An
Nawaqidh adalah jamak dari Naqidh, yang dimaksud adalah pembatal-pembatal,
seperti nawaqidhul wudhu yaitu pembatal-pembatal wudhu. Pembatal-pembatal Islam
dinamakan dengan nawaqidh, juga dinamakan dengan sebab-sebab kemurtadan atau
jenis-jenis kemurtadan. Dan mengetahui pembatal-pembatal Islam tersebut adalah
perkara yang sangat penting bagi setiap muslim dalam rangka menjauhinya dan
berhati-hati darinya, karena apabila seorang muslim tidak mengetahuinya
dikhawatirkan dia akan terjatuh kepada sesuatu darinya dan ini termasuk perkara
yang sangat berbahaya, karena hal tersebut adalah pembatal-pembatal Islam. Oleh
karena itu mengetahui sebab-sebab kemurtadan dari Islam adalah perkara yang
sangat penting sekali.
Murtad
dari Islam maknanya mencabut kembali keislamannya, diambil dari fi’il madhinya
irtadda (dia telah murtad) apabila dia mencabut kembali keislamannya. Allah
ta’ala berfirman:
وَلا تَرْتَدُّوا عَلَى
أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (٢١)
“Dan
janganlah kalian kembali (lari) ke belakang (karena takut kepada musuh) maka
kalian menjadi orang-orang yang merugi.” (Al-Maidah: 21)
Dan
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ
دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٢١٧)
“Dan
barangsiapa yang murtad diantara kalian dari agamanya, lalu dia mati dalam
kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat
dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 217)
Ini
merupakan peringatan keras dari Allah kepada orang-orang yang beriman, (Dan
barangsiapa yang murtad diantara kalian) wahai orang-orang yang beriman (dari
agamanya lalu dia mati dalam kekafiran) dan tidak bertaubat sebelum kematiannya
dan kembali kepada Islam, maka sungguh (sia-sia amalan mereka) yaitu batal
amalan-amalan mereka (di dunia dan di akhirat, mereka itulah penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya.)
Allah
berfirman:
طَاعَةٌ وَقَوْلٌ مَعْرُوفٌ
فَإِذَا عَزَمَ الأمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ (٢١)
“Sesungguhnya
orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu
jelas bagi mereka, syetan telah menjadikan mereka rendah (berbuat dosa) dan
memanjangkan angan-angan mereka.” (Muhammad: 25)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى
الْكَافِرِينَ
“Hai
orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kalian murtad dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
mereka pun mencintai Allah, bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang
beriman, dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir.” (Al-Maidah: 54)
(Dan
barangsiapa yang murtad dari agamanya) yaitu mencabut kembali agamanya, dalam
ayat ini terdapat peringatan yang keras dari kemurtadan dan ancaman atasnya.
Adapun
(dalil-dalil) dari al Hadits:
Maka
sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda:
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ
إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي، والنَّفْسُ بِالنَّفْسِ،
والتَّارِكُ لِدِيْنِهِ –هذا هوالشاهد- المُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
“Tidak
halal darah seorang muslim melainkan dengan salah satu dari tiga perkara: (1)
orang yang telah menikah berzina, (2) jiwa dengan jiwa (qishosh), (3) orang
yang meninggalkan agamanya –ini sisi pendalilannya- memisahkan diri dari al
jama’ah.” (HR Al Bukhari dan Muslim)
Beliau shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ
فَاقْتُلُوهُ
“Barangsiapa
mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah dia.” (HR. Al Bukhari)
Apabila
yang murtad adalah satu kelompok yang memiliki kekuatan maka mereka diperangi,
sebagaimana Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu ‘anhu memerangi orang-orang yang
murtad, sehingga beliau menundukkan mereka kepada Islam dan terbunuhlah
sebagian mereka di atas kemurtadannya dan bertaubatlah sebagian mereka. Maka
dengan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memerangi mereka, hal itu membenarkan
firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى
الْكَافِرِينَ
“Hai
orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kalian murtad dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
mereka pun mencintai Allah, bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang
beriman, dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan
Allah dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” (Al-Maidah:
54)
Para
ulama berkata: “Ayat ini turun mengenai Abu Bakar dan para sahabatnya yang
memerangi orang-orang murtad, karena dalam ayat ini Allah mengabarkan tentang
perkara yang akan datang (barangsiapa yang murtad) ini tentang perkara yang
akan datang (maka kelak Allah mendatangkan) Alah mendatangkan Abu Bakar Ash
Shidiq radhiyallahu ‘anhu dan para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, kemudian mereka memerangi orang-orang murtad.
Namun
apabila yang murtad adalah satu individu, maka dia diambil dan dimintai
taubatnya, jika dia bertaubat diterima taubatnya, jika enggan maka dia dihukum
dibunuh. Orang ini berbeda dengan orang yang asalnya memang kafir, karena orang
yang murtad mengetahui kebenaran dan dia masuk ke dalam agama Allah dengan
pilihan dan ketundukannya, dia juga mengakui bahwa Islam adalah agama yang
benar. Apabila dia murtad maka ini adalah sikap mempermainkan agama dari orang
tersebut, karena dia mengetahui kebenaran dan masuk ke dalamnya, apabila dia
murtad maka dia dihukum dibunuh dalam rangka menjaga akidah, dan ini merupakan
penjagaan terhadap Adh Dhoruriyaatul Khomsi (perkara-perkara penting yang lima)
, yang pertama yaitu agama.
Maka
agama ini tidak boleh ditinggalkan karena bermain-main, bagi orang yang masuk
Islam kemudian murtad, bahkan dia dibunuh sebagai penjagaan terhadap akidah
dari permainan. Ada diantara orang-orang yang murtad dibunuh tanpa dimintai
taubatnya, hal itu disebabkan karena besarnya kemurtadannya, dia dibunuh tanpa
dimintai taubat sebagai penjagaan terhadap agama yang merupakan perkara pertama
dari lima perkara penting yang Islam datang untuk menjaganya.
Mempelajari
pembatal-pembatal ini sangat penting, para ulama menyusun karya-karya yang
berkenaan dengannya, dan mereka menjadikan (pembahasan tentang-ed)
pembatal-pembatal ini pada tempat yang khusus (bagian tersendiri-ed) dalam
kitab-kitab fiqh yaitu (hukum murtad). Di dalam setiap kitab dari kitab-kitab
fiqh mereka membuat satu kitab yang mereka namakan Kitab Hukmil Murtad (kitab
tentang hukum orang yang murtad) atau Bab Hukmil Murtad (bab tentang hukum
orang yang murtad) baik dalam karya-karya yang panjang maupun yang ringkas.
Para
ulama berkata: Orang yang murtad adalah orang yang kafir setelah keislamannya,
bisa jadi karena keyakinan hatinya atau keraguannya dalam perkara agama atau
karena perbuatan, seperti sujud untuk selain Allah, menyembelih untuk selain
Allah atau nadzar untuk selain Allah. Barangsiapa melakukan
(perbuatan-perbuatan) ini berarti dia telah murtad. Atau karena ucapan seperti
berbicara dengan mencela Allah, mencela Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
atau mencela agama Islam.
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ
وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
“Katakanlah:Apakah
dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok, tidak
usah kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir setelah keimanan
kalian.” (At Taubah: 65-66)
Maka
murtad itu bisa terjadi karena ucapan, perbuatan, keyakinan atau karena ragu
terhadap suatu perkara dari agama ini, seperti orang yang ragu tentang wajibnya
sholat, wajibnya zakat atau ragu dalam masalah tauhid, maka dia dikafirkan.
Yang dimaksud dengan ragu adalah berbolak-balik diantara 2 (dua) perkara.
Jenis-jenis
murtad sangatlah banyak, dan Asy Syaikh rahimahullah menyebutkan dalam risalah
ini yang paling penting dan paling besarnya, kalau tidak demikian maka
pembatal-pembatal keislaman itu sangatlah banyak, kalian akan mendapatinya
dalam kitab-kitab Fiqh bab Hukum Murtad. Asy Syaikh Abdullah bin Muhammad
rahimahullah memiliki risalah yang berjudul al Kalimatun Nafi’ah fil
Mukaffirotil Waqi’ah (kalimat-kaliamt yang bermanfaat tentang perkara-perkara
yang dapat mengkafirkan yang terjadi pada realita) dan risalah ini tercetak
dalam Ad Duror As Saniyah dan yang selainnya.
Saat
ini, tatkala kebodohan telah tersebar dan keterasingan agama ini semakin kuat,
sekelompok manusia yang menamakan diri mereka ulama memunculkan diri dan
mengatakan:
“Jangan kalian mengkafirkan manusia, cukup bagi mereka nama Islam,
cukup baginya untuk mengatakan, ”Saya seorang muslim”, walaupun dia berbuat apa
saja, walaupun dia menyembelih untuk selain Allah, walaupun dia mencela Allah
dan Rasul-Nya, walaupun dia berbuat apa saja selama dia masih mengatakan, “Saya
muslim”! Maka jangan engkau kafirkan dia.”
Atas
dasar ini maka akan masuk ke dalam nama Islam kelompok-kelompok sesat seperti
Al-Bathiniyah, Al-Qaramithah, Al-Quburiyun (para penyembah kubur), Ar Rafidhoh
dan Al-Qodyaniyah, serta akan masuk ke dalam nama Islam seluruh kelompok yang
mengaku Islam.
Mereka
mengatakan:
“Janganlah kalian mengkafirkan seorangpun walaupun dia berbuat apa
saja atau berkeyakinan apa saja, janganlah kalian memecah belah kaum muslimin.”
Subhanallah
(Maha Suci Allah)!!! Kami tidak memecah belah kaum muslimin, akan tetapi mereka
itu bukanlah muslimin, karena tatkala mereka melakukan pembatal-pembatal
keislaman berarti mereka telah keluar dari Islam.
Kalimat
“janganlah kalian memecah belah kaum muslimin” adalah kalimat haq
(benar) tapi yang diinginkan dengannya adalah kebatilan, karena para shahabat
radhiyallahu ‘anhum memerangi orang-orang arab yang murtad sepeninggal
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Para shahabat tidak ada yang
mengatakan, “Jangan kalian memecah belah kaum muslimin”, Karena mereka
bukan muslimin lagi selama mereka masih murtad. Dan perkara ini lebih berat
daripada engkau menghukumi orang kafir sebagai muslim, dan akan datang kepada
kalian penjelasan bahwa termasuk kemurtadan adalah barangsiapa yang tidak
mengkafirkan orang kafir atau ragu tentang kekafirannya maka dia kafir seperti
orang kafir tersebut.
Mereka
mengatakan:
“Janganlah kalian mengkafirkan seorangpun walaupun dia berbuat apa
saja selama orang tersebut masih mengucapkan Laa ilaaha illallah. Silahkan
kalian menghadapi orang-orang atheis dan tinggalkanlah orang-orang yang mengaku
Islam.”
Kita
katakan kepada mereka:
“Orang-orang
yang mengaku Islam itu lebih berbahaya dari atheis, karena atheis tidak mengaku
Islam dan tidak menganggap apa yang mereka lakukan adalah Islam. Adapun
orang-orang yang mengaku Islam, mereka telah mengelabui, mereka menyerukan
bahwa kekafiran itu adalah Islam, mereka itu lebih berbahaya daripada atheis,
maka kemurtadan itu lebih berbahaya dari atheis -kita berlindung kepada
Allah-.”
Maka
wajib bagi kita mengetahui sikap yang benar terhadap perkara-perkara ini, kita
membedakannya dan memperjelasnya, karena kita sekarang dalam kesamaran, di sana
ada orang yang mengarang, menulis, mengkritik dan berpidato dan mengatakan:
“Janganlah kalian mengkafirkan muslimin”.
Kita
katakan: “Kami mengkafirkan orang-orang yang keluar dari Islam” adapun muslim
maka tidak boleh mengkafirkannya.
(Dinukil untuk Blog Ulama Sunnah dari 10 Pembatal
Keislaman, karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, penerjemah: Al-Ustadz Abu Hamzah
Abdul Majid, Penerbit Cahaya Ilmu Press, Yogyakarta)
Pembatal Keislaman (1): Syirik dalam Ibadah kepada Allah
Asy Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab berkata “Pembatal keislaman yang pertama: syirik dalam beribadah kepada Allah”
Penjelasan:
Perkara terbesar yang menjadikan seseorang murtad adalah syirik dalam beribadah kepada Allah yaitu dia beribadah kepada Allah juga beribadah kepada selain-Nya. Seperti menyembelih untuk selain Allah, nadzar untuk selain Allah, sujud kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada selain Allah dalam perkara yang tidak mampu melaksanakannya melainkan hanya Allah. Ini adalah sebesar-besar jenis kemurtadan.
Allah
telah berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
“Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan baginya surga dan tempatnya ialah neraka”. (Al-Maidah 72)
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An Nisaa: 48)
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا
“Barang
siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah maka sesungguhnya ia telah
tersesat sejauh-jauhnya”.(An Nisaa: 116)
Maka
kesyirikan adalah jenis kemurtadan yang paling berbahaya, yaitu seseorang
beribadah kepada selain Allah dengan salah satu dari macam-macam ibadah,
seperti doa, menyembelih, nadzar, istighotsah (minta diselamatkan dari perkara
yang sulit dan membinasakan), isti’anah (memohon pertolongan) dalam perkara
yang tidak mampu untuk melaksakannya melainkan hanya Allah subhanahu wata’ala,
berdoa kepada mayit, istighotsah kepada kuburan, meminta pertolongan kepada
orang yang telah mati. Ini adalah jenis kemurtadan yang paling berbahaya dan
paling besar, mayoritas orang yang mengaku Islam telah terjatuh padanya,
mereka membangun kuburan dan thowaf padanya, menyembelih untuknya, bernadzar
dan mendekatkan diri padanya. Mereka mengatakan bahwa hal ini dalam rangka
mendekatkan diri mereka kepada Allah, mereka mendekatkan diri padanya dengan
anggapan bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah.
Kenapa
mereka tidak mendekatkan diri kepada Allah secara langsung dan
meninggalkan tempat-tempat yang menyesatkan ini? Hendaknya mereka mendekatkan
diri kepada Allah (secara langsung) karena sesungguhnya Allah itu maha dekat
dan memenuhi permintaan. kenapa kalian mendekatkan kepada makhluk kemudian
kalian mengatakan: “para makhluk itu mendekatkan diri kami kepada Allah”.
Apakah Allah itu jauh?!
Apakah
Allah telah menutup pintu-pintu-Nya?! Apakah Allah tidak mengetahui dan tidak
mendengar makhluk-Nya?! tidak melihat apa yang mereka kerjakan?! (Ketahuilah)
Allah yang Maha Mulia dan Maha Tinggi adalah dekat dan memenuhi permintaan.
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا
دَعَانِ
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku”. (Al-Baqarah: 186)
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan
Rabbmu berfirman: “Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya akan kuperkenankan bagi
kalian”. (Ghofir: 60)
Sesungguhnya
Allah adalah dekat dan memenuhi permintaan, kenapa kalian pergi dan berdoa
kepada selain Allah?! Kemudian kalian mengatakan: hal ini bisa mendekatkan diri
kami kepada Allah (hal ini seperti ucapan orang-orang musyrik yang dikisahkan
Allah)
مَا
نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Kami
tidak beribadah kepada mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada
Allah dengan sedekat-dekatnya”. (Az Zumar: 3)
Yakni
seolah-olah kamu menganggap bahwa Allah tidak mengilmui dan mengetahui,
demikianlah syetan dari kalangan jin dan manusia menghias-hiasi untuk mereka
dalam keadaan mereka mengaku Islam, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
hak melainkan hanya Allah, mereka sholat dan puasa akan tetapi mereka
mencampuri amalan-amalan mereka dengan syirik besar maka mereka keluar dari
agama islam dalam keadaan mereka sholat, puasa dan haji, orang yang melihat
mereka menyangka bahwa mereka muslimin.
Maka
sudah sepantasnya mengetahui hal ini, bahwa syirik kepada Allah adalah dosa
yang paling berbahaya dan paling besar. Bersamaan dengan bahayanya dan jeleknya
syirik ini ternyata banyak dari orang-orang yang mengaku Islam telah terjatuh
padanya, mereka tidak menamainya sebagai perbuatan syirik akan tetapi mereka
menamainya sebagai tawasul atau meminta syafaat, atau mereka menamainya dengan
nama-nama selain syirik, akan tetapi nama-nama itu tidak bisa merubah hakekat sesuatu,
kalau perbuatan tersebut adalah syirik tetap kita katakan syirik (walaupun
mereka menamainya dengan nama selain syirik).
Ini
(syirik) adalah jenis kemurtadan yang paling berbahaya dan paling banyak
terjadi padahal syirik ini jelas di dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam. Seruan dan peringatan serta ancaman dari perbuatan
syirik sangat jelas sekali, tidaklah lewat satu surat di dalam Al-Qur’an
melainkan memperingatkan dari perbuatan syirik, bersamaan dengan ini mereka
membaca Al-Qur’an, akan tetapi tidak menjauhi perbuatan syirik.
Mungkin
akan datang seseorang dan mengatakan: “Mereka adalah orang-orang bodoh,
mereka mendapatkan udzur dengan kebodohan mereka tersebut.”
Maka
kita katakan:
Sampai
kapan dia akan bodoh? Sedangkan Al-Qur’an dibacakan, mereka menghafal Al-Qur’an
dan membacanya, sungguh telah tegak hujjah atas mereka dengan sampainya
Al-Qur’an kepada mereka.
وَأُوحِيَ
إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لأنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ أَئِنَّكُمْ
“Dan
Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku agar supaya dengannya aku memberi peringatan
kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an kepada (mereka).”
(Al-An’am: 19)
Setiap
orang yang telah sampai Al-Qur’an kepadanya, maka sungguh telah tegak hujjah
atasnya dan tidak ada udzur baginya.
Asy
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab berkata, “Allah berfirman:
إِنَّ
اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An Nisaa’: 116)
Penjelasan:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An Nisaa’: 116)
Penjelasan:
إِنَّ
اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik.” (An Nisaa’: 48)
Ayat
ini menunjukkan bahwa syirik adalah dosa yang paling besar, dimana Allah tidak
akan mengampuni pelakunya, melainkan apabila dia mau bertaubat darinya.
وَيَغْفِرُ
مَا دُونَ ذَلِكَ
“dan
Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu.” (An Nisaa’: 48)
Dosa
selain dari syirik seperti zina, minum khamr, mencuri, makan riba, ini semua
selain dari syirik, dosa-dosa ini di bawah kehendak Allah, pelakunya adalah
pelaku dosa besar dan mereka adalah orang-orang fasik, akan tetapi mereka tidak
terjatuh dalam perbuatan syirik hanya saja mereka terjatuh dalam dosa-dosa
besar dan hal ini mengurangi keimanan mereka dan mereka dihukumi dengan
kefasikan. Seandainya mereka mati dan belum bertaubat maka mereka di bawah kehendak
Allah. Jika Allah berkehendak maka Allah akan mengampuni mereka dengan tauhid
yang ada pada mereka dan jika berkehendak maka Allah akan mengadzabnya
disebabkan dosa-dosa mereka, kemudian tempat kembali mereka adalah jannah
(surga) disebabkan tauhid yang ada pada mereka. Ini adalah tempat kembali para
pelaku dosa besar selain syirik.
Dan
firman-Nya: “Dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik.”
Ini
menunjukkan bahwa seluruh dosa adalah di bawah syirik, sedangkan syirik adalah
dosa yang paling besar dan paling berbahaya, maka hal ini menunjukkan tentang
bahayanya syirik dan syirik adalah dosa yang paling besar.
Asy
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab berkata, Allah berfirman:
إِنَّهُ
مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ
النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah. Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya jannah dan tempat kembalinya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72)
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah. Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya jannah dan tempat kembalinya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72)
Penjelasan:
Ini adalah akibat di akhirat, yaitu diharamkan atasnya jannah, yakni dia terhalang untuk masuk jannah selama-lamanya, tidak ada baginya sesuatu yang diinginkan di dalamnya. Kemana dia akan pergi? Apabila dia tidak termasuk penduduk jannah, kemana dia akan pergi? Apakah dia akan menjadi sesuatu yang tidak ada?! Tidak! Tempat kembalinya adalah neraka yang dia kekal di dalamnya.
وَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Tidaklah
ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72)
Yang
dimaksud orang-orang zhalim adalah orang-orang musyrik. Karena syirik adalah
kezhaliman, bahkan dia merupakan kezhaliman yang paling besar.
“Tidak
ada bagi mereka (penolong)”
yaitu
tidak ada seorangpun yang mampu mengeluarkan mereka dari neraka atau memberi
syafa’at untuk mereka di sisi Allah, sebagaimana pelaku dosa besar diberi
syafa’at dan mereka bisa keluar dari neraka dengan syafa’at. Adapun orang-orang
musyrik (maka) tidaklah bermanfaat bagi mereka syafa’at orang-orang yang
memberi syafa’at.
“Dan
tidak ada bagi orang-orang yang zhalim” yaitu orang-orang musyrik
مَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلا شَفِيعٍ يُطَاعُ
“Dan
bagi orang-orang zhalim itu tak ada teman setia seorangpun dan tidak (pula)
mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya” (Al-Mukmin:18)
Seorang
musyrik tidaklah diterima syafa’at padanya –kita berlindung kepada Allah-
وَمَأْوَاهُ
النَّارُ
“dan
tempatnya adalah neraka” tempatnya yaitu tempat tinggalnya dan itulah
sejelek-jelek tempat tinggal, tidak ada tempat tinggal baginya selain neraka
selama-lamanya.
Maka
dosa yang demikian bahayanya dan sangat jelek akibatnya, apakah boleh pura-pura
bodoh dan tidak mengetahuinya serta tidak memperingatkan darinya?! dan
dikatakan: “biarkanlah manusia, biarkan para
penyembah kubur, para penyembah kubah-kubah, biarkan orang-orang yang ada
perkara-perkara kemurtadan padanya selama dia masih mengaku Islam, maka dia
seorang muslim dan hadapilah orang-orang Atheis.”
Maka
kita katakan:
Mereka
(orang-orang musyrik) lebih besar dan lebih berbahaya daripada orang-orang
Atheis.
Asy
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab berkata “Dan termasuk dari perbuatan syirik
adalah menyembelih untuk selain Allah, seperti menyembelih untuk jin dan
kubur”
Penjelasan:
Penjelasan:
Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menyebutkan contoh ini karena ini banyak terjadi dan manusia bermudah-mudahan padanya, mereka menyembelih untuk selain Allah, mereka menyembelih untuk jin dalam rangka menjaga diri dari kejelekan mereka, juga dalam rangka berobat dan penyembuhan.
Kebanyakan
manusia bermudah-mudahan dalam masalah ini dan ini banyak terjadi, padahal ini
adalah syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agamanya dan ini bukan
perkara yang mudah. Syetan akan berkata kepadanya: “Sembelihlah seekor anak
domba, sembelihlah seekor ayam”, ini adalah (perkara yang) mudah, tetapi dia
tidak melihat kepada syirik. Maka orang-orang yang menyembelih seekor lalat
(untuk selain Allah) masuk neraka, yang dilihat bukanlah yang disembelih,
tetapi yang dilihat adalah akidah (keyakinan)nya, yang dilihat adalah niat
dalam hati dan tidak memperhatikan perkara syirik. Yang dilihat bukanlah nilai
sesuatu yang disembelih, karena yang menyembelih seekor lalat (untuk selain
Allah) masuk neraka.
Manusia
bermudah-mudahan dalam hal ini, hanya sekedar ingin ditunaikan kebutuhannya
atau agar syetan memberitahunya sesuatu yang tersembunyi atau memberitahu
tentang harta yang hilang atau yang selainnya dari perkara-perkara yang manusia
bertanya kepada jin tentangnya. Maka dia keluar dari agamanya –kita berlindung
kepada Allah- dia murtad dalam perkara yang dia anggap mudah, padahal
perkaranya sangat berbahaya.
Pembatal Keislaman (2):
Menjadikan Perantara antara dia dan Allah dalam Peribadahan
Barangsiapa menjadikan antara dia dengan Allah perantara-perantara di mana dia berdoa, meminta dan bertawakal kepada mereka, maka dia telah kafir secara ijma’.
Penjelasan:
Ini
adalah salah satu dari jenis pembatal yang pertama, yaitu orang yang menjadikan
antara dia dengan Allah ada perantara-perantara, akan tetapi Asy Syaikh
rahimahullah memisahkannya dan menjadikannya sebagai pembatal keislaman yang
tersendiri disebabkan banyak tejadinya perbuatan ini. Hal ini terjadi pada
orang-orang yang mengaku Islam dan ini banyak terjadi pada para penyembah
kubur; mereka mendekatkan diri kepada wali agar memberi syafa’at untuk mereka
di sisi Allah atau agar menyampaikan kebutuhan-kebutuhan mereka kepada Allah
–dengan persangkaan mereka- menjadikan perantara-perantara dari selain Allah
subhanahu wata’ala, menyembelih untuk mereka, nadzar untuk mereka dan
istighotsah dengan mereka.
Dan
dia mengatakan: “Ini bukanlah syirik, ini hanyalah
perantara, mencari perantara dan syafa’at yang bisa menyampaikanku kepada
Allah. Ini adalah orang sholih yang punya kedudukan di sisi Allah, maka aku
mendekatkan diri kepadanya agar dia mendekatkan diriku kepada Allah.”
Ini adalah hujjahnya dan itu merupakan hujjah orang-orang musyrik yang
terdahulu:
مَا
نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak
beribadah kepada mereka, melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya.” (Az Zumar: 3)
Mereka
mengatakan: kami tidak menjadikan mereka sebagai tandingan bagi Allah, akan
tetapi kami menjadikan mereka sebagai perantara yang mendekatkan diri kami
(kepada Allah), padahal Allah telah menamainya sebagai syirik (Allah
berfirman):
وَيَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ
شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لا يَعْلَمُ فِي
السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan
mereka beribadah kepada selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
kemadharatan kepada mereka dan tidak (pula) mendatangkan kemanfaatan, dan
mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kami di sisi Allah.”
Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahuinya baik
di langit dan di bumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
mempersekutukan (itu).” (Yunus: 18)
Allah
telah menamainya sebagai perbuatan syirik sedangkan mereka menamainya meminta
syafa’at. Ini adalah realita yang terjadi, bahwasanya kebanyakan orang yang
mengaku Islam dan apa yang mereka lakukan terhadap kuburan-kuburan sekarang,
mereka menjadikannya sebagai perantara antara mereka dengan Allah.
Masalah
ini tersamar atas kebanyakan orang, bahkan para penuntut ilmu dan di sana ada
para ulama yang membela mereka dan mengatakan: “perkara
ini bukanlah syirik, yang dimaksud syirik adalah beribadah kepada berhala dan
mereka ini tidaklah beribadah kepada berhala.”
Ya Subhanallah, beribadah kepada berhala adalah
salah satu jenis dari jenis-jenis perbuatan syirik. Yang dinamakan syirik
adalah beribadah kepada selain Allah sama, saja apakah yang diibadahi berupa
berhala, pohon, batu, kuburan, wali, malaikat ataupun orang-orang sholih, ini
semua adalah syirik dan tidaklah yang dimaksud syirik itu hanya beribadah
kepada berhala saja.
Pembatal Keislaman (3): Tidak Mengkafirkan Orang Kafir
Pembatal Ketiga:
Barangsiapa
tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu tentang kekafiran mereka atau
membenarkan madzhab mereka, maka dia telah kafir.
Penjelasan:
Masalah
ini sangat berbahaya, banyak dari orang-orang yang menisbatkan diri kepada
Islam terjatuh padanya (barangsiapa tidak mengkafirkan orang-orang musyrik)
seperti mengatakan: “Saya, alhamdulillah tidak ada
kesyirikan pada diri saya dan saya tidak berbuat syirik kepada Allah. Akan
tetapi manusia (yang berbuat syirik) aku tidak mengkafirkan mereka.”
Kita
katakan kepadanya:
Kamu
tidak tahu agama ini, wajib bagimu untuk mengkafirkan orang yang telah Allah
kafirkan dan yang telah berbuat syirik kepada Allah, wajib bagimu untuk
berlepas diri darinya sebagaimana Nabi Ibrahim telah berlepas diri dari
bapaknya dan kaumnya, beliau berkata (seabagaimana dalam ayat berikut ini):
وَإِذْ
قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ *
إِلا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ
“Sesungguhnya
aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, tetapi (aku beribadah kepada)
Dzat yang telah menciptakanku, karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah
kepadaku.” (Az Zukhruf: 26-27)
(atau
membenarkan madzhab mereka) ini lebih berbahaya, apabila dia membenarkan
madzhab mereka atau mengatakan terhadap apa yang mereka perbuat: perlu dilihat
dulu, ini kan hanya menjadikan perantara-perantara. Atau dia mengatakan:
“Mereka adalah orang-orang bodoh, mereka terjatuh dalam perkara ini karena
kebodohan mereka,” dan dia membela mereka. Maka orang seperti ini kekafirannya
lebih dahsyat dibandingkan orang-orang yang melakukan perbuatan syirik
tersebut, karena dia membenarkan kekufuran dan kesyirikan atau ragu tentangnya.
Kita
katakan kepada mereka:
Keadaanmu
sebagai seorang muslim dan pengikut Rasul shallallahu alaihi wasallam,
sedangkan Rasul shallallahu alaihi wasallam datang dengan mengkafirkan kaum
musyrikin dan memerangi mereka serta menghalalkan harta dan darah mereka,
beliau bersabda:
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ ليَقُولُوا: لاإله إِلاَّ الله
“Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia agar mereka mengucapkan laa ilaaha
ilallah.”
بُعِثْتُ
بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدُ الله
“Aku
diutus sampai hanya Allah saja yang diibadahi.”
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ
“Dan
perangilah mereka sampai tidak terjadi fitnah.” (Al-Anfal: 39)
Yang
dimaksud fitnah dalam ayat ini adalah syirik.
وَيَكُونَ
الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
“Dan sampai agama ini seluruhnya untuk Allah.”
(Al-Anfal: 39)
Pembatal
Keislaman (4): Berhukum dengan selain Hukum Allah
Pembatal Keempat:
Barangsiapa
meyakini bahwa selain petunjuk Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah lebih
sempurna dari petunjuk beliau, atau hukum selain hukum beliau lebih baik
dari hukum beliau, seperti orang yang lebih mengutamakan hukum para thaghut
atas hukum beliau, maka dia telah kafir.
Penjelasan:
Penjelasan:
Termasuk
dari jenis-jenis kemurtadan adalah berhukum dengan selain hukum yang telah
Allah turunkan, apabila dia meyakini bahwa ini adalah perkara yang
diperbolehkan, boleh berhukum dengan syari’at ini dan boleh berhukum dengan
undang-undang (buatan manusia). Dan mengatakan: “Tujuannya
adalah melepaskan dari perselisihan-perselisihan dan hal ini bisa dicapai
dengan undang-undang buatan manusia dan bisa pula dengan syari’at ini, maka
perkaranya sama saja.”
Kita
katakan:
Subhanallah,
engkau menjadikan hukum thaghut sama seperti hukum Allah!! Berhukum dengan
syari’at Allah adalah merupakan ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala,
tidaklah tujuannya hanya sekedar melepaskan dari perselisihan, tujuan darinya
adalah beribadah dengan berhukum kepada syari’at Allah. Berhukum dengan selain
syari’at Allah adalah syirik, syirik dalam ketaatan dan syirik dalam berhukum:
أَمْ
لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah
mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama
yang tidak diizinkan Allah?” (Asy Syura: 21)
وَإِنْ
أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
“Dan
jika kalian mentaati mereka, sesungguhnya kalian tentulah menjadi orang-orang
yang musyrik.” (Al-An’am: 121)
اتَّخَذُوا
أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ
مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ
سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka
menjadikan orang-orang alim#( dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain
Allah dan (mereka juga menjadikan rabb) Al-Masih bin Maryam, padahal mereka
tidak diperintah melainkan agar beribadah kepada sesembahan yang satu. Tidak
ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang
mereka persekutukan.” (At Taubah: 31)
Maka
Allah telah menamai yang menyamakan antara hukum Allah dengan hukum thaghut
sebagai syirik. Yang dimaksud thaghut adalah seluruh hukum selain hukum
Allah, sama saja apakah berupa undang-undang Perancis atau Inggris ataupun
kebiasaan kabilah-kabilah, semua ini adalah thaghut, demikian pula berhukum
kepada para dukun.
Adapun
orang yang menyatakan bahwa keduanya adalah sama, maka dia telah kafir. Dan
yang lebih berat kekafirannya dari orang tersebut adalah yang mengatakan:
“Sesungguhnya berhukum dengan hukum selain Allah adalah lebih baik
daripada berhukum dengan hukum Allah.” Orang seperti
ini lebih dahsyat kekafirannya.
Dan
yang mengatakan:
“Manusia pada hari ini tidak ada yang bisa membuat baik mereka
melainkan peraturan-peraturan ini, adapun syari’at ini tidak bisa memperbaiki
mereka, syari’at ini tidak cocok dengan zaman ini, tidak sesuai dengan saat
ini, tidak ada yang bisa memperbaiki melainkan berhukum dengan undang-undang
tersebut dan perjalanan dunia ini … pengadilan-pengadilan kita seperti
pengadilan-pengadilan dunia, ini lebih baik dari hukum Allah.”
Maka
orang ini lebih berat kekafirannya dari orang yang mengatakan:
“Sesungguhnya
hukum Allah dan hukum selain-Nya sama.”
Namun
apabila dia berhukum dengan selain hukum Allah karena hawa nafsunya atau
kebodohan tentang apa yang Allah turunkan, dalam keadaan dia meyakini bahwa
hukum Allah adalah adalah benar dan berhukum dengan hukum Allah itulah yang
wajib, maka orang ini telah melakukan dosa besar dan itu adalah kufur di bawah
kekafiran (yaitu kekafiran yang tidak sampai keluar (murtad) dari agama
ini-ed).
Pembatal Keislaman (5):
Membenci Ajaran Rasul walaupun Mengamalkannya
Pembatal
kelima:
Barangsiapa
membenci sesuatu yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam walaupun
dia mengamalkannya, maka dia telah kafir.
Penjelasan:
Penjelasan:
Yang kelima dari pembatal-pembatal keislaman adalah barangsiapa membenci sesuatu dari apa yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka membenci apa yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah kemurtadan, walaupun dia melakukannya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Yang
demikian karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah
(Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan amalan-amalan mereka.” (Muhammad: 9)
Yang
dimaksud dengan tidak suka (الكراهة ) adalah membenci (البغض), ini adalah
kemurtadan, walaupun dia mengamalkannya, maka sungguh dia telah kafir.
Kebenciannya di dalam hati adalah kekafiran walaupun secara dhohir dia
mengamalkannya.
ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Yang
demikian karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah
(Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan amalan-amalan mereka.” (Muhammad: 9)
Pembatal Keislaman (6):
Mengolok-olok Perkara Agama
Pembatal keenam:
Barangsiapa
memperolok-olok (mengejek) sesuatu dari agama Rasul shallallahu alaihi wasallam
(Islam) atau mengejek pahala Allah atau siksa-Nya, maka dia telah kafir.
Penjelasan:
Yang
keenam dari jenis-jenis kemurtadan adalah memperolok-olok terhadap yang telah
Allah turunkan atau menghina sesuatu yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam meskipun hal itu termasuk perkara-perkara yang disunnahkan dan
dianjurkan seperti bersiwak, memotong kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong
kuku, Apabila seseorang memperolok-oloknya, maka dia menjadi kafir. Dalil yang
menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah subhanahu wata’ala:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan
jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) tentulah
mereka akan menjawab: ”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main
saja.” Katakanlah: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian
berolok-olok? Tidak usah kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir
sesudah beriman.” (At Taubah: 65-66)
Maka
orang yang memperolok-olok sedikit saja dari perkara yang dibawa oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam baik perkara tersebut perkara yang
fardhu ataupun sunnah, maka sungguh dia telah menjadi murtad dari agama Islam.
Lalu
apa pendapat kalian terhadap orang yang mengatakan: “Membiarkan jenggot,
merapikan kumis, mencabut bulu ketiak dan mencuci jari-jari, ini semua adalah
kulit luar saja.” Ini adalah pengolok-olokan terhadap agama Allah.
Apabila
mereka mengucapkan hal ini, walaupun mereka mengamalkannya maka sungguh mereka
telah murtad dari agama ini, karena ini adalah sikap meremehkan terhadap apa
yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka yang wajib bagi
kita adalah mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan
memuliakannya, sampaipun apabila seorang manusia terjatuh dalam suatu perkara
yang menyelisihi agama ini karena hawa nafsunya, maka seharusnya dia tetap
menghormati sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan memuliakan sunnah
serta memuliakan hadits-hadits dan tidak mengatakan “ini hanya kulit luar
saja.”
Dan
dalilnya firman Allah:
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ
وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا تَعْتَذِرُوا قَدْ
كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) tentulah mereka akan menjawab: ”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok? Tidak usah kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir sesudah beriman.” (At Taubah: 65-66)
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) tentulah mereka akan menjawab: ”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok? Tidak usah kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir sesudah beriman.” (At Taubah: 65-66)
Penjelasan:
Sebab
turun ayat ini, bahwasanya ada sekelompok manusia yang dahulu bersama
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam perang Tabuk dan mereka adalah
muslimin, kemudian dalam suatu majelis mereka mengatakan: “Kita tidak pernah
melihat seperti para qurro’ (pembaca-pembaca) kita ini yang paling dusta
lisannya, paling buncit perutnya (paling rakus dalam makan), paling penakut
ketika bertemu musuh”, mereka memaksudkan dengan ucapannya itu adalah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya. Dan bersama mereka
ada seorang pemuda dari kalangan sahabat, maka dia marah dengan ucapan mereka
ini, kemudian dia pergi dan menyampaikan apa yang diucapkan kaum tersebut
kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan dia mendapati wahyu telah
turun mendahuluinya.
Maka
datanglah kaum tersebut kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk
meminta maaf tatkala mereka mengetahui bahwa Rasullah shallallahu alaihi
wasallam telah mengetahui apa yang terjadi pada majelis mereka. Dan berdirilah
salah seorang dari mereka dan bergantungan di tali pelana onta Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam dalam keadaan beliau mengendarainya, orang tersebut
mengatakan: “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami hanya berbincang-bincang untuk
menghilangkan keletihan dalam perjalanan, kami tidak memaksudkan untuk
memperolok-olok, kami hanya bersenda gurau,” dalam keadaan Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam tidak menoleh sedikitpun kepadanya dan beliau hanya
membacakan atasnya ayat ini:
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ
وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ* لا تَعْتَذِرُوا قَدْ
كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan
jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) tentulah
merela akan menjawab: ”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main
saja.” Katakanlah: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian
berolok-olok? Tidak usah kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir
sesudah beriman.” (At Taubah: 65-66)
Perhatikanlah
firman Allah subhanahu wata’ala:
قَدْ
كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“sungguh
kalian telah kafir sesudah beriman.”
Ini
menunjukkan bahwasanya sebelum ucapan ini mereka adalah orang-orang yang
beriman, maka tatkala mereka mengucapkannya mereka menjadi murtad dari Islam.
Padahal mereka mengatakan: “Ini hanya senda gurau” karena perkara-perkara agama
ini tidak boleh dibuat senda gurau dan main-main. Sungguh Allah telah
mengkafirkan mereka setelah keimanan mereka. Kita memohon keselamatan kepada
Allah.
Hal
ini merupakan dalil bahwa barangsiapa mencela Allah, Rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya
atau sedikit saja dari Al-Qur’an atau Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, maka dia telah murtad dari Islam walaupun hanya senda gurau, lalu
dimana orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya
dia tidak murtad melainkan apabila dia telah meniatkan dari hatinya? Seandainya
ada orang yang mencela Allah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atau
Al-Qur’an, kita tidak boleh menghukuminya kecuali apabila dia meyakininya, kita
tidak menghukuminya hanya semata-mata dengan ucapannya, lafadznya atau
perbuatannya.”
Dari
mana mereka mendatangkan ucapan semacam ini dan kertentuan ini?! Padahal Allah
telah menghukumi mereka murtad sedangkan mereka mengatakan: “kami hanya
bersenda gurau dan bermain-main” mereka orang-orang yang beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya serta bertauhid, akan tetapi tatkala mereka mengucapkan perkataan
seperti ini Allah subhanahu wata’ala berfirman:
قَدْ
كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Sungguh
kalian telah kafir sesudah beriman.” Dan Allah tidaklah berfirman: “jika kalian
meyakini hal ini”, kita memohon keselamatan kepada Allah. Maka yang wajib
adalah kita mendudukkan perkara-perkara pada tempatnya dan tidak boleh
memasukkan padanya tambahan-tambahan atau pengurangan atau ketentuan-ketentuan
dari diri kita sendiri.
Allah
tidak bertanya tentang keyakinan mereka dan tidak menyebutkan bahwa mereka
meyakininya, tetapi Allah menghukumi mereka dengan kemurtadan setelah keimanan
mereka,
قَدْ
كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Sungguh
kalian telah kafir sesudah iman.”
Allah
sebutkan kekafiran mereka akibat dari ucapan mereka dan pengolok-olokan mereka
dan Allah tidak mengaitkannya dengan ketentuan-ketentuan ini (harus atas dasar
keyakinan mereka). Seorang manusia apabila mengucapkan kalimat kekafiran dalam
keadaan dia tidak dipaksa maka dihukumi murtad, adapun apabila dia dalam
keadaan dipaksa maka tidak murtad.
Pembatal Keislaman (7): Sihir
Pembatal
ketujuh:
Sihir,
dan termasuk dari sihir adalah ash shorf (memalingkan seseorang dari perkara
yang disukainya) dan al athfu (menjadikan seseorang mencintai apa yang tidak
disukai), barang siapa melakukannya atau meridhoinya, maka dia telah kafir.
Dalilnya firman Allah subhanahu wata’ala:
وَمَا
يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ
“Sedang
keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:
“Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu) sebab itu janganlah kamu kafir.”
(Al-Baqarah: 102)
Penjelasan:
Jenis
ketujuh dari jenis-jenis kemurtadan adalah sihir. Sihir adalah suatu perbuatan
yang dilakukan oleh tukang sihir, dan sihir itu ada 2 (dua) jenis:
1.
Sihir hakiki (secara hakikatnya)
2.
Sihir takhyili (pengkhayalan).
Jenis
yang pertama: sihir hakiki adalah
ungkapan tentang buhu-buhul yang ditiup padanya oleh tukang sihir dan bacaan
serta ucapan yang dijapu-japu (bacaan dan ucapan yang tidak jelas) dan tukang
sihir tersebut minta bantuan syetan-syetan dalam ucapan mereka ini, juga
jimat-jimat yang mereka menggantungkannya serta tulisan-tulisan dan
mantera-mantera yang mereka menulisnya dengan nama-nama syetan. Ini adalah
sihir hakiki, sihir ini bisa berpengaruh buruk kepada yang disihir, bisa jadi
dengan membunuhnya atau menyakitinya serta mengacaukan ingatannya.
Jenis
kedua: sihir takhyili yaitu dengan
cara melakukan perbuatan-perbuatan yang dikhayalkan kepada manusia bahwa
perkara tersebut adalah benar padahal tidak benar. Seperti dia mengkhayalkan
kepada manusia bahwa dia berubah menjadi hewan atau membunuh seseorang kemudian
menghidupkannya, memotong kepala mereka kemudian mengembalikannya, menarik
mobil dengan rambut atau giginya, dia dilindas mobil dan tidak membahayakannya,
dia masuk ke dalam api atau makan api, menikam dirinya dengan besi atau menusuk
matanya dengan besi panas atau dia makan kaca. Semuanya ini adalah termasuk
jenis sulapan yang tidak ada hakekatnya, seperti sihirnya para tukang sihir
Fir’aun.
Allah
subhanahu wata’ala berfirman:
يُخَيَّلُ
إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى
“Dikhayalkan
kepadanya (Musa) seakan-akan tali-tali itu merayap dengan cepat, lantaran sihir
mereka.” (Thoha: 66)
Allah
subhanahu wata’ala juga berfirman:
سَحَرُوا
أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ
“Mereka
menyulap (menyihir) mata-mata manusia dan menjadikan orang banyak itu takut.”
(Al-A’raf: 116)
Ini
adalah sihir takhyili dan ini mereka namakan dengan al qumroh (warna putih yang
ada kekeruhan) yang diperbuat oleh tukang sihir terhadap mata-mata manusia,
kemudian apabila telah habis al qumroh, maka perkara-perkara itu akan kembali
pada hakekat yang sebenarnya. Perbuatan sihir ini adalah kufur, dalilnya firman
Allah subhanahu wata’ala:
وَلَكِنَّ
الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا
“Akan
tetapi syetan-syetan itulah yang kafir (mengerjakan sihir), mereka mengajarkan
sihir kepada manusia.” (Al-Baqarah: 102)
Mempelajari
sihir dan mengajarkannya adalah kufur kepada Allah dan termasuk jenis
kemurtadan, maka tukang sihir adalah murtad, apabila dia seorang mukmin
kemudian berbuat sihir sungguh dia telah murtad dari agama Islam dan dia
dibunuh tanpa dimintai taubat terlebih dahulu menurut sebagian ulama, karena
walaupun dia telah bertaubat secara dhohir dia tetap menipu manusia dan tidak
akan hilang ilmu sihir dari hatinya walaupun dia telah bertaubat. Dalilnya
firman Allah subhanahu wata’ala:
وَمَارُوتَ
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا
تَكْفُرْ
“Sedang
keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:
“Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu) sebab itu janganlah kamu kafir.”
(Al-Baqarah: 102)
Allah
subhanahu wata’ala menurunkan dua malaikat dari langit yang mengajarkan sihir
sebagai cobaan dan ujian bagi manusia, apabila ada yang datang kepada keduanya
untuk belajar sihir, mereka berdua menasehatinya dan berkata kepadanya:
“Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu) sebab itu janganlah kamu kafir.” Yakni
janganlah kamu mempelajari sihir. Maka hal ini menunjukkan bahwa mempelajari
sihir adalah kafir.
Pembatal Keislaman (8):
Membantu dan menolong kaum kafir untuk memusuhi muslimin
Pembatal
Kedelapan: Membantu dan menolong kaum kafir untuk memusuhi muslimin
Penjelasan:
Yang
kedelapan dari jenis-jenis kemurtadan adalah mudhoharoh (membantu) kaum
musyrikin untuk memusuhi muslimin yakni menolong mereka. Al-Mudhoharoh
maknanya al Mu’awanah (menolong) yaitu dengan menolong orang-orang kafir
untuk memerangi muslimin dan menyakiti mereka.
Demikian
pula orang yang mencintai orang-orang kafir, sungguh dia menjadi kafir karena
ini merupakan bentuk loyalitas.
وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
diantara kalian berwala’ (loyal) kepada mereka maka sesugguhnya orang itu
termasuk golongan mereka.” (Al-Maidah: 51)
Berloyalitas
kepada mereka dengan saling menolong dan membantu atau dengan kecintaan maka
sungguh dia menjadi kafir, karena dia mencintai kekafiran dan mencintai
orang-orang kafir, dengan demikian dia menjadi kafir. Apabila dia mencintai
mereka maknanya dia tidak mengingkari kekafiran dan barangsiapa yang
tidak mengingkari kekafiran maka dia kafir.
Dan
dalilnya firman Allah subhanahu wata’ala:
وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ
“Barangsiapa diantara kalian berwala’ (loyal) kepada mereka maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim” (Al-Maidah: 51)
“Barangsiapa diantara kalian berwala’ (loyal) kepada mereka maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim” (Al-Maidah: 51)
Penjelasan:
Awal ayat ini:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
“Wahai
orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan
Nashrani sebagai wali-wali.” (Al-Maidah: 51)
Yaitu
janganlah kalian berwala’ kepada mereka, tidak membantu mereka, tidak mencintai
mereka dan tidak menolong mereka.
“Barangsiapa
diantara kalian berwala’ (loyal) kepada mereka” yakni dari kalangan muslimin
“maka sesugguhnya orang itu termasuk golongan mereka” yakni menjadi Yahudi dan
Nashrani, dan inilah dalil atas kemurtadannya. Kemudian Allah berfirman:
“sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim” maka Allah telah
menamai mereka sebagai orang-orang zhalim.
Pembatal Keislaman (9):
Menyatakan Bolehnya Keluar dari Syariat
Pembatal
kesembilan: Menyatakan Bolehnya Keluar dari Syariat
Barangsiapa
meyakini bahwa ada sebagian manusia yang boleh keluar dari syari’at Muhammad
shallallahu alaihi wasallam sebagaimana dibolehkan bagi Al-Khidr keluar dari
syari’at Musa alaihissalam, maka dia telah kafir
Penjelasan:
Yang
kesembilan: barangsiapa membolehkan bagi seseorang untuk keluar dari syari’at
Muhammad shallallahu alaihi wasallam, karena Allah mengutus Muhammad
shallallahu alaihi wasallam kepada seluruh manusia dan mewajibkan kepada
seluruh alam ini untuk taat kepada beliau shallallahu alaihi wasallam.
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan
tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.” (Al-Anbiya: 107)
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا نَ
“Dan
Kami tidak mengutus kamu melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan.” (Saba’: 28)
قُلْ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعً
“Katanlah:
“Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua.”
(Al-A’raaf: 158)
Maka
barangsiapa tidak memenuhi panggilan dan tidak mengikuti Rasul ini maka dia
kafir, sama saja apakah dia seorang Yahudi, Nashrani, Majusi atau beragama yang
lainnya, karena dengan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam
Allah telah mewajibkan untuk taat kepadanya dan mengikutinya, barangsiapa
berada di atas agama Yahudi atau Nashrani. maka sungguh agama-agama tersebut
telah dihapus dengan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, maka
tidak boleh bagi seorangpun untuk keluar dari ketaatan kepada beliau
shallallahu alaihi wasallam.
Adapun
keluarnya Al-Khidr dari ketaatan kepada Nabi Musa karena Nabi Musa tidak diutus
kepada Al-Khidr, juga karena risalah Nabi Musa adalah khusus untuk Bani Israil:
وَإِذْ
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ لِمَ تُؤْذُونَنِي وَقَدْ تَعْلَمُونَ أَنِّي
رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ
“Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku, mengapa kalian
menyakitiku sedangkan kalian mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan
Allah kepada kalian.” (Ash Shoff: 5)
Maka
risalah Nabi Musa hanya untuk Bani Israil, tidak untuk seluruh manusia. Adapun
Al-Khidr telah berada di atas jalan beribadah kepada Allah.
Para
ulama berbeda pendapat tentang Al-Khidr: Apakah dia seorang Nabi ataukah
seorang yang sholih. Perbedaan pendapat ini terbagi menjadi 2 (dua) pendapat:
Al-Khidr
adalah seorang Nabi, karena dia melakukan perkara-perkara yang tidak bisa
dilakukan melainkan dengan mukjizat seperti dia melubangi perahu, membunuh
seorang anak dan menegakkan dinding yang hampir roboh, perkara-perkara ini
adalah mukjizat karena dibangun di atas perkara-perkara yang ghoib, sedangkan
mukjizat tidaklah terjadi melainkan pada diri seorang Nabi.
Asal
kisah Musa bersama Khidr adalah bahwa Musa pernah berkhutbah di hadapan Bani
Israil kemudian mereka bertanya: “Apakah di sana ada orang yang lebih ‘alim
darinya,” Nabi Musa menjawab: “Tidak ada.” Allah mewahyukan kepada beliau bahwa
ada seorang hamba Allah di suatu negeri yang memiliki ilmu yang tidak engkau
miliki, maka Nabi Musa pergi mencari orang tersebut untuk menuntut ilmu itu.
Allah
berfirman:
وَإِذْ
قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ
أَمْضِيَ حُقُبًا
“Dan
ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti
(berjalan) sebelum sampai di pertemuan dua buah lautan atau aku akan berjalan
bertahun-tahun” (dia safar)
“maka
tatkala keduanya sampai di pertemuan dua buah laut itu” sampai firman Allah:
فَوَجَدَا
عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ
لَدُنَّا عِلْمًا* قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ
مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
“Lalu
keduanya bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami
ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada al Khidr: “Bolehkah
aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? (Al-Kahfi: 60-66) sampai akhir kisah
yang Allah sebutkan di dalam surat al Kahfi.
Maka
al Khidr tidak termasuk umat Nabi Musa, karena Nabi Musa tidak diutus kepada
seluruh manusia, oleh karena itu diperbolehkan bagi al Khidr untuk keluar dari
syari’at Nabi Musa.
Adapun
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam beliau diutus kepada seluruh manusia
maka tidak boleh bagi seorangpun keluar dari syari’atnya dan ini adalah
bantahan kepada Ash Shufiyah yang menganggap bahwa mereka sampai pada suatu
keadaan yang tidak membutuhkan untuk mengikuti para rasul, mereka menganggap
bahwa mereka mengambil dari Allah secara langsung tidak perlu mengambil dari
rasul.
Mereka
mengatakan: “Bahwa para rasul itu hanya untuk
orang-orang awam, adapun orang-orang khusus mereka tidak butuh kepada para
rasul karena mereka telah ma’rifatullah dan sampai kepada-Nya serta mengambil
dari Allah secara langsung.”
Ini
adalah keadaan Shufi ekstrim, (mereka menganggap) bahwa mereka sampai pada
suatu keadaan yang tidak membutuhkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
sehingga mereka keluar dari syariat beliau, oleh karena itu mereka tidak
shalat, tidak puasa dan tidak berhaji serta tidak mengamalkan apa yang dibawa
oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, karena mereka adalah orang-orang
khusus. Mereka mengatakan: “Kami tidak butuh kepada Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam, kami telah sampai kepada Allah.”-kita memohon keselamatan
kepada Allah-.
Ini
adalah tujuan Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dari menyebutkan masalah ini
dan ini adalah bantahan terhadap shufiyah yang mereka beranggapan bahwa mereka
boleh keluar dari syariat Muhammad shallallahu alaihi wasallam karena mereka
tidak butuh kepada beliau.
Pembatal Keislaman (10):
Berpaling dari Agama Allah
Pembatal kesepuluh: Berpaling dari agama Allah, tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya
Penjelasan:
Yang
kesepuluh –dan ini yang terakhir- yaitu berpaling dari agama Allah, tidak
perhatian kepadanya, tidak mempelajarinya, kalaupun dia mempelajarinya tetapi
tidak mau mengamalkannya. Pertama dia berpaling dari ilmu, kemudian berpaling
dari amal –kita memohon keselamatan kepada Allah- sehingga walaupun seseorang
beramal akan tetapi tidak didasari ilmu maka amalannya adalah sesat, oleh
karena itu seseorang harus belajar terlebih dahulu baru kemudian beramal.
Adapun orang yang telah memperoleh ilmu kemudian meninggalkan amal, maka dia
termasuk orang-orang yang dimurkai dan barangsiapa beramal tetapi meninggalkan
ilmu, maka dia termasuk orang-orang yang sesat. Perkara inilah yang kita selalu
berlindung darinya kepada Allah pada setiap raka’at:
اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ * صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
“Tunjukilah
kami jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat
kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai (yahudi) dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat (nashrani).” (Al-Fathihah: 6-7)
Barangsiapa
berpaling dari agama Allah, tidak mempelajarinya dan tidak mau mengamalkannya,
maka sungguh dia menjadi murtad dari agama Islam. Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
وَمَنْ
أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً
“Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku (Kitab-Ku), maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit.” (Thaha: 124)
Berpaling
dari peringatan-Ku adalah tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya.
وَالَّذِينَ
كَفَرُوا عَمَّا أُنْذِرُوا مُعْرِضُونَ
“Dan
orang-orang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.”
(Al-Ahqaf: 3)
وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ
الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ
“Dan
siapakah yang lebih dzalim dari orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat
Rabbnya kemudian ia berpaling darinya? Sesungguhnya Kami akan memberikan
pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (As Sajdah: 22)
Dia
berpaling darinya setelah diingatkan dengannya.
Di
sana ada manusia yang tidak mempelajari agama ini karena malas, orang seperti
ini tidak dikafirkan tetapi dicela karena kemalasannya. Adapun apabila dia
meninggalkan untuk menuntut ilmu karena tidak menyukai ilmu itu, maka inilah
yang disebut berpaling dari ilmu dan kita berlindung kepada Allah (darinya),
inilah yang dikafirkan.
Apabila
seseorang menyukai ilmu dan mencintainya akan tetapi dia malas karena menuntut
ilmu itu sulit, membutuhkan kesabaran, menahan diri dan duduk (untuk menuntut
ilmu) sedangkan dia malas, maka dia dicela atas kemalasannya dan peremehannya
akan tetapi tidak sampai batas kekafiran.
Dan
dalilnya firman Allah:
“Dan
siapakah yang lebih dzalim dari orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat
Rabbnya kemudian ia berpaling darinya? Sesungguhnya Kami akan memberikan
pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (As Sajdah: 22)
Penjelasan:
Berpaling yang menunjukkan bahwa dia tidak menyukai ilmu atau membencinya ini adalah kekafiran dan kita berlindung kepada Allah (darinya).
Penutup
Tidak
ada perbedaan pada seluruh pembatal ini antara orang yang bersenda gurau,
bersungguh-sungguh dan orang yang takut kecuali orang yang dipaksa. (Semua
pembatal ini) adalah sebesar-besar perkara yang menyebabkan bahaya dan perkara
yang paling banyak terjadi, maka sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk
berhati-hati darinya dan mengkhawatirkan dirinya terjatuh dalam
pembatal-pembatal keislaman ini –kita berlindung kepada Allah dari
perkara-perkara yang menyebabkan kemurkaan-Nya dan pedih siksa-Nya-
Penjelasan:
Tidak
ada perbedaan pada pembatal-pembatal yang sepuluh ini antara orang yang
bersungguh-sungguh yaitu sengaja dengan ucapan dan perbuatannya dan
orang yang bersenda gurau yaitu orang yang tidak sengaja hanya saja dia
memperbuatnya karena bergurau dan main-main. Di sini ada bantahan terhadap al
Murji’ah yang mengatakan: “Seseorang tidak dikafirkan sampai dia meyakininya
dalam hati.” Tidak ada perbedaan antara orang yang bersungguh-sungguh, bersenda
gurau atau orang yang takut yang dia melakukan perkara-perkara ini dalam rangka
menolak rasa takut, maka yang wajib atasnya adalah bersabar.
(kecuali
orang-orang yang dipaksa) apabila dia dipaksa untuk mengucapkan kalimat
kekufuran dan tidak mungkin baginya untuk terbebas dari kedzaliman ini
melainkan dengannya, maka Allah telah memberi keringanan baginya dalam masalah
tersebut.
مَنْ
كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ
مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ وَلَكِنْ
“Barangsiapa
yang kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah)
kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman
(dia tidak berdosa).” (An Nahl: 106)
Sebagaimana
hal ini terjadi pada ‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu, yang sebab turun ayat
di atas adalah padanya radhiyallahu ‘anhu tatkala orang-orang kafir
menangkapnya dan menyiksanya sampai dia mau berkata tentang Muhammad
shallallahu alaihi wasallam, yakni mencela Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam. Kemudian dia datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
dalam keadaan menyesal dan takut akan apa yang terjadi pada dirinya, maka nabi
shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadanya:
“Bagaimana
engkau dapati hatimu?” dia menjawab: “Tetap tenang dalam keimanan” beliau
bersabda: “Apabila mereka mengulanginya, maka ulangilah!” dan Allah menurunkan
firman-Nya:
إِلا
مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ وَلَكِنْ
“Kecuali
orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak
berdosa).” (An Nahl: 106)
لا
يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا
مِنْهُمْ
“Janganlah
orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali-wali dan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbiuat demikian niscaya lepaslah
ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu
yang ditakuti dari mereka.” (Ali Imron: 28)
(Kita
berlindung kepada Allah dari perkara-perkara yang menyebabkan kemurkaan-Nya dan
pedih siksa-Nya). Yaa Allah kabulkanlah.
-Selesai-
(Dinukil
untuk Blog Ulama Sunnah www.ulamasunnah.wordpress.com dari 10 Pembatal
Keislaman, karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, penerjemah: Al-Ustadz Abu Hamzah
Abdul Majid, Penerbit Cahaya Ilmu Press, Yogyakarta)
_________________
Sumber:
http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/11/26/10-pembatal-keislaman/
http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/10-pembatal-keislaman.html