Oleh:Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A.
Kalau ada seorang penceramah berucap di atas mimbar, “Sungguh perbuatan
syirik dan pelanggaran tauhid sering terjadi dan banyak tersebar di
masyarakat kita!”, mungkin orang-orang akan keheranan dan
bertanya-tanya: “Benarkah itu? Mana buktinya?”.
Tapi kalau sumber beritanya berasal dari firman Allâh Azza wa Jalla
dalam al-Qur’ân, masihkah ada yang meragukan kebenarannya?. Simaklah,
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِاللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشْرِكُونَ
"Dan sebagian besar manusia tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam
keadaan mempersekutukan-Nya (dengan sembahan-sembahan lain)".
[Yûsuf/12:106]
Semakna dengan ayat di atas, Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
"Dan sebagian besar manusia tidak beriman (dengan iman yang benar) walaupun kamu sangat menginginkannya" [Yûsuf/12:103]
Maksudnya, mayoritas manusia walaupun kamu sangat menginginkan dan
bersunguh-sungguh untuk (menyampaikan) petunjuk (Allah), mereka tidak
akan beriman kepada Allâh (dengan iman yang benar), karena mereka
memegang teguh (keyakinan) kafir (dan syirik) yang merupakan agama
(warisan). Dalam hadits yang shahih, Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa
sallam lebih menegaskan hal ini:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الأَوْثَانَ
"Tidak akan terjadi hari kiamat sampai beberapa qabilah (suku/kelompok)
dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan sampai mereka
menyembah berhala (segala sesuatu yang disembah selain Allâh)" [1]
Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan syirik terus
ada dan terjadi di umat Islam sampai datangnya hari Kiamat. [2]
HAKIKAT SYIRIK
Hakikat syirik adalah perbuatan mengadakan syarîk (sekutu) bagi Allâh
Azza wa Jalla dalam sifat rubuubiyah-Nya (perbuatan-perbuatan Allâh Azza
wa Jalla yang khusus bagi-Nya, seperti menciptakan, melindungi,
mengatur dan memberi rizki kepada makhluk-Nya) dan ulûhiyah-Nya (hak
untuk disembah dan diibadahi semata-mata tanpa disekutukan). Meskipun
mayoritas perbuatan syirik yang terjadi di umat ini adalah (syirik)
dalam sifat uluuhiyah-Nya, yaitu dengan berdoa (meminta) kepada selain
Allâh Azza wa Jalla bersamaan dengan (meminta) kepada-Nya, atau
mempersembahkan satu bentuk ibadah kepada selain-Nya, seperti
menyembelih (berkurban), bernazar, rasa takut, berharap dan mencintai.
Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb rahimahullah menjelaskan
hakikat perbuatan syirik yang diperangi oleh semua rasul yang diutus
oleh Allâh Azza wa Jalla, beliau berkata:
“Ketahuilah, semoga Allâh merahmatimu, sesungguhnya (hakekat) tauhid
adalah mengesakan Allâh Subhanahu wa Ta'ala dalam beribadah. Inilah
agama (yang dibawa) para rasul yang diutus oleh Allâh Azza wa Jalla
kepada umat manusia.
Rasul yang pertama adalah (nabi) Nûh Alaihissallam yang diutus oleh
Allâh kepada kaumnya ketika mereka bersikap ghuluw (berlebihan dan
melampaui batas dalam mengagungkan) orang-orang yang shaleh (di kalangan
mereka, yaitu) Wadd, Suwâ’, Yaghûts, Ya’ûq dan Nasr. [4]
Rasul yang terakhir, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dialah
yang menghancurkan gambar-gambar (patung-patung) orang-orang shaleh
tersebut. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus oleh Allâh kepada
kaum (orang-orang musyrik) yang selalu beribadah, berhaji, bersedekah
dan banyak berzikir kepada Allah, akan tetapi mereka (berbuat syirik
dengan) menjadikan makhluk sebagai perantara antara mereka dengan Allâh
(dalam beribadah). Mereka mengatakan: “Kami menginginkan melalui
perantara-perantara makhluk itu agar lebih dekat kepada Allah [5], dan
kami menginginkan syafa’at mereka di sisi-Nya” [6]. (Perantara-perantara
tersebut adalah) seperti para malaikat, Nabi Isa bin Maryam, dan
orang-orang shaleh lainnya.
Maka Allâh Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam untuk memperbaharui (memurnikan kembali) ajaran agama yang pernah
dibawa oleh Nabi Ibrâhîim Alaihissallam (yaitu ajaran tauhid) dan
menyerukan kepada mereka bahwa bentuk pendekatan diri dan keyakinan
seperti ini adalah hak Allâh yang murni (khusus bagi-Nya) dan tidak
boleh diperuntukkan sedikit pun kepada selain-Nya, meskipun itu malaikat
atau nabi utusan-Nya, apalagi yang selainnya”. [7]
CONTOH-CONTOH PERBUATAN SYIRIK YANG BANYAK TERJADI DI MASYARAKAT
Perbuatan-perbuatan syirik seperti ini sangat sering dilakukan oleh
sebagian kaum Muslimin, bahkan perbuatan syirik yang dilakukan oleh
orang-orang di zaman Jahiliyah -sebelum datangnya Islam- masih juga
sering terjadi di zaman modern ini.
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Perbuatan syirik yang terjadi
di jaman Jahiliyah (juga) terjadi pada (jaman) sekarang ini:
1- Dahulu orang-orang musyrik (di zaman Jahiliyah) meyakini bahwa Allâh
Dialah Yang Maha Pencipta dan Pemberi rezeki (bagi semua mekhluk-Nya),
akan tetapi (bersamaan dengan itu) mereka berdoa (meminta/menyeru)
kepada para wali (orang-orang yang mereka anggap shaleh dan dekat kepada
Allâh Azza wa Jalla) dalam bentuk berhala-berhala, sebagai perantara
untuk (semakin) mendekatkan mereka kepada Allâh (menurut persangkaan
sesat mereka). Maka Allâh tidak meridhai (perbuatan) mereka menjadikan
perantara (dalam berdoa) tersebut, bahkan Allâh Azza wa Jalla menyatakan
kekafiran mereka dalam firman-Nya:
"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allâh (berkata): "Kami
tidak menyembah mereka (sembahan-sembahan kami) melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allâh dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya
Allâh akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
perselisihkan. Sesungguhnya Allâh tidak akan memberi petunjuk kepada
orang-orang yang pendusta dan sangat besar kekafirannya".
[az-Zumar/39:3]
Allâh Azza wa Jalla maha mendengar lagi maha dekat, tidak membutuhkan
keberadaan perantara dari makhluk-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah maha dekat". [al-Baqarah/2:186]
Kita saksikan di zaman sekarang ini kebanyakan kaum Muslimin berdoa
(meminta/menyeru) kepada wali-wali dalam wujud (penyembahan terhadap)
kuburan mereka, dengan tujuan untuk mendekatkan diri mereka kepada Allâh
Azza wa Jalla.
Berhala-berhala (di zaman Jahiliyah) merupakan wujud dari para wali
(orang-orang yang mereka anggap shaleh dan dekat kepada Allâh Azza wa
Jalla) yang telah wafat menurut pandangan orang-orang musyrik (di zaman
Jahiliyah). Sedangkan kuburan adalah wujud dari para wali yang telah
meninggal menurut pandangan orang-orang yang melakukan perbuatan
Jahiliyah (di zaman sekarang), meskipun harus diketahui bahwa fitnah
(kerusakan/keburukan yang ditimbulkan) dari (penyembahan terhadap)
kuburan lebih besar dari fitnah (penyembahan) berhala!
2- Dahulu orang-orang musyrik (di zaman Jahiliyah) selalu berdoa kepada
Allâh Azza wa Jalla semata di waktu-waktu sulit dan sempit, kemudian
mereka menyekutukan-Nya di waktu lapang. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
"Maka apabila mereka mengarungi (lautan) dengan kapal mereka berdoa
kepada Allâh dengan memurnikan agama bagi-Nya; kemudian tatkala Allâh
menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali)
mempersekutukan (Allah)". [al-‘Ankabût/29:65]
Bagaimana mungkin diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk berdoa kepada
selain Allâh dalam waktu sempit dan lapang (sebagaimana yang sering
dilakukan oleh banyak kaum Muslimin di zaman ini)?[8].
CONTOH-CONTOH LAIN PERBUATAN-PERBUATAN SYIRIK YANG BANYAK TERSEBAR DI MASYARAKAT [9]
1- Mempersembahkan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allâh
Subhanahu wa Ta'ala, seperti berdoa (memohon) kepada orang-orang shaleh
yang telah mati, meminta pengampunan dosa, menghilangkan kesulitan
(hidup), atau mendapatkan sesuatu yang diinginkan, seperti keturunan dan
kesembuhan penyakit, kepada orang-orang shaleh tersebut. Juga seperti
mendekatkan diri kepada mereka dengan sembelihan qurban, bernazar,
thawaf, shalat dan sujud…Ini semua adalah perbuatan syirik, karena Allâh
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ
الْمُسْلِمِينَ
"Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allâh, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allâh)". [al-An’âm/6:162-163]
2- Mendatangi para dukun, tukang sihir, peramal (paranormal) dan
sebagainya, serta membenarkan ucapan mereka. Ini termasuk perbuatan
kufur (mendustakan) agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam, berdasarkan sabda beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam yang artinya:
"Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian
membenarkan ucapannya, maka sungguh dia telah kafir terhadap agama yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam" [10]
Allâh Subhanahu wa Ta'ala menyatakan kekafiran para dukun, peramal dan tukang sihir tersebut dalam firman-Nya yang artinya:
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا
كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ
النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ
وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا
نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا
يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۚ وَمَا هُم بِضَارِّينَ
بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا
يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا
لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ
أَنفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan
sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya
syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka
mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua
orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya
tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan,
"Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), maka janganlah kamu kafir."
Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir
itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan
mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada
seorang pun, kecuali dengan izin Allâh. Dan mereka mempelajari sesuatu
yang memberi mudharat kepada diri mereka sendiri dan tidak memberi
manfaat. Padahal sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa
yang menukarnya (kitab Allâh) dengan sihir itu, tiadalah baginya
keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual
dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui"
[al-Baqarah/2:102]
Hal ini dikarenakan para dukun, peramal, dan tukang sihir tersebut
mengaku-ngaku mengetahui urusan gaib, padahal ini merupakan kekhususan
bagi Allâh Subhanahu wa Ta'ala.
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
"Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak
mengetahui bilamana mereka akan dibangkitkan". [an-Naml/27:65]
Selain itu, mereka selalu bekerjasama dengan para jin dan setan dalam
menjalankan praktek sihir dan perdukunan. Padahal para jin dan setan
tersebut tidak mau membantu mereka dalam praktek tersebut sampai mereka
melakukan perbuatan syirik dan kafir kepada Allâh Subhanahu wa Ta'ala,
misalnya mempersembahkan hewan kurban untuk para jin dan setan tersebut,
menghinakan al-Qur’ân dengan berbagai macam cara, atau cara-cara
lainnya [11]. Allâh Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
"Dan bahwasannya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta
perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin
itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan". [al-Jin/72:6]
3- Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
sendiri yang melarang hal ini dalam sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam:
"Janganlah kalian berlebihan dan melampaui batas dalam memujiku seperti
orang-orang Nashrani berlebihan dan melampaui batas dalam memuji (Nabi
Isa) bin Maryam, karena sesungguhnya aku adalah hamba (Allâh), maka
katakanlah: hamba Allâh dan rasul-Nya". [12]
Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seorang hamba yang tidak
mungkin ikut memiliki sebagian dari sifat-sifat khusus yang dimiliki
Allâh Azza wa Jalla, seperti mengetahui ilmu gaib, memberikan manfaat
atau mudharat bagi manusia, mengatur alam semesta, dan lain-lain. Allâh
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan
tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan
seandainya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku akan melakukan
kebaikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku
tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang beriman". [al-A’râf/7:188]
Di antara Bentuk Pengagungan Yang Berlebihan Dan Melampaui Batas Kepada
Rasulullâh Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah sebagai berikut:
- Meyakini bahwa beliau mengetahui perkara yang gaib dan bahwa dunia diciptakan karena beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
- Memohon pengampunan dosa dan masuk surga kepada beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam, karena semua perkara ini adalah khusus milik Allâh
Subhanahu wa Ta'ala dan tidak ada seorang makhluk pun yang ikut serta
memilikinya.
- Melakukan safar (perjalanan jauh) dengan tujuan menziarahi kuburan
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena beliau Shallallahu 'alaihi
wa sallam sendiri yang melarang perbuatan ini dalam sabda beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tidak boleh melakukan perjalanan
(dengan tujuan ibadah) kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid
Nabawi dan Masjidil Aqsha". [13]
Semua hadits yang menyebutkan keutamaan melakukan perjalanan untuk
mengunjungi kuburan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hadits
yang lemah dan tidak benar penisbatannya kepada beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam, sebagaimana yang ditegaskan oleh sejumlah imam ahli
hadits.
Adapun melakukan perjalanan untuk melakukan shalat di Masjid Nabawi maka
ini adalah perkara yang dianjurkan dalam Islam berdasarkan hadits yang
shahih.[14]
- Meyakini bahwa keutamaan Masjid Nabawi disebabkan adanya kuburan
Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ini jelas merupakan kesalahan
yang sangat fatal, karena Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
menyebutkan keutamaan shalat di Masjid Nabawi sebelum beliau wafat.
4- Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan kuburan orang-orang
shaleh yang terwujudkan dalam berbagai bentuk, di antaranya:
- Memasukkan kuburan ke dalam masjid dan meyakini adanya keberkahan dengan masuknya kuburan tersebut.
Ini bertentangan dengan petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allâh melaknat
orang-orang Yahudi dan Nashrani, (kerena) mereka menjadikan kuburan
nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah)" [15]
Dalam hadits lain, Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian selalu menjadikan
kuburan para nabi dan orang-orang shaleh (di antara) mereka sebagai
masjid (tempat ibadah), maka janganlah kalian (wahai kaum Muslimin)
menjadikan kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kalian dari
perrbuatan tersebut" [16]
- Membangun (meninggikan) kuburan dan mengapur (mengecat)nya.
Dalam hadits yang shahih, Jâbir bin 'Abdillâh Radhiyallahu 'anhu
berkata: "Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mengapur
(mengecat) kuburan, duduk di atasnya, dan membangun di atasnya".[17]
Perbuatan-perbuatan ini dilarang karena merupakan sarana yang membawa
kepada perbuatan syirik (menyekutukan Allâh Subhanahu wa Ta'ala dengan
orang-orang shaleh tersebut).
5- Termasuk perbuatan yang merusak tauhid dan akidah seorang Muslim
adalah menggantungkan jimat -baik berupa benang, manik-manik atau benda
lainnya- pada leher, tangan, atau tempat-tempat lainnya, dengan meyakini
jimat tersebut sebagai penangkal bahaya dan pengundang kebaikan.
Perbuatan ini dilarang keras oleh Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam sabda beliau yang artinya: "Barangsiapa yang menggantungkan
jimat, sungguh dia telah berbuat syirik". [18]
6- Demikian juga perbuatan tathayyur, yaitu menjadikan sesuatu sebagai
sebab kesialan atau keberhasilan suatu urusan, padahal Allâh Subhanahu
wa Ta'ala tidak menjadikannya sebagai sebab yang berpengaruh.
Perbuatan ini juga dilarang keras oleh Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam sabda beliau yang artinya: "(Melakukan) ath-thiyarah
adalah kesyirikan". [19]
7- Demikian juga perbuatan bersumpah dengan nama selain Allâh Azza wa
Jalla. Rasulullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
"Barangsiapa bersumpah dengan (nama) selain Allâh, sungguh dia telah
berbuat syirik".[20]
NASIHAT DAN PENUTUP
Demikianlah beberapa contoh praktek perbuatan syirik yang terjadi di
masyarakat. Hendaknya fakta tersebut menjadikan seorang Muslim selalu
memikirkan dan mengkhawatirkan dirinya akan kemungkinan terjerumus ke
dalam perbuatan tersebut. Karena siapa yang mampu menjamin dirinya dan
keluarganya selamat dari keburukan yang terjadi pada orang-orang yang
hidup disekitarnya?
Kalau Nabi Ibrâhim Alaihissallam saja sampai mengkhawatirkan dirinya dan
keluarganya terjerumus dalam perbuatan menyembah kepada selain Allâh
(syirik), dengan berdoa kepada Allah 'jauhkanlah diriku dan anak cucuku
dari (perbuatan) menyembah berhala' (Ibrâhim:35), padahal beliau
Alaihissallam adalah nabi mulia yang merupakan panutan dalam kekuatan
iman, kekokohan tauhid, serta ketegasan dalam memerangi syirik dan
pelakunya, maka sudah tentu kita lebih pantas lagi mengkhawatirkan hal
tersebut menimpa diri dan keluarga kita, dengan semakin
bersungguh-bersungguh berdoa dan meminta perlindungan kepada-Nya agar
dihindarkan dari semua perbuatan tersebut dan pintu-pintu yang membawa
kepadanya.
Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengajarkan doa
perlindungan dari segala bentuk syirik kepada Sahabat yang mulia, Abu
Bakar ash-Shiddîq Radhiyallahu 'anhu yang berbunyi :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
"Ya Allâh, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan
menyekutukan-Mu yang aku ketahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari
apa yang tidak aku ketahui (sadari)" [21].
Juga tentu saja, dengan semakin giat mengusahan langkah-langkah untuk
kian memantapkan akidah tauhid dalam diri kita yang terwujud dalam
meningkatnya semangat mempelajari ilmu tentang tauhid dan keimanan,
serta berusaha semaksimal mungkin mempraktekkan dan merealisasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Wallâhu a'lam
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XIV/1431/2010M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]
________
Footnote
[1]. Hadits shahih riwayat Abu Dâwud no. 4252, at-Tirmidzi no. 2219 dan Ibnu Mâjah no. 3952.
[2]. Lihat kitab al-‘Aqîdatul Islâmiyyah, Muhammad bin Jamil Zainu, hlm. 33-34
[3]. Kitâbut Tauhîd, Shâleh bin Fauzân al-Fauzân, hlm. 8
[4]. Ini adalah nama-nama orang shaleh dari umat Nabi Nûh Alaihissallam ,
yang kemudian setelah mereka wafat, kaumnya menjadikan patung-patung
mereka sebagai sembahan selain Allâh k . Lihat QS Nûh/71:23
[5]. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS. az-Zumar/39:3
[6]. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Yûnus/10:18
[7]. Kasyfusy Syubuhât hlm. 7
[8]. Al-‘Aqîdatul Islâmiyyah hlm. 46
[9]. Pembahasan ini diringkas dari kitab Mukhâlafât fit Tauhîd, Syaikh
‘Abdul ‘Aziz ar-Rayyis, dengan sedikit tambahan dan penyesuaian
[10]. HR. Ahmad (2/429) dan al-Hâkim (1/49). Lihat ash-Shahîhah no. 3387
[11]. Hum Laisu Bisyai hlm. 4
[12]. HR. al-Bukhâri no. 3261
[13]. HR. al-Bukhâri no. 1132 dan Muslim no. 1397
[14]. HR. al-Bukhâri no. 1133 dan Muslim no. 1394
[15]. HR. al-Bukhâri no. 1265 dan Muslim no. 529
[16]. HR. Muslim no. 532
[17]. HR. Muslim (no. 970).
[18]. HR. Ahmad (4/156). Lihat ash-Shahîhah no. 492
[19]. HR. Abu Dâwud no. 3910, at-Tirmidzi no. 1614 dan Ibnu Mâjah no. 3538. Lihat ash-Shahîhah no. 429
[20]. HR. Abu Dâwud (no. 3251) dan at-Tirmidzi (no. 1535). Lihat ash-Shahîhah no. 2042
[21]. Hadits shahih riwayat al-Bukhâri, al-Adabul Mufrad no. 716 dan Abu Ya’la no. 60.
Sumber: http://almanhaj.or.id/content/2841/slash/0/waspada-syirik-di-sekitar-kita/
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.