Minggu, 17 November 2013

Berhakim Kepada Selain Allah Dan Rasul-Nya



Memasuki bab selanjutnya dalam pembahasan Kitab Tauhid, penulis ingin menjelaskan secara singkat mengenai status orang yang berhakim kepada selain Allah dan Rasul-Nya. Apa saja dan bagaimana bentuknya? Simak penjelasannya berikut ini.

Firman Allah,
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah kamu (tunduk) kepada hokum Allah yang telah diturunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah, "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna." (An-Nisa: 60 – 62).

“Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi"[1], mereka menjawab, "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (Al-Baqarah: 11).

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya …” (Al-A’raf: 56).

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah: 50).

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman (sempurna) seseorang di antara kamu, sebelum keinginan dirinya menuruti apa yang telah aku bawa (dari Allah).” [2]

Asy-Sya’bi menuturkan,
“Pernah terjadi pertengkaran antara orang munafik dan seorang Yahudi. Berkatalah orang Yahudi itu, "Mari kita berhakim kepada Muhammad!", karena ia mengerti bahwa beliau tidak mengambil risywah (sogok). Sedangkan orang munafik itu berkata, "Mari kita berhakim kepada orang-orang Yahudi!", karena ia tahu bahwa mereka mau menerima risywah. Maka bersepakatlah keduanya untuk datang berhakim kepada seorang dukun di Juhainah. Lalu turunlah ayat,
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku … (dan seterusnya).
”[3]

Dikatakan pula bahwa ayat di atas diturunkan berkenaan dengan dua orang yang bertengkar. Salah seorang mengatakan, "Mari kita bersama-sama mengadukan kepada Nabi!", sedangkan yang lainnya mengatakan, "Kepada Ka’ab Al-Asyraf."
Kemudian keduanya mengadukan perkara mereka kepada ‘Umar. Salah seorang di antara keduanya menjelaskan kepadanya tentang kasus yang terjadi. Lalu ‘Umar bertanya kepada orang yang tidak rela dengan keputusan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, "Benarkah demikian?" Ia menjawab, "Ya." Akhirnya, dihukumlah orang itu oleh ‘Umar dengan dipancung pakai pedang.”


Kandungan Bab Ini

  1. Tafsiran ayat dalam surah An-Nisa’.[4] Dan ayat ini dapat membantu untuk memahami pengertian thaghut.
  2. Tafsiran ayat dalam surat Al-Baqarah.[5]
  3. Tafsiran ayat dalam surat Al-A’raf. [6]
  4. Tafsiran ayat dalam surat Al-Maidah.[7]
  5. Sebab turunnya ayat-ayat yang pertama, sebagaimana dijelaskan Asy-Sya’bi.
  6. Pengertian iman yang benar dan iman yang palsu. [Iman yang benar yaitu berhakim kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah serta menerima hukumya dengan tunduk dan ridha. Dan iman yang palsu yaitu mengaku beriman tetapi tidak mau berhakim kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, bahkan berhakim kepada thaghut].
  7. Kisah ‘Umar dengan orang munafik, [bahwa 'Umar memenggal leher orang munafik tersebut karena tidak rela dengan keputusan Rasulullah].
  8. Seseorang tidak akan beriman (sempurna dan benar) sebelum keinginan dirinya mengikuti tuntunan yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.

Catatan Kaki

[1] Maksudnya, janganlah kamu membuat kerusuhan di muka bumi dengan kekafiran dan perbuatan maksiat lainnya.
[2] Kata An-Nawawi, "Hadits shahih, kami riwayatkan dari kitab Al-Hujjah dengan isnad shahih.
[3] Diriwayatkan Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam kitab tafsirnya.
[4] Ayat ini menunjukkan kewajiban berhakim kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, dan menerima hukum keduanya dengan ridha dan tunduk. Barangsiapa yang berhukum kepada selainnya, berarti berhakim kepada thaghut, apapun sebutannya.
Dan menunjukkan kewajiban mengingkari thaghut serta menjauhkan diri dan waspada terhadap tipu daya setan. Menunjukkan kepada bahwa barangsiapa diajak berhakim dengan hukum Allah dan Rasul-Nya haruslah menerima; apabila menolak maka dia adalah munafik, dan apa pun dalih yang dikemukakan seperti menghendaki penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna bukanlah merupakan alasan baginya untuk menerima selain hukum Allah dan Rasul-Nya.
[5] Ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengajak berhukum kepada selain hukum yang diturunkan Allah, maka ia telah berbuat kerusakan yang sangat berat di muka bumi. Dan dalih mengadakan perbaikan bukan alasan sama sekali untuk meninggalkan hukumNya.
Menunjukkan pula bahwa orang yang sakit hatinya akan memutar balik nilai-nilai, di mana yang baik dijadikan bathil dan yang bathil dijadikan baik.
[6] Ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengajak berhukum kepada selain hukum Allah maka ia telah berbuat kerusakan yang sangat berat di muka bumi. Dan menunjukkan bahwa perbaikan di muka bumi adalah dengan menerapkan hukum yang diturunkan Allah.
[7] Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang menghendaki selain hukum Allah, berarti dia menghendaki hukum Jahiliyah.

 Sumber: http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/kitab-tauhid.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar