Sebagaimana yang diriwayatkan oleh sahabat Abdulloh ibnu Abbas bahwa Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam mengutus Muadz ke Yaman, lalu beliau bersabda:
ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا
لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ
صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي
أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى
فُقَرَائِهِمْ
“Serulah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada ilah
yang berhak diibadahi dengan benar selain Alloh dan bahwa aku adalah
utusan Alloh, bila mereka telah taat maka beritahukan kepada mereka
bahwa Alloh telah mem-fardhu-kan atas mereka sholat lima waktu dalam
setiap sehari semalam, bila mereka telah taat maka beritahukan kepada
mereka bahwa Alloh telah mem-fardhu-kan kepada mereka zakat pada
harta-harta mereka yang dipungut dari orang-orang kaya di antara mereka
dan diterimakan kepada orang-orang fakir di antara mereka pula.” (HR. Bukhori: 1331 dan Muslim: 19, 29)
Di antara hal yang sangat prinsip sehingga dua syahadah tersebut
dijadikan satu kesatuan adalah sebab sahnya peribadahan seorang hamba
hanya apabila dibangun di atas keduanya sekaligus. Di mana syahadah أَنْ
لّآ إِلهَ إلاَّ الله menuntut adanya keikhlasan hanya untuk Alloh
semata dan syahadah أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ menuntut kesesuaian
dengan sunnah Rosululloh. Sedangkan setiap amalan ibadah tidak akan
diterima oleh Alloh kecuali bila terpenuhi dua syarat tersebut; ikhlas
dan sesuai dengan sunnah Rosululloh.
Oleh karena itu sebagai seorang muslim tidak cukup memahami hakikat
syahadah أَنْ لّآ إِلهَ إلاَّ الله semata kecuali ia juga harus memahami
hakikat syahadah أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ .
Pada kajian kali ini, bersama-sama akan kita kaji hakikat syahadah
أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ sebagai pelengkap kajian kita pada edisi
yang lalu. Semoga Alloh memudahkan pembahasannya dan menambahkan ilmu
yang bermanfaat buat kita semua. Amin.
Makna Syahadah أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Syahadah أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ maknanya mengikrarkan dengan lisan dan mengimani dengan hati atau pengakuan secara lahir maupun batin bahwa Muhammad bin Abdulloh –dari suku Qurosy anak keturunan Hasyim– adalah seorang Nabi yang Alloh utus dengan membawa wahyu kepada seluruh makhluk dari kalangan jin dan manusia, sehingga tidak ada peribadahan kepada Alloh Azza wa Jalla selain dari jalan wahyu yang beliau bawa.[1]
Makna syahadah ini melahirkan sebuah kewajian atas setiap muslim, yaitu mewujudkan syahadahnya dalam bentuk keyakinan dalam hati atas maknanya, dan mengakui dengan ikrar lisannya, kemudian dia terapkan dalam bentuk mengikuti sunnah beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam dengan amalan anggota badannya. Sehingga ia pun beramal ibadah menurut petunjuk beliau dan tidak beramal ibadah yang ditujukan kepada beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam.[2]
Aplikasi Syahadah أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ (*)
Secara singkat hakikat bersyahadah أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ adalah terwujud dalam bentuk pembenaran seorang muslim akan seluruh kabar yang beliau sampaikan, ketaatan akan perintah, sikap menghindar dan menjauh dari segala larangan dan celaan. Juga teraplikasi pada sikap menahan diri dari peribadahan kepada Alloh kecuali yang dibangun di atas petunjuk beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Mengapa harus membenarkan kabar yang beliau sampaikan? Sebab seluruh kabar yang beliau sampaikan bersumber dari wahyu yang Alloh turunkan dari langit, dari sisi-Nya. Alloh berfirman:
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (١) مَا ضَلَّ
صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (٢) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (٣) إِنْ هُوَ
إِلا وَحْيٌ يُوحَى (٤) عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى
Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu
(Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang
diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang
diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. (QS. An-Najm: 1-5)
Mengapa harus taat atas perintahnya dan menghindari larangan serta
celaannya? Sebab beliau pembawa kabar gembira bagi orang yang taat dan
telah menyampaikan ancaman atas orang yang durhaka.
Mengapa pula hanya beribadah keada Alloh sesuai dengan petunjuk
sunnahnya? Sebab ibadah kepada Alloh itu tidak diketahui hakikatnya
selain dari wahyu yang beliau bawa yang terperinci dalam bentuk
sunnah-sunnah beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Adapun secara lebih terperinci dari aplikasi syahadah أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ , maka seorang muslim akan mengimani dan
meyakini serta melakuan hal-hal berikut:
1. Beriman dan meyakini bahwa beliau adalah benar-benar utusan Alloh[3], dan bahwa risalah ajarannya menyeluruh bagi seluruh manusia, dari bangsa Arab maupun selain mereka, dan juga bagi seluruh jin[4].
Alloh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا …
Katakanlah: “Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Alloh kepadamu semua (QS. Al-A’rof: 158)Dalam ayat lainnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui. (QS. Saba’: 28)
Dalam sebuah hadits beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Dan seorang nabi sebelumku itu diutus hanya untuk kaumnya sedangkan aku diutus kepada seluruh manusia.” (HR. Bukhori: 323 dan Muslim: 810)2. Beriman dan meyakini bahwa beliau adalah seorang manusia biasa sebagaimana hamba Alloh yang lainnya yang tidak berhak diibadahi sedikit pun, sekaligus seorang Rosul yang tidak halal didustakan sedikit pun. Maka tidak boleh mendudukkan beliau pada derajat tertentu melebihi derajat yang diberikan oleh Alloh kepada beliau tersebut.
Dari Ibnu Abbas bahwa beliau mendengar Umar bin Khothob khotbah di atas mimbar dengan mengatakan, “Aku mendengar Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
‘Janganlah kalian berlebih-lebihan menyanjungku
sebagaimana orang-orang nashrani melakukannya kepada Isa bin maryam. Aku
hanyalah hamba Alloh, maka katakanlah (untuk menyebutku) hamba Alloh
dan Rosul-Nya.’” (HR. Bukhori: 3189)3. Beriman dan meyakini bahwa beliau adalah penutup para nabi dan rosul, dan bahwa Alqur’an yang beliau bawa kepada umat ini adalah kitab samawy terakhir yang diturunkan dari sisi Alloh sebagai penyempurna kitab samawy yang terdahulu, dan bahwa syari’at beliau menghapus seluruh syari’at sebelumnya.
Alloh Azza wa Jalla berfirman:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ
رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ
اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang
laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rosulullah dan penutup
nabi-nabi. dan adalah Alloh Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Ahzab: 40)[5]4. Menaati perintah beliau, membenarkan kabar-kabar yang beliau sampaikan, dan menyambut dakwah beliau. Alloh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ …
Katakanlah: “Taatlah kepada Alloh dan taatlah kepada Rosul…” (QS. An-Nur: 54)[6]
Dan sungguh Alloh telah menjadikan ketataatan kepada beliau sama saja
artinya dengan taat kepada-Nya. Bahkan di banyak ayat Alloh
menyandingkan ketaatan kepada-Nya dengan ketaatan kepada beliau seperti
pada ayat di atas.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
Barangsiapa yang mentaati Rosul, sesungguhnya ia
telah mentaati Alloh. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan
itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (QS. An-Nisa’: 80)5. Membenarkan kabar yang beliau bawa dan sampaikan. Alloh Azza wa Jalla berfirman:
وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Az-Zumar: 33)
Mujahid, Qotadah, Robi’ bin Anas, dan Ibnu Zaid berkata bahwa yang membawa kebenaran (dalam ayat di atas) adalah Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Dan Abdur Rohan bin Zaid bin Aslam berkata bahwa yang membenarkan (dalam ayat di atas) adalah kaum muslimin.
Dan dalam banyak ayat Alloh mencela orang-orang yang mendustakan
kabar yang beliau bawa, dan bahwa sunatulloh atas mereka adalah
ditimpakan adzab dan kehinaan.[7]
6. Memenuhi seruan dakwah beliau. Alloh Azza wa Jalla memerintah orang-orang yang beriman agar memenuhi seruan dahwah beliau dalam firman-Nya (artinya):
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Alloh dan seruan Rosul apabila Rosul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu… (QS. Al-Anfal: 24)
Dan Alloh memperingatkan dari mengikuti hawa nafsu untuk tidak memenuhi seruan beliau, dengan firman-Nya:
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ
أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنَ اتَّبَعَ
هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ
Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu)
Ketahuilah bahwa Sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu
mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang
mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Alloh
sedikitpun. Sesung- guhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim. (QS. al-Qoshosh: 50)7. Mencintai Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam di atas kecintaan kepada seluruh manusia, harta, maupun tahta. Dalam sebuah hadits dari sahabat Anas bin malik beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak beriman seseorang di antara kalian sehingga aku lebih ia cintai dari orang tuanya, anaknya, juga seluruh manusia.” (Muttafaqun ‘alaih)Bahkan Alloh mengancam siapa saja yang mendahulukan kecintaan kepada selain-Nya dan selain Rosululloh, siapa saja dia, dengan ancaman adzab yang pedih.[8]
Suatu ketika Rosululloh berada di antara para sahabatnya. Beliau menggenggam tangan Umar rodhiallohuanhu, lalu Umar rodhiallohuanhu berkata kepada Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Demi Alloh ya, Rosululloh. Sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu selain diriku.” Maka Rosululloh pun bersabda: “Demi Alloh yang jiwaku ada di tangan-Nya. Tidaklah beriman seorang di antara kalian sehingga aku lebih ia cintai dari dirinya sendiri.” Maka Umar berkata, “Demi Alloh, sekarang engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri.” Maka Rosululloh pun bersabda: “Sekarang, wahai Umar.” (HR. Bukhori: 6632)
Maksud sabda beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada Umar adalah: “Sekarang engkau telah mengerti dan engkau telah mengucapkan apa yang wajib kamu ucapkan.”[9]
8. Menolong beliau, mengagungkannya semasa hidupnya, dan menolong sunnahnya sepeninggal beliau.
Hikmah diutusnya beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam menjadi rosul adalah agar orang-orang yang telah beriman kepada beliau menolong dan mengagungkannya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا
وَنَذِيرًا . لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ
وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا
Sesungguhnya kami mengutus kamu sebagai saksi,
pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian
beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya, menguatkan (agama)Nya,
membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (QS. Al-Fath: 8-9) [10]
9. Berwala’ (loyal) kepada beliau. Artinya, persaksian أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ teraplikasikan dengan menjadikan Alloh,
Rosul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, sebagaimana
Alloh Azza wa Jalla berfirman:
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Alloh, Rosul-Nya,
dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan
zakat, seraya mereka tunduk (kepada Alloh). Dan barangsiapa mengambil
Alloh, Rosul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka
Sesungguhnya pengikut (agama) Alloh Itulah yang pasti menang. (QS. Al-Maidah: 55-56)
10. Berhukum dengan syari’at beliau, menjadikan beliau hakim, berserah diri pada hukum beliau dan ridho dengannya. Alloh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا
دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka
dipanggil kepada Alloh dan Rosul-Nya agar Rosul menghukum (mengadili) di
antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. dan
mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. An-Nur: 51)Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ
إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا
مُبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rosul-Nya
Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan
Rosul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 36)
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى
يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ
حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak
beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya. (QS. An-Nisa’: 65)[11]
11. Meneladani beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti sunnahnya. Dalam ayat imtihan (ujian) Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh,
ikutilah aku, niscaya Alloh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.”
Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imron: 31)[12]
12. Mengembalikan perkara kepada beliau ketika masih hidup, dan kepada sunnahnya sepeninggal beliau. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan
taatilah Rosul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Alloh
(Al Quran) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Alloh dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’: 59)
13. Mendahulukan sunnah beliau di atas seluruh pendapat siapa pun dari manusia. Alloh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mendahului Alloh dan Rosul-Nya dan bertakwalah kepada Alloh.
Sesungguhnya Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Hujurot: 1)14. Senantiasa berhati-hati untuk tidak menyelisihi sunnah beliau dan menentangnya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
… فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
…Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An-Nur: 63)
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا
تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rosul sesudah jelas
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali. (QS. An-Nisa’: 115)[13]
Muhasabah
Sudah sekian kali banyaknya kita sebagai seorang muslim mengikrarkan syahadah أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ maka seyogiaya seiring itu pula kita senantiasa muhasabah (introspeksi diri) atas syahadah kita.
Sudahkah ia teraplikasikan dalam hati sebagai sebuah keyakinan yang kokoh menghujam, juga dalam ucapan serta amalan kita?
Atau sebaliknya, masihkah saja peribadahan kepada Alloh itu tercampuri dengan bid’ah dan jauh dari sunnah Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam?
Tinjau kembali syahadah diri kita, lalu luruskan dan benarkan, kemudian segera aplikasikan. Wabillahit taufiq.
[1] Lihat at-Tauhid, Syeikh Doktor Sholih Fauzan al-Fauzan hal: 46, Syarah arbain an-nawawiyah hal: 32 dan Syarah tsalatsatil ushul hal: 75, keduanya oleh Syeikh Muhammad al-Utsaimin.
[2] Syarah kitab tauhid, Syeikh Muhammad al-Utsaimin: 1/70-71.
(*) Fasal ini banyak kami sarikan dari buku “Haqiqotu syahadati anna Muhammadan rosululloh” oleh Syeikh Abdul Aziz Alu asy-Syeikh dengan beberapa keterangan tambahan.
[3] Lihat QS. Al-Fath: 29
[4] Lihat QS. Al-Ahqof: 29-32
[5] Lihat juga QS. Al-Maidah: 48, QS. Al-A’rof: 157
[6] Lihat juga QS. Aan-Nisa’: 59
[7] Lihat QS. Shod: 14, QS. Al-Mu’minun:44, QS. Za-Zumar: 32, QS. Al-Muddatstsir: 11-26
[8] Lihat QS. At-Taubah: 24
[9] Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar al ‘asqolani: 11/536
[10] Lihat juga QS. Al-A’rof: 157, QS. Ali Imron: 81, QS. Al-Hasyr: 8
[11] Lihat juga QS. An-Nur: 47-50, QS. An-Nisa’: 60-61
[12] Lihat juga QS. Al-Ahzab: 21dan QS. Al-Hasyr: 7
[13] Lihat juga QS. Al-Anfal: 13, QS. At-Taubah: 63
Sumber: http://alghoyami.wordpress.com/
http://faisalchoir.blogspot.com/2012/08/hakikat-persaksian-anna-muhammadar.html