meninggalkan shalat sunnah Ba’diyah Jum’at, baik karena malas maupun karena tidak tahu. Dan sebagian lagi tidak mengetahui bahwa shalat Jum’at itu memiliki shalat sunnah ba’diyah.
Ada seseorang yang selama dua puluh tahun tidak pernah mengerjakan shalat sunnah Ba’diyah Jum’at sama sekali. Dan ini jelas salah, sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.
“Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku.” [2]
Shalat sunnah Ba’diyah Jum’at itu empat rakaat, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا.
“Jika salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat Jum’at, maka hendaklah dia mengerjakan shalat empat rakaat setelahnya.” [3]
Dan jika mau, dia juga boleh mengerjakan dua rakaat saja. Hal ini didasarkan pada riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar, di mana dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengerjakan shalat sunnah setelah Jum’at sehingga beliau pulang, lalu beliau mengerjakan shalat dua rakaat di rumah beliau.” [4]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Jika mengerjakan shalat sunnah di masjid, beliau mengerjakan empat rakaat. Dan jika mengerjakan shalat sunnah di rumahnya, maka beliau mengerjakannya dua rakaat.” [5]
Dan dimakruhkan menyambung shalat Jum’at dengan shalat sunnah Ba’diyah tanpa pemisah antara keduanya, seperti pembicaraan (dzikir) atau keluar dari masjid.
Telah diriwayatkan oleh Muslim dari as-Sa’ib Radhyallahu ‘anhu, dia berkata, Aku pernah mengerjakan shalat Jum’at bersama Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu di dalam maqshurah .[6] Setelah imam mengucapkan salam, aku langsung berdiri di tempatku semula untuk kemudian mengerjakan shalat, sehingga ketika dia masuk dia mengutus seseorang kepadaku seraya berkata, “Janganlah engkau mengulangi perbuatan itu lagi. Jika engkau telah mengerjakan shalat Jum’at, maka janganlah engkau menyambungnya dengan suatu shalat sehingga engkau berbicara atau keluar (dari tempatmu), karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan hal tersebut kepada kita, yaitu tidak menyambung shalat Jum’at dengan shalat lainnya sehingga kita berbicara atau keluar.” [7]
[Disalin dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa' asy-Syaai’ah, Bab “75 Khatha-an fii Shalaatil Jumu’ah.” Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at, Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 232).
[2]. Shahih: Diriwayatkan al-Bukhari (no. 5063) dan Muslim (no. 1401).
[3]. Shahih: Diriwayatkan Muslim (no. 881).
[4]. Shahih: Diriwayatkan al-Bukhari (no. 937) dan Muslim (no. 882).
[5]. Dinukil oleh muridnya, Ibnul Qayyim di dalam kitab Zaadul Ma’aad, (I/440), dan dia mengatakan, “Hal tersebut ditunjuk-kan oleh beberapa hadits.”
[6]. Maqshurah adalah sebuah ruangan yang dibangun di dalam masjid.
[7]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 883).
_______
Footnote
[1]. Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 232).
[2]. Shahih: Diriwayatkan al-Bukhari (no. 5063) dan Muslim (no. 1401).
[3]. Shahih: Diriwayatkan Muslim (no. 881).
[4]. Shahih: Diriwayatkan al-Bukhari (no. 937) dan Muslim (no. 882).
[5]. Dinukil oleh muridnya, Ibnul Qayyim di dalam kitab Zaadul Ma’aad, (I/440), dan dia mengatakan, “Hal tersebut ditunjuk-kan oleh beberapa hadits.”
[6]. Maqshurah adalah sebuah ruangan yang dibangun di dalam masjid.
[7]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 883).