Selanjutnya
merupakan gabungan dari dua bab pendek dari penulis Kitab
Tauhid menjelaskan bahwa motivasi amal seseorang dapat menimbulkan suatu
kesyirikan. Lalu bab yang satu lagi mengenai Ahlul Kitab yang mempertuhankan
ulama’ (rahib-rahib) mereka. Bagaimana kedua hal ini bisa terjadi? Mari simak
keterangan beliau berikut ini.
Termasuk Syirik: Motivasi Seseorang Dalam Amalnya Kepentingan Duniawi
Allah
Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa
yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepadanya balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat
kecuali Neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di
dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Hud: 15 – 16).
Diriwayatkan
dalam Shahih Al-Bukhari dari Abu Hurairah,
ia menuturkan bahwa Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Celakalah
hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah
hamba khamilah.[1] Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi, ia marah.
Celakalah ia dan tersungkurlah! Apabila terkena duri semoga tidak dapat
mencabutnya. Berbahagialah seorang hamba yang memacu kudanya (berjihad di jalan
Allah), dengan kusut rambutnya dan berlumur debu kedua kakinya. Bila dia berada
di pos penjagaan, dia tetap setia berada di pos penjagaan itu; dan bila
ditugaskan di garis belakang dia akan tetap setia berada di garis belakang itu.
Jika dia meminta permisi (untuk menemui raja atau penguasa) tidak
diperkenankan,[2] dan jika bertindak sebagai perantara tidak diterima
perantaranya.”
Kandungan Bab Ini
- Motivasi seseorang dalam amal ibadahnya, yang semestinya untuk akhirat malah untuk kepentingan duniawi [termasuk syirik dan menjadikan pekerjaan itu sia-sia tidak diterima oleh Allah].
- Tafsiran ayat dalam surah Hud.[3]
- Manusia muslim, disebut sebagai hamba dinar, dirham khamishah dan khamilah [jika menjadikan kesenangan duniawi sebagai tujuan].
- Tafsiran hal tersebut, yaitu jika diberi senang, tetapi jika tidak, marah.
- Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mendoakan, "Celakalah ia dan tersungkurlah."
- Juga mendo’akan, "Apabila terkena duri semoga tidak dapat mencabutnya."
- Pujian untuk mujahid yang memiliki sifat-sifat sebagaimana tersebut dalam hadits.
Barangsiapa Mentaati Ulama’ dan Umara’ Dalam
Mengharamkan Apa yang Dihalalkan Allah, atau Menghalalkan Apa yang Diharamkan
Allah, Berarti Ia
Telah Mempertuhankan Mereka
Ibnu
‘Abbas berkata, “Aku khawatir bila kalian ditimpa hujan batu dari langit.
Aku menuturkan, Telah bersabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, tetapi
kalian malah mengatakan, "Kata Abu Bakar dan ‘Umar (apa)?!"
Imam
Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Aku merasa heran dengan orang yang tahu
tentang isnad hadits dan ke-shahih-annya, tetapi mereka menjadikan pendapat
Sufyan (Ats-Tsauri) sebagai acuannya, padahal Allah telah berfirman,
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa siksa yang pedih.”
Tahukah kamu apakah pengertian fitnah di sini? Yaitu syirik. Bisa jadi apabila dia menolak sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam, akan terjadi dalam hatinya suatu kesesatan, sehingga celakalah dia.”
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa siksa yang pedih.”
Tahukah kamu apakah pengertian fitnah di sini? Yaitu syirik. Bisa jadi apabila dia menolak sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam, akan terjadi dalam hatinya suatu kesesatan, sehingga celakalah dia.”
Diriwayatkan
dari ‘Adiy bin Hatim bahwa ia mendengar Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
membaca firman Allah, “Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka
sebagai tuhan-tuhan selain Allah …” (An-Nur: 63).
Tutur
‘Adiy selanjutnya, Maka aku berkata kepada beliau, Sungguh kami tidaklah
menyembah mereka. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam bertanya, Tidakkah mereka
itu mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah, lalu kamu pun
mengharamkannya? Dan tidakkah mereka itu menghalalkan apa yang telah diharamkan
Allah, lalu kamu pun menghalalkannya? Aku menjawab, "Ya." Maka beliau
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, "Itulah ibadah (penyembahan) kepada
mereka."[4]
Kandungan Bab Ini
- Tafsiran ayat dalam surah An-Nur.[5]
- Tafsiran ayat dalam surah Bara’ah.[6]
- Contoh kasus yang dikemukakan Ibnu ‘Abbas dengan menyebut Abu Bakar dan ‘Umar; dan yang dikemukakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dengan menyebut Sufyan (Ats-Tsauri).
- Hal tersebut telah berkembang sedemikian rupa, sehingga terjadi pada kebanyakan orang, penyembahan orang-orang shalih yang dianggap sebagai amal afdhal dan dipercayai sebagai wali [yang dapat mendatangkan suatu manfaat atau menjauhkan bencana] serta penyembahan orang-orang alim melalui ilmu pengetahuan dan fiqh [dengan diikuti apa saja yang mereka katakan, baik sesuai dengan firman Allah dan sabda RasulNya atau tidak].
Hal ini pun kemudian berkembang lebih parah lagi, sehingga disembah pula orang-orang yang tidak shalih [dengan dipercayai sebagai wali meski perbuatannya melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya] dan disembah juga orang-orang yang bodoh yang tidak berilmu [dengan dipatuhi saja pendapatnya, bahkan bid'ah dan syirik yang mereka lakukan juga diikuti].
Catatan Kaki
[1]
Khamishah dan khamilah adalah pakaian yang terbuat dari wol atau
sutera dengan diberi sulaman atau garis-garis yang menarik dan indah.
Maksud
ungkapan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan sabdanya tersebut ialah
untuk menunjukkan orang yang sangat ambisi dengan kekayaan dan duniawi,
sehingga menjadi hamba harta benda. Mereka itulah orang-orang yang celaka dan
sengsara.
[2]
Tidak diperkenankan dan tidak diterima perantaraannya, yaitu dia tidak
mempunyai kedudukan atau pangkat dan tidak terkenal; soalnya, perbuatan dan
amal yang dilakukannya diniati Lillah semata-mata .
[3]
Ayat ini menjelaskan tentang hukum orang yang motivasinya hanya kepentingan dan
kenikmatan duniawi dan akibat yang akan diterimanya baik di dunia maupun di
akhirat nanti.
[4]
Hadits riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi dengan menyatakan
hasan.
[5]
Ayat ini mengandung suatu peringatan supaya kita jangan sampai menyalahi Kitab
(Al-Qur’an -red. vbaitullah) dan Sunnah.
[6]
Ayat dalam surah Bara’ah menunjukkan bahwa barangsiapa mentaati seseorang
dengan menyalahi hukum yang telah ditetapkan Allah berarti telah mengangkatnya
sebagai tuhan selain Allah.
Sumber: http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/kitab-tauhid.html