Masih berhubungan dengan
pembahasan sebelumnya, penulis Kitab Tauhid
ingin menjelaskan lebih lanjut dan secara spesifik mengenai sikap keras
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terhadap pengagungan kuburan orang
shalih. Bahkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memberikan peringatan
dan melaknat orang yang melakukannya beberapa saat sebelum beliau meninggal.
Bagaimana haditsnya?
Sikap Keras Rasulullah Terhadap Orang Yang Beribadah Kepada Allah Di
Sisi Kuburan Orang Shalih; Maka, Bagaimana Jika Orang Shalih itu Disembah
Diriwayatkan dalam Shahih
(Al-Bukhari dan Muslim), dari ‘Aisyah bahwa Ummu Salamah menceritakan
kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang gereja dengan
dupaka-rupaka yang ada di dalamnya yang dilihatnya di negeri Habsyah (Ethiopia).
Maka bersabdalah beliau shallallahu’alaihi wa sallam, “Mereka itu, apabila
ada orang yang shalih atau seorang hamba yang shalih meninggal, mereka bangun
di atas kuburnya sebuah tempat ibadah dan membuat di dalam tempat itu
rupaka-rupaka. Mereka itulah sejelek-jelek makhluk di hadapan Allah.”
Mereka dihukumi beliau
shallallahu’alaihi wa sallam sebagai sejelek-jelek makhluk, karena melakukan
dua fitnah sekaligus, yaitu fitnah memuja kuburan dengan membangun tempat
di atasnya dan fitnah membuat rupaka-rupaka.
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan
dari ‘Aisyah ia berkata, “Tatkala Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
diambil nyawanya, beliau pun segera menutupkan kain di atas mukanya, lalu
beliau shallallahu’alaihi wa sallam buka lagi kain itu tatkala terasa
menyesakkan napas. Ketika beliau shallallahu’alaihi wa sallam dalam keadaan
demikian itulah, beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Semoga laknat
Allah ditimpakan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan
kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah.”
“Beliau memperingatkan agar dijauhi perbuatan mereka, dan seandainya bukan karena hal itu niscaya kuburan beliau shallallahu’alaihi wa sallam akan ditampakkan, hanya saja dikhawatirkan akan dijadikan sebagai tempat ibadah.”
“Beliau memperingatkan agar dijauhi perbuatan mereka, dan seandainya bukan karena hal itu niscaya kuburan beliau shallallahu’alaihi wa sallam akan ditampakkan, hanya saja dikhawatirkan akan dijadikan sebagai tempat ibadah.”
Muslim meriwayatkan dari Jundab
bin ‘Abdullah, katanya: Aku mendengar Nabi shallallahu’alaihi wa sallam lima
hari sebelum wafatnya bersabda,
“Sungguh aku menyatakan setia
kepada Allah dengan menolak bahwa aku mempunyai seorang khalil (kekasih mulia)
dari antara kamu, karena sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai
khalil; seandainya aku menjadikan seorang khalil dari antara umatku, niscaya
aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalil.” “Dan ketahuilah, bahwa
sesungguhnya umat-umat sebelum kamu telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai
tempat ibadah, tetapi janganlah kamu sekalian menjadikan kuburan sebagai tempat
ibadah, karena aku benar-benar melarang kamu (dari) perbuatan itu.”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjelang akhir hayatnya -sebagaimana dalam hadits Jundab- telah melarang umatnya untuk menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah. Kemudian, tatkala dalam keadaan hendak diambil nyawanya, -sebagaimana hadits ‘Aisyah- beliau melaknat orang yang telah melakukan perbuatan itu.
Shalat di sekitar kuburan
termasuk pula dalam pengertian menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah. Dan
inilah makna dari kata-kata ‘Aisyah, "… dikhawatirkan akan dijadikan
sebagai tempat ibadah.", karena para sahabat belum pernah membangun
masjid (tempat ibadah) di sekitar kuburan beliau shallallahu’alaihi wa sallam,
padahal setiap tempat yang dimaksudkan untuk melakukan shalat di sana itu
berarti sudah dijadikan sebagai masjid, sebagaimana yang telah disabdakan oleh
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, “Telah dijadikan bumi ini untukku
sebagai masjid dan alat untuk bersuci.” (Hadits riwayat Al-Bukhari dan
Muslim)
Dan Imam Ahmad meriwayatkan
hadits marfu’ dengan sanad jayyid, dari Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya, termasuk
sejelek-jelek manusia ialah orang-orang yang masih hidup ketika terjadi Kiamat
dan orang-orang menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah.” [1]
Kandungan Bab Ini
- Dinyatakan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bahwa orang yang membangun tempat untuk beribadah kepada Allah di sisi kuburan orang shalih [termasuk sejelek-jelek makhluk di hadapan Allah], sekalipun baik niatnya.
- Dilarang dan diperingatkan dengan keras adanya rupaka-rupaka di dalam tempat ibadah.
- Mengambil pelajaran dari upaya maksimal yang dilakukan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam masalah ini. Bagaimana beliau menjelaskan terlebih dahulu kepada para sahabat bahwa orang yang membangun tempat ibadah di sekitar kuburan orang shalih termasuk sejelek-jelek makhluk di hadapan Allah. Kemudian, lima hari sebelum wafat, beliau shallallahu’alaihi wa sallam mengeluarkan pernyataan yang melarang umatnya menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah. Terakhir, beberapa saat menjelang wafatnya, beliau shallallahu’alaihi wa sallam masih merasa belum cukup dengan tindakan-tindakan yang diambilnya, sehingga beliau melaknat orang-orang yang melakukan perbuatan ini.
- Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang pula perbuatan tersebut dilakukan di sisi kuburan beliau, sebelum kuburan itu sendiri ada.
- Menjadikan kuburan nabi-nabi sebagai tempat ibadah merupakan tradisi orang-orang Yahudi dan Nasrani.
- Rasulullah melaknat mereka karena perbuatan mereka ini.
- Beliau shallallahu’alaihi wa sallam melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani dengan perbuatan mereka itu dimaksudkan untuk memperingatkan kita agar menghindari perbuatan semacam ini terhadap kuburan beliau shallallahu’alaihi wa sallam.
- Alasan tidak ditampakkannya kuburan beliau shallallahu’alaihi wa sallam, karena dikhawatirkan akan dijadikan sebagai tempat ibadah.
- Pengertian "menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah"; [ialah melakukan suatu ibadah, seperti shalat di sisi kuburan, sekalipun tidak dibangun di atasnya sebuah tempat ibadah].
- Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menghubungkan antara orang yang menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah dengan orang yang masih hidup ketika terjadi Kiamat adalah untuk memperingatkan bentuk perbuatan yang merupakan jalan menuju syirik, sebelum terjadi; di samping bahwa syirik adalah akhir keadaan dunia.
- Khutbah yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pada waktu lima hari sebelum wafat, mengandung bantahan terhadap kedua kelompok yang mereka itu adalah ahli bid’ah yang paling jelek bahkan sebagian kalangan ulama menyatakan bahwa mereka di luar tujuh puluh dua golongan dalam umat Islam, yaitu Rafidhah[2] dan Jahmiyah[3] Dan karena Rafidhahlah terjadi kemusyrikan dan penyembahan kuburan, serta merekalah yang pertama kali membangun masjid di atas kuburan.
- Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam [adalah manusia biasa], merasakan beratnya sakaratul maut.
- Beliau shallallahu’alaihi wa sallam dimuliakan Allah dengan diangkat sebagai "Khalil" (sebagaimana Nabi Ibrahim).
- Dinyatakan bahwa khalil lebih tinggi tingkatannya dari pada habib (kekasih).
- Dinyatakan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah sahabat yang paling mulia.
- Hal tersebut merupakan isyarat bahwa Abu Bakar akan menjadi khalifah (sesudah beliau).
Catatan Kaki
[1] Hadits ini diriwayatkan
pula dalam Shahih Abu Hatim.
[2] Rafidhah adalah
salah satu sekte dalam aliran Syi’ah. Mereka bersikap berlebih-lebihan terhadap
Ali dan Ahlul Bait, dan mereka menyatakan permusuhan terhadap sebagian besar
sahabat, khususnya Abu Bakar dan ‘Umar.
[3] Jahmiyah adalah
aliran yang timbul pada akhir khilafah Bani Umayah. Disebut demikian karena
dinisbatkan pada nama tokoh mereka yaitu Jahm bin Shafwan At-Tirmidzi yang
terbunuh pada tahun 128H.
Di antara pendapat aliran ini:
menolak kebenaran adanya asma’ dan sifat bagi Allah, karena menurut anggapan
mereka asma’ dan sifat adalah ciri khas makhluk, maka apabila diakui dan
ditetapkan untuk Allah berarti menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.
Sumber: http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/kitab-tauhid.html