Di
antara kejahatan pencurian terbesar adalah pencurian dalam shalat.
Rasululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sejahat-jahat pencuri
adalah orang yang mencuri dalam shalatnya.” Para shahabat bertanya:
“Bagaimana ia mencuri dalam shalatnya?” Kemudian Nabi sholallohu ‘alaihi
wa sallam menjawab: “(Ia) tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.”
(HR. Imam Ahmad, 5/310)
Thuma’ninah adalah diam beberapa saat setelah tenangnya
anggota-anggota badan. Para Ulama memberi batasan minimal dengan lama
waktu yang diperlukan seperti ketika membaca tasbih. (Lihat Fiqhus
Sunnah, karya Sayyid Sabiq: 1/124)
Meninggalkan thuma’ninah, berarti tidak meluruskan dan mendiamkan
punggung sesaat ketika ruku’ dan sujud, tidak tegak ketika bangkit dari
ruku’ serta ketika duduk antara dua sujud, semuanya merupakan kebiasaan
buruk yang sering dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin. Bahkan
hampir bisa dikatakan, tak ada satu masjid pun kecuali di dalamnya
terdapat orang-orang yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya.
Thuma’ninah adalah rukun shalat, jadi shalat tanpa melakukan
thuma’ninah maka shalat menjadi tidak sah. Ini sungguh persoalan yang
sangat serius. Rasululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
sah shalat seseorang, sehingga ia menegakkan (meluruskan) punggungnya
ketika ruku’ dan sujud.” (HR. Abu Dawud: 1/533)
Tak diragukan lagi, ini suatu kemungkaran di dalam shalat. Pelakunya
harus dicegah dan diperingatkan akan ancamannya. Abu Abdillah
Al-Asy’ari berkata: “(Suatu ketika) Rasululloh sholallohu ‘alaihi wa
sallam shalat bersama shahabatnya kemudian beliau duduk bersama
sekelompok dari mereka. Tiba-tiba seorang laki-laki masuk dan berdiri
menunaikan shalat. Orang itu ruku’ dan sujud dengan cara mematuk
(shalatnya cepat sekali –red), maka Rasulullloh sholallohu ‘alaihi wa
sallam bersbda: “Apakah kalian menyaksikan orang ini? Barang siapa
meninggal dalam keadaan seperti ini (shalatnya), maka dia meninggal
dalam keadaan di luar agama Muhammad. Ia mematuk dalam shalatnya
sebagaimana burung gagak mematuk darah. Sesungguhnya perumpamaan orang
yang shalat dan mematuk dalam sujudnya bagaikan orang lapar yang tidak
makan kecuali sebutir atau dua butir kurma, bagaimana ia bisa merasa
cukup (kenyang) dengannya.” (HR. Ibnu Khuzaimah: 1/332)
Sujud dengan cara mematuk maksudnya; sujud dengan cara tidak
menempelkan hidung dengan lantai. Dengan kata lain, sujud itu tidak
sempurna. Sujud yang sempurna adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits
Ibnu Abbas bahwasanya ia mendengar Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Jika seseorang hamba sujud maka ia sujud dengan tujuh anggota
badannya, wajah, dua telapak tangan, dua lutut dan dua telapak
kakinya.” (HR. Jama’ah, kecuali Bukhari, lihat Fiqhus Sunnah, Sayyid
Sabiq: 1/124)
Zaid bin Wahb berkata, “Hudzaifah pernah melihat seorang laki-laki
tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, ia lalu berkata: “Kamu belum
shalat, seandainya engkau mati (dengan membawa shalat seperti ini)
niscaya engkau mati di luar fitrah (Islam) yang sesuai dengan fitrah
diciptakannya Muhammad.”
Orang yang tidak thuma’ninah dalam shalat, sedang ia mengetahui
hukumnya, maka wajib baginya mengulangi shalatnya seketika, dan
bertaubat atas shalat-shalat yang dia lakukan tanpa thuma’ninah pada
masa-masa lalu. Ia tidak wajib mengulangi shalat-shalatnya di masa lalu,
berdasarkan hadits, “Kembalilah, dan shalatlah, sesungguhnya engkau
belum shalat.”
Sumber:https://rizkytulus.wordpress.com/2011/03/21/kesalahan-dalam-shalat/