“ Wahai bani Adam, ambillah perhiasan kalian ketika kalian mendatangi setiap masjid “ – Al-A’raf : 31 –
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : Barang siapa yang berwudhu` ntuk mengerjakan shalat, lalu
menyempurnakan wudhu’nya, kemudian dia berjalan menuju shala tyang
wajib, dan mengerjakan shalat bersama dengan kaum muslimin atau berada
pada jama’ah atau di masjid, Allah akan mengampuni dosa-dosanya “[1]
Diantara adab-adab mendatangi masjid :
1. Larangan mendatangi masjid bagi seseorang yang telah memakan bawang merah atau bawang putih dan yang semisalnya.
Wajib abgi seseorang yang makan bawang
merah dan bawang putih mentah untuk menjauhi masjid agar tidak
mengganggu orang-orang yang mengerjakan shalat dengan aroma yang tidak
sedap, dan barang siapa yang mengganggu orang-orang yang sedang shalat
berarti dia telah mengganggu para malaikat … Dari Jabir radhiallahu
‘anhu, beliau berkata : bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
“ Barang siapa yang makan bawang merah
atau bawang putih, maka hendaknya dia memisahkan dirinya dari kami atau
memisahkan diri dari masjid kami dan duduk dirumahnya “[2]
Dan dari Jabir radhiallahu ‘anhu beliau
berkata : “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang
memakan bawang mera dan al-karats – sejenis daunan yang mengeluarkan bau
menyengat – , namun kebutuhan lebih mendominasi kami hingga kamipun
memakannya.Mka beliau bersabda : “ Barang siapa yang memakan dari
tumbuhan yang berbau menyengat ini maka janganlah dia mendekat masjid
kami, karena sesungguhnya malaikat terganggu dengan sesuatu yang manusia
terganggu “[3]
Dan dengan hadits-hadits yang sangat
jelas menunjukkan larangan bagi yang memakan bawang putih dan bawah
merah menghadiri masjid, dan tiadanya dosa dari orang tersebut karena
tidak menghadiri jama’ah, hanya saja ada sekelompok orang yang
bersikeras untuk melakukan penyelisihan, sedangkan Alah ta’ala berfirman
:
“ Dan berilah peringatan orang-orang yang
menyelisihi perintahnya, bahwa mereka akan tertimpa fitnah atau akan
ditimpakan adzab yang pedih “ ( Surah an-Nur : 63 )
Dan sebagian lainnya bukanlah menghendaki
penyelisihan dan sama sekali tidak berniat menyelisihi jama’ah shalat,
akan tetapi karena niat baiknya dia mendapati dirinya terasa sangat
berat untuk meninggalkan shalat jama’ah dan tidak menghadirinya walaupun
dia memakan bawang putih atau bawang merah, dan ini bukanlah udzur yang
dapat diterima. Dan sebagian kaum awam mengetahui larangan ini kan
tetapi tidak memberikan perhatian sama sekali, dan ini disebabkan
lemahnya iman dihatinya.
Catatan penting : Dan diqiyaskan kepada
bawang putih, bawang merah dal l-karats, setiap yang menimbulkan aroma
yang tidak sedap yang mengganggu orang-orang yang shalat, seperti rokok,
ataukah bau yang tidak sedap yang timbul dari tubuh, atau dari pakaian
yang kotor. Maka wajib bagi seorang yangmengerjakan shalat untuk
memeriksa dirinya sebelum menghadiri masjid hingga dia tidak menyakiti
orang-orang yang shalat yang menjadikannya berdosa karena hal itu.
Faedah : Apabila setelah memakan bawang
merah atau bawang putih sesuatu yang akan menolak aroma yan tidak sedap,
maka dia tidak terhalangi untuk menghadiri masjid. Akan tetapi seorang
yang makan tadi seharusnya terlebih dahulu memastikan bahwa aroma yang
tidak sedap tersebut telah hilang semuanya, dan sudah tidak mengganggu
orang-orang yang shalat. Adapun yang diperbuat oleh sebagian orang hari
ini dengan mempergunakan pasta gigi, seperti penghilang bau bawang merah
dan bawang putih, ini adalah kesalahan yang sangat jelas, dikarenakan
bau bawang merah dan bawang putih muncul dari lambung dan bukannya dari
mulut.
2. Disenangi untuk bersegera mendatangi masjid
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan untuk bersegera mendatangi masjid dan berlomba-lomba untuk
itu. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan , beliau berkata :
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beraba :
“ Skiranya kaum manusia mengetahui
kebaikan yang ada pada dzan dan shaf yang pertama, kemudia mereka tidak
mendapatkanya kecuali dengan berundi, niscaya mereka akan berundi. Dan
seandainya dia mengetahui keutamaan waktu hajiirah – waktu awal shalat
Zuhur -, niscaya mereka akan berlomba-lomba mendapatkannya, dan
sekiranya mereka mengetahui keutamaan waktu ‘atamah – awal waktu shubuh –
dan shalat shubuh, niscaya mereka akan mendaanginya walau dengan
merangkak “ Dan pada riwayat Muslim : “ Seandainya kalian mengetahui
atau mereka mengetahui keutamaan pada shaf terdepan, niscaya kalian akan
mengadakan undian “[4]
Pada hadits-hadits ini menunjukkan
penunjukan yang zhahir akan keutamaan dan besarnya pahala menyegerakan
diri mendatangi masjid. Dan hal itu terlihat jelas ketika Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyamarkan pahala seseorang yang
bersegera menuju masjid, karena hal tersebut menunjukkan bahwa seorang
yang bersegera ke masjid telah mendapatkan pahala yang teramat besar.
Kemudian pula undian yang mereka lakukan untuk mendapatkan shaf yang
pertama,menunjukkan dengan penunjukan yang kuat juga akan besarnya
pahala ini.
3. Berjalan menghadiri shalat dengan khusyu’ dan tenang
Disenangi bagi seseorang yang berjalan
menghadiri shalat, aga dia berjalan dengan khusyu’, hati yang tenang dan
tuma`ninah. Dikarenakan siapa saja yangmndatangi shalat dan dia dalam
keadaan muthma`innah sewaktu berjalan, maka hal itu akan menyebabkan dia
khusyu’ dalam pengerjaan shalatnya dan pelaksanaan tata caranya.
Sebaliknya siapa saja yang mendatangi shalat dengan tergesa-gesa dan
terburu-buru, maka dia mendatangi shalatnya dalam keadaan pikiran dan
perasaannya bercabang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang
ummat beliau berangkat menghadiri shalat mereka dengan tergesa-gesa
walau shalat telah didirikan.
Dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu beliau
berkata : Ketika kamu mengerjakan shalat bersama Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam , beliau mendengar kegaduhan yang ditibulkan beberapa
orang. Setelah beliau menyelesaikan shalat, beliau bersabda ; “ Ada
apakah dengan kalian ? “. Para sahabat mengatakan : Kami tergesa-gesa
menghadiri shalat.
Beliau bersabda : “ Janganlah kalian
melakukannya, apabila kalian mendatangi shalat, maka wajib bagi kalian
mendatanginya dengan tnang, dan apapun yang kalian dapatkan maka
shalatlah dan apapu yang kalian lewatkan maka sempurnakanlah “[5]
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ,
beliau berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “ Apabila shalat delah didirikan maka janganlah kalian
mendatanginya dengan jalan tergesa-gesa, akan tetapi datangilah dengan
berjalan, dan diwajibkan bagi kalian untuk tenang, dan apa yang kalian
dapati maka shalatlah dan yang kalian lewatkan maka sempurnakanlah “[6]
Bagi yang memperhatikan kedua hadits
tersebut akan mendapati bahwa hadits Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu
datang dengan lafazh : “ Apabila kalian mendatangi shalat “, sementara
hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dengan lafazh : “ Dan apabila
shalat telah didirikan “, apakah antara keduanya terjadi pertentangan ?
Jawaban dari hal itu bahwa mendatangi
masjid mestilah dengan khusyu’ dan ketenangan, baik shalat telah
didirikan atau belum. Sedangkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “ Apabila shalat telah didirikan “, pada hadits tersebut
memberikan keterangan tentang perkara yangmenyebabkan kaum manusia –
biasanya – bergegas menuju shalat. Maka keterangan itu menjelaskan bahwa
kedua lafazh hadits tersebut tidak terdapat pertentangan, wallahu
a’lam.
4. Doa yang dibaca ketika berjalan menghadiri shalat
Disenangi bagi seseorang yang berjalan
menghadiri shala untuk berdoa dengan membaca doa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam sewaktu beliau keluar menghadiri shalat. Pada hadits
ketika Ibnu Abbas menginap dirumah saudara ibunya Maimunah radhiallahu
‘anhuma, beliau berkata – pada akhir hadits : “ Maka Bilal mendatangi
beliau dan mengumandangkan adzan shalat , mka beliau berdiri dan
mengerjakan shalat dan tidak lagi berwudhu`, dan diantara doa yang
beliau ucapkan :
“ Allahumma ij’al fii qalbii nuuran wa
fii basharii wa fii sam’ii nuuran, dan ‘an yaminii nuuran. Wa’an yasaari
nuuran, wa fauqii nuuran, wa tahtii nuuran . wa amaami nuuran wa
khalfii nuuran, ‘adzdzim lii nuuran … “
Dan pada lafazh riwayat Abu Daud :
“ … Kemudian beliau keluar menuju shalat sambil mengucpakan :
“Allahumma ij’al fii qalbii nuuran waj’al
fii lisanii nuran waj’al fii sam’ii nuuran, waj’al fii basharii nuuran,
waj’al fii khalfii nuuran wa amaamii nuuran, waj’al fii fauqii nuran,
wa min tahtii nuuran, Allahumma ‘adzdzim lii nuuran …al-hadits “[7]
5. Doa yang dibaca ketika masuk dan keluar dari Masjid
Disenangi bagi seseorang yang masuk kedalam masjid untuk mengucapkan :
a. Allahumma shalli wa sallim ‘ala Muhammad wa ‘alaa Aali Muhammad, allahumma iftah lii Abwaaba rahmatikan.
Dan apabila keluar dari masjib
mengucapkan : Allahumma shalli wa sallim ‘ala Muhammad wa ‘ala Aali
Muhammad, Allahumma inni as`aluka min fadhlika “
6. Meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau masuk kemasjid dan ketika keluar dari masjid.
Dari Abu Humaid dan Abu usaid radhiallahu ‘anhuma, keduanya mengatakan : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“ Apabila salah seorang diantara kalian
masuk kedalam masjid , hendaknya dia mengaakan : “ Allahuma iftah
abwaaba rahmatika. Dan apabila keluar dari masjid hendaknya dia
mengucapkan : Allahumma inni as`aluka min adhlika “
Dan pada riwayat Abu Daud : “ Apabila
salah seorang diantara kalian masuk kedalam masjid hendaknya dia
mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
mengucapkan : Allahumma iftah lii abwaaba rahmatika , dan apabila keluar
hendaknya mengucapkan : Allhumma inni as`aluka minfadhlika “[8]
Dan disenangi bagi yang masuk kedalam
masjid juga mengucapkan : A’udzu billahi al-‘adzim biwajhihi al-kariim,
wa sulthanihi al-qadiim, min asy-syaithan ar-rajiim.
Doa ini disebutkan didalam hadits
Abdullah bin Amru bin Al-‘Ash radhiallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam , bahwa apabila beliau masuk kedalam masjid, beliau
mengucapkan : “ A’udzu billah al-‘adziim, biwajhihi al-kariim, wa
suthanihi al-qadiim min asy-syaitha ar-rajiim “. Beliau[9] berkata :
Hanya itu saja ? Saya berkata : Iya, beliau brsabda : apabila dia
mengatakan ucapan itu , maka syaithan akan mengatakan : Dia terjaga
dariku sepanjang hari.”[10]
7. Disenangi mendahulukan kaki kanan ketika masuk kedalam masjid dan kaki kiri ketika keluar dari masjid
Disenangi bagi seseorang yang masuk
kedalam masjid untuk mendahulukan kaki kanan, dikarenakan hal itu
merupakan perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan
dikarenakan masjid adalah tempat yang paling mulia, maka sepantasnyalah
mendahulukan kaki kanan dikarenakan kemuliaan masjid. Dan ketika keluar
dari masjid, maka kaki kiri didahulukan, berdasarkan perbuatan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan dikarenakan tempat selain masjid
lebih rendah kemuliannya. Dan diantara kebiasaan syara’ menjadikan
tangan dan kaki kanan untuk melakukan hal-hal yang utama dan mulia, dan
menjadikan bagian kiri untuk melakukan hal-hal yang rendah. Dan kaidah
umum dalam permasalahan ini adalah hadits Aisyah radhiallahu ‘anha,
bliau mengatakan :
“ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyukai mendahulukan yang kakan dalam emngenakan sandal, menyisir,
berwudhu` dan pada setiap keadaan beliau “[11]
Dan ketika masuk kedalam masjid merupakan
suatu sunnah yang disebutkan oleh Anas radhiallahu ‘anhu, beliau
mengatakan : “ Termasuk sunnah, apabilaanda masuk kedalam masjid anda
memulai dengan kaki kanan anda dan apabila anda keluar dari masjid anda
mendahulukan kaki kiri anda “[12]
Dan suatu yang telah maklum dikalangan
ulama bahwa perkataan seorang sahabat : Termasuk Sunnah , tergolong
dalam hukum hadits marfu’. Al-Bukhari menyertakan sebuah bab , yang
berisikan hadits Aisyah terdahulu, dengan mengatakan : Bab. Mendahulukan
kaki kanan ketika masuk kedalam masjid dan selainnya.
Kemudian beliau menyebutkan atsar IBnu
Umar, beliau berkata : Ibnu Umar memulai dengan kaki kanannya – ketika
masuk kedalam masjid dan apabila keluar dari masjid beliau memulai
dengan kaki kirinya.
Dan makruf dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma betapa komitmen beliau dalam mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
8. Disenangi mengerjakan shalat tahiyyat masjid ketika masuk kedalam masjid
Disenangi bagi seseorang yang masuk
kedalam masji untuk memulai dengan shalat dua raka’at, yaitu shalat
tahiyyat masjid.Dan shalat ini tidaklah wajib, akan tetapi shalat Sunnah
mu`akkadah. Berdasarkan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada para sahabat beliau pada tempat ini.
Seperti tertuang pada hadits Abu Qatadah
As-Sulami radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“ Apabila salah seorang diantara kalian
masuk kedalam masjid hendaknya dia mengerjakan shalat dua raka’at
sebelum dia duduk “[13]
Dan yang memalingkan perintah beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut dari makna wajib ke makna Sunnah,
adalah beberapa hadits lainnya, seperti hadits Thalhah bin ‘Ubaidullah
radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : “ Seseorang datang menjumpai
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari penduduk Najd, dengan
rambut yang kusut , suaranya melengkung tak terdengar, dan tidaklah
dimengerti apa yang dikatakannya hinga dia mendekat, dan ternyata dia
bertanya tentang Islam.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
“ Yaitu shalat lima waktu pada setiaphari dan malamnya “.
Lalu orang tersebut berkata : Apakah ada yang lain selain shalat tersebut ?
Beliau menjawab : “ Tidak, kecuali shalat
yang sunah “. Dan pada akhir ahdits – beliau berkata : lalu orang itu
berpaling pergi sambil mengatakan : Demi Allah saya tidak akan
menambahkan dari ini dan tidak juga menguranginya. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Beruntunglah dia, jika dia
benar “[14]
Dan sesuai dengan inipula, maka tidak
sepantasnya seorang yang beriman melalaikan dua raka’at ini karena pada
shalat tersbeu terdapat kebaikan yang sangat banyak.
9. Keutamaan duduk di masjid
Diantara beberapa hadits yang menunjukkan
keutamaan duduk di masjid dan menanti shalat, adalah sabda beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“ … apabila dia masuk kedalam masjid,
maka dia telah berada dalam keadaan shalat selama shalatlah yang
menghalanginya. Dan para malaikat akan mendoakan slah seorang diantara
kalian selama dia berada di suatu majlis yang dia shalat ditempat
tersebut, mereka mengucapkan : allahumma irhamhu, Allahumma igfir lahu,
Allahumma tub ‘alaihi, selama dia tidak mengganggu selama dia tidak
mengeluarkan hadats “[15]
Dan ini merupakan rahmat Allah kepada
setiap hamba-Nya dan kemuliaan-Nya yang melimpah, dimana Allah
memberikan pahala sebagaimana pahala seorang yang shalat hanya karena
mereka duduk dimasjid dan menanti shalat, kemudia Allah menjadikan para
malaikat mendoakan seseorang yang menanti shalat di masjid dengan doa
rahmat, ampunan dan taubat.
Akan tetapi patut diketahui , pahala dan
doa para malaikat bagi seseorang yang menunggu shalat, terkait dengan
beberapa perkara :
Pertama : Bahwa penyebab dia terhalangi dari beranjak pergi ke keluarganya atau pekerjaannya adalah ibadah shalat semata.
Kedua : Bahwa doa paramalaikat bagi
seseorang yang menanti shalat terkait dengan tetapnya seorang aygn telah
shalat tersebut ditempat dia shalat. Dan ada pendapat lainnya : bahwa
doa para malaikat mencakup siapa saja yang menanti shalat dimasjid,
ditempat yang dia shalat sebelumnya. Namun lafazh hadits menguatkan
pendapat yang pertama.
Ketiga : Bahwa pahala seseorang yang
menanti shalat dan doa para malaikat baginya , akan tertolak dengan
adanya hadats atau gangguan. Dan yang dimaksud dengan gangguan adalah
gangguan yang dilakukannya kepada malaikat atau kepadamuslim, baik
dengan perbuatan maupun dengan perkataan. Sebagaimana dikatakan oleh
Ibnu Hajar [16]. Dan yang dimaksud dengan hadats adalah seorang yang
menanti shalat melakukan salah satu dari hal-hal yang membatalkan
wudhu`.
Catatan penting : Sebagian besar kaum
manusia melalaikan waktu yang utama – waktu menanti shalat ( antara
adzan dan iqamah ) – anda akan mendapati mereka melemparkan pandangan
mereka kepada orang-orang yang mengerjakan shalat atau membaca
Al-Qur`an, sebagian dari mereka dengan pandangannya dan akalnya
menerawang memperhatikan kaligrafi masjid dan bangunannya dan lain
sebagainya. Seandainya mereka memanfaatkan waktu yang utama ini
denganmembaca Al-Qur`an, dzikir kepada Allah atau bersungguh-sungguh
berdoa, dikarenakan waktu ini adalah waktu terkabulnya doa, nesca
baginya kebaikan yang sangat banyak.
Catatan penting lainnya : Imam disaat
shalat adalah bagian dari suatu kepemimpinan, maka wajib abgis eorang
imam untuk berlaku lembut kepada para makmum, tidak memberatkan mereka
dengan segala bentuk perbuatan yang menyusahkan. Dari Aisyah radhiallahu
‘anha, beliau berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
“ Wahai Allah siapa saja diantara ummatku
yang memegang salah satu perkara ummatku lalu dia memberatkan mereka
maka beratkanlah bagnya, dan siapa saja yang memegang salah satu perkara
ummatku, lalu dia berlaku santun kepada mereka, maka lembutlah
kepadanya “[17]
An-Nawawi mengatakan : “ Hadist ini
merupakan peringatan yang paling jelas untuk tidak memberatkan kaum
manusia dan anjuran yang paling besar agar berlaku santun kepada mereka.
Dan beberapa hadits telah menunjukkan makna ini dengan sangat jelas
“[18]
Sementara yang terjadi, sebagian imam
shalat – semoga Allah memberi mereka taufiq –memberatkan bagi kaum
manusia , baik mereka sadar atau tidak. Mereka mengakhirkan iqamat
shalat dan menghalangi manusia dari pekerjaan mereka dan dari menunaikan
hajat keperluan mereka. Dan seseorang yang hendak mengerjakan shalat
dan mempunyai suatu keperluan tidak ingin diakhirkan pengerjaan shalat ,
terbentur pada perasaan yang berat, apakah dia shalat sendri ? atau
menunggu imam ini ?
Imam yang mendapatkan taufiq adalah yang
menjadikan waktu tertentu bagi shalah jama’ah dimasjid[19], dimana
papabila imam tersebut terlambat karena suatu keperluan mendadak, maka
mereka mendirikan iqamat shalat. Dengan begitu tidaklah memberatkan
mereka dengan kedatanganimam yang terlambat, dan juga akan meniadakan
dari mereka perasaan berat. Ini termasuk kelembutan seorang imam bagi
jama’ah di masjidnya dan tergolong bentuk pengayoman yang bai untuk
mereka. Wallahu al-muqaffaq.
10. Bolehnya tidur terlentang di masjid
Tidak mengapa tidur terlentang di masjid,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan tidur
terlentang dimasjid dengan meletakkan salah satu kaki beliau diatas kaki
lainnya.
Dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim
radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Bahwa beliau pernah melihat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur terlentang dimasjid
sambil meletakkan salah satu kaki beliau diatas kaki lainnya .
Dan dari Ibnu Syihab dari Sa’id bin Al-Musyyab, beliau berkata : “ Umar dan ‘utsman keduanya melakukan hal itu “[20]
Akan tetapi seharusnya aman dari
tersingkapnya aurat dikarenakan meletakkan salah satu kaki diatas kaki
lainnya memungkinkan aurat tersingkap, dan bagi saipa yang mungkin
menjaga hal tersebut maka tidak terlaang baginya.
Faedah : Sebagian kaum manusia merasa
keberatan dengan menjulurkan kaki mereka kearah kiblat, sebagai bentuk
wara’ mereka. Akan tetapi rasa keberatan ini bukan pada tempatnya,.
Siapa saja yang menjulurkan kakinya atau kedua kakinya kearah kiblat
dimasjid atau diluar masjid maka dia tidaklah berdosa[21].
Peringatan : Wajib bagi siapa saja yang
menjulurkan kakinya atau kedua kakinya kearah kiblat di masjid agar
kakinya tidak kearah mushhaf[22], sebagai bentuk adab kepada Kalamullah
dan pengagungankepadanya. Bahkan kaum manusia juga mencela
dnamengingkari seseorang yang menjulurkan kakinya atau kedua kakinya
kehadapan mereka atau didalam majlis mereka, maka bagaimanakah dengan
seseorang yang menjulurkan kedua kakinya kearah mushhaf ? Tidak
disangsikan lagi bahwa pengingkaran akan hal tersebut lebih besar.
11. Bolehnya tidur dimasjid
Diperbolehkan tidur di masjid bagi yang
membutuhkan hal itu. Para ashhab ash-shuffah[23] radhiallahu ‘anhum
telah melakukan hal demikian dimasjid.
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma pernah
tidur dimasjid sebelum beliau mempunyai keluarga. Dari Nafi’ beliau
berkata : Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma mengabarkan kepadaku:
Bahwa beliau sewaktu mudanya belum menikah beliau tidur dimasjidNabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam[24].
Peringatan : Apabila seorang muslim
ihtilam, dan dia tidur didalam masjid,dia mesti bersegera untuk keluar
dari masjid hingga dia terbangun untuk mandi junub[25].
[1] HR. Muslim ( 232 )
[2] HR. al-Bukhari ( 855 )
[3] HR. Al-Bukhari ( 854 ), Muslim ( 564 )
dan lafazh hadits diatas adalah lafazh riwayatMuslim, Ahmad ( 14596 ),
An-Nasa`I ( 707 ), At-Tirmidzi ( 1806 ), dan Abu Daud ( 3823 )
[4] HR. Al-Bukhari ( 615 ), Muslim ( 437 ) , ( 439 ), ahmad ( 7680 ), At-Tirmidzi ( 225 ) dan An-Nasa`i ( 540 ).
[5] HR. Al-Bukhari ( 635 ), Muslim ( 603 ), ahmad ( 22102 ) danAd-Darimi ( 1283 ).
[6] HR. Al-Bukhari ( 908 ), Muslim ( 602 ), Ahmad ( 7606 ), At-Tirmidzi ( 327 ), Abu Daud ( 576 ) dan Ibnu Majah ( 775 )
[7] HR. Muslim ( 763 ), Abu Daud ( 1353 ), Al-Albani mengatakan : Shahih ( 1025 ) , dan Ahmad ( 3531 )
[8] HR. Muslim ( 713 ), Ahmad ( 15627 ),
An-Nasa`I ( 729 ), Abu Daud ( 465 ), Ibnu Majah ( 772 ), Ad-Darimi (
1394 ), dengan lafazh tambahan : Hendaknya memberi salam kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . An-Nawawi mengatakan : “ Diriwayatkan
oleh Muslim , abu Daud, an-Nasa`I, Ibnu Majah dan selain mereka dengan
sanad-sanad yang shahih ( Al-Adzkar hal. 59 ). Al-Albani mengatakan pada
riwayat Abu Daud : Shahih.
[9] Yakni Uqbah bin muslim perawi hadits tersebut dari Abdullah. Al-Albani menyebutkannya didalam Shahih Abu Daud ( 1 / 93 )
[10] HR. Abu Daud ( 466 ), An-Nawawi mengatakan : Sanadnya jayyid. ( al-Adzkar hal. 60 ). Al-Albani mengatakan : Shahih.
[11] HR. Al-Bukhari ( 168 ) dan lafazh
hadits diatas adalah lafazh riwayat Al-Bukhari, Muslim ( 268 ), Ahmad (
24106 ), At-Tirmidzi ( 608 ), An-Nasa`I ( 421 ) dan Ibnu Majah ( 401 )
[12] Al-Hakim didalam Al-Mustadrak
mengatakan : Hadist ini shahih sesuai dengan kriteria shahih Muslim ( 1 /
328 ) ( 791 ), dan disepakati oleh Adz-Dzahabi.
[13] HR. Al-Bukhari ( 444 ), Muslim ( 714
),Ahmad ( 22017 ), At-Tirmidzi ( 316 ), An-Nasa`I ( 730 ), Abu Daud (
467 ), Ibnu Majah ( 1013 ) dan Ad-Darimi ( 1393 )
[14] HR. Al-Bukhari ( 46 ), Muslim ( 11
), ahmad ( 1393 ),An-Nasa`I ( 458 ), Abu Daud ( 391 ), Malik ( 425 ),
dan Ad-Darimi ( 1578 )
[15] HR. Al-Bukhari ( 176 ), Muslim ( 749
) dn lafazh diatas adalah lafazh pada riwayat Muslim , Ahmad ( 7382 ),
An-Nasa`I ( 733 ), abu Daud ( 559 ), dan Malik ( 382 )
[16] Fathul Bari ( 4 / 400 )
[17] HR. Muslim ( 1828 ) dan Ahmad ( 24101 )
[18] Syarh Muslim , jili 6 ( 12 / 167 – 168 )
[19] Dengan menempatkan waktu-waktu
tertentu, dimana mereka menertibkan suatu waktu dimasjid antara adzan
dan iqamat yang sesuai dengan keadaan masing-masing shalat, yang
dianggap mencukupi untuk mengerjakan shalat dan menghadiri shalat
jama’ah dimasjid.
[20] HR. Al-Bukhari ( 475 ), Muslim (
2100 ), At-Tirmidzi ( 3765 ), An-Nasa`I ( 721 ), Abu Daud ( 4866 ),
Ahmad ( 15995 ), Malik ( 418 ) dan Ad-Darimi ( 2656 )
[21] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daa`imah Lil-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Iftaa` ( 6 / 292 ) no. ( 5795 )
[22] Karena biasanya mushhaf diletakkan di kiblat masjid dihadapa orang-orang shalat.
[23] Mereka adalah para akir miskin yang
menetap dimasjid Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga makan
dan tidur didalam masjid.
[24] Al-Bukhari ( 442 )
[25] Al-Bukhari ( 440 )
———————–
12. Mengeraskan suara di dalam masjid
Dari Ka’ab bin Malik radhiallahu ‘anhu ,
beliau berkata : bahwa beliau menagih piutang beliau pada Ibnu Abi Hudud
, didalam masjid, sehingga suara mereka melengking keras, dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar suara
mereka,sedangkan beliau berada didalam rumahnya. Maka beliau keluar
menjumpai mereka berdua hingga tabir pintu rumah beliau tersingkap lalu
menyeru :” Wahai Ka’ab “. Ka’ab berkata : Wahai Rasulullah saya
menyambut seruan anda . Beliau bersabda : “ Kurangilah piutangmu ini “,
beliau mengisyaratkan kepadanya yaitu setengah dari piutangnya. Ka’ab
mengatakan : Sungguh sudah saya lakukan wahai Rasulullah. Beliau
bersabda : “ Jikalau demikian maka berdirilah dan lunasilah “[1]
Dari As-Saa`ib bin Yazid , beliau
mengatkan : Saya pernah berdiri didalam masjid, lalu seseorang
melempariku dengan batu kecil, kemudian saya menoleh melihatnya ternyata
dia adalah Umar bin Al-Khaththab. Beliau berkata : Pergilah dan
hadapkan kepadaku dua orang ini. Maka saya menghadapkan keduanya. Beliau
berkata : Siapakah kalian berdua ? Atau dari manakah kalian berasal ?
Keduanya menjawab : Kami dari
pendudukTha`if. Beliau berkata : Seandainya kalian berdua dari
penduduk
negeri ini, niscaya saya akan menghukum kalian berdua, karena kalian
ebrdua telah mengeraskan suara kalian didalam masjid Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam .[2]
Bagi yang menelaah kedua hadits diatas,
akan mengetahui abhwa kedua hadits diatas zhahirnya saling bertentangan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengingkari seseorang
yang mengeraskan suaranya didalam masjid , dan hanya memerintahkan
Ka’ab untuk mengurangi setengah dari piutangnya. Dan tidaklah mungkin
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan suatu penjelasan dikala
dibutuhkan. Sedangkanatsar Umar radhiallahu ‘anhu menunjukkan makruhnya
mengangkat suara didalam masji, dan Umar adalah orang yang paling tidak
layak jika mengingkari seseorang tanpa dasar dalil yang diketahuinya.
Dan ini hukumnya tergolong hukum hadits marfu’. Dan kemungkinan nilah
yang menguatkan pendapat Malik disalah satu riwayat beliau :” dibedakan
antara yangmengeraskan suara untuk ilmu dan kebaikandan suaut yangharus
maka diperbolehkan, dan mengeraskan suara dengan gaduh dan semisalnya
maka tidak diperbolehkan “. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar[3]
Catatan penting : Al-Lajnah Ad-Daa`iman
menyatakan : Meminta-minta adalah perbuatan yang haram didalam masjid
atau diselain masjid kecuali pada eadaan darurat. Apabila sipeminta
dalam keadaan darurat harus memenuhi keperluannya, dan tidak dijumpai
sesuatu yang dapat menghilangkan kefakirannya dan tidak sampai mencekik
leher orang-orang, tidak ada keddustaan dari cerita perihal dirinya dan
menyebutkan keadaannya, tidak mengeraskan suaranya hingga mengganggu
orang-oang yang shalat, seperti memutuskan dzikir mereka ataukah memina
sementara khathib sedang khuthbah ataukah meminta kepada mereka
sementara mereka mendengarkan ilmu yang memberi mereka manfaat, atau
lain sebagainya yang akan merisaukan pelaksana ibadah mereka – maka hal
tersebut tidaklah mengapa.
Abu Daud meriwayatkan didalamSuan beliau
dari Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Apakah diantara
kalian ada yang telah memberi makan orang miskin pada hari ini ? “. Maka
Abu Bakar mengatakan : Saya masuk kedalam masjid , dan saya mendapati
seorang peminta-minta meminta, dan saya menjumpai serpihan roti ada
ditangan Abdurrahman, maka saya mengambilnya dan saya berikan kepada
sipeminta tersebut.
Al-Mundziri mengatakan : “ Muslim
meriwayatkannya didalam Shahihnya, An-Nasa`I didalam Sunannya dari
hadits Abu Hazim Salman Al-Asyja’I semisal dengan hadits diatas “.
Hadist ini menunjukkan bolehnya
bershadaqah didalam masjid, dan bolehnya meminta disaat butuh.
Adapun
jikalau permintaan tersebut bukan suatu keperluan yang mendesak atau
suaut kedustaan kepada kaum manusia dari apa yang disebutkannya mengenai
keadaannya ataukah hingga mendatangkan mudharat dari permintaannya
tersebut, maka dia tidak boleh mengajukan permintaannya.[4]
13. Larangan menyilang jari
jemari ketika keluar dari masjid sebelum mengerjakan shalat dan
diperbolehkan setelah mengerjakan shalat
Telah shahih diriwayatkan dari beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahwa beliau lebih dari sekali
menyilangkan jari jemarinya didalam masjid maupun diluar masjid, yang
mana ini menunjukkan bolehnya menyilangkan jari jemari secara mutlak.
Seperti didalam hadits Abu Musa radhialahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam , beliau bersabda ;
“ Sesungguhnya seorang mukmin dengan
mukmin lainnya bagaikan suatu bangunan yang sebagiannya saling
menguatkan dengan sebagian lainnya, kemudian beliau menyilangkan jari
jemarinya “[5]
Dan pada hadits Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu – tentang lupanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat
– , beliau berkata : “ Lalu beliau shalat mengimami kami dua raka’at
lalu kemudian beliau berdiri menuju tiang kayu yang ada dimasjid dan
bersandar kepadanya. Seolah-olah beliau dalam keadaan marah, dan
meletakkan tangan kanannya diatas tangan kirinya lalu menyilangkan jari
jemari beliau, dan meletakkan pelipis kanannya diatas punggung telapak
kirinya … al-hadits “[6].
Dan telah shahih diriwayatkan dari beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam larangan menyilangkan jari jemari. Ka’ab
bin ‘Ujrah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
“ Apabila salah seorang diantara kalian
berwudhu` maka perbagusilah wudhu`nya, kemudian dengan bersnegaja menuju
kemasjid, dan janganlah dia menyilangkan jari jemarinya karena
sesungguhnya dia berada dalam keadaan shalat “[7]
Dan penyelarasan antara hadits-hadits itu
dengan mengatakan : bahwa larangan menyilangkan jari jemari sebelum
shalat adalah bagi yang bersengaja menuju masjid yang berada pada hukum
seseorang yang sedang shalat,d an setelah shalat selesai ditunaikan,maka
seorang yang shalat adi berada pada hukum seseorang yang berpaling
telah menyelesaikannya.
14. Bolehnya membicarakan perkara-perkara dunia yang mubah didalam masjid
Boleh bagi seseorang bersama saudaranya
membicarakan – didalam masjid – perkara-perkara keduniawian yang mubah
dan tidak ada dosa bagnya dalam pembicaraan itu. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah melakukan hal tersebut , dan para sahabat beliau
memperbincangkan sesuatu di masjid sementara beliau bersama dengan
mereka dan membenarkan hal itu. Dan ini menunjukkan akan pembolehan hal
tersebut.
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘ahu,
beliau berkata : Setelah shalat diiqamati dan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menyeru kepada seseorang disamping masjid, dan tidaklah dia
berdiri mengerjakan shalat hingga kaum yang ada semuanya tertidur “[8]
Dari Simak bin Harb, dia berkata : Saya
berkata kepada Jabir bin Samurah : Apakah anda pernah duduk bersama
dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Beliau mengatakan :
Iya, beliau seringkali tidak berdiri pergi dari mushalla beliau dimana
beliau shalat shubuh ditempat tersebut hingga matahari terbit. Apabila
matahari telah terbit maka beliau berdiri pergi. Dan para sahabat
biasanya berbincang-bincang dan menyebutkan perkara jahiliyah hingga
mereka tertawa dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum “[9]
Akan tetapi mestilah diperhatikan beberapa perkara, ketika berbincang-bincang seputar permasalahan duniawiyah didalam masjid.
Pertama : Jangan sampai engganggu
orang-orang yang mengerjakan shalat , yang membaca Al-Qur`an, atau yang
menyibukkan diri dengan ilmu yang ada diseklilingnya.
Kedua : Tidak menjadikannya sebagai suau kebiasaan
Ketiga : Menjaga jangan sampai mengucapkan perkataan atau melakukan pebuatna yang haram.
Keempat : Pembicaraannya mestilah sedikit dan tidak banyak.
15. Bolehnya makan dan minum dimasjid
Tidak mengapa makan dan minum
didalammasjid, dikarenakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah makan didalam masjid. Dan perbuatan beliau menunjukkan
pembolehan.
Abdullah bin Al-Harits bin Juz`I
Az-Zubaidi radhiallahu ‘anhu mengatakan : “ Kami pernah makan roti dan
daging dizaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam didalam masjid
“[10]
Akan tetapi sepatutnya bagi yang mminum
atau makan makanan didalam masjid tidak sampai mengotori masjid dengan
sisa-sisa makanan atau minuman[11].
16. Bolehnya melantunkan syair didalam masjid
Diperbolehkan lantunkan syair didalam
masjid. Dan ini tempatnya apabila syair tersebut syair yang mubah bukan
yang haram. Dan mesti menjaga sesuatu yang harus dijaga pada ucapan.
Dikarenakan syair adalah perkataan dimana yang baikmaka baik sedangkan
yang buruk juga buruk.
Hassan bin Tsabit radhiallahu ‘anhu telah
melantunkan syair didalam masjid dihadapan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam , beliau memuja Rasulullah dan kaum mukminin dan
menghujat orang-orang musyrik dan membantah mereka. Bahkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan beliau.
Dari Sa’id bin Al-Musayyab[12] beliau
berkata : “ Umar melintas didalam masjid sementara Hassan menggubah
sebuah syair, lalu beliau berkata : Saya pernah menggubah sebuah syair
didalam masjid dan didalam masjid tersebut diadiri oleh seorang yang
lebih baik dari anda “[13]
Kemudian beliau menoleh ke Abu Hurairah,
dan mengatakan : “ Saya bersumpah demi Allah, pernahkah anda mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan : Belalah aku, Wahai
Allah kuatkanlah dia dengan ruh kudus. Beliau berkata : Benar “[14]
17. Bolehnya bermain dengan tombak dan yang semisalnya didalam masjid
Dari Aisyah adhiallahu ‘anha , beliau
berkata : “ Saya telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
suatu hari dipintu kamarku dan orang-orang Habsyah bermain-main didalam
masjid. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutupiku dengan
jubah beliau, agar saya dapat menyaksikan permainan mereka “ Pada
riwayat lainnya : Saya berkata : “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam masuk kedalam bilikku dan disisiku ada dua anak kecil wanita
sedang bersenandung dengan senandung perang Bu’ats. Maka beliau
berbaring dipembaringan dan memalingkan wajahnya. Kemudian masuk Abu
Bakar lalu menegurku dan berkata : “Seruling syaithan berada disisi Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam “
Lalu Nbi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menghadapkan wajahnya kepada beliau lalu bersabda : “ Biarkanlah mereka
berdua “. Disaat beliau lalai, maka saya memberi isyarat kepada mereka
berdua , lalu mereka berdua keluar. Dan pada hari ‘ied orang-orang sudan
mengadakan permainan dengan mempergunakan perisai dan tombak. Apakah
waktu itu saya yang meminta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ataukah beliau yang mengatakan : Apakah engkau berkeinginan melihat ? ,
saya berkata : iya. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberdirikan aku dibelakangnya, dan pipiku berada bersentuhan dengan
pipi beliau, dan beliau bersabda : “ Wahai bani Arfadah sekali lagi ,
hingga saya merasa jenuh, beliau berkata : “ Cukupkah bagimu ? “ Saya
mengatakan : Iya. Beliau bersabda : “ Kalau begitu pergilah “
Permainan yang adapada hadits ini adalah
permainan dengan menggunakan tombak pada hari ‘Ied, dan hari ‘Ied adalah
hari kegembiraan dan suka cita. Dan permainan dengan mempergunakan
tombak bertujuan untuk melatih menusuk dan bertarung. Olehnya itu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarang mereka dari permainan
mempergunakan tombak didalam masjid, bahkan beliau memerintahkan mereka
akan hal iu. Dikarenakan pada permainan ini diharapkan memberi faedah,
dan bukan sebatas permainan saja[15].
18. Disenangi menampakkan perhiasan untuk shalat Jum’at dan shalat Iedain – dua hari raya –
Disenangi bagi seorang muslim untuk
berhias dengan mengenakan pakaian yang indah pada shalat jum’at dan
shalat Iedaindikarenakan mengenakan pakaian yang indah untuk
melaksanakan shalat jum’at dan ‘Iedain adalah suatu yang dianjurkan oleh
syara’.
Hal mana ditunjukkan pada hadits Abdullah
bin Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : Sesungguhnya Umar bin
Al-Khaththab melihat pakaian sutra yang bergaris berada didepan pintu
masjid. Maka beliau berkata : Wahai Rasulullah sekiranya anda membeli
pakaian ini dan kenakan pada hari jum’at dan untuk menyambut tamu yang
berkunjung kepada anda. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : Sesungguhnya pakaian ni adalah pakaian bagi yang tidak
mendapatkan bagiannya diakhirat … al-hadits “[16]
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidaklah mengingkari Umar untuk mengenakan pakaian yang indah untuk
shalat jum’at dan disaat menyambu tamu, hanya saja beliau mengingkari
pakaian semisal dengan pakaian tersebut yang terbuat dari sutra. Dari
sini dapat diketahui bahwa berhias untuk shalat jum’at dan ‘Iedain dan
untuk menyambut tamu suatu yang dianjurkan.
Diantara perhiasan tersebut adalah
seseorang yang hendak menuju masjid untuk shalat jum’at memakai
wangi-wangian dan minyak rambut, dan ini sangatlah dianjurkan.
Salman Al-Farisi meriwayatkan , bahwa
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Tidaklah seseorang mandi
pada hari jum’at, lalu membersihkan diri semampu dia, memakai miyak
rambut, atau memakai wangi-wangian dirumahnya kemudian dikeluar menuju
shalat dan tidak memisahkan dua orang yng bersmapingan kemudian
mengerjakan shalat yang dia inginkan, kemudian diam disaat imam
berbicara, kecuali akan diampuni dosanya antara jum’at tersebut dan
jum’at berikutnya “[17]
19. Larangan keluar dari masjid setelah adzan
Dibenci keluar dari dalam masjid bagi
seseorang yang telah mendapatkan adzan sementara dia telah berada
didalam masjid. Kecuali bagi yang mempunyai udzur yang memaksanya keluar
dari dalam masjid, seperti untuk memperbarui wadhu` dan semisalnya.
Dari Abu Asy-Sya`tsa`, beliau berkata : “
Kami pernah duduk didalam masjid bersama dengan Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu, lalu mu`adzdzin mengumandangkan adzan, maka seseorang
berdiri dari dalam masjid berjalan keluar, kemudian Abu Hurairah
mengikutinya dengan pandangan matanya hingga orang itu keluar dari dalam
masjid. Abu Hurairah berkata : Adapun orang ini, maka sesungguhnya dia
telah bermaksiat kepada Abul Qasim Shallallahu ‘alaihi wa sallam “[18]
Hadits ini dihukumi sebagai hadits yang
marfu’, dikarenakan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu tidaklah akan
berijtihad pada masalah seperti ini – sekali-kali tentu tidak -. Maka
tidak sepatutnya bagi seseorang yang telah mendapatkan adzan sementara
dia berada didalam masjid keluar dari masjid hingga dia mengerjakan
shalat yang wajib, kecuali karena udzur. Dikarenakan barang siapa yang
keluar setelah adzan tanpa adanya udzur, kemungkinan akan tersibukkan
atau terkendali dengan sesuatu yang akan emnghalanginya mendirikan
shalat berjama’ah, dan menjadi sebab dia tertinggal dalam pelaksanaan
shalat jama’ah.
20. Termasuk Sunnah, shalat dengan memakai sandal didalam masjid
Telah shahih dari beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam dari banyak riwayat bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengerjakan shalat dengan memakai sandal, bahkan beliau
memerintahkan untukmelakukan hal tersebut.
Anas bin Malik telah ditanya : “ Apakah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat dengan mengenakan kedua
sandalnya ? Beliau menjawab : Iya “[19]
Dan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu
‘anhu, beliau berkata : “ Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengimami shalat bagi para sahabatnya, kemudian beliau melepaskan
kedua sandlnya, dan meletakkan kedua sandal beliau disamping kirinya.
Dan sewaktu para sahabat melihat hal itu, merekapun melepaskan sandal
mereka. Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan
shalatnya, beliau bersabda : “ Apakah yang menyebabkan kalian melepaskan
sandal kalian ? “. Para sahabat mengatakan : “ Kami melihat anda
melepaskan sandal anda, maka kamipun melepaskannya sandal kami.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab : “
Sesungguhnya Jibril mendatangiku dan memberitahukan kepadaku bahwa pada
kedua sandalku terdapat kotoran atau dia berkata : najis “.
Dan beliau bersabda : “ Apabila salah
seorang diantara kalian mendatangi masjid hendaknya dia melihat kedua
sandalnya, apabila pada sandalnya terdapat kotoran atau najis hendaknya
dia membasuhnya dan kemudian shalat dengan memakai kedua sandalnya “.
Pada riwyat Ahmad : “ Apabila seseorang diantara kalian datang ke
masjid, hendaknya dia membalikkan sandalnya dan memperhatikan sandalnya.
Apabila dia melihat ada najis maka hendaknya dia
membasuh/menggosokkannya ketanah, kemudian shalat denganmengenakan kedua
sandalnya “[20]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :
“ Shalat denganmengenakan sandal adalah suaut sunah yang Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah perintahkan, dan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan apabila pada kedua sandal tersebut
terdapat najisu untuk mengosokkannya ketanah, karena tanaha akan
mensucikannya. Dan inilah pendapat yang shahih diantara dia pendapat
dikalangan ulama. Dan shalatnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabat beliau dengan memakai sandal didalam masjid, bersamaan
dengan itu mereka sujud ditempat yang dilewati oleh sandal mereka,
kesemuanya itu menunjukkan bahwa bagian bawah sandal adalah sautu yang
suci. Sementara merekapun memakai sandal ketika pergi untuk buang hajat
besar, apabila mereka melihat ada bekas najis maka merekapun
menggosokkannya ketanah dengan demikian sandal mereka menjadi bersih
“[21]
Catatan penting : Pada zaman belakangan
ini , masjid-masjid dialasi dengan karpet yang dinamakan :
Sajadah. Dan
telah menjadi kebiasaan mereka agar tidak masuk kedalam masjid dengan
mengenakan sandal dan sepatu mereka dan tidak mengotori dengan sandal
tersebut karpet mereka. Apabila keadaannya seperti itu, maka bagi
orang-orang yang punya ghirah.semangan untuk mengamalkan Sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak terlupakan, dan yang
bersemangat untuk merealisasikan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , agar mereka tidak masuk kedalam masjid denganmengenakan sandal
dansepatu mereka, supaya tidak timbul mafsadat ketika hendak mencapai
suatu mashlahat. Dikarenakan sebagian besar kaum awam tidak mengetahui
perihal Sunnah ini, dan disebabkan karena Kebodohan mereka, seseorang
yang masuk kedalam masjid denganmengenakan sandalnya, tidaklah aman dari
pengingkaran kaum awam tersebut. Lalu suara mereka akan melengkung dan
juga teriakan mereka didalam masjid. Dan juga sandal atau sepatu ini
akan menyebabkan kotornya karpet tersebut dimana mereka begitu sangat
memperhatikannya.
Dan bagi yang berkeinginan untuk
merealisasikan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat
mengenakan dua sandalnya, agar dia shalat memakai snadalnya dirumah dia
atau ketika keluar bertamasya atau disaat bepergian atau dimasjid yang
jama’ahnya shalat dengan mengenakan sandal dan sepatu mereka.
21. Adab-adab wanita menghadiri masjid
Seorang wanita tidaklah dihalangi
menghadiri masjid, dan tidak sepatutnya untuk dilaang. Selama wanita
tersebut tidak melakukan suatu yang terlarang dalam tinjauan syara’. Dan
hal tersebut dengan sangat jelas disebutkan pada hadits Ibnu Umar
radhiallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau
bersabda :
“ Apabila istri salah seorang diantara kalian meminta izin untuk kemasjid maka janganlah dia melarangnya “[22]
Al-Lajnah Ad-Daa`imah menyatakan : “
Diperbolehkan bagi seorang wanita muslimah untuk mengerjakan shalat
dimasjid, dan tidaklah diperkenankan suaminya apabila wanita tersebut
meminta izin untuk melarangnya dari keinginan itu, selama wanita itu
dalam keadaan tertutup dan tidak nampak bagian badannya yang haram
terlihat oleh laki-laki asing … [ lalu Al-Lajnah menyatakan setelah
melampirkan beberapa dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah ] : Dan ini
adalah nash-nash yang menunjukkan dengan argument yang sangat jelas
bahwa seorang wanita muslimah yang telah iltizam dengan adab-adab Islam,
dalam pakaiannya dan menghindarkan dari segala perhiasan memikat yang
dapat menimbulkan fitnah dan menjadikan orang-orang yang lemah iman
menjadi cenderung kepadanya, agar wanita itu tidak dilarang mengerjakan
shalat dimasjid. Dan apabila wanita tersebut berada pada keadaan yang
menjadikan oran-orang yang berkeinginan jahat terpiakt dan mendatangkan
fitnah pada hati yang bimbang, maka wanita tersebut dilarang masuk
kedalam masjid, bahkan dia dilarang keluar dari rumahnya dan mendatangi
tempat-tempat umum … “[23]
Kaum wanita berlaku beberapa ketentuan khusuh yang membedakannya dengan kaum pria ketika hadir dimasjid :
a. Tidak memakai wangi-wagian dan perhiasan yang akan mengundang fitnah
Seperti mengenakan pakaian yang memikat,
atau mengenakan gelang kaki. Kapan seperti in dijumpai atau
sebagiannya,maka wanita tersebut terlarang mendatangi masjid.
Adapun wangi-wangian , telah disebutkan
dalam nash yang khusus. Zainab istri Abdullah bin Mas’ud radhiallahu
‘anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada
kami :
“ Apabila salah seorang diantara kalian – para wanita – mendatangi masjid, maka janganlah memakai wangi-wangian “[24]
Dan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“ Wanita siapapun, yang memakai bakhur –
sejenis wangian berbentuk asap – maka janganlah dia mendatangi kami
mengerjakan shalat isya` “[25]
Adapun perhiasan lainnya, kapan seorang
wanita mengenakan perhiasan itu untuk berhias yang akan menimbulkan
gairah syahwat, dan mengobarkan fitnah, maka wanita tersebut dilarang
untuk menghindari fitnah danmenutup segala celah-celah keburukan.
b. Wnita haidh dan nias tidak berdiam didalam masjid
Tidak diperbolehkan wanita yang tengah
haidh dan nifas dan juga seorang yang sedang junub memasukmasjid,
kecuali jikalau mereka sekedar melintas saja, berdasarkan firman Allah
ta’ala :
“ Dan tidak juga seorang yang junub, kecuali dia hanya melintas , hingga kalian mandi “ – surah an-Nisaa` : 43 –
Dan diantara dalil-dalil yang melarang
wanita haidh masuk kedalam masjid – adapun wanita nifas dianalogikan
kepada wanita haidh – , hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu
‘anha, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata kepadaku : Ambilkanlah tikar kecil dari dalam masjid “. Aisyah
berkata : saya bertanya : Sesungguhnya saya lagi haidh ? Beliau bersabda
: Haidhmu bukan pada tanganu “[26]
Perkataan Aisyah radhiallahu ‘anha : “
Sesungguhnya saya haidh “ menunjukkan bahwa wanita haidh tidak masuk
kedalam masjid dan tidak juga berdiam didalam masjid selain yang
dikecualikan. Dan sebab larangan tersebut kekhawatiran salah satu bagian
masjid dikotori dengan najisnya darah haidh.
Faedah : Diperbolehkan bagi wanita yang
mustahadhah untuk masuk kedalam masjid dan I’tikaf didalam masjid. Akan
tetapi mesti menjaga agar jangan sampai mengotori masjid dengan najis.
Aisyah radhiallahu ‘anha meriwayatkan : “ Bahwa sebagian dari ummahatul
mukminin melakukan I’tikaf dalam keadaan mustahadhah “[27]
c. Shalat dibelakang shaf laki-laki dan tidak bercampur baur dengan mereka.
Shaf kaum wanita didalam masjid berada
dibelakang shaf kaum laki-laki, dan semakin jauh shaf wanita dari shaf
laki-laki maka akan semakin utama dan lebih bagi wanita tersebut. Hal
itu seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“ Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang
paling pertama dan seburuk-buruknya shaf laki-laki adalah yang paling
terakhir, dan sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir dan
seburuk-buruk shaf wanita adalah yang paling depan “[28]
Dikarenakan dekatnya laki-laki kepada
wanita akan membangkitkan gejolak syahwat dan menggerakkannya. Dan
dengan begitu akan menghilangkan inti dari ibadah shalat yaitu khusyu’
didalam pengerjaannya. Oleh karena itu, syara’ menganjurkan agar
laki-laki semakin menjauh dari wanita dan juga wanita dijauhkan dari
laki-laki, walau itu didalam masjid.
Dan diantara anjuran pembawa syariat
yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , untuk menjauhkan
laki-laki dari kaum wanita didalam masjid, apabila beliau shalat, beliau
berdiam diri ditempat shalat beliau sejenak, agar supaya kaum wanita
berpaling pergi sebelum laki-laki dan mereka pulang kerumah-rumah mereka
sebelumkaum laki-laki mendapati mereka disaat keluar meningalkan masjid
sehingga akan menimbulkan campur baur dengan kaum wanita.
Dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha ,
istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau berkata : “ Bahwa kaum
wanita dizaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , apabila
mereka telah mengucapkan salam pada shalat wajib, mereka beanjak berdiri
, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan kaum
laki-laki yang ikut mengerjakan shalat hingga yang Allah kehendaki.
Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri maka kaum
laki-laki ikut berdiri “[29]
Dan kaum manusia seharusnya menjadikan
Rasulullah sebagai salaf panutan mereka, sepatutnya mereka mengakhirkan
keluar dari mushalla mereka sejenak, menunggu hingga kaum wnait apergi.
Dan bagi kaum wanita agar mereka tidak mengakhirkan keluar dari tempat
shalat mereka setelah berpalingnya imam, bahkan mereka keluar dengan
segera dan pulang kerumahm merek. Dan itu lebih baik bagi mereka – kaum
laki-laki – dan bagi kaum wanita.
Akan tetapi apabila tempat keluarnya
wanita jauh dari tempat keluarnya laki-laki dan dengan begitu tidak akan
terjadi campur baur , maka tidaklah mengapa kaum laki-laki keluar
segera setelah imam berpaling ataukah kaum wanita menunggu sejenak
ditempat shalat mereka , karena sebab larangan telah tertiadakan.
Wallahu a’lam.
Catatan penting : Apabila tempat shalat
wanita terpisah dengan tempat shalat laki-laki, maka sebaik-baik shaff
wanita ketika itu adalah yang paling depan, dan seburuk-buruk shaf
wanita adalah yang paling akhir. Dan hal itu disebabkan alasan yang
menjadikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan seburuk-buruk
shaf wanita adalah yang paling depan telah tertiadakan dengan
terpisahnya shaf laki-laki dari shaf wanita, maka kebaikan pada shaf
shalat kembali pada shaf terdepan.
Terjemahan dari kitab : “Kitab Al-Adab”, karya : Fu`ad bin Abdul Azis Asy-Syalhuub.
[1] HR. Al-Bukhari ( 4587 ) dan lafazh
diatas adalah lafazh riwayat Al-Bukhari, Muslim ( 1558 ), Ahmad ( 15364
), An-Nasa`I ( 5408 ), Abu Daud ( 3595 ), Ibnu Majah ( 2429 ) dan
Ad-Darimi ( 2587 )
[2] HR. Al-Bukhari ( 470 )
[3] Fathul Bari (
[4] ( 6 / 285 – 286 )
[5] HR. Al-Bukhari ( 481 ) dan lafazh
diatas adalah lafazh riwayat Al-Bukhari, Muslim ( 2585 ), Ahmad ( 19127
), At-Tirmidzi ( 1928 ) dan An-Nasa`I ( 2560 ).
[6] HR. Al-Bukhari ( 482 ) dan lafazh
daiatas adalah lafazh riwayat Al-Bukhari, Muslim ( 573 ), Ahmad( 9609 ),
At-Tirmidzi ( 399 ), An-Nasa`I ( 1224 ), Abu Daud ( 1008 ), Ibnu Majah (
1214 ), Malik ( 210 ) dan Ad-Darimi ( 1499 )
[7] HR. Abu Daud ( 567 ). Al-Albani mengatakan : Shahih, Ahmad ( 17637 ) dan Ad-Darimi ( 1404 )
[8] HR. Al-Bukhari( 642 ) dan lafazh
diatas adalah lafazh riwayat Al-Bukhari, Muslim ( 376 ), Ahmad ( 11576
), At-Tirmidzi ( 518 ), An-Nasa`I ( 791 ) dan Abu Dud ( 201 )
[9] HR. Muslim ( 2322 ), Ahmad ( 20333 ) dan An-Nasa`I ( 1358 )
[10] HR. Ibnu Majah ( 2300 ), al-Albani mengatakan : Shahih. No. ( 2685 ) – ( 2363 )
[11] Dan ini sering terjadi pada bulan
Ramadhan, ketika orang-ornag berkumpul untuk berbuka puasa, maka hal ini
mesti diperhatikan.
[12] Gambaran sanad ini gambaran hadits
mursal, akan tetapi hadits ini diriwayatkan secara maushul oleh
Al-Bukhari ( 453 ) dan selainnya. Sa’id bin Al-Musayyib telah
mendengarnya dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu. [ Saya katakan - , pen
- : Bahkan bukanlah gambaran hadits mursal, melainkan tergolong hadits
marfu’ hukman, karena Sa’id bin Al-Musayyib meriwayatkan dari
perbincangan Hassan dan Umar , bukan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ]
[13] Sebab mengapa Hassanmengatakan
perkataan ini, dikarenakan Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu
mengingkari syair yang digubah oleh Hassan didalam masjid. Pada riwayat
an-Nasa`I ( 716 ), hal ini semaki jelas. Beliau – Sa’id bin al-Musayyab
mengatakan : “ Umar melewati Hassan bin Tsabit dimana beliau sedang
menggubah syair didalam masjid , lalu beliau meliriknya … al-hadits “
Makna lahidhza ilaihi : memandang dengan
sudut matanya atau dari sisi kanan atau kirinya. Dan ini lebih
dicondongkan dari asy-syazaru –melirik – ( Lisan Al-Arab 7 / 458 )
Bahasan: ل ح ظ
[14] HR. Al-Bukhari ( 2312 ), Muslim ( 2485 ),Ahmad ( 21429 ) dan An-Nasa`I ( 716 )
[15] Lihat Fatwa Al-Lajnah Ad-Daa`imah ( 6 / 305 – 306 )
[16] HR. Al-Bukhari ( 886 ), Muslim (
2068 ), Ahmad ( 4699 ), An-Nasa`I ( 1382 ), Abu Daud ( 1076 ), Ibnu
Majah ( 3591 ) dan Malik ( 1705 )
[17] HR. Al-Bukhari ( 882 ), Ahmad ( 23198 ), An-Nasa`I ( 1403 ) dan Ad-Darimi ( 1541 )
[18] HR. Muslim ( 655 ), Ahmad ( 9118 ),
At-Tirmidzi ( 204 ), An-Nasa`I ( 683 ), Abu Daud ( 536 ), Ibnu Majah (
733 ) dan Ad-Darimi ( 1205 )
[19] HR. Al-Bukhari ( 386 ), Muslim ( 255 ), Ahmad ( 11565 ) At-Tirmidzi ( 400 ), An-Nasa`i ( 775 ), dan Ad-Darimi ( 1377 ).
[20] HR. Abu Daud ( 650 ), AlAlbani mengatakan : Shahih. Ahmad ( 10769 ), dan Ad-Darimi ( 1378 )
[21] Al-Mustadrak ‘ala Majmu’ Fatawa
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ( 3 / 69 ), jam’u wa tartiib : Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Qasim – hafidzahullah -, cet. Pertama 1418.
[22] HR. Al-Bukhari ( 5238 ), Muslim (
442 ), Ahmad ( 4542 ), At-Tirmidzi ( 570 ), An-Nasa`I ( 706 ), Abu Daud (
568 ), Ibnu Majah ( 16 ) dan Ad-Darimi ( 1278 )
[23] ( 7 / 330 – 332 )
[24] HR. Muslim ( 443 ), ahmad ( 26507 ) dan an-Nasa`I ( 5129 )
[25] HR. Muslim ( 444 ), Ahmad ( 7975 ), danAn-Nasa`I ( 5128 )
[26] HR. Muslim ( 298 ), Ahmad ( 23664 ),
At-Tirmidzi ( 134 ), An-Nasaa`I ( 271 ), Abu Daud ( 261 ), Ibnu Majah (
632 ) dan Ad-Darimi ( 771 )
[27] ( HR. Al-Bukhari ( 311 ), Ahmad ( 24477 ), Abu Daud ( 2476 ) dan Ibnu Majah ( 1780 ) dan Ad-Darimi ( 877 )
[28] HR. Muslim ( 440 ), Ahmad ( 7351 ),
At-Tirmidzi ( 224 ), An-Nasa`I ( 820 ), Abu Daud ( 678 ), Ibnu Majah (
1000 ), dan Ad-Darimi ( 1268 )
[29] HR. Al-Bukhari ( 866 ), Ahmad ( 1600 ), An-Nasa`I ( 1333 ) Abu Daud ( 1040 ) dn Ibnu Majah ( 932 ).
Sumber kautsarku.wordpress.com
http://aljaami.wordpress.com/2011/05/03/adab-adab-yang-berkaitan-dengan-masjid/