Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa tidak Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, semoga Shalawat dan Salam senantiasa tercurah kepada beliau, keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan sampai hari kiamat. Wa ba'du :
Diantara keutamaan yang diberikan Allah kepada para Imam dan Muazzin
adalah ketika Allah memberikan kepada mereka pahala yang sangat besar
sebagaimana akan dijelaskan nantinya.
Pertama : Pengertian Azan dan Qomat
1. Azan secara etimologi berarti : memberitahukan sesuatu. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman:
"Dan (Inilah) suatu pemberitahuan dari Allah dan rasul-Nya". (QS. At-Taubah : 3).
Dan juga firman Allah ta'ala:
"Aku Telah menyampaikan kepada kamu sekalian (ajaran) yang sama (antara kita)". (QS. Al-Anbiya' : 109), maksudnya aku telah memberitahukan kepada kalian, jadi kita pengetahuan kita sekarang sama [1]).
Azan secara terminologi berarti : pemberitahuan tentang masuknya waktu
shalat dengan lafaz-lafaz tertentu sesuai dengan syari'at [2]). Disebut
demikian karena orang yang azan memberitahukan orang lain tentang
waktu-waktu shalat. Dan dinamakan juga dengan An-Nida (panggilan/seruan) karena muazzinnya memanggil orang untuk melaksanakan shalat [3]). Allah berfirman:
"Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal" . (QS. Al-Maidah : 58)
Dan juga firman Allah ta'ala:
"Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah". (QS. Al-Jumu'ah : 9)
2. Qomat ( Iqamah ) secara etimologi berarti : mendirikan sesuatu apabila dia telah menjadi lurus.
Qomat secara terminologi berarti : memberitahukan tentang
pendirian/pelaksanaan shalat fardhu dengan zikir (lafaz) tertentu yang
disyari'atkan[4]).
Jadi azan adalah pemberitahuan tentang waktu shalat, sedangkan Qomat adalah pemberitahuan tentang pekerjaan (shalat), Qomat disebut juga Azan yang kedua, atau panggilan yang kedua [5]).
Jadi azan adalah pemberitahuan tentang waktu shalat, sedangkan Qomat adalah pemberitahuan tentang pekerjaan (shalat), Qomat disebut juga Azan yang kedua, atau panggilan yang kedua [5]).
Hukum azan dan qomat adalah Fardhu Kifayah bagi kaum laki-laki saja
(tidak termasuk wanita) pada shalat lima waktu, shalat jum'at. Azan dan
Qomat disyari'atkan berdasarkan dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah. Adapun
dari Al-Qur'an adalah sebagai berikut :
"Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat,
mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah
karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal" (QS. Al-Maidah : 58).
Dan Firman Allah ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah". (QS. Al-Jumu'ah : 9)
Adapun dari Sunnah Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – adalah sebagai berikut:
"Dari Malik bin Huwairits : Apabila telah masuk waktu shalat maka
hendakalah salah seorang diantara kalian melakukan azan dan hendaklah
orang yang paling tua diantara kalian menjadi imam" [6]) .
Perkataan Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – "salah seorang diantara kalian" menunjukkan bahwa azan itu hukumnya adalah fardhu kiyafah. [7])
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: dalam sunnah yang mutawatir
disebutkan bahwa panggilan (azan) telah ada semenjak zaman Rasulullah -
Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam -, demikian juga berdasarkan
ijma' umat Islam dan amalan mereka secara turun temurun. [8])
Azan diwajibkan bagi kaum laki-laki ketika sedang bermukim, ketika
melakukan perjalanan jauh, ketika sendiri, ketika melakukan shalat pada
waktunya ataupun karena mengqadhanya, wajib bagi orang merdeka dan juga
hamba sahaya. [9])
Yang Kedua : Keutamaan Azan
Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :
"Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:
"Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri " (QS. Fushshilat : 33)
Di dalam hadits juga banyak disebutkan keutamaan azan dan muazzin (orang yang azan), diantaranya:
1. Muazzin lebih panjang lehernya pada hari kiamat, berdasarkan hadits :
"Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan - Radiyallahu 'Anhu – dia berkata :
Saya mendengar Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam –
bersabda: Orang-orang yang azan ( muazzin ) adalah orang yang paling
panjang lehernya pada hari kiamat" [10]).
2. Azan itu mengusir syetan, berdasarkan hadits :
"Dari Abu Hurairah - Radiyallahu 'Anhu – bahwasanya Rasulullah -
Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Apabila azan
dikumandangkan maka syetan akan lari sambil terkentut-kentut sampai dia
tidak mendengarkan azan lagi, ketika azan sudah selesai maka dia
kembali lagi. Ketika Qomat dikumandangkan untuk shalat dia kembali
pergi, ketika qamat sudah selesai dia kembali lagi supaya bisa
mengganggu orang yang shalat, dia mengatakan: ingatlah ini dan ini…
yang mana hal tersebut tidak teringat olehnya sebelum shalat sehingga
akhirnya seseorang tidak menyadari lagi sudah berapa raka'atkah dia
shalatnya [11]).
3. Kalaulah seandainya manusia mengetahui pahala yang didapatkan ketika
panggilan (azan) yang pertama maka mereka pasti akan mengundi (untuk
mendapatkannya), ini berdasarkan hadits :
"Dari Abu Hurairah - Radiyallahu 'Anhu – bahwasanya Rasulullah -
Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Kalau seandainya
manusia mengetahui pahala yang ada pada panggilan (azan) dan shaf
pertama kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan undian
maka pasti mereka akan mengundinya, dan kalaulah mereka mengetahui
pahala yang akan didapatkan karena sudah hadir pada waktu takbiratul
ihram maka mereka pasti akan berlomba-lomba (untuk menghadirinya), dan
kalaulah seandainya mereka mengetahui apa yang akan didapatkan ketika
shalat isya dan shalat subuh pasti mereka akan mendatanginya meskipun
harus dengan merangkak" [12]).
4. Tidak satupun yang mendengarkan suara muazzin melainkan dia pasti
akan menjadi saksi baginya nanti. Abu Sa'id Al-Khudri - Radiyallahu
'Anhu – berkata kepada Abdullah bin Abdurrahman bin Abi Sha'sha'ah
Al-Anshari :
"Saya perhatikan kamu sangat menyukai kambing dan kampung, kalau
kamu bersama kambingmu atau sedang berada di kampungmu kemudian kamu
azan untuk melaksanakan shalat maka tinggikanlah suaramu ketika azan
itu, karena sesungguhnya tidaklah suara muazzin itu didengarkan oleh
jin, manusia dan yang lainnya melainkan dia akan menjadi saksi baginya
pada hari kiamat. Kemudian Abu Sa'id berkata : Saya mendengarkan (hadits) ini dari Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam [13]).
5. Muazzin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya, dan dia akan
mendapatkan pahala sama dengan pahala orang-orang yang shalat
bersamanya. Ini berdasarkan hadits:
"Dari Barra' bin 'Azib - Radiyallahu 'Anhu – bahwasanya Nabi -
Shalallahu 'Alaihi Wasallam – bersabda : Sesungguhnya Allah dan
Malaikat-Nya akan bershalawat untuk orang-orang di shaf yang terdepan,
dan muazzin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya, dan dia akan
dibenarkan oleh segala sesuatu yang mendengarkannya, baik benda basah
maupun benda kering, dan dia akan mendapatkan pahala seperti pahala
orang-orang yang shalat bersamanya" [14]).
6. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam mendo'akan untuk muazzin
supaya mendapatkan ampunan dari Allah, ini berdasarkan hadits:
" Dari Abu Hurairah - Radiyallahu 'Anhu – dia berkata : Rasulullah -
Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Seorang Imam
Penjamin (pelaksanaan shalat) dan Muazzin orang yang diberikan
kepercayaan untuk menjaganya, Ya Allah tunjukilah para Imam dan berilah
ampunan untuk para muazzin" [15]) .
7. Azan akan menyebabkan diampuninya dosa dan dimasukkan ke dalam sorga, berdasarkan hadits:
"Dari 'Uqbah bin 'Amir - Radiyallahu 'Anhu – dia berkata : saya
mendengar Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda:
Tuhan kalian (Allah) sangat kagum dengan seorang pengembala kambing
di puncak bukit (gunung) ketika dia azan dan shalat sendiri. Kemudian
Allah berfirman : lihatlah hamba-Ku ini, dia azan dan mendirikan shalat
karena takut kepada-Ku, maka sungguh aku telah mengampuni dosanya dan
memasukkannya ke dalam sorga" [16]).
8. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Umar bahwasanya Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda :
"Siapa saja yang melakukan azan sebanyak dua belas kali dalam
setahun maka dia berhak masuk sorga, dan akan dicatatkan baginya enam
puluh kebaikan setiap hari dia azan, dan untuk setiap qomat (dicatatkan )
tiga puluh kebaikan" [17]) .
Yang ketiga : Pengertian Imamah dan Imam
Kata Imamah adalah bentuk masdar dari kalimat : Amma an-naasa apabila
dia menjadi Imam yang mereka ikuti dalam shalatnya [18]). Maksudnya
seorang laki-laki maju di hadapan orang-orang yang akan shalat supaya
mereka bisa mengikutinya dalam shalat mereka.
Imamah adalah kepemimpinan orang-orang Islam. Imamah Kubra adalah
kepemimpinan umum (universal/pemerintahan) dalam urusan agama dan dunia
sebagai pelanjut kepemimpinan Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam.
Khilafah adalah Imamah Kubra. Pemimpin orang-orang Islam adalah
Khalifah dan orang-orang yang sederajat dengannya [19]). Imamah Shughra
adalah penghubung/pengikat antara shalat seorang makmum dengan imam
berdasrkan syarat-syarat tertentu [20]) .
Imam adalah orang yang diikuti dan didahulukan dalam berbagai urusan.
Nabi - Shalallahu 'Alaihi Wasallam – adalah Imamnya para Imam. Khalifah
adalah Imam masyarakat, Al-Qur'an adalah Imam orang-orang Islam. Imam
tentara adalah komandannya.
Kata-kata Imam dijama' (pluralnya) adalah Aimmah. Imam dalam
shalat adalah orang yang (berdiri) didepan orang-orang yang shalat dan
mereka mengikutinya dalam gerakan-gerakan shalat.
Imam adalah orang yang diikuti oleh manusia seperti seorang ketua dan
lainnya, (diikuti) secara benar ataupun salah, seperti imam dalam
shalat. Imam adalah orang yang berilmu yang ditauladani. Imam segala
sesuatu adalah orang yang meluruskan dan memperbaikinya [21]).
Yang Keempat : Keutamaan Imamah dalam Shalat
1. Imamah dalam shalat termasuk ke dalam wilayah syar'iyah yang
mempunyai keutamaan, sebagaimana sabda Nabi - Shalallahu 'Alaihi
Wasallam :
"Orang yang menjadi imam untuk suatu kaum adalah orang yang paling bagus bacaan terhadap Kitabullah (Al-Qur'an)" [22]) .
Orang yang paling bagus bacaannya tentulah orang yang paling utama, itu menunjukkankan keutamaan imamah [23]).
2. Seorang imam dalam shalat akan ditauladani dalam kebaikan. Ini
berdasarkan keumumam firman Allah ta'ala ketika menyebutkan tanda-tanda Ibadurrahman (Hamba-hamba Allah), dimana mereka mengatakan dalam do'a mereka :
"Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada
kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa". (QS. Al-Furqan : 74)
Maksudnya jadikan kami sebagai imam yang ditauladani dalam kebaikan.
Ada juga yang mengatakan: jadikan kami sebagai petunjuk bagi mereka,
penyeru mereka kepada kebaikan [24]). Mereka meminta kepada Allah
supaya menjadikan mereka sebagai imam ketaqwaan yang dicontoh oleh
orang-orang yang bertaqawa. Ibnu Zaid mengatakan sebagaimana dikatakan
oleh Allah kepada Nabi Ibrahim : "Sesungguhnya Aku menjadikan kamu sebagai imam untuk manusia" [25]).
Allah memberikan nikmat kepada orang yang dikehendaki-Nya untuk menjadi Imam dalam urusan agama, sebagaimana Allah berfirman:
"Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar dan adalah
mereka meyakini ayat-ayat kami" (QS. Sajadah : 24).
Maksudnya tatkala mereka bersabar menghadapi perintah-perintah Allah
ta'ala dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, mereka bersabar ketika
belajar, mengajar dan berdakwah kepada Allah, dan keimanan mereka sampai
kepada taraf keyakinan – yaitu ilmu yang sempurna yang dibarengi
dengan amal – maka mereka menjadi imam-imam yang menunjuki (manusia)
kepada kebenaran sesuai dengan perintah Allah, mengajak mereka kepada
kebaikan, memerintahkan mereka untuk melaksanakan yang ma'ruf dan
melarang mereka dari kemunkaran [26]) .
3. Do'a Nabi - Shalallahu 'Alaihi Wasallam – untuk para imam supaya
mendapatkan bimbingan, dan do'a untuk orang-orang yang beriman supaya
mendapatkan ampunan, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang akan
datang.
4. Keutamaan Imamah sudah sangat masyhur. Nabi - Shalallahu 'Alaihi
Wasallam – sendiri sudah mempraktekkannya langsung, demikian juga dengan
para Khalifah Rasyidin, dan ini terus dilanjutkan oleh orang-orang
Islam yang terbaik ilmu dan amalnya. Keutamaan yang sangat besar ini
tidak membatasi adanya pahala yang sangat banyak untuk azan, karena azan
merupakan pemberitahuan untuk mengingat Allah ta'ala, apalagi azan itu
mempunyai kesulitan.
Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat tentang azan dan imamah,
manakah yang lebih utama?. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa
Imamah lebih utama berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan. Dan
ada juga yang berpendapat bahwa azan lebih utama, berdasrkan sabda
Rasulullah- Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam- :
" Seorang Imam Dhamin ( Penjamin pelaksanaan shalat) dan Muazzin Mu'taman (
orang yang diberikan amanah dan kepercayaan menjaganya ), Ya Allah
tunjukilah para Imam dan berilah ampunan untuk para muazzin" [27])
Kedudukan amanah di atas kedudukan jaminan dan lebih tinggi darinya,
dan orang yang dido'akan dengan ampunan lebih utama dibandingkan orang
yang hanya sekedar dido'akan supaya diberi petunjuk, ampunan lebih
tinggi dari petunjuk karena ampunan merupakan tujuan akhir dari kebaikan
[28]).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berpendapat bahwa azan lebih utama dibandingkan dengan Imamah [29].
Adapun Imamah Nabi - Shalallahu 'Alaihi Wasallam – dan para
Khulafaurrasyidin - Radiyallahu 'Anhum –, itu adalah sebuah kepastian
bagi mereka karena itu merupakan tugas yang sangat besar, tidak mungkin
disandingkan dengan azan. Oleh karena itu imamah mereka lebih utama
dibandingkan dengan azan karena kondisi mereka yang seperti itu,
meskipun banyak orang yang berpendapat bahwa azan lebih utama [30]).
5. Besarnya keutamaan Imamah dan bahaya bagi orang yang meremehkannya kelihatan jelas dalam hadits berikut ini :
" Dari Abu Hurairah - Radiyallahu 'Anhu – dari Nabi - Shalallahu
'Alaihi Wasallam – beliau bersabda : mereka ( para imam ) shalat untuk
kalian, kalau mereka benar maka pahalanya adalah untuk kalian dan
mereka, dan kalau mereka bersalah maka kamu mendapatkan pahalamu dan
salahnya menjadi tanggung mereka " [31]).
Maksudnya kalau mereka (para imam) benar dalam shalatnya dengan
melengkapi syarat, rukun, wajib dan sunnah-sunnah shalat maka kalian
akan mendapatkan pahala shalat kalian dan mereka mendapatkan pahala
shalat mereka, dan kalau mereka bersalah dalam shalat mereka seperti
kalau mereka shalat padahal mereka berhadats maka kalian akan
mendapatkan pahala shalat kalian sementara mereka akan mendapatkan
iqabnya [32]).
"Dari 'Uqbah bin 'Amir - Radiyallahu 'Anhu – dia berkata : Saya
mendengar Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda:
Siapa saja mengimami orang lain kemudian dia benar dengan waktunya
maka dia dan mereka akan dapat pahala, dan apabila dia menguranginya
(tidak menyempurnakan shalat) maka dia akan menanggung dosanya dan
mereka akan mendapatkan pahala (shalat) mereka" [33])
"Dari Sahal bin Sa'ad - Radiyallahu 'Anhu – dia berkata : Saya
mendengar Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda :
Seorang imam menjadi penjamin ( shalat ), kalau seandainya dia
melaksanakan dengan baik maka dia dan makmum akan mendapatkan pahala,
dan kalau dia merusakknya maka dia akan mendapatkan iqabnya dan mereka
akan mendapatkan pahala mereka" [34]).
Semoga Shalawat dan Salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabanya.
Ditulis oleh Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthany
Sabtu, 12 / 6 / 1427 H
_________________________
[1]) Lihat buku : An-Nihayah fi Gharib al-Hadits karangan Ibnu Atsir : 1/34, dan Buku Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah : 2/53
[2]) Lihat buku Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah : 2/53, Ta'rifaat karangan Al-Jurjani, dan Subulussalam karangan Shan'ani : 2/55
[3]) Lihat buku : Syarah Al-'Umdah karangan Ibnu Taimiyah : 2/95
[4]) Lihat buku : Ar-Raudhu Al-Murbi' ma'a Hasyiyah Ibnu Qasim : 1/428,
dan Asy-Syarhu Al-Mumti' karangan Syekh Ibnu Utsaimin : 2/36
[5]) Lihat buku : Syarhu Al-'Umdah karangan Ibnu Taimiyah : 2/95
[6]) Muttafaqun 'Alaihi, Bukhari : 628 dan Muslim : 674
[7]) Ibnu Hajar mengatakan: terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama
tentang tahun difardhukannya azan, pendapat yang rajih (kuat) adalah
yang mengatakan bahwa itu terjadi pada tahun pertama Hijriyah, meskipun
ada juga yang mengatakan pada tahun kedua hijriyah. Lihat Fathul Bari :
2/78
[8]) Lihat buku : Syarhu Al-'Umdah karangan Ibnu Taimiyah : 2/96 dan Fatawa Ibnu Taimiyah : 22/64
[9]) Syekh Abdul 'Aziz bin Abdullah bin Baz menguatkan pendapat yang
mengatakan bahwa azan wajib bagi laki-laki merdeka ataupun hamba sahaya
meskipun sendiri, ataupun sedang dalam safar ( dalam perjalanan). Saya
mendengarkan pendapat beliau ini ketika beliau menjelaskan Syarah
Ar-Raudhu Al-Murbi' : 1/430, tanggal 30/11/1418 H. Lihat juga buku:
Al-Mukhtaarat Al-Jaliyyah karangan As-Sa'di : 37, dan Fatawa Muhammad
bin Ibrahim : 2/224, Asy-Syarhu Al-Mumti' karangan Syekh Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin : 2/41
[10]) HR. Muslim : 387
[11]) Muttafaqun 'Alaihi, Bukhari : 608 dan Muslim : 389
[12]) Muttafaqun 'Alaihi, Bukhari : 615 dan Muslim : 437
[13]) HR. Bukhari : 609
[14]) HR. An-Nasa'i : 2/13 nomor : 646, Ahmad : 4/284, Almunziri
mengatakan dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib : 1/243: Hadits ini
diriwayatkan oleh Ahmad dan Nasa'i dengan sanad Hasan Jayyid. Hadits ini
juga dishahihkan oleh Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib :
1/99
[15]) HR. Abu Daud : 1/143 nomor : 517, Tirmizi : 1/402. Hadits ini
dishahihkan oleh Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib : 1/100.
Hadits ini dikuatkan oleh hadits oleh 'Aisyah - Radiyallahu 'Anha yang
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dengan Sanad yang Shahih : 1669
[16]) HR. Abu Daud : ?
[17]) HR. Ibnu Majah : 723, Hakim dalam Al-Mustadrak : 1/205 dan dia
mengatakan hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhari, dan pendapat
ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Al-Munziri mengatakan dalam At-Targhib
wa At-Tarhib : 1/111: "Hadits ini sebagaimana dikatakannya (Hakim).
Hadits ini juga dishahihkan oleh Albani dalam kitab Silsilah Hadits
Shahih : 42, dan di Shahih Ibnu Majah : 1/226
[18]) Hasyiyah ar-raudhu al-murbi' karangan Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim : 2/296
[19]) Lihat : Al-Qaamuus al-Fiqhi lughatan wa ishthilaahan karangan Sa'di Abu Habib : 24
[20]) Op.cit : 24
[21]) Lihat : Mu'jam Maqayis al-Lughah karangan Ibnu Faris : 48, Lisan
al-'arab karangan Ibnu Manzhur : 12/25, Mufradat Alfaazh al-Qur'an
karangan Ar-Raghib al-Asbahani : 87, Mu'jam Lughah Al-Fuqahaa' karangan
Prof. Dr. Muhammad Rawwas : 68-69
[22]) HR. Muslim : 673
[23]) Lihat : Asy-Syarhu al-Mumti' karangan Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin : 2/36
[24]) Lihat : Jami'u al-Bayan 'an Takwiili Aayi al-Qur'an karangan Imam
Thabari : 19/319, dan Tafsir Al-Qur'an al-'Azhim karangan Ibnu Katsir :
966
[25]) Lihat : Jami'u al-Bayan 'an Takwiili Aayi al-Qur'an karangan Imam Thabari : 19/319
[26]) Lihat : Jami'u al-Bayan 'an Takwiili Aayi al-Qur'an karangan Imam
Thabari : 20/194, Tafsir Al-Qur'an al-'Azhim karangan Ibnu Katsir :
1019, dan Taisiir Al-Kariim Ar-Rahman karangan As-Sa'di : 604, serta
Fatawa Syaikul Islam Ibnu Taimiyah : 23/340
[27]) Takhrij haditsnya sudah terdahulu
[28]) Lihat Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah : 2/55, Syarah al-'Umdah
karangan Ibnu Taimiyah: 2/136-140, Hasyiyah Abdurrahman al-Qasim 'ala
ar-raudhu al-murbi' : 2/296, dan Asy-Syarhu al-mumti' karangan Ibnu
Utsaimin : 2/36
[29]) Lihat Syarhu al-'Umdah : 2137, Al-Ikhtiyaraat al-fiqhiyah
karangan Ibnu Taimiyah : 56. Syekh Utsaimin menguatkan pendapat ini
dalam Asy-Syarhu al-Mumti' : 2/36
[30]) Al-Ikhtiyaraat al-fiqhiyah karangan Ibnu Taimiyah : 56, Syarhu al-'umdah : 2/139
[31]) HR. Bukhari : 694, Ahmad : 2/355
[32]) Lihat Fathul Bari : 2/187 dan Irsyad as-saari karangan al-qisthlani : 2/341
[33]) HR. Ahmad : 4/154, Ibnu Majah : 983, Abu Daud : 580. Albani
mengatakan dalam shahih Sunan Abi Daud : 1/115 "Hadits ini Hasan
Shahih", dan juga disahihkannya dalam Shahih Sunan Ibnu Majah : 1/293
[34]) HR. Ibnu Majah : 981 dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Ibnu Majah : 1/292
Penyusun : Syekh Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthany
Terjemah : Abu Mushlih MT
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/09/keutamaan-azan-dan-imam.html