Minggu, 17 November 2013

Mengingkari Sebagian Dari Asma’ Dan Shifat Allah Serta Nikmat Allah


Selanjutnya merupakan gabungan dua bab pendek dari penulis Kitab Tauhid. Dengan membawakan atsar sahabat, beliau menjelaskan bahwa setiap muslim harus mengimani semua nama dan sifat Allah tanpa terkecuali. Bab yang satu lagi mengenai ingkar kepada nikmat Allah. Beliau memaparkan penafsiran terhadap An-Nahl: 83.


Mengingkari Sebagian Dari Asma’ Dan Shifat Allah


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Katakanlah, "Dialah Tuhanku, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; hanya kepadaNya aku bertawakkal dan hanya kepadaNya aku bertaubat.” (Ar-Ra’d:30).

Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, bahwa ‘Ali berkata, “Tuturkanlah kepada orang-orang apa yang mereka mengerti. Inginkah kamu sekalian bahwa Allah dan RasulNya dituduh tidak benar?”

‘Abdurrazaq meriwayatkan dari Ma’mar, dari Ibnu Thawus dari bapaknya (Thawus), dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ia melihat seseorang terperanjat mendengar sebuah hadits berkenaan dengan shifat Allah yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam karena merasa keberatan dengan hal tersebut. Maka Ibnu ‘Abbas berkata,
“Apa kekhawatiran mereka itu? Mereka mau mendengar dan menerima ketika dibacakan nash yang muhkam (jelas pengertiannya), tetapi mencelakakan diri (karena merasa keberatan) ketika dibacakan nash yang mutasyabih (sulit dipahami).” [1]

Orang-orang Quraisy tatkala mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyebut "Ar-Rahman", mereka mengingkarinya. Maka terhadap mereka itu, Allah menurunkan firmanNya, “Dan mereka kafir kepada Ar-Rahman.”


Kandungan Bab Ini

  1. Dinyatakan tidak berima, karena mengingkari (menolak) sebagian dari asma’ dan shifat Allah.
  2. Tafsiran ayat dalam surah Ar-Ra’d. [2]
  3. Jangan dituturkan kepada orang-orang yang tidak dimengerti oleh mereka.
  4. Alasannya, hal tersebut bisa mengakibatkan tuduhan bahwa Allah dan RasulNya tidak benar, meskipun tidak bermaksud demikian.
  5. Ibnu ‘Abbas menolak sikap orang yang merasa keberatan ketika dibacakan sebuah hadits yang berkenaan dengan shifat Allah dan menyatakan bahwa sikap tersebut mencelakakan dirinya.


Ingkar Kepada Ni'mat Allah


Allah Ta’ala berfirman: “Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya …” (An-Nahl:83).

Dalam menafsiri ayat di atas, Mujahid berkata bahwa maksudnya adalah kata-kata seseorang, "Ini adalah harta kekayaanku yang aku warisi dari nenek moyangku."

‘Aun bin ‘Abdullah mengatakan, "Yakni kata mereka, ‘Kalau bukan karena Fulan, tentu tidak akan menjadi begini’."

Menurut tafsiran Ibnu Qutaibah, "Mereka itu mengatakan, ‘Adalah berkat syafa’at sesembahan-sesembahan kita’."

Abu Al-’Abbas[3] setelah mengupas hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Khalid yang isinya bahwa Allah berfirman, “Pagi ini, di antara hamba-hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada pula yang kafir …" (dan seterusnya), sebagaimana telah disebutkan di atas,[4],
beliau mengatakan,“Hal ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an maupun Sunnah. Allah mencela orang yang berbuat syirik kepadaNya dengan menisbatkan nikmatNya kepada selainNya. Di antara kaum salaf ada yang mengatakan,  Yaitu seperti kata mereka, "Anginnya enak, nahkodanya tangkas" dan sebagainya, yang sering keluar dari ucapan orang banyak.”

Kandungan Bab Ini

  1. Tafsiran "Mengetahui nikmat Allah, kemudian mengingkarinya."
  2. Perbuatan tersebut sering terjadi dalam ucapan orang banyak, [karena itu harus dihindari].
  3. Ucapan seperti ini disebut sebagai mengingkari nikmat Allah.
  4. Bahwa dua hal yang bertentangan ini (mengetahui nikmat Allah dan mengingkarinya), bisa terjadi dalam diri manusia.

Catatan Kaki

[1] Perkataan Ibnu ‘Abbas disebutkan penulis setelah perkataan ‘Ali yang menyatakan bahwa seyogyanya tidak usah dituturkan kepada orang-orang apa yang mereka tidak mengerti, adalah untuk menunjukkan bahwa nash-nash Al-Qur’an maupun hadits yang berkenaan dengan shifat Allah tidak termasuk hal tersebut.
Bahkan perlu pula disebutkan dan ditegaskan, karena keberatan sebagian orang akan hal tersebut bukanlah menjadi faktor penghalang untuk menyebutkannya, sebab para ulama semenjak zaman dahulu masih membicarakan ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkenaan dengan shifat Allah di hadapan orang-orang umum maupun khusus.
[2] Ayat ini menunjukkan kewajiban mengimani segala asma’ dan shifat Allah, dan mengimani segala asma’ dan shifat Allah, dan mengingkari sesuatu darinya adalah kufur.
[3] yaitu Abu Al-’Abbas Ibnu Taimiyah.
[4] Telah disebutkan pada
Sumber: http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/kitab-tauhid.html