Pertama: Mewarnai kuku dengan pacar
عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ أَوْمَتِ امْرَأَةٌ مِنْ وَرَاءِ
  سِتْرٍ بِيَدِهَا كِتَابٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-  
فَقَبَضَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يَدَهُ فَقَالَ « مَا أَدْرِى  
أَيَدُ رَجُلٍ أَمْ يَدُ امْرَأَةٍ ». قَالَتْ بَلِ امْرَأَةٌ. قَالَ «  
لَوْ كُنْتِ امْرَأَةً لَغَيَّرْتِ أَظْفَارَكِ ». يَعْنِى بِالْحِنَّاءِ.
Dari Aisyah, “Ada seorang perempuan menyodorkan sebuah surat kepada  
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari balik tirai. Rasulullah  
shallallahu ‘alaihi wa sallam menarik tangan beliau sambil berkata, ‘Aku
  tidak tahu apakah ini tangan laki-laki ataukah tangan perempuan’.  
Perempuan tersebut menjawab, ‘Bahkan tangan perempuan’. Nabi shallallahu
  ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau memang perempuan tentu engkau
  akan mewarnai kukumu” yaitu dengan pacar (HR Abu Daud no 4166, dinilai hasan oleh al Albani).
Sangat disayangkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini telah  
ditinggalkan berganti dengan mewarnai kuku yang panjang dengan kuteks,  
mirip sudah dengan perempuan-perempuan kafir.
Kedua: Memanjangkan ujung kain bagi perempuan
عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ أَبِى عُبَيْدٍ أَنَّهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ أُمَّ  
سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ لِرَسُولِ  
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حِينَ ذَكَرَ الإِزَارَ فَالْمَرْأَةُ يَا  
رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « تُرْخِى شِبْرًا ». قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ إِذًا
  يَنْكَشِفُ عَنْهَا. قَالَ « فَذِرَاعًا لاَ تَزِيدُ عَلَيْهِ ».
Dari Shafiyah binti Abu Ubaid, beliau bercerita bahwa Ummi Salamah,  
istri Nabi berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  
ketika beliau membicarakan larangan isbal (celana di bawah mata kaki,  
ed) bagi laki-laki, “Bagaimana dengan perempuan, wahai Rasulullah?”.  
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya perempuan memanjangkan ujung kainnya sebanyak sejengkal (dari mata kaki)”.
  Ummu Salamah berkata, “Jika demikian, ada bagian tubuh perempuan yang 
 masih mungkin untuk tersingkap”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  
bersabda, “Jika demikian, ditambahkan satu hasta (dua jengkal)-dari mata
  kaki-tapi tidak boleh lebih dari itu” (HR Abu Daud no 4117, dinilai  
shahih oleh al Albani).
Ini adalah suatu sunnah Nabi yang telah ditinggalkan oleh banyak  
muslimah bahkan meski sudah bertahun-tahun komitmen dengan jilbab.
Ketiga: Betah di rumah
Di antara yang diteladankan oleh para wanita salaf yang shalihah adalah 
 betah berada di rumah dan bersungguh-sungguh menghindari laki-laki 
serta  tidak keluar rumah kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Hal ini 
dengan  tujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari godaan wanita yang 
merupakan  godaan terbesar bagi laki-laki.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Yang artinya, “Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS al Ahzab:33).
Ibnu Katsir ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Hendaklah  
kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian keluar  
rumah kecuali karena ada kebutuhan”.
وذكر أن سودة قيل لها: لم لا تحجين ولا تعتمرين كما يفعل أخواتك ؟ فقالت: قد حججت واعتمرت، وأمرني الله أن أقر في بيتي.
قال الراوي:فوالله ما خرجت من باب حجرتها حتى أخرجت جنازتها.
Disebutkan bahwa ada orang yang bertanya kepada Saudah -istri  
Rasulullah-, “Mengapa engkau tidak berhaji dan berumrah sebagaimana yang
  dilakukan oleh saudari-saudarimu (yaitu para istri Nabi yang lain,  
pent)?” Jawaban beliau, “Aku sudah pernah berhaji dan berumrah,  
sedangkan Allah memerintahkan aku untuk tinggal di dalam rumah”. Perawi 
 mengatakan, “Demi Allah, beliau tidak pernah keluar dari pintu rumahnya
  kecuali ketika jenazahnya dikeluarkan untuk dimakamkan”. Sungguh moga 
 Allah ridha kepadanya. (Tafsir al Qurthubi ketika menjelaskan ayat di  
atas).
Ibnul ‘Arabi bercerita, “Aku sudah pernah memasuki lebih dari seribu  
perkampungan namun aku tidak menjumpai perempuan yang lebih terhormat  
dan terjaga melebihi perempuan di daerah Napolis, Palestina, tempat Nabi
  Ibrahim dilempar ke dalam api. Selama aku tinggal di sana aku tidak  
pernah melihat perempuan di jalan saat siang hari kecuali pada hari  
Jumat. Pada hari itu para perempuan pergi ke masjid untuk ikut shalat  
Jumat sampai masjid penuh dengan para perempuan. Begitu shalat Jumat  
berakhir mereka segera pulang ke rumah mereka masing-masing dan aku  
tidak melihat satupun perempuan hingga hari Jumat berikutnya” (Tafsir al
  Qurthubi ketika menjelaskan al Ahzab:33).
عن عبد الله : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : إن الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ
  فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ و أقرب ما تكون من وجه 
ربها  و هي في قعر بيتها
Dari Abdullah, dari Nabi beliau bersabda, “Sesungguhnya perempuan itu  
aurat. Jika dia keluar rumah maka setan menyambutnya. Keadaan perempuan 
 yang paling dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di dalam 
 rumahnya” (HR Ibnu Khuzaimah no 1685, sanadnya dinilai shahih oleh al  
Albani).
Keempat: Perempuan ketika keluar rumah tidak mengenakan minyak wangi
عَنْ أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « كُلُّ  
عَيْنٍ زَانِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ  
بِالْمَجْلِسِ فَهِىَ كَذَا وَكَذَا يَعْنِى زَانِيَةً ».
Dari Abu Musa, dari Nabi, “Semua mata yang melihat hal yang terlarang  
itu telah berzina. Perempuan yang memakai wewangian lalu melalui  
sekelompok laki-laki yang sedang duduk-duduk maka perempuan tersebut  
adalah demikian dan demikian yaitu pelacur” (HR Tirmidzi no 2786,  
dinilai hasan oleh al Albani).
عَنِ الأَشْعَرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «  
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ 
 رِيحِهَا فَهِىَ زَانِيَةٌ ».
Dari al Asy’ari, Rasulullah bersabda, “Seorang perempuan yang mengenakan
  wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau  
harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur” (HR
  Nasai no 5126, dinilai hasan oleh al Albani).
عن يحيى بن جعدة أن عمر بن الخطاب خرجت امرأة على عهده متطيبة فوجد ريحها  
فعلاها بالدرة ثم قال تخرجن متطيبات فيجد الرجال ريحكن وإنما قلوب الرجال  
عند أنوفهم اخرجن تفلات
Dari Yahya bin Ja’dah, “Di masa pemerintahan Umar bin Khatab ada seorang
  perempuan yang keluar rumah dengan memakai wewangian. Di tengah jalan,
  Umar mencium bau harum dari perempuan tersebut maka Umar pun 
memukulinya  dengan tongkat. Setelah itu beliau berkata, “Kalian, para 
perempuan  keluar rumah dengan memakai wewangian sehingga para laki-laki
 mencium  bau harum kalian?!! Sesungguhnya hati laki-laki itu ditentukan
 oleh bau  yang dicium oleh hidungnya. Keluarlah kalian dari rumah 
dengan tidak  memakai wewangian” (HR Abdurrazaq dalam al Mushannaf no 
8107).
عن بن جريج عن عطاء قال كان ينهى أن تطيب المرأة وتزين ثم تخرج
Dari Juraij, Atha, seorang tabiin, melarang perempuan yang hendak keluar
  rumah untuk memakai wewangian dan berdandan (Riwayat Abdur Razaq no  
8108).
عن إبراهيم قال طاف عمر بن الخطاب في صفوف النساء فوجد ريحا طيبة من رأس  
امرأة فقال لو أعلم أيتكن هي لفعلت ولفعلت لتطيب إحداكن لزوجها فإذا خرجت  
لبست أطمار وليدتها قال فبلغني أن المرأة التي كانت تطيبت بالت في ثيابها  
من الفرق
Dari Ibrahim, Umar (bin Khatab) memeriksa shaf shalat jamaah perempuan  
lalu beliau mencium bau harum dari kepala seorang perempuan. Beliau  
lantas berkata, “Seandainya aku tahu siapa di antara kalian yang memakai
  wewangian niscaya aku akan melakukan tindakan demikian dan demikian.  
Hendaklah kalian memakai wewangian untuk suaminya. Jika keluar rumah  
hendaknya memakai kain jelek yang biasa dipakai oleh budak perempuan”.  
Ibrahim mengatakan, “Aku mendapatkan kabar bahwa perempuan yang memakai 
 wewangian itu sampai ngompol karena takut (dengan Umar)” (Riwayat Abdur
  Razaq no 8118).
Hanya Allah yang memberi taufik. 
Sumber: http://ustadzaris.com
http://www.hadist.web.id/2012/06/perkara-yang-di-lalaikan-wanita.html 
