Minggu, 17 November 2013

Memberi Nama Yang Diperhambakan Kepada Selain Allah

Memasuki bab selanjutnya dalam pembahasan Kitab Tauhid, penulis ingin menjelaskan secara singkat mengenai pemberian nama / gelar yang diperhambakan kepada selain Allah. Bagaimana bentuknya dan apa saja yang dilarang? Berikut pembahasannya


Memberi Nama Yang Diperhambakan Kepada Selain Allah


Firman Allah ‘Azza wa Jalla :
"Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkanNya kepada keduanya itu. Maka Mahatinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan." (Al-A’raf: 190)

Ibnu Hazm mengatakan: "Para ulama telah sepakat mengharam-kan setiap nama yang diperhambakan kepada selain Allah, seperti: ‘Abdu ‘Umar (Hamba Umar), ‘Abdul-Ka’bah (Hamba Ka’bah) dan yang semisalnya, kecuali ‘Abdul-Muthalib." [1]

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu ‘Abbas, dalam menafsirkan ayat tersebut, mengatakan:
"Setelah Adam menggauli isterinya Hawwa’ ia pun hamil. Lalu Iblis datang kepada mereka berdua dengan berkata: "Sungguh, aku adalah kawanmu berdua yang telah mengeluarkan kamu dari Surga. Demi Allah, hendaklah kamu mentaatiku, kalau tidak niscaya akan kujadikan anakmu itu bertanduk dua seperti rusa, sehingga akan keluar dari perut isterimu dengan merobek-nya. Demi Allah, pasti akan kulakukan." Demikianlah Iblis menakut-nakuti mereka berdua. "Namailah anakmu itu ‘Abdul-Harits[2]", kata Iblis memerintah. Tetapi keduanya menolak untuk mematuhinya. Tatkala bayi mereka lahir, lahirlah dia dalam keadaan mati.
Kemudian Hawwa’ hamil lagi, maka datanglah Iblis kepada mereka berdua dengan mengatakan seperti yang pernah ia katakan. Tetapi mereka berdua tetap menolak untuk mematuhinya, dan bayi mereka pun lahir lagi dalam keadaan mati.
Selanjutnya, Hawwa’ mengandung lagi, maka datanglah Iblis kepada mereka berdua dan mengingatkan mereka apa yang pernah ia katakan. Karena Adam dan Hawwa’ lebih menginginkan keselamatan anaknya, akhirnya mereka mematuhi Iblis dengan memberi kepada anak mereka nama ‘Abdul-Harits. Itulah tafsiran firman Allah: "Mereka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah dalam hal (anak) yang Dia karuniakan kepada mereka."

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan pula, dengan sanad shahih, bahwa Qatadah mengatakan: "Yaitu: berbuat syirik dalam hal ketaatan kepada Iblis, bukan dalam ibadah kepadanya."[3]

Demikian juga ia meriwayatkan dengan sanad shahih, bahwa dalam menafsirkan firman Allah: "Jika Engkau mengkaruniakan kami anak laki-laki yang sempurna (wujudnya)"[4]

Mujahid mengatakan: "Adam dan Hawwa’ khawatir kalau bayi mereka itu lahir tidak dalam wujud manusia." Dan diriwayatkannya pula tafsiran yang senada dari Al-Hasan [Al-Bashri], Sa’id [bin Jubair] dan yang lain.


Kandungan Bab Ini

  1. Dilarang setiap nama yang diperhambakan kepada selain Allah.
  2. Tafsiran ayat tersebut di atas. [5]
  3. Perbuatan syirik, [sebagaimana dinyatakan oleh ayat ini], dalam sekedar pemberian nama saja, tanpa bermaksud hakikatnya.
  4. Anak perempuan yang sempurna wujud jasmaninya, yang di-karuniakan Allah kepada seseorang merupakan nikmat [yang harus disyukuri].
  5. Telah disebutkan oleh ulama Salaf mengenai perbedaan antara syirik dalam ketaatan dan syirik dalam ibadah.

Catatan Kaki

[1] Maksudnya Ulama belum sepakat mengharamkan ‘Abdul Muthalib, karena asal nama ini berhubungan dengan perbudakan.

[2] Al-Harits adalah nama Iblis. Dan maksud Iblis menakut-nakuti mereka berdua supaya memberi nama tersebut kepada anaknya ialah untuk mendapatkan suatu macam bentuk perbuatan syirik, dan inilah salah satu cara Iblis memperdaya musuhnya, kalau dia belum mampu untuk menjerumuskan seseorang manusia ke dalam tindakan maksiat yang besar resikonya, akan dimulai untuk menjerumus-kannya terlebih dahulu dari tindakan maksiat yang ringan atau kecil.

[3] Maksudnya: Mereka tidaklah menyembah Iblis, tetapi mentaati Iblis dengan memberi nama ‘Abdul-Harits kepada anak mereka, sebagaimana yang diminta Iblis. Dan perbuatan itu disebut perbuatan syirik kepada Allah.
[4] Surah Al-A’raf: 189.
[5] Ayat ini menunjukkan bahwa anak yang dikaruniakan Allah kepada seseorang termasuk nikmat yang harus disyukuri, dan termasuk kesempurnaan rasa syukur kepadaNya bila diberi nama yang baik yang tidak diperhambakan kepada selainNya, karena pemberian nama yang diperhambakan kepada selain-Nya adalah syirik.

 Sumber: http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/kitab-tauhid.html