Minggu, 17 November 2013

Menetapkan Al-Asma’ Al-Husna Hanya Untuk Allah [Dan 3 Bab Selanjutnya]


Selanjutnya, merupakan gabungan dari empat bab pendek dari penulis Kitab Tauhid. Beliau menerangkan mengenai penetapan Asma-asma Allah itu hanya untuk-Nya saja dan beberapa bab setelah itu yakni, Larangan Mengucapkan: “As-Salamu ‘Alallah”, Do’a dengan: “Ya Allah Ampunilah Aku Jika Engkau Menghendaki dan yang terakhir, Jangan Mengatakan: “Hambaku” (‘Abdi; Amati).

Menetapkan Al-Asma’ Al-Husna Hanya Untuk Allah Dan Tidak Menyelewengkannya


Firman Allah ‘Azza wa Jalla :
"Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (Al-A’raf: 180)

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tafsiran firman Allah: "Menyelewengkan asma’Nya", yaitu: "Berbuat syirik (dalam asma’-Nya)."

Diriwayatkan pula dari Ibnu ‘Abbas tafsirannya: "Yaitu: Mereka (orang-orang musyrik) mengambil dari asma’-Nya untuk nama-nama berhala mereka, seperti memberi nama Al-Lat berasal dari Al-Ilah dan Al-’Uzza berasal dari Al-’Aziz." 
Dan diriwayatkan dari Al-A’masy[1] bahwa dalam menafsirkan ayat tersebut ia mengatakan: "Mereka memasukkan ke dalam asma’-Nya apa yang bukan darinya."


Kandungan Bab Ini

  1. Wajib menetapkan asma’ [untuk Allah, sesuai dengan ke-agungan dan kemuliaanNya].
  2. Seluruh asma’ Allah adalah husna (Maha Indah).
  3. Diperintahkan untuk berdoa dengan asma’ husna-Nya.
  4. Diperintahkan untuk meninggalkan orang-orang yang tidak tahu, yang menyelewengkan asma’-Nya.
  5. Tafsiran menyelewengkan asma’ Allah.
  6. Ancaman terhadap orang yang menyelewengkannya asma’ Allah dari kebenaran.

Larangan Mengucapkan: "As-Salamu ‘Alallah"


Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud , katanya:
"Semula, apabila kami melakukan shalat bersama Nabi shallallahu‘alaihi wasallam, kami mengucapkan: "Semoga keselamatan untuk Allah dari para hambaNya; semoga keselamatan untuk si Fulan dan si Fulan", maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:  "Janganlah kamu mengu-capkan: ‘As-Salamu ‘Alallah’ (semoga keselamatan untuk Allah), karena sesungguhnya Allah adalah As-Salam (Maha Pemberi Keselamatan)."


Kandungan Bab Ini

  1. Tafsiran As-Salam.[2]
  2. As-Salam merupakan ucapan selamat.
  3. Hal ini tidak sesuai untuk Allah.
  4. Alasannya, [karena As-Salam adalah salah satu dari asma' Allah, Dialah Yang Memberi keselamatan dan hanya kepadaNya kita memohon keselamatan].
  5. Telah diajarkan kepada para sahabat ucapan penghormatan yang sesuai untuk Allah.[3]

Do’a dengan: "Ya Allah Ampunilah Aku Jika Engkau Menghendaki"


Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah ada seseorang di antara kamu yang berdo’a: "Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau menghendaki", atau berdo’a: "Ya Allah, limpahkan rahmat-Mu kepadaku jika Engkau menghendaki; tetapi hendaklah berkeinginan kuat dalam permohonannya itu, karena sesungguhnya Allah tiada sesuatu pun yang memaksa-Nya untuk berbuat sesuatu."

Dan disebutkan dalam riwayat Muslim:
"Dan hendaklah ia membesarkan harapannya, karena sesungguhnya Allah tidak terasa berat bagi-Nya sesuatu yang Dia berikan."


Kandungan Bab Ini:

  1. Dilarang mengucapkan: "Jika Engkau menghendaki" dalam berdo’a.
  2. Alasannya, (ucapan ini menunjukkan seakan-akan Allah merasa keberatan dengan permintaan hamba-Nya atau merasa terpaksa untuk memenuhi permohonan hamba-Nya).
  3. Diperintahkan untuk berkeinginan kuat dalam berdo’a.
  4. Diperintahkan untuk membesarkan harapan dalam berdo’a.
  5. Alasannya, (karena Allah adalah Maha Kaya, Maha Luas karunia-Nya dan Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya).

Jangan Mengatakan: "Hambaku" (‘Abdi; Amati)


Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah seseorang di antara kamu mengatakan (kepada sahaya atau pelayannya): "Hidangkan makan atau berikan air wudhu’ kepada Gusti Pangeranmu (Rabbaka), dan biarlah pelayan itu mengatakan: "Tuanku (Sayyidi; Maulaya); janganlah pula seseorang diantara kamu mengatakan kepadanya: "Abdiku, hambaku (‘abdi; amati)", tetapi hendaklah mengatakan: "Bujangku (fataya), gadisku (fatati) dan anakku (ghulami)".

Kandungan Bab Ini:

  1. Dilarang mengatakan: "Abdiku, hambaku" (‘abdi; amati).
  2. Dilarang bagi sahaya untuk menyebut: "Gusti Pangeranku" (Rabbi); dan dilarang untuk menyuruhnya dengan mengatakan: "Hidangkan makan untuk Gusti Pangeranmu (Rabbaka)".
  3. Diajarkan kepada si tuan supaya mengatakan: "Bujangku (fataya), gadisku (fatati) atau anakku (ghulami)."
  4. Dan diajarkan kepada pelayan untuk mengatakan: "Tuanku (Sayyidi; Maulaya)".
  5. Maksud hal tersebut, yaitu: pengamalan tauhid dengan semurni-murninya sampai dalam hal ucapan

Catatan Kaki

[1] Abu Muhammad: Sulaiman bin Mahran Al-Asadi, digelari Al-A’masy. Salah seorang tabi’in ahli tafsir, hadits dan ilmu fara’idh, dan banyak meriwayatkan hadits. Dilahirkan th. 61 H (681 M) dan meninggal th. 147 H (765 M).
[2] As-Salam salah satu asma Allah yang artinya Maha Pemberi Keselamatan. As-Salam berarti juga keselamatan, sebagai do’a kepada orang yang diberi ucapan selamat. Karena itu tidak boleh dikatakan "As-Salamu ‘Alallah".
[3] Ucapan penghormatan yang sesuai untuk Allah yaitu: "At Tahiyyatu Lillah, wash-Sholawatu wath-Thoyyibat".
 
Sumber: http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/kitab-tauhid.html