Hukum Sujud Syukur
Jumhur ulama berpendapat tentang
sunnahnya sujud ini. Hal ini diungkapkan oleh Sayid Sabiq dalam kitabnya
Fiqhus Sunnah 1/179 dan Syaikh Al Albani menyetujuinya. Di antara
hadits-hadits yang digunakan adalah :
a. Hadits dari Abi Bakrah :
Artinya : “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam apabila datang kepadanya berita yang menggembirakannya, beliau
tersungkur sujud kepada Allah. (HR. Ahmad dalam Musnad-nya 7/20477, Abu
Dawud 2774, Tirmidzi, dan Ibnu Majah dalam Al Iqamah, Abdul Qadir Irfan
menyatakan bahwa sanadnya shahih. Dihasankan pula oleh Syaikh Al Albani)
b. Hadits :
Artinya : “Bahwasanya Ali radhiallahu ‘anhu menulis (mengirim surat) kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengabarkan tentang masuk Islamnya Hamdan. Ketika membacanya, beliau tersungkur sujud kemudian mengangkat kepalanya seraya berkata : “Keselamatan atas Hamdan, keselamatan atas Hamdan.” (HR. Baihaqi dalam Sunan-nya 2/369 dan Bukhari dalam Al Maghazi 4349. Lihat Al Irwa’ 2/226)
Artinya : “Bahwasanya Ali radhiallahu ‘anhu menulis (mengirim surat) kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengabarkan tentang masuk Islamnya Hamdan. Ketika membacanya, beliau tersungkur sujud kemudian mengangkat kepalanya seraya berkata : “Keselamatan atas Hamdan, keselamatan atas Hamdan.” (HR. Baihaqi dalam Sunan-nya 2/369 dan Bukhari dalam Al Maghazi 4349. Lihat Al Irwa’ 2/226)
c. Hadits Anas bin Malik :
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam ketika diberi kabar gembira, beliau sujud syukur. Hadits ini
dikeluarkan oleh Ibnu Majah 1392. Pada sanad hadits ini terdapat Ibnu
Lahi’ah, dia jelek hapalannya, namun Syaikh Al Albani berkata : “Sanad
ini tidak ada masalah karena ada syawahidnya.”
d. Hadits Abdurrahman bin Auf :
Artinya : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, Jibril Alaihis Salam datang kepadaku dan memberi kabar gembira seraya berkata : “Sesungguhnya Rabbmu berkata kepadamu, ‘barangsiapa membaca shalawat kepadamu, Aku akan memberi shalawat kepadanya. Dan barangsiapa memberi salam kepadamu, Aku akan memberi salam kepadanya.’ “ Maka aku sujud kepada-Nya karena rasa syukur. (HR. Ahmad 1/191, Hakim 1/550, dan Baihaqi 2/371)
Artinya : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, Jibril Alaihis Salam datang kepadaku dan memberi kabar gembira seraya berkata : “Sesungguhnya Rabbmu berkata kepadamu, ‘barangsiapa membaca shalawat kepadamu, Aku akan memberi shalawat kepadanya. Dan barangsiapa memberi salam kepadamu, Aku akan memberi salam kepadanya.’ “ Maka aku sujud kepada-Nya karena rasa syukur. (HR. Ahmad 1/191, Hakim 1/550, dan Baihaqi 2/371)
Hadits-hadits di atas dikomentari oleh
Syaikh Al Albani dan Syaikh Salim Al Hilali sebagai berikut :
“Kesimpulannya, tidak diragukan lagi bagi seorang yang berakal untuk
menetapkan disyariatkannya sujud syukur setelah dibawakan hadits-hadits
ini. Lebih-lebih lagi hal ini telah diamalkan oleh Salafus Shalih
radhiallahu ‘anhum.
Di antara atsar-atsar para shahabat adalah :
1. Sujud Ali radhiallahu ‘anhu ketika
mendapatkan Dzutsadniyah pada kelompok khawarij. Atsar ini ada pada
riwayat Ahmad, Baihaqi, dan Ibnu Abi Syaibah dari beberapa jalan yang
mengangkat atsar ini menjadi hasan.
2. Sujud Ka’ab bin Malik karena syukur
kepada Allah ketika diberi kabar gembira bahwa Allah menerima taubatnya.
Dikeluarkan oleh Bukhari 3/177-182, Muslim 8/106-112, Baihaqi 2/370,
460, dan 9/33-36, dan Ahmad 3/456, 459, 460, 6/378-390.
Menanggapi atsar-atsar ini Syaikh Salim
berkata : “Oleh karena itu, seorang yang bijaksana tidak meragukan lagi
untuk menyatakan disyariatkannya sujud syukur.
Barangsiapa menyangka bahwa sujud syukur
merupakan perkara bid’ah, maka janganlah menengok kepadanya setelah
peringatan ini.” (Lihat Bahjatun Nadhirin, jilid 2 halaman 325)
Bagaimana syarat-syarat dilaksanakannya sujud syukur?
Imam Shan’ani menyatakan setelah
membawakan hadits-hadits masalah sujud syukur di atas : “Tidak ada pada
hadits-hadits tentang hal ini yang menunjukkan adanya syarat wudlu dan
sucinya pakaian dan tempat.”
Imam Yahya dan Abu Thayib juga
berpendapat demikian. Adapun Abul ‘Abbas, Al Muayyid Billah, An Nakha’i,
dan sebagian pengikut Syafi’i berpendapat bahwa syarat sujud syukur
adalah seperti disyaratkannya shalat.
Imam Yahya mengatakan pula : “Tidak ada sujud syukur dalam shalat walaupun satu pendapat pun.”
Abu Thayib tidak mensyaratkan menghadap kiblat ketika sujud ini. (Lihat Nailul Authar, juz 3 halaman 106)
Imam Syaukani merajihkan bahwa dalam
sujud syukur tidak disyaratkan wudlu, suci pakaian dan tempat, juga
tidak disyaratkan adanya takbir dan menghadap kiblat. Wallahu A’lam.