Tampilkan postingan dengan label Hadist. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hadist. Tampilkan semua postingan

Senin, 02 November 2015

Hadits Mursal

DEFINISI HADITS MURSAL


 Hadits Mursal

Definisi
Mursal menurut bahasa merupakan isim maf’ul yang berarti dilepaskan. Sedangkan hadits mursal menurut istilah adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi’in. Seperti bila seorang tabi’in mengatakan,”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda begini atau berbuat begini”.

Contohnya :
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya pada Kitab Al-Buyu’, berkata : Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Rafi’, (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Hujain, (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Laits dari ‘Aqil dari Ibnu Syihab dari Said bin Al-Musayyib,”Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah melarang Muzabanah (jual beli dengan cara borongan hingga tidak diketahui kadar timbangannya).”
Said bin Al-Musayyib adalah seorang tabi’in senior, meriwayatkan hadits ini dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tanpa menyebutkan perantara dia dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka sanad hadits ini telah gugur pada akhirnya, yaitu perawi setelah tabi’in. Setidaknya telah gugur dari sanad ini shahabat yang meriwayatkannya. Dan sangat mungkin telah gugur pula bersamanya perawi lain yang setingkat (se-thabaqah) dengannya dari kalangan tabi’in.
Inilah hadits mursal menurut ahli hadits. Sedangkan menurut ulama fiqih dan ushul fiqih lebih umum dari itu, yaitu bahwa setiap hadits yang munqathi’ (= akan dijelaskan lebih lanjut nanti insyaAllah) menurut mereka adalah mursal.

Hukumnya
  • Jumhur (mayoritas) ahli hadits dan ahli fiqih berpendapat bahwa hadits mursal adalah dla’if dan menganggapnya sebagai bagian dari hadits mardud (tertolak), karena tidak diketahui kondisi perawinya. Bisa jadi perawi yang gugur dari sanad adalah shahabat atau tabi’in. Jika yang gugur itu shahabat, maka tidak mungkin haditsnya ditolak, karena semua shahabat adalah ‘adil. Jika yang gugur itu adalah tabi’in, maka sangat dimungkinkan hadits tersebut adalah dla’if. Namun dengan kemungkinan seperti ini, tetap tidak bisa dipercaya atau dipastikan bahwa perawi yang gugur itu seorang yang ‘adil. Dan meskipun diketahui bahwa sang tabi’in tidak akan meriwayatkan kecuali dari orang yang tsiqah, maka hal ini pun tidak cuckup untuk mengangkat ketidakjelasan kondisi si perawi.
  • Pendapat lain mengatakan bahwa hadits mursal adalah shahih dan dapat dijadikan sebagai hujjah, terlebih lagi jika si tabi’in tidak meriwayatkan hadits kecuali dari orang-orang yang tsiqah dan dapat dipercaya. Pendapat ini masyhur dalam madzhab Malik, Abu Hanifah, dan salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad.
  • Imam Syafi’I berpendapat bahwa hadits-hadits mursal para tabi’in senior dapat diterima apabila terdapat hadits mursal dari jalur lain, atau dibantu dengan perkataan shahabat (qaulush-shahaby).
Mursal Shahabi
Jumhur muhadditsiin dan ulama ushul fiqih berpendapat bahwa mursal shahabi adalah shahih dan dapat dijadikan hujjah. Yaitu apa yang dikhabarkan oleh seorang shahabat tentang sesuatu yang telah dikerjakan oleh Nabi atau semisalnya, yang menunjukkan bahwa dia tidak menyaksikan secara langsung karena faktor usianya yang masih kecil, atau karena faktor keterlambatan masuk Islam.

Contohnya :
Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa dalam Shahih Bukhari dan Muslim, ia mengatakan : “Awal mula wahyu datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah mimpi yang benar. Maka tatkala beliau melihat sebuah mimpi melainkan datang dalam wujud seperti bintang di shubuh hari. Lalu kemudian beliau dibuat senang menyendiri, sehingga beliau sering menyendiri di Gua Hira’ dimana beliau bertahannuts (beribadah) selama beberapa malam sebelum kemudian kembali menemui keluarganya……..”. (sampai akhir hadits)
Dalam hal ini, ‘Aisyah dilahirkan empat atau lima tahun setelah kenabian. Lalu dimanakah posisi dia pada saat wahyu diturunkan?
Maka pendapat ini dalah pendapat yang benar (yaitu mursal shahabi adalah maqbul), karena semua shahabat adalah ‘adil. Dan pada dhahirnya, seorang shahabat tidak memursalkan sebuah hadits kecuali dia telah mendengarnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, atau dari seorang shahabat lain yang telah mendengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, para ulama hadits menganggap mursal shahabi sama hukumnya dengan hadits yang bersambung sanadnya. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat banyak hadits yang seperti itu. Ada yang mengatakan bahwa mursal shahabi itu sama hukumnya dengan mursal-mursal yang lain. Namun pendapat ini adalah lemah dan ditolak.

Sumber :
Ditulis oleh sahabat baik Abu Al Jauzaa

https://jacksite.wordpress.com/2007/07/04/ilmu-hadits-definisi-hadits-mursal/

Jumat, 06 Maret 2015

Para Ulama Ahlul Hadits

Para Ulama Ahlul Hadits

بسم الله الرحمن الرحيم
Biografi para ulama ahlul hadits mulai dari zaman sahabat hingga sekarang yang masyhur :
Sumber: Makanatu Ahli Hadits karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub Irtibath bi Ulama dengan sedikit tambahan.

Para Ulama Salaf Lainnya

Para Ulama Salaf Ahlul Hadits selain yang disebutkan diatas yang masyur dizamannya antara lain :
Para Ulama sekarang yang berjalan diatas As-Sunnah yaitu:

Keluarga Rasulullah

صلى ا لله عليه وسلم

Istri- istri Nabi زوجات النبي
Cucu Nabi
Paman Nabi

Para Sahabat Rasulullah

صلى ا لله عليه وسلم

Para Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in

Sedangkan para Tabi’ut Tabi’in dan murid muridnya serta generasi sesudahnya telah disebutkan pada biografi diatas antara lain seperti: Malik bin Anas, Imam Al Auza’I, Sufyan Ats-Tsauri, Abu Hanifah, Imam Syafee’I, Imam Hambali, Imam Muslim, Imam Bukhari, Imam Abu Dawud, Imam Hatim, Imam Zur’ah, Imam Tirmidzi, Imam Nasa’i. Serta generasi berikutnya

 http://faisalchoir.blogspot.com/2011/09/para-ulama-ahlul-hadits.html

Hadits Shahih Sumber Hukum Syari’at, Bukan Hadits Dha’if

Selain bertopang pada al-Quran, hukum yang ditetapkan dalam agama Islam haruslah berlandaskan hadits shahih, bukan hadits dha’if. Allah ta’ala telah mengistimewakan agama ini dengan adanya sanad (jalur periwayatan) hadits. Sanad merupakan penopang agama. Oleh karena itu, hadits shahih wajib diamalkan, adapun hadits dha’if, wajib ditinggalkan. Seorang muslim tidak diperkenankan untuk menetapkan suatu hukum dari sebuah hadits, kecuali sebelumnya dia telah meneliti, apakah sanad hadits tersebut shahih ataukah tidak?

Abdullah bin Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata,

سالت ابي عن الرجل يكون عنده الكتب المصنفة فيها قول رسول الله صلى الله عليه و سلم – والصحابة والتابعين وليس للرجل بصر بالحديث الضعيف المتروك ولا الاسناد القوي من الضعيف فيجور ان يعمل بما شاء ويتخير منها فيفتى به ويعمل به قال لا يعمل حتى يسأل ما يؤخذ به منها فيكون يعمل على امر صحيح يسال عن ذلك اهل العلم
“Saya bertanya kepada ayahku (Imam Ahmad) mengenai seorang yang memiliki berbagai kitab yang memuat sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, perkataan para sahabat, dan tabi’in. Namun, dia tidak mampu untuk mengetahui hadits yang lemah, tidak pula mampu membedakan sanad hadits yang shahih dengan sanad yang lemah. Apakah dia boleh mengamalkan dan memilih hadits dalam kitab-kitab tersebut semaunya, dan berfatwa dengannya? Ayahku menjawab, “Dia tidak boleh mengamalkannya sampai dia bertanya hadits mana saja yang boleh diamalkan dari kitab-kitab tersebut, sehingga dia beramal dengan landasan yang tepat, dan (hendaknya) dia bertanya kepada ulama mengenai hal tersebut. (I’lam a-Muwaqqi’in 4/206).

Imam Muslim rahimahullah berkata, “Ketahuilah, -semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu-, bahwa seluk beluk hadits dan pengetahuan terhadap hadits yang shahih dan cacat hanya menjadi spesialisasi bagi para ahli hadits. Hal itu dikarenakan mereka adalah pribadi yang menghafal seluruh periwayatan para rawi yang sangat mengilmui jalur periwayatan. Sehingga, pondasi yang menjadi landasan beragama mereka adalah hadits dan atsar yang dinukil (secara turun temurun) dari masa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga masa kita sekarang.” (At-Tamyiz hal. 218).

Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah berkata,
فأما الأئمة وفقهاء أهل الحديث فإنهم يتبعون الحديث الصحيح حيث كان
“Para imam dan ulama hadits hanya mengikuti hadits yang shahih saja.” (Fadl Ilmi as-Salaf hal. 57) .

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
لا يجوز أن يعتمد فى الشريعة على الأحاديث الضعيفة التى ليست صحيحة ولا حسنة
“Syari’at ini tidak boleh bertopang pada hadits-hadits lemah yang tidak berkategori shahih (valid berasal dari nabi) dan hasan.” (Majmu’ al-Fatawa 1/250).

Al-Anshari rahimahullah berkata, “Seorang yang ingin berdalil dengan suatu hadits yang terdapat dalam kitab Sunan dan Musnad, (maka dia berada dalam dua kondisi). Jika dia seorang yang mampu untuk mengetahui (kandungan) hadits yang akan dijadikan dalil, maka dia tidak boleh berdalil dengannya hingga dia meneliti ketersambungan sanad hadits tersebut (hingga nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan kapabilitas para perawinya. Jika dia tidak mampu, maka dia boleh berdalil dengannya apabila menemui salah seorang imam yang menilai hadits tersebut berderajat shahih atau hasan. Jika tidak menemui seorang imam yang menshahihkan hadits tersebut, maka dia tidak boleh berdalil dengan hadits tersebut.” (Fath al-Baqi fi Syarh Alfiyah al-’Iraqi).

Diterjemahkan dari Ushul Fiqh ‘ala Manhaj Ahli al-Hadits hal. 9-10, karya Zakariya bin Ghulam Qadir al-Bakistani.

Gedong Kuning, Yogyakarta, 5 Rabi’ ats Tsani 1431.
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id
 http://faisalchoir.blogspot.sg/2012/06/hadits-shahih-sumber-hukum-syariat.html

Hadits-hadits Arba’in

Hadits hadits Arba’in

Kumpulan Hadits Arba’in, Karya Imam an Nawawi

 http://faisalchoir.blogspot.com/2011/09/hadits-hadits-arbain.html

Ringkasan Shahih Muslim

Hadits Shahih Muslim

  1. Iman
  2. Bersuci
  3. Haid
  4. Shalat
  5. Masjid Dan Lokasi Shalat
  6. Shalat Musafir dan Meng-qasarnya
  7. Shalat Jum’at
  8. Shalat Ied
  9. Salat Istisqa’ (minta hujan)
  10. Gerhana
  11. Jenazah
  12. Zakat
  13. Puasa
  14. Iktikaf
  15. Haji
  16. Nikah
  17. Penyusuan
  18. Talak
  19. Sumpah Li’an
  20. Memerdekakan Budak
  21. Jual Beli
  22. Faraid
  23. Hibah
  24. Wasiat
  25. Nazar
  26. Sumpah
  27. Tentang Sumpah, Kelompok Penyamun, Kisas Dan Diyat
  28. Hudud
  29. Peradilan
  30. Barang Temuan
  31. Jihad dan Ekspedisi
  32. Pemerintahan
  33. Hewan Buruan, Hewan Sembelihan Dan Hewan Yang Boleh Dimakan
  34. Qurban
  35. Minuman
  36. Pakaian dan Perhiasan
  37. Adab
  38. Ucapan Salam
  39. Lapal-Lapal Kesopanan dan lainnya
  40. Syair
  41. Mimpi
  42. Keutamaan Beberapa Perkara
  43. Keutamaan Sahabat
  44. Kebajikan, Silaturahmi Dan Adab Sopan Santun
  45. Takdir
  46. Ilmu
  47. Zikir, Doa, Tobat Dan Istigfar
  48. Tobat
  49. Sifat Orang Munafik Dan Hukum Tentang Mereka
  50. Keadaan Hari Kiamat, Surga Dan Neraka
  51. Bentuk Kenikmatan Surga Dan Penghuninya
  52. Cobaan Dan Tanda-Tanda Hari Kiamat
  53. Zuhud Dan Kelembutan Hati
  54. Tafsir

    http://faisalchoir.blogspot.com/2011/09/ringkasan-shahih-muslim.html