Selasa, 10 Desember 2013

Imam Syafii Dan Lainnya Tentang Ilmu Kalam

Imam Syafii dan Para Imam Lain Tentang Ilmu Kalam

Kita telah mengetahui sebagian pendapat Imam Syafii tentang hukuman bagi ahli kalam. Untuk lebih meyakinkan kita tentang bahayanya ilmu kalam, akan dibawakan perkataan para imam yang lainnya tentang ilmu kalam.

Telah banyak ungkapan para salaf, seperti Imam Syafii, Imam Ahmad dan lainnya yang memperingatkan dari ilmu kalam dan ahli kalam. Dan sebagaimana yang telah lalu bahwa ilmu kalam akan menghantarkan kepada syubhat (kesamaran) dan keraguan-keraguan.

I. Perkataan-perkataan Imam Asy-Syafii tentang ilmu kalam
1. Imam Ahmad berkata:

كَانَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إذَا ثَبَتَ عِنْدَهُ خَبَرٌ قَلَّدَهُ وَخَيْرُ خَصْلَة فِيهِ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَشْتَهِي الْكَلَام إنَّمَا كَانَتْ هِمَّتُهُ الْفِقْهَ

“Dulu Imam Asy-Syafii jika telah dipastikan di sisinya ada satu khobar (hadits), beliau mengikutinya. Dan sebaik-baik sifat Imam Syafii adalah tidak menginginkan ilmu kalam. Beliau hanya antusias dengan ilmu fiqih.”

2. Imam Ahmad meriwayatkan tentang Imam Asy-Syafii:

وَكَتَبَ إلَيْهِ رَجُلٌ يَسْأَلهُ عَنْ مُنَاظَرَة أَهْلِ الْكَلَامِ ، وَالْجُلُوس مَعَهُمْ، قَالَ: وَاَلَّذِي كُنَّا نَسْمَع وَأَدْرَكْنَا عَلَيْهِ مَنْ أَدْرَكْنَا مِنْ سَلَفِنَا مِنْ أَهْل الْعِلْم 
أَنَّهُمْ كَانُوا يَكْرَهُونَ الْكَلَامَ وَالْخَوْضَ مَعَ أَهْل الزَّيْغ وَإِنَّمَا الْأَمْر فِي التَّسْلِيم وَالِانْتِهَاء إلَى مَا فِي كِتَابِ اللَّه عَزَّ وَجَلَّ وَسُنَّةِ رَسُوله لَا تَعَدَّى ذَلِكَ

“Seseorang menulis surat kepada Imam Asy-Syafii menanyainya tentang berdebat dengan ahli kalam dan duduk-duduk bersama mereka. Imam Syafii berkata: “Yang kami dengar dan kami dapati dari salaf (pendahulu) kami dari para ulama, bahwa mereka membenci ilmu kalam dan berdebat dengan orang-orang menyimpang. Agama itu hanyalah dalam tunduk dan berhenti kepada apa yang ada di Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak melampuinya.”

3. Ar-Robi’ berkata: Aku mendengar Imam Asy-Syafii berkata:

لَأَنْ يَبْتَلِيَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْعَبْدَ بِكُلِّ ذَنْبٍ مَا خَلَا الشِّرْكَ بِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ الْأَهْوَاءِ .
 
“Kalau Allah menguji seorang hamba dengan semua dosa selain menyekutukan-Nya, itu lebih baik baginya daripada al-ahwa (bid’ah, ilmu kalam).”

4. Ibnu ‘Abdil Hakam berkata Imam Asy-Syafii:

لَوْ عَلِمَ النَّاسُ مَا فِي الْأَهْوَاءِ مِنْ الْكَلَامِ لَفَرُّوا مِنْهُ كَمَا يَفِرُّونَ مِنْ الْأَسَدِ .
 
“Kalau seorang mengetahui apa yang ada pada al-ahwa (bid’ah) dari ilmu kalam, sungguh mereka akan lari darinya sebagaimana lari dari singa.”

5. Imam Asy-Syafii juga berkata:

مَا أَحَدٌ ارْتَدَى بِالْكَلَامِ فَأَفْلَحَ ،
 
“Tidak ada seorang pun jatuh dalam ilmu kalam, kemudian dia bisa beruntung.”

6. Al-Muzani bertanya kepada Imam Asy-Syafii tentang satu masalah dari ilmu kalam. Kemudian beliau balik bertanya: “Sedang dimana engkau?” Al-Muzani menjawab: “Di Masjid Jami di Fusthoth.” Kemudian Imam Ay-Syafii berkata: “Engkau sedang berada di Taron.” Taron adalah satu tempat di Laut Al-Qulzum, dimana hanpir tidak ada satu perahu yang selamat di sana. Kemudian Imam Asy-Syafii memberikan satu masalah fiqih kepadanya. Kemudian dia menjawabnya. Kemudian beliau memasukkan kepada Al-Muzani sesuatu yang merusak jawabannya. Kemudian Al-Muzani menjawab dengan selain itu. Kemudian beliau memasukkan sesuatu yang merusak jawabanku. Setiap kali Al-Muzani menjawab, beliau mendatangkan sesuatu yang merusak jawaban itu. Kemudian Imam Asy-Syafii berkata:

هَذَا الْفِقْه الَّذِي فِيهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّة وَأَقَاوِيلُ النَّاسِ يَدْخُلهُ مِثْل هَذَا فَكَيْفَ الْكَلَامُ فِي رَبِّ الْعَالَمِينَ الَّذِي الْجِدَال فِيهِ كُفْرٌ ؟ فَتَرَكْتُ الْكَلَامَ وَأَقْبَلْتُ عَلَى الْفِقْه

“Ini fiqih yang tentangnya ada penjelasan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta pendapat-pendapat ahul ilmi, memasukinya seperti ini, maka bagaimana dengan ilmu kalam tentang Allah, yang berdebat tentangnya kafir?”
Kemudian Al-Muzani meninggalkan ilmu kalam dan menghadap kepada ilmu fiqih.

7. Imam Asy-Syafii berkata:

لَوْ أَنَّ رَجُلًا أَوْصَى بِكُتُبِهِ مِنْ الْعِلْمِ لِآخَرَ ، وَكَانَ فِيهَا كُتُبُ الْكَلَامِ لَمْ تَدْخُلْ فِي الْوَصِيَّةِ ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ مِنْ الْعِلْمِ .
 
“Kalau seseorang berwasiat dengan kitab-kitabnya kepada orang lain, dan di dalamnya ada kitab-kitab ilmu kalam, maka kitab-kitab ilmu kalam itu tidak termasuk dalam wasiat, karena itu bukanlah ilmu (yang bermanfaat.”

II. Perkataan Imam Abu Hanifah rahimahullah
Nuh Al-Jami’ berkata: Aku bertanya kepada Abu Hanifah tentang ilmu kalam seperti al-a’radh dan al-ajsam yang diadakan oleh orang-orang, maka dia menjawab:

مَقَالَاتُ الْفَلَاسِفَةِ ، عَلَيْكَ بِطَرِيقِ السَّلَفِ وَإِيَّاكَ وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ .
 
“Perkataan-perkataan filsafat, wajib engkau menempuh jalan salaf, dan hati-hati engkau dari setiap perkara yang baru.”

III. Perkataan Imam Ahmad rahimahullah (salah seorang murid Imam Asy-Syafii)
1. Imam Ahmad rahimahullah berkata:

لاَ يُفْلِحُ صَاحِبُ كَلاَمٍ أَبَدًا
 
“Ahli kalam tidak akan beruntung selama-lamanya.”

2. Imam Ahmad rahimahullah juga telah melarang melihat dan membaca kitab-kitab ahli kalam dan ahli bid’ah yang menyesatkan.
Beliau berkata dalam riwayat Al-Marrudzi:

لَسْت بِصَاحِبِ كَلَامٍ، فَلَا أَرَى الْكَلَام فِي شَيْء إلَّا مَا كَانَ فِي كِتَابِ اللَّهِ أَوْ حَدِيثٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَوْ عَنْ التَّابِعِينَ، فَأَمَّا غَيْر ذَلِكَ فَالْكَلَام فِيهِ غَيْرُ مَحْمُود
 
“Bukanlah aku termasuk ahli kalam. Aku tidak memandang ilmu kalam sedikitpun melainkan apa yang ada di dalam Al-Qur’an, atau hadits Rosululloh shallallahu 'alaihi wa sallam, para shohabatnya rodhiyallahu ‘anhum atau dari tabiin. Adapun yang selain dari itu maka berbicara tentangnya tidak terpuji.” (Diriwayatkan oleh Al-Khollal)

3. Beliau berkata kepada seseorang dalam riwayat Ahmad bin Ash-rom:

إيَّاكَ وَمُجَالَسَةَ أَصْحَاب الْخُصُومَاتِ وَالْكَلَامِ
“Hati-hatilah dari duduk-duduk dengan orang yang suka berdebat dan dengan ahli kalam.” (Diriwayatkan Abu Nashr As-Sajzi)

4. Dalam riwayat Ahmad bin Ashrom: Imam Ahmad rahimahullah juga berkata kepada seseorang:

لَا يَنْبَغِي الْجِدَالُ، اتَّقِ اللَّهَ، وَلَا يَنْبَغِي أَنْ تُنَصِّبَ نَفْسَكَ، وَتَشْتَهِر بِالْكَلَامِ، لَوْ كَانَ هَذَا خَيْرًا لَتَقَدَّمَنَا فِيهِ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إنْ جَاءَك مُسْتَرْشِد فَأَرْشِدْهُ .
 
“Tidak sepantasnya untuk berjidal (debat kusir), bertakwalah kepada Allah. Tidak sepantasnya engkau mendudukan dirimu dan engkau terkenal dengan ilmu kalam. Kalau hal ini baik, sungguh kita akan didahului oleh para shohabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah itu. Namun jika datang seseorang meminta bimbingan kepadamu, maka berilah bimbingan.” (Diriwayatkan Abu Nashr As-Sajzi)

5. Beliau berkata dalam satu riwayat Hanbal:

عَلَيْكُمْ بِالسُّنَّةِ وَالْحَدِيث وَمَا يَنْفَعكُمْ ، وَإِيَّاكُمْ وَالْخَوْضَ وَالْمِرَاءَ فَإِنَّهُ لَا يُفْلِح مَنْ أَحَبَّ الْكَلَام
 
“Wajib kamu berpegang dengan sunnah, hadits dan yang memberi manfaat kepadamu. Dan hati-hatilah kamu dari berdebat, jidal, sesungguhnya tidak akan beruntung orang yang menyukai ilmu kalam.”

6. Beliau juga berkata:

لَا تُجَالِسْهُمْ وَلَا تُكَلِّمْ أَحَدًا مِنْهُمْ
 
“Jangan engkau duduk-duduk dengan ahli kalam, dan jangan kamu mengajak bicara kepada 
seorang pun dari mereka.”

7. Beliau juga menyebutkan ahli bid’ah dan berkata:

لَا أُحِبُّ لِأَحَدٍ أَنْ يُجَالِسَهُمْ وَلَا يُخَالِطَهُمْ وَلَا يَأْنَسَ بِهِمْ، وَكُلُّ مَنْ أَحَبَّ الْكَلَام لَمْ يَكُنْ آخِرُ أَمْرِهِ إلَّا إلَى بِدْعَة لِأَنَّ الْكَلَام لَا يَدْعُو إلَى خَيْر، عَلَيْكُمْ بِالسُّنَنِ وَالْفِقْه الَّذِي تَنْتَفِعُونَ بِهِ وَدَعُوا الْجِدَالَ وَكَلَامَ أَهْلِ الْبِدَع وَالْمِرَاءِ ، أَدْرَكْنَا النَّاسَ وَمَا يَعْرِفُونَ هَذَا وَيُجَانِبُونَ أَهْلَ الْكَلَامِ
 
“Aku tidak suka seseorang untuk duduk-duduk dengan mereka dan bergaul dengan mereka, dan beramah-tamah dengan mereka. Setiap orang yang menyukai ilmu kalam, akhir urusannya tidak lain kecuali kepada bid’ah, karena ilmu kalam tidak mengajak kepada kebaikan. Wajib kalian memegang sunnah-sunnah dan fikih yang kalian bisa mendapat manfaat dengannya. Tinggalkan jidal, ucapan ahli bid’ah dan orang yang suka berdebat. Kita telah mendapati para pendahulu, mereka tidak mengenal hal ini dan menjauhi ahli kalam.”

8. Imam Ahmad berkata dalam risalahnya kepada Musaddad, dia berkata:

وَلَا تُشَاوِرْ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ فِي دِينِك، وَلَا تُرَافِقْهُ فِي سَفَرِك .
 
“Jangan engkau bermusyawarah dengan seorang pun dari ahli bid’ah dalam agamamu. Jangan temani dia dalam safar.”

9. Imam At-Tirmidzi berkata: Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad) berkata:

مَنْ تَعَاطَى الْكَلَامَ لَا يُفْلِحُ، وَمَنْ تَعَاطَى الْكَلَامَ لَمْ يَخْلُ مِنْ أَنْ يَتَجَهَّمَ .
 
“Orang yang mengambil ilmu kalam tidak akan beruntung. Dan barangsiapa mengambil ilmu kalam, tidak bisa lepas dari menjadi jahmiyah.”

http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/2009/10/perkataan-imam-syafii-dan-lainya.html