Apabila sukarelawan adzan tidak ada, maka
 Imam (pemerintah) boleh  menggaji dari Baitul Mal kepada orang yang 
melakukan tugas tersebut,  karena kaum muslimin sangat membutuhkannya.
2.  Orang yang adil dan bisa dipercaya. 
Karena muadzin adalah orang  diberi amanat. Yakni yang dapat dipercaya 
dalam menjaga waktu-waktu  shalat, dan dapat dipercaya bahwa ia mampu 
menjaga pandangannya dari  melihat aurat orang lain. Adzan seorang fasiq
 hukumnya makruh tetapi  tepat sah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memilih
 pendapat tidak sahnya  adzan yang dikumandangkan orang yang jelas 
kefasikkannya, karena  bertentangan dengan perintah Nabi shallallahu 
‘alaihi wa sallam. [Lihat  Kitab Al_Mawahib (I/436); Al_Mughni (I/413); 
dan Al_Ikhtiyaraat, hal.  37]
3.  Memiliki suara yang bagus. 
Berdasarkan sabda Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada 
Abdullah bin Zaid, “Pergilah dan  ajarkan apa yang telah kamu lihat 
(dalam mimpi) kepada Bilal, karena ia  memiliki suara yang lebih baik 
daripada suaramu.” [Hadits hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud, At_Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain]
Muadzin juga boleh menggunakan sound 
system untuk memperbagus dan  mengeraskan suaranya. Tetapi makruh 
hukumnya meliuk-liukkan dan  menyanyikan adzan.
4.  Mengetahui kapan masuknya waktu 
shalat, agar muadzin dapat  mengu-mandangkan adzan tepat pada awal waktu
 dan terhindar dari  kesalahan. Akan tetapi seseorang yang tidak 
mengetahui kapan masuknya  waktu dengan dirinya sendiri – seperti orang 
yang buta – tetap  dibolehkan untuk mengumandangkan adzan jika ada orang
 yang  memberitahukannya. Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu – seorang 
yang  buta – tidaklah mengumandangkan adzan kecuali setelah dikatakan  
kepadanya, “Shubuh, Shubuh.”
Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I
http://alhafizh84.wordpress.com/2009/10/29/sifat-sifat-muadzin/
http://aljaami.wordpress.com/2011/03/26/sifat-sifat-yang-hendaknya-dimiliki-oleh-seorang-muadzin-tukang-adzan/ 
