Waktu-Waktu Terlarang untuk Melaksanakan Shalat
Waktu-waktu terlarang yang kita maksud
pada pembahasan ini adalah waktu untuk melaksanakan shalat sunnah.
Terdapat tiga waktu terlarang untuk mengerjakan shalat sunnah, yaitu:
- Waktu terbit matahari.
- Waktu condong matahari pada tengah hari.
- Waktu tenggelamnya matahari.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Ada tiga waktu yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang kami untuk shalat atau mengubur mayat pada waktu-waktu
tersebut, yaitu ketika matahari terbit hingga dia meninggi, ketika
bayangan seseorang tampak tegak lurus saat dia berdiri dia bawah sinar
matahari hingga condongnya matahari, ketika pancaran sinar matahari
semakin berkurang saat hendak terbenam hingga waktu terbenamnya.”
(Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Muslim, Abu Daud, dan
Tirmidzi)
Di antara ulama terdapat perbedaan
pendapat ilmiah tentang tetap boleh atau tidaknya melaksanakan shalat
sunnah pada waktu terlarang, jika ada sebab melaksanakannya. Dua
pendapat ulama tersebut adalah:
- Shalat sunnah boleh dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang untuk melaksanakan shalat, jika ada sebab melaksanakannya.
- Shalat sunnah tidak boleh dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang untuk melaksanakan shalat, meskipun ada sebab melaksanakannya.
Dalam permasalahan ini pendapat yang
lebih kuat adalah pendapat pertama (yang membolehkan jika ada sebab).
Wallahu a’lam. Di antara contoh sebab tersebut adalah shalat tahiyyatul
masjid, shalat gerhana, istisqa’, dan shalat sunnah dua rakaat setelah
berwudhu.
Mari kita sertakan beberapa contoh tentang penjelasan di atas. Semoga menambah pemahaman kita.
Pada saat kita masuk ke sebuah masjid
pukul 06.00, misalnya untuk mengikuti pengajian, bolehkah kita shalat
tahiyyatul masjid padahal saat itu adalah waktu terlarang untuk shalat?
Jawabannya: Boleh, karena kita memiliki sebab untuk melaksanakan
shalat di waktu terlarang tersebut, yaitu karena kita masuk ke dalam masjid.
Contoh lain, yaitu saat kita berwudhu
pada pukul 11.30, apakah kita boleh melaksanakan shalat sunnah dua
rakaat setelah wudhu? Jawabannya: Boleh, karena sebab kita melaksanakan
shalat sunnah tersebut adalah kita selesai melaksanakan wudhu.
Shalat sunnah dua rakaat setelah berwudhu merupakan salah satu
tuntunan dalam Islam yang ganjarannya begitu mulia. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bilal ketika shalat shubuh, “Wahai
Bilal, beritahukanlah kepadaku tentang sebuah amal yang paling engkau
harapkan dalam Islam, karena aku mendengar suara kedua sendalmu berada
di hadapanku di surga.” Bilal berkata, “Aku tidak mengetahui amalan
yang paling aku harapkan (sebagai amal andalan) selain bahwasanya aku
tidaklah berwudhu pada malam atau siang hari, melainkan aku akan shalat
semampuku.” (Hadits muttafaq ‘alaih)
Adapun jika kita sekadar hendak shalat di waktu terlarang, tanpa ada sebab tertentu, maka itu tidak diperbolehkan.
Waktu-Waktu dan Tempat-Tempat yang Dikecualikan dari Pelarangan
عن عقبة بن عامر رضي الله عنه قال: ((ثلاث
ساعات كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ينهان أن نصلي فيهن أو أن نقبر
فيهن موتانا: حين تطلع الشمس بازغة حتى ترتفع، و حين يقوم قائم الظهيرة
حتى تميل الشمس و حين تضيف الشمس للغروب حتى تغرب
Dari ‘Uqbah bin Anir radhiyallhu ‘anhu, dia berkata, “Tiga waktu yang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
melarang kami untuk shalat pada waktu-waktu tersebut atau menguburkan
mayat pada saat tersebut adalah ketika matahari terbit hingga matahari
tersebut meninggi, ketika tengah hari hingga matahari condong, dan
ketika petang hari hingga saat matahari terbenam.”
Tempat-Tempat Terlarang untuk Melaksanakan Shalat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku diberi keutamaan atas para nabi dengan enam hal: aku diberi jawaami’il kalim
(kalimat ringkas namun padat makna –pen), aku ditolong pada peperangan
(dengan rasa takut pada dada musuhku), harta rampasan perang dihalalkan
bagiku, bagiku bumi dijadikan untuk bersuci (tayamum) dan sebagai
masjid (tempat untuk shalat –pen), aku diutus kepada seluruh makhluk,
dan aku menjadi penutup para nabi.” (Hadits shahih, riwayat Muslim)
Berdasarkan hadits tersebut, dapat
dipahami bahwa seluruh bagian permukaan bumi adalah masjid (tempat
untuk shalat), kecuali kuburan, kamar mandi, dan kandang unta.
Pengecualian tersebut disebutkan pada hadits-hadits berikut ini:
Dari Jundub bin Abdullah Al-Bajlaa, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lima hari sebelum beliau wafat, beliau bersabda,
“Ketahuilah bahwa umat sebelum kalian menjadikan kubur para nabi mereka
dan orang-orang shalih mereka sebagai masjid. Ketahuilah, jangnlah
kalian menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid. Sesungguhnya aku
melarang kalian dari hal tersebut.” (Hadits shahih, riwayat Muslim)
Dari Abu Sa’id Al-Khudry, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Seluruh bagian bumi adalah masjid, kecuali kuburan dan kamar mandi’.” (Hadits shahih, riwayat Ibnu Majah, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Dari Barra ‘ bin Azib, dia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat di kandang unta,
maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Janganlah kalian
shalat di kandang unta, karena sesungguhnnya itu di antara tempat
setan-setan.’ Dan beliau ditanya tentang shalat di kandang kambing,
maka beliau bersabda, ‘Shalatlah kalian di sana karena dia merupakan
tempat yang mengandung berkah.’.” (Hadits shahih, riwayat Ibnu Majah dan Abu Daud)
–
Maraji`:
Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz oleh Syaikh ‘Abdul ‘Azhim Ibnu Badawi, tahun terbit 1421 H/2001 M, Mesir: Daar Ibnu Rajab
Maraji`:
Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz oleh Syaikh ‘Abdul ‘Azhim Ibnu Badawi, tahun terbit 1421 H/2001 M, Mesir: Daar Ibnu Rajab
***
Artikel muslimah.or.id