“Apabila sudah dikumandangkan iqamah, maka tidak ada lagi shalat selain shalat wajib.”
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadits no. 710]
Juga berdasarkan hadits Abdullahbin
Sarjis radhiyallahu ‘anhu bahwa ada laki_laki datang ke masjid
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat shalat shubuh, lalu
shalat 2 rakaat di samping masjid, kemudian bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ia masuk ke dalam masjid untuk shalat
berjama’ah. Selesai salam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Wahai Fulan, dengan shalat yang mana engkau menganggap (yang
wajib), dengan shalatmu sendirian tadi, atau dengan shalatmu bersama
kami?” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Mulsim di dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 712]
Hadits_hadits di atas menunjukkan bahwa
seseorang muslim bila mendengar iqamah, maka tidak lagi diperbolehkan
untuk melakukan shalat sunnah; baik itu shalat sunnah rawatib, seperti
shalat sunnah shubuh, zhuhur, ashar atau yang lainnya, di dalam atau di
luar masjid, baik ia dalam keadaan khawatir ketinggalan rakaat pertama
atau tidak khawatir.
Penulis berkata, “Yang menjadi hujjah
ketika terjadi perbedaan pendapat adalah as_sunnah. Barangasiapa yang
mendahulukan ajaran sunnah tersebut, maka ia akan menang. Yang benar
adalah hikmah yang terkandung di dalamnya agar ia dapat mengikuti shalat
wajib dari awal. Ia dapat segera mengikuti shalat setelah imam takbir.
Karena kalau ia sibuk menjalankan ibadah sunnah, maka ia akan
ketinggalan takbiratul ihram bersama imam dan sebagian hal yang dapat
menjadi pelengkap yang wajib. Ada juga hikmah lain, yaitu larangan untuk
menyelisihi para imam.”
Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa
shalat sunnah itu tidak perlu dihentikan bila sudah dikumandangkan
iqamah, namun diteruskan saja dengan ringkas, yang berdasarkan keumuman
firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Muhammad ayat 33 sebagai
berikut :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. [QS. Muhammad (47): 33]
Al_Hafizh Ibnu Hajar Al_Asqalani
mengatakan bahwa hadits_hadits tersebut berlaku bagi orang yang memulai
shalat sesudah iqamah dikumandangkan. Ada yang berpendapat bahwa apabila
khawatir akan ketinggalan shalat fardhu berjamaah, maka hendaklah ia
membatalkannya, namun bila tidak, hendaklah ia meneruskannya. [Lihat
Al_Hafizh Ibnu Hajar Al_Asqalani, Fathul Bari, hal. II/151; lihat juga
Ibnu Qudamah, Al_Mughni, hal. II/120]
Penulis berkata, “Pendapat yang lebih
rajih (kuat) adalah pendapat pertama yang mengatakan bahwa bila sudah
dikumandangkan iqamah, maka tidak diper_ bolehkan lagi untuk melakukan
shalat sunnah. Adapun ayat yang mulia tersebut, yaitu surat Muhammad
ayat 33 adalah pengertian secara umum. Sedangkan hadits_hadits itu
secara khusus, sehingga yang khusus dapat menjadi penentu arti bagi yang
umum, dan tidak akan bertentangan dengannya, sebagaimana yang dapat
dimaklumi dari ilmu ushul fiqih dan ilmu mushtalahul hadits. Akan tetapi
apabila dikumandangkan iqamah, sementara ia sudah ruku’ di rakaat
kedua, atau bahkan sudah sujud, atau sudah sampai pada tahiyat akhir,
sesungguhnya tidak ada salahnya bila ia meneruskannya, kecuali apabila
shalat wajibnya sudah hampir habis, dan hanya tersisa kurang dari 1
rakaat saja. Dengan demikian, meneruskan shalat ketika shalat wajib
tinggal kurang dari 1 rakaat, berarti bertentangan dengan hadits_hadits
tersebut.”
http://alhafizh84.wordpress.com/2009/11/06/meninggalkan-shalat-sunnah-rawatib-bila-sudah-dikumandangkan-iqamah/
http://aljaami.wordpress.com/2011/05/03/meninggalkan-shalat-sunnah-rawatib-bila-sudah-dikumandangkan-iqamah/