بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah سبحانه وتعالى,
Ummat Islam di zaman sekarang dihadapkan pada terjadinya perpecahan dan
perselisihan yang berakibat pada munculnya berbagai jenis aliran yang
semuanya mengaku berada diatas kebenaran, namun pada hakekatnya mereka
telah terjerembab di dalam jurang kesesatan dan ketertipuannya diri
mereka atas hawa-hawa nafsu serta keberpalingan mereka dari tuntunan
Allah سبحانه وتعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم yang sahih.
Aliran-aliran yang menyimpang tersebut menyebabkan kebanyakan orang
awam menjadi bingung dan bimbang dalam menuntut ‘ilmu dien. Siapa yang
harus diikuti? Siapa yang pantas menjadi panutan?
Namun, Alhamdulillah, akan senantiasa ada kebaikan pada ummat Islam.
Karena diantara ummat tersebut akan selalu ada segolongan orang yang
senantiasa berpegang teguh pada petunjuk dan kebenaran (yakni Al Qur’an
dan As Sunnah diatas pemahaman As Salafus Soleh) sampai dengan hari
Kiamat. Hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم
dalam sabdanya melalui Mu’awiyah رضي الله عنه sebagai berikut:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى
قَائِمَةً بِأَمْرِ اللَّهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ
خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ عَلَى
النَّاسِ
Artinya: “Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang tegak diatas
kebenaran, tidak akan membahayakan mereka siapapun yang menghina dan
menyelisihi mereka sehingga datang hari Kiamat sedang mereka tetap
berada dalam kemenangan terhadap manusia.” (Hadits Sahih Riwayat Imaam
Muslim no: 5064)
Dengan demikian maka wajib bagi kita untuk mengikuti golongan yang
mendapatkan barokah ini, yang selalu konsisten diatas deenul Islam yang
benar sebagaimana yang dibawakan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan
yang telah dipraktekkan oleh generasi Sahabat, Taabi’iin dan Taabi’ut
Taabi’iin serta orang-orang yang mengikuti kebaikan mereka hingga hari
Kiamat – semoga Allah سبحانه وتعالى menjadikan kita termasuk golongan
ini.
Melanjutkan bahasan kita yang lalu, maka kali ini kita akan membahas suatu tema yang berjudul “Mengapa saya memilih manhaj Salaf”. Telah kita ketahui bahwa Salaf itu adalah Ahlus Sunnah, karena Salaf itu adalah Ash Sahabat.
Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang taabi’iin bernama Al Imaam Al Auzaa’i رحمه الله, “Ilmu itu adalah sesuatu yang disampaikan melalui para Sahabat, jika tidak berasal dari mereka maka itu bukanlah ‘ilmu.”
Dengan demikian berikut ini akan dijabarkan lebih lanjut tentang 15
poin yang mengokohkan alasan mengapa kita hendaknya memilih manhaj Salaf
tersebut, yakni :
1) Karena Allah سبحانه وتعالى ridho pada para Sahabat
Perhatikanlah Firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS At Taubah (9) ayat 100 :
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
Artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa “As Saabiquunal awwaluun” adalah generasi yang pertama-tama masuk Islam, yakni Sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshor.
Muhajirin, bermakna “Orang-orang yang Berpindah”, yang dimaksud adalah Sahabat yang hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Sementara Anshor, bermakna “Orang-orang yang Menolong”, yang dimaksud adalah Sahabat yang berasal dari Madinah, yang menolong kaum Muhajirin.
Sebagian kalangan di masyarakat kita, mereka justru mengkultuskan kyai /
ajeungan / ustadz / tokoh-tokoh mutaakhiriin yang sesungguhnya tidak
ada jaminan keridhoan Allah سبحانه وتعالى atasnya. Apabila disuguhkan
dalil yang sahih untuk meluruskan ke-Bid’ah-an mereka, maka mereka
membantah dengan sikap taqlid yang ujung-ujungnya berakhir dengan
kata-kata: “Pokoknya kata kyai-ku begitu…”, seakan-akan kyai-nya
mendapat jaminan keridhoan Allah سبحانه وتعالى.
Wahai kaum muslimin, apabila hendak mencari panutan, maka ikutilah
orang-orang yang telah Allah سبحانه وتعالى ridhoi, mengapa mesti taqlid
terhadap kyai / ajeungan / ustadz / tokoh-tokoh mutaakhiriin yang tidak
ada jaminan keridhoan Allah سبحانه وتعالى atasnya?
2) Para Sahabat yang Soleh itu telah dijamin masuk Surga oleh Allah سبحانه وتعالى
Ada Sahabat yang diabsen atau disebutkan namanya satu per satu secara
jelas oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم bahwa mereka telah dijamin
masuk Surga oleh Allah سبحانه وتعالى.
Dari ‘Abdurrohman bin ‘Auf رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,
أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ
فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ
وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ فِي
الْجَنَّةِ وَسَعِيدُ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ فِي
الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ
Artinya: “Abu Bakar didalam surga, ‘Umar didalam surga, ‘Ali
didalam surga, ‘Utsmaan didalam surga, Tholhah didalam surga, Az Zubair
didalam surga, ‘Abdurrohman bin ‘Auf didalam surga, Sa’ad bin Abi
Waqqosh didalam surga, Sa’iid bin Zaiid bin ‘Amr bin Nufaiil didalam
surga, dan Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrooh didalam surga.”(Hadiits Riwayat
Imaam Ahmad رحمه الله no: 1675, menurut Syaikh Syuaib Al Arna’uuth
sanadnya kuat sesuai dengan syarat Imaam Muslim)
Bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda melalui ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه,
أفضل نساء أهل الجنة خديجة بنت خويلد و فاطمة بنت محمد و مريم بنت عمران و آسية بنت مزاحم امرأة فرعون
Artinya: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Khaadijah bintu
Khuwailid, Faathimah bintu Muhammad, Maryam bintu ‘Imran, dan ‘Aasiyah
bintu Muzaahim istri Fir’aun.”(Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hibban رحمه
الله no: 7010, menurut Syaikh Syuaib Al Arna’uuth sanadnya sahih)
Dan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda melalui Abu Hurairoh رضي
الله عنه, sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhari رحمه الله no:
6542 dan Imaam Muslim رحمه الله no: 542 :
يَدْخُلُ مِنْ أُمَّتِى الْجَنَّةَ
سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ». فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ
ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِى مِنْهُمْ. قَالَ « اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ
مِنْهُمْ ». ثُمَّ قَامَ آخَرُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ
أَنْ يَجْعَلَنِى مِنْهُمْ. قَالَ « سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ
Artinya: “Akan masuk kedalam surga dari ummatku 70.000 orang tanpa hisab”.
Lalu seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah , berdoalah pada Allah agar Allah menjadikan aku bagian dari mereka.”
Jawab Rasul صلى الله عليه وسلم, “Ya Allah, jadikanlah dia bagian dari mereka.”
Lalu yang lain berkata pula, “Ya Rasulullah , bermohonlah agar Allah menjadikan aku bagian dari mereka.”
Rasul صلى الله عليه وسلم menjawab, “Kamu sudah didahului ‘Ukkaasyah.”
Juga Hadits Sahih yang diriwayatkan oleh Imaam Ahmad رحمه الله no:
27042 yang disahihkan oleh Syaikh Syuaib Al Arna’uuth, dari Sahabat
Jaabir رضي الله عنه dari Ummu Mubasyiir رضي الله عنها (istri Zaid bin
Tsaabit رضي الله عنه, salah seorang Sahabat penulis Al Qur’an), beliau
berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم suatu hari berada di rumah
Hafshoh (– istri Rasulullah صلى الله عليه وسلم, anak dari ‘Umar bin
Khatthab رضي الله عنه –), lalu beliau صلى الله عليه وسلم bersabda,
لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ شَهِدَ
بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَةَ قَالَتْ حَفْصَةُ أَلَيْسَ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ يَقُولُ { وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا } ] مريم: 71[
قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَهْ {
ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا } (مريم: 72
Artinya: ‘Orang yang ikut perang Badar dan Bayatul Ridwaan tidak seorangpun akan masuk neraka’.”
Lalu Hafshoh رضي الله عنها berkata, “Bukankah Allah سبحانه وتعالى
berfirman, ‘Tidaklah diantara kalian kecuali akan memasukinya’. (QS.
Maryam ayat 71)
Kemudian Hafshoh رضي الله عنها berkata, “Rasul صلى الله عليه وسلم
bersabda, ‘Allah berfirman, “Kemudian kami selamatkan orang-orang yang
bertaqwa.” (QS Maryam ayat 72).”
Adakah diantara kyai / ajeungan / ustadz / tokoh-tokoh mutaakhiriin di
zaman sekarang yang mendapat jaminan masuk surga dari Allah سبحانه
وتعالى, sebagaimana para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم
mendapatkannya? Mengapa perkataan kyai / ajeungan / ustadz / tokoh-tokoh
mutaakhiriin yang tidak ada jaminan Surga-nya itu lebih ditakuti,
dijadikan “harga mati” dan lebih diutamakan daripada perkataan
orang-orang Soleh terdahulu yang telah jelas jaminan Surganya?
3) Karena para Sahabat itu telah terbukti berjuang menegakkan Islam dan menerapkan Islam pada diri mereka
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. As Sajdah (32) ayat 24 sebagai berikut:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
Artinya: “Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah
mereka meyakini ayat-ayat Kami.”
Yang dimaksud dalam ayat ini adalah para Sahabat Rasulullah صلى الله
عليه وسلم. Allah سبحانه وتعالى menjadikan para Sahabat sebagai
pemimpin, karena mereka disifati sebagai orang-orang yang berpegang
teguh pada syari’at Allah سبحانه وتعالى, sabar dan sangat yakin
terhadap ayat-ayat Allah سبحانه وتعالى. Para Sahabat itu sangat
istiqomah, hidup mereka dipenuhi dengan perjuangan melawan orang-orang
musyrik, orang-orang kaafir, orang Parsia maupun orang Romawi sehingga
Islam pada masa itu berkembang luas dan berjaya karena perjuangan
mereka yang luar biasa.
4) Para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم itu adalah Pelopor / Penegak dalam memelihara kemurnian Islam
Dalam Hadits Sahih Riwayat Imaam Muslim رحمه الله no: 6629, dari
Sahabat Abu Burdah, dari ayahnya, beliau رضي الله عنهما berkata, “Kami
sholat maghrib bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم, lalu kami duduk
menunggu sampai datangnya waktu Isya.”
Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bertanya, “Kalian masih disini?”
Para Sahabat pun menjawab, “Benar ya Rasul, kami menunggumu untuk sholat Isya bersamamu.”
Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun berkata, “Kalian telah berbuat sesuatu yang baik.”
Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم melihat kearah langit dan berkata,
النُّجُومُ أَمَنَةٌ لِلسَّمَاءِ فَإِذَا
ذَهَبَتِ النُّجُومُ أَتَى السَّمَاءَ مَا تُوعَدُ وَأَنَا أَمَنَةٌ
لأَصْحَابِى فَإِذَا ذَهَبْتُ أَتَى أَصْحَابِى مَا يُوعَدُونَ
وَأَصْحَابِى أَمَنَةٌ لأُمَّتِى فَإِذَا ذَهَبَ أَصْحَابِى أَتَى أُمَّتِى
مَا يُوعَدُونَ
Artinya: “Bintang itu adalah penjaga langit. Bintang pergi maka langit
pun akan hancur. Aku adalah pengaman terhadap para Sahabatku, jika aku
pergi maka para Sahabatku akan mengalami apa yang dijanjikan pada
mereka (– maksudnya: fitnah – pen.). Dan para Sahabatku adalah penjaga Ummatku. Jika para Sahabat pergi maka Ummatku akan mengalami apa yang dijanjikan pada mereka (– maksudnya: fitnah – pen.).”
Jadi jika mencari panutan, maka ikutilah para Sahabat Rasulullah صلى
الله عليه وسلم yang telah Rasulullah صلى الله عليه وسلم sendiri katakan
sebagai “Penjaga Ummat Islam”.
Berdasarkan firman Allah سبحانه وتعالى didalam Al Qur’an, maka Bintang itu memiliki 3 fungsi yakni:
a) Sebagai Pelempar Syaithoon
Perhatikan QS. Ash Shoffaat (37) ayat 6 – 10 sebagai berikut:
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا
بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ ﴿٦﴾ وَحِفْظاً مِّن كُلِّ شَيْطَانٍ مَّارِدٍ ﴿٧﴾
لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِن كُلِّ
جَانِبٍ ﴿٨﴾ دُحُوراً وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ ﴿٩﴾ إِلَّا مَنْ خَطِفَ
الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ ﴿١٠
Artinya:
(6) “Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang,
(7) dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaithoon yang sangat durhaka,
(8) syaithoon-syaithoon itu tidak dapat mendengar-dengarkan
(pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru.
(9) Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal,
(10) akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.”
b) Sebagai Perhiasan
Perhatikan QS. Al Mulk (67) ayat 5 sebagai berikut:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا
بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُوماً لِّلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا
لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar
syaithoon, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang
menyala-nyala.”
c) Sebagai Petunjuk
Perhatikan QS. Al An’aam (6) ayat 97 sebagai berikut:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُواْ بِهَا فِي
ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ
يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan Dia lah (Allah) yang menjadikan bintang-bintang bagimu,
agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut.
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada
orang-orang yang mengetahui.”
Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengumpamakan para Sahabatnya laksana
Bintang-Bintang di langit, sehingga bila kita mengikuti mereka (para
Sahabat) رضي الله عنهم maka insya Allah kita bisa menepis tipu daya
syaithoon yang terkutuk, menjadikan Islam tampak keindahan ajarannya
(laksana perhiasan) yang memancar dengan jelas di muka bumi, juga
mendapatkan petunjuk diantara gelapnya kesesatan, ke-Bid’ah-an dan
maraknya penyimpangan yang ada.
5) Para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم itu adalah sebaik-baik Ummat Islam
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 110 sebagai berikut:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ
لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً
لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.”
Gelar “Ummat Terbaik” itu Allah سبحانه وتعالى berikan kepada para
Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم, karena teguhnya mereka dalam
ber-amar ma’ruf nahi munkar dan keimanan mereka yang sangat dalam dan
besar kepada Allah سبحانه وتعالى.
Dan juga suatu Hadits yang telah kita bahas dalam beberapa kajian yang
lalu yakni Hadits Riwayat Imaam Al Bukhari no: 2652 dan Imaam Muslim
no: 6635, dari Sahabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, ia berkata
bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah (orang yang hidup) pada masaku ini
(– yaitu generasi Sahabat –), kemudian yang sesudahnya (– generasi
Tabi’in –), kemudian yang sesudahnya (– generasi Tabi’ut Tabi’in –).”
6) Para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم itu adalah Generasi Pilihan
Sahabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه berkata,
إنَّ اللهَ نَظَرَ إلى قلوبِ العبادِ؛
فوجدَ قلبَ محمدٍ خيرَ قُلوبِ العبادِ فاصطفاه لنفسِه، فابتعثَه برسالتِه،
ثمَّ نَظرَ في قُلوبِ العبادِ بعدَ قلبِ محمدٍ، فوجدَ قلوبَ أصحابِه خيرَ
قُلوبِ العبادِ فجعلَهم وزراءَ نبيِّه، يُقاتلونَ على دينِه
Artinya: “Sesungguhnya Allah melihat pada hati manusia, maka hati
Muhammad lah sebaik-baik hati, sehingga Allah memilih untuk diri-Nya
dan mengangkatnya dengan keRasulan. Lalu Allah melihat pada hati
manusia setelah hati Muhammad, maka hati para Sahabat Muhammad itulah
sebaik-baik hati, sehingga Allah pun menjadikan mereka sebagai para
mentri Nabi-Nya. Para Sahabat itu berperang membela dirinya…..” (Musnad
Ahmad)
Berarti para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم itu adalah generasi
pilihan / ideal yang Allah سبحانه وتعالى tempatkan untuk menjadi
pendamping Rasul-Nya Muhammad صلى الله عليه وسلم dalam menampakkan
kebenaran, keindahan dan kelurusan deenul Islam di muka bumi ini.
Berbeda halnya dengan kita yang sangat jauh dari kualitas imaan mereka
para Sahabat, maka dari itu merekalah yang lebih pasti keberhakannya
untuk diikuti.
7) Karena persaksian Para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم itu diterima oleh Allah سبحانه وتعالى
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 143 :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam),
umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…”
Para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم itu adalah Ummat yang
mempunyai sikap pertengahan (wasathiyyah) diantara ifrooth (melampaui
batas) dan tafriith (menyia-nyiakan); dan pertengahan diantara
berlebih-lebihan dan sewenang-wenang, baik dalam masalah ‘aqidah, hukum
ataupun akhlaq. Allah سبحانه وتعالى jadikan mereka sebagai saksi bagi
perbuatan manusia, karena mereka memiliki sifat yang adil.
8) Karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyuruh kita agar mengikuti para Sahabatnya رضي الله عنهم
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Luqman (31) ayat 15 sebagai berikut:
وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: “… dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan.”
Yang dimaksud dengan “Jalannya orang-orang yang kembali pada Allah
سبحانه وتعالى” itu adalah Jalannya para Sahabat Rasulullah صلى الله
عليه وسلم.
Juga Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Dhiyaa’ Al Maqdiisy رحمه الله dalam kitab “Al Mukhtaroh” no: 2733, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
تفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلهم في النار إلا واحدة قالوا وما هي تلك الفرقة قال ما أنا عليه اليوم وأصحابي
Artinya: “Ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. Setiap
mereka (semua golongan) itu akan masuk neraka kecuali satu,” Kemudian
mereka para Sahabat bertanya, “Apa itu ya Rasulullah ? Dan kelompok
apakah itu?” Lalu Rasul صلى الله عليه وسلم menjawab, “ Yakni apa-apa
yang aku dan Sahabatku diatasnya hari ini.”
9) Karena Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم itu adalah orang yang paling selamat
Para Sahabat adalah orang yang paling dekat dengan sumber ‘ilmu yang
murni yakni Muhammad Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan mereka adalah
generasi awal hasil didikan langsung dari Rasulullah صلى الله عليه
وسلم.
Perhatikanlah Hadits Sahih Riwayat Imaam Al Bukhari رحمه الله no: 3606 dari Hudzaifah Ibnul Yamaan رضي الله عنه berikut ini :
عن حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ
أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي
جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ
هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ
الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ
قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ
قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ
إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا
وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ
أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ
وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ
قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ
شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Artinya: Dari Hudzaifah bin Al Yamaan رضي الله عنه berkata, “
Orang-orang bertanya pada Rasulullah صلى الله عليه وسلم tentang
kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejahatan, karena takut hal itu
menimpaku.“
Maka aku katakan, “Wahai Rasulullah , sesungguhnya dulu kita berada
dalam kejahiliyahan (kebodohan) dan kejahatan, lalu Allah datangkan
pada kami kebaikan (–Islam –pent) ini, maka apakah setelah kebaikan ini
akan datang kejahatan?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya.”
Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kejahatan itu akan muncul lagi kebaikan?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Tetapi di dalamnya terdapat noda.”
Aku bertanya lagi, “Noda apakah itu?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Yaitu suatu kaum yang berpedoman
bukan dengan pedomanku. Kamu tahu dari mereka dan kamu ingkari.”
Aku bertanya lagi, “Lalu apakah setelah kebaikan itu akan muncul lagi kejahatan?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Yaitu para da’i (penyeru)
kepada pintu-pintu jahannam. Maka barangsiapa yang memenuhi panggilan
mereka, niscaya mereka akan mencampakkannya pada jahannam itu.”
Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah , gambarkanlah kepada kami tentang mereka.”
Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mereka adalah dari kalangan kita. Berkata dengan bahasa kita.”
Aku bertanya, “Apa yang kau perintahkan padaku, jika hal itu menimpaku?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Berpegang teguhlah dengan jama’ah
muslimin, dan Imaam mereka (– kelompok yang berpegang teguh dengan Al
Haq – pent).”
Aku bertanya, “Jika mereka tidak punya jama’ah dan tidak punya Imaam?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Maka tinggalkan semua golongan
itu, walaupun kamu harus menggigit akar pohon sampai kamu mati,
sedangkan kamu berada dalam keadaan demikian.”
Dari Hadits diatas jelaslah diberitakan bahwa generasi awal (para
Sahabat) itu adalah generasi yang paling murni ilmu dien-nya, dan
generasi-generasi berikutnya adalah lebih keruh bila dibandingkan dari
generasi awalnya. Oleh karena itu bila hendak mengambil ilmu dien, maka
ambillah dari sumbernya yang murni, karena itulah yang paling selamat.
Dan hendaknya kaum muslimin memperhatikan bahwa Rasulullah صلى الله
عليه وسلم telah mensinyalir akan adanya para da’i-da’i penyeru di pintu
api neraka jahannam pada generasi-generasi sesudahnya. Maka hendaknya
kaum muslimin berhati-hati, dari siapa ia mengambil ilmu diennya !
10) Para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم itu adalah orang yang paling ‘aalim
Perhatikanlah atsar dari ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, dimana beliau berkata:
“Barangsiapa yang ingin mencontoh, maka contohlah para Sahabat
Rasulullah صلى الله عليه وسلم, kerena mereka itu hatinya paling baik,
ilmunya paling dalam. Tidak membebani diri (– dengan apa-apa yang Bid’ah
–). Petunjuknya paling lurus. Keadaan diennya paling baik. Dan Sahabat
itu adalah suatu kaum yang Allah سبحانه وتعالى pilih untuk mendampingi
Rasulullah untuk menegakkan dien-Nya. Maka ketahuilah keutamaan
mereka. Dan ikutilah peninggalan-peninggalan mereka sebab mereka diatas
petunjuk yang lurus.” (dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i رحمه الله
yang berjudul “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
Banyak para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang
merupakan perintis madrosah ke-ilmuan di berbagai daerah, mereka antara
lain adalah ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه yang terkenal sebagai
ahli ilmu Tafsiir di Mekkah, ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه yang
merupakan perintis madrosah keilmuan di Kuffah, ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي
الله عنه yang merupakan perintis madrosah keilmuan di Madinah,
‘Abdullooh bin Amr bin Al Ash رضي الله عنه yang merupakan perintis
madrosah keilmuan di Mesir, dan lain sebagainya.
11) Para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم itu adalah orang yang paling bijaksana
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. An Nahl (16) ayat 125 :
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Robb-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Robb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.”
Allah سبحانه وتعالى menyuruh kaum muslimin berdakwah dengan cara yang
hikmah (nasehat) yang baik. Bagaimana seseorang menyeru manusia dengan
hikmah apabila dirinya sendiri tidak memiliki hikmah?
Perhatikanlah kebijaksanaan yang tercermin dari perkataan ‘Umar bin
‘Abdul Aziiz رضي الله عنه, yang oleh Al Imaam Asy Syaafi’iy disebut
sebagai Khaliifah ke-5, dimana suatu hari beliau bertemu dengan Sulaiman
bin ‘Abdul Maalik
Kata Sulaiman bin ‘Abdul Maalik : “Wahai ‘Umar, apa yang mengagumkanmu?”
Jawab ‘Umar bin ‘Abdul Aziiz رضي الله عنه : “Aku merasa heran pada orang
yang mengenal Allah سبحانه وتعالى, namun dia berma’shiyat pada Allah
سبحانه وتعالى. Dan aku heran pada orang yang tahu tentang Syaithoon,
namun ia mentaatinya. Dan aku pun heran pada orang yang tahu tentang
dunia, namun ia justru cenderung padanya.”
Dalam Hadiits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2323 dan Imaam Ibnu Maajah no: 4108, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
ما الدنيا إلا مثل ما يجعل أحدكم إصبعه في اليم فلينظر بماذا يرجع
Artinya: “Bahwa dunia itu tidaklah kecuali laksana telunjuk yang dicelup
kedalam lautan yang luas, maka perhatikanlah apa yang tersisa.”
Perhatikanlah pula hikmah yang terselip dalam nasihat Imaam Al Laits bin
Sa’ad Al Fahmy رضي الله عنه, seorang taabi’iin, beliau berkata : “Jika
kalian melihat orang berjalan diatas air maka janganlah kalian tertipu,
sampai kalian mengadukan perkara itu kepada Al Qur’an dan As Sunnah.”
Maksud dari nasihat Imaam Al Laits bin Sa’ad Al Fahmy رضي الله عنه
tersebut adalah janganlah mudah tertipu dengan seseorang yang tampaknya
hebat karena bisa berjalan di atas air (sebagaimana yang bisa dilakukan
oleh para penyulap dan penyihir), namun hendaknya kembalikanlah
perkara tersebut pada Al Qur’an dan As Sunnah tentang hukum sulap
maupun sihir. Bagaimana tinjauan hukum Sulap maupun Sihir tersebut
secara Syari’at Islam? Bisa jadi apa yang tampak hebat dalam pandangan
manusia, namun itu justru merupakan perkara yang Harom yang dapat
menjatuhkan manusia ke jurang kesyirikan dan mendatangkan murka Allah
سبحانه وتعالى.
12) Yang mengikuti Salaf itu dipuji oleh Allah سبحانه وتعالى dan yang tidak mengikutinya dicela oleh Allah سبحانه وتعالى
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Az Zumar (39) ayat 17-18 :
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَن
يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ
عِبَادِ ﴿١٧﴾ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُوْلَئِكَ هُمْ أُوْلُوا
الْأَلْبَابِ ﴿١٨
Artinya: (17) “Dan orang-orang yang menjauhi thoghut (yaitu) tidak
menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab
itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku,” (18) “yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka
itulah orang-orang yang mempunyai akal.”
13) Allah سبحانه وتعالى mengancam orang yang menyelisihi Para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم
Perhatikanlah firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 115 :
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ
مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيراً
Artinya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami
biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan
Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.”
Dalam riwayat tersebut, yang dimaksud sebagai “jalannya orang-orang mu’min” (sabiilul mu’miniin) pada masa itu adalah jalan yang ditempuh para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Juga firman Allah سبحانه وتعالى dalam QS. Al Anfaal (8) ayat 13 :
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَآقُّواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَمَن يُشَاقِقِ اللّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “ (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya
mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah
dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.”
14) Wajib mencintai para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan dicela orang yang membenci Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم
Dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhari no: 3673 dan Imaam Muslim no:
6651, dari Sahabat Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه bahwa Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Artinya: “Janganlah kalian mencaci maki Sahabatku, sebab seandainya
salah seorang dari kalian berinfaq sebesar gunung Uhud emas, tidak akan
sampai pada 1 mud (raupan keduatangannya) diantara kalian bahkan tidak
setengahnya sekalipun.”
Juga dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhari no: 17, dari Sahabat Anas
bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ
Artinya:“Tanda keimanan itu adalah mencintai Al Anshor dan tanda orang munaafiq adalah membenci Al Anshor.”
15) Mengikuti para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم itu adalah kunci kejayaan Islam
Imaam Maalik bin Anas رضي الله عنه berkata, “Akhir ummat ini tidak akan
berjaya atau tidak akan baik, kecuali dengan perkara yang menyebabkan
generasi awalnya baik.”
Juga perkataan Imaam Al Auzaa’i رضي الله عنه :
“Sabarkanlah dirimu diatas Sunnah. Berhentilah (menyikapi sesuatu), jika
para Sahabat berhenti. Katakan apa yang mereka (para Sahabat) katakan.
Dan berhentilah (dalam membahas sesuatu), apabila para Sahabat tidak
membahasnya. Dan titilah jalan As Salafus Soleh. Sesungguhnya kelapangan
(kejayaan) akan kamu alami seperti mereka.”
Demikianlah 15 alasan mengapa kita hendaknya memilih manhaj Salaf. Dan
sebagai penutup adalah wasiat dan untain kata-kata hikmah yang datang
dari para Imaam Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah :
a) Hudzaifah bin Al Yamaan رضي الله عنه, salah seorang Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata:
“Setiap ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Sahabat Rasulullah صلى
الله عليه وسلم sebagai ibadah, maka janganlah kalian lakukan ! Karena
generasi pertama itu tidak memberikan kesempatan kepada generasi
berikutnya untuk berpendapat (dalam perkara dien). Bertaqwalah kepada
Allah سبحانه وتعالى wahai para qurro’ (ahlul qiro’ah) dan ambillah jalan
orang-orang sebelum kalian !” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Baththah
رحمه الله yang berjudul “Al Ibaanah”)
b) ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, salah seorang Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata:
“Barangsiapa mengikuti jejak (seseorang), maka ikutilah jejak
orang-orang yang telah wafat, mereka adalah para Sahabat Muhammad صلى
الله عليه وسلم. Mereka adalah sebaik-baik ummat ini, paling baik
hatinya, paling dalam ilmunya dan paling sedikit berpura-pura. Mereka
adalah suatu kaum yang telah dipilih oleh Allah سبحانه وتعالى untuk
menjadi Sahabat Nabi-Nya صلى الله عليه وسلم dan menyebarkan dien-nya;
maka berusahalah untuk meniru akhlaq dan cara mereka. Karena mereka
telah berjalan diatas petunjuk yang lurus.” (dinukil dari kitab Imaam Al
Baghowy رحمه الله yang berjudul “Syarhus Sunnah”)
c) Khaliifah yang adil ‘Umar bin ‘Abdul Aziiz رضي الله عنه, salah seorang Taabi’iin berkata :
“Berhentilah kamu dimana para Sahabat berhenti (– dalam memahami nash
–), karena mereka berhenti berdasarkan ilmu dan dengan penglihatan yang
tajam, mereka menahan (diri). Mereka lebih mampu untuk menyingkapnya
dan lebih patut dengan keutamaan. Seandainya hal tersebut ada
didalamnya. Jika kalian katakan: ‘Terjadi (suatu Bid’ah) setelah
mereka’. Maka tidaklah diada-adakan kecuali oleh orang yang menyelisihi petunjuknya dan membenci Sunnah.
Sungguh mereka telah menyebutkan dalam petunjuk itu apa yang melegakan
(dada) dan mereka sudah membicarakannya dengan cukup. Dan apa yang
dibawahnya, adalah orang yang meremehkan. Sungguh ada suatu kaum yang
meremehkan mereka, lalu mereka menjadi kasar. Dan ada pula yang melebihi
batas mereka, maka mereka menjadi berlebih-lebihan. Sungguh para
Sahabat itu, diantara kedua jalan tersebut (– pertengahan sikap
meremehkan dan berlebih-lebihan –), dan tentulah diatas petunjuk yang
lurus.” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Qudamah رحمه الله yang berjudul
“Lum’atul I’tiqodil Hadi Ilas Sabiilir Rosyaad”)
d) Imaam Al Auzaa’i رحمه الله, salah seorang Taabi’iin berkata :
“Hendaklah engkau berpegang dengan atsar para pendahulu ummat (Salaf),
meskipun orang-orang menolakmu dan jauhkanlah dirimu dari pendapat para
tokoh meskipun ia hiasi pendapatnya dengan perkataan yang indah.
Sesungguhnya hal itu akan jelas, sedangkan engkau berada diatas jalan
yang lurus.” (dinukil dari kitab Imaam Al Khatib رحمه الله yang berjudul
“Saraf Ashhaabul Hadiits”)
e) Rabi’ bin Sulaiman berkata: “Imaam Asy-Syaafi’i رحمه الله pada
suatu hari meriwayatkan hadits, lalu seseorang berkata kepada beliau
رحمه الله: ‘Apakah engkau mengambil hadits ini wahai Abu ‘Abdillaah?’
Beliau رحمه الله pun menjawab, “Bilamana aku meriwayatkan suatu hadits
yang sahih dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم lalu aku tidak
mengambilnya, maka aku bersaksi dihadapan kalian bahwa akalku telah
hilang.” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Baththah رحمه الله yang berjudul
“Al Ibaanah”)
f) Perkataan Imaam Asy-Syaafi’i رحمه الله tentang Ahlus Sunnah,
“Jika aku melihat seseorang dari ashhaabul hadiits (ahli hadiits), maka
seakan-akan aku melihat seseorang dari Sahabat Rasulullah صلى الله
عليه وسلم.” (dinukil dari kitab Imaam Al Khatib رحمه الله yang berjudul
“Saraf Ashhaabul Hadiits”)
g) Al Fudhail bin ‘Iyaadh رحمه الله berkata:
“Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang dengan mereka Dia
menghidupkan negeri, mereka adalah Ashhaabus Sunnah.” (dinukil dari
kitab Imaam Al Laalika’i رحمه الله yang berjudul “Syarah Ushuul
I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
h) ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, salah seorang Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata :
“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.”
(dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i رحمه الله yang berjudul “Syarah
Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
i) Sufyan Ats Tsauri رحمه الله berkata:
“Perbuatan Bid’ah lebih dicintai oleh iblis daripada kema’shiyatan dan
pelaku kema’shiyatan masih mungkin dia untuk bertaubat dari
kema’shiyatannya; sedangkan pelaku Bid’ah sulit untuk bertaubat dari
Bid’ahnya.” (dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i رحمه الله yang
berjudul “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah”)
j) Dari Nuh al-Jaami’ berkata, “Aku bertanya kepada Abu Haniifah
رحمه الله : “Apakah yang engkau katakan terhadap perkataan yang
dibuat-buat oleh orang-orang seperti A’radh dan Ajsam?” Beliau رحمه الله
menjawab,”Itu adalah perkataan orang-orang Ahli Filsafat.
Berpegangteguhlah pada atsar dan jalan orang Salaf. Dan waspadalah
terhadap segala sesuatu yang diada-adakan, karena hal tersebut adalah
Bid’ah!” (dinukil dari kitab Imaam Al Khatib رحمه الله yang berjudul “Al
Faqih wal Mutafaqqih”)
k) Imaam Maalik bin Anas رحمه الله, guru dari Imaam Asy-Syaafi’i
رحمه الله berkata, “Seandainya ilmu Kalam itu merupakan ilmu, niscaya
para Sahabat dan Taabi’iin berbicara tentang hal itu sebagaimana mereka
berbicara tentang hukum dan Syari’at; akan tetapi ilmu Kalam itu baathil yang menunjukkan kepada kebaathilan.” (dinukil dari kitab Imaam Al Baghowy رحمه الله yang berjudul “Syarhus Sunnah”)
l) Dari Ibnu Majisyuun, dia berkata, “Aku mendengar Imaam Maalik
رحمه الله berkata, ‘Barangsiapa berbuat suatu Bid’ah dalam Islam lalu
ia menganggapnya sebagai suatu kebaikan, berarti ia telah menyangka
bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم telah berkhianat terhadap risaalah.
Karena Allah سبحانه وتعالى telah berfirman: “Pada hari ini telah
Kusempurnakan untukmu dien-mu…” Maka apa-apa yang saat itu tidak
merupakan dien, maka pada saat ini juga tidak merupakan dien.” (dinukil
dari kitab Imaam Asy-Syaathiby رحمه الله yang berjudul “Al I’tishoom”)
m) Imaam Ahmad bin Hanbal رحمه الله, Imaam Ahlus Sunnah berkata,
“Pokok sunnah menurut kami (Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah) adalah:
Berpegang teguh pada apa yang dilakukan oleh para Sahabat Rasulullah
صلى الله عليه وسلم dan mengikuti mereka serta meninggalkan Bid’ah.
Segala Bid’ah itu adalah sesat.” (dinukil dari kitab Imaam Al Laalika’i
رحمه الله yang berjudul “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah Wal
Jamaa’ah”)
n) ‘Abdullooh bin Mubaarok رحمه الله , salah seorang Taabi’iin berkata:
“Ketahuilah – wahai Saudaraku – bahwa kematian seorang Muslim untuk
bertemu dengan Allah diatas sunnah pada hari ini merupakan suatu
kehormatan, lalu (kita ucapkan): ‘Innaa Lillaahi Wa innaa Ilaihi
Rojiuun’ (Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kita
akan kembali kepada-Nya). Maka kepada Allah-lah kita mengadu atas
kesepian diri kita, kepergian saudara, sedikitnya penolong dan
munculnya Bid’ah. Dan kepada Allah pulalah kita mengadu atas beratnya
cobaan yang menimpa ummat ini berupa kepergian para ‘Ulama dan Ahlus
Sunnah serta munculnya Bid’ah.” (dinukil dari kitab Imaam Ibnu Wadhdhah
رحمه الله yang berjudul “Al Bida’ Wan Nahyu ‘Anha”)
o) Imaam Al Fudhail bin ‘Iyaadh رحمه الله berkata:
“Ikutilah jalan-jalan kebenaran itu, dan jangan hiraukan walaupun
sedikit orang yang mengikutinya ! Jauhkanlah dirimu dari jalan-jalan
kesesatan dan janganlah terpesona dengan banyaknya orang yang menempuh
jalan kebinasaan !” (dinukil dari kitab Imaam Asy-Syaathiby رحمه الله
yang berjudul “Al I’tishoom”)
http://abuaisyahmohdshukri.wordpress.com/2011/06/21/mengapa-saya-memilih-manhaj-salaf/