Selasa, 03 Desember 2013

Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (Kompilasi)

Pengantar
Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya. Dan kita berlindung kepada Allah dari jahatnya nafsu dan jeleknya amalan. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah maka tiada yang mampu menyesatkannya dan barangsiapa yang telah disesatkan-Nya maka tiada yang mampu menunjukinya. 

Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang benar untuk diibadahi selain Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad Shallalahu alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan-Nya.

Aqidah adalah sesutu yang paling mendasar dalam agama ini, tanpa pemahaman aqidah sebagaimana salafus shaleh umat ini memahaminya, maka kita akan tergelincir, bahkan tergelincir kepada kekafiran. begitu urgennya masalah ini, maka kami memberanikan diri mengkompilasi 3 karya ulama besar dalam aqidah ahlus sunnah wal jama'ah yaitu:
  1. Aqidah Thahawiyah oleh Imam Abu Jafar Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin Abdil Malik al-Azdy al-Mishri ath-Thahawi
  2. Ushuulus Sunnah Wa I'tiqad Dien oleh Ibnu Abi Hatim
  3. Ushuulus Sunnah oleh Abu Bakar Al-Humaidi
Aqidah Thahawiyah dan Ushuulus Sunnah Wa I'tiqad Dien kami download dari www.perpustakaan-islam.com, sedangkan Ushuulus Sunnah oleh Abu Bakar Al-Humaidi kami salin dari Aqidah Shahih Penyebab Selamatnya Seorang Muslim terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i, kami hanya menyalin matannya saja.
Akhirnya kami berharap ebook ini bermanfaat bagi kita semua, shalawat beserta salam bagi Rasulullah صلی الله عليه وسلم , keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman.
____________


Al-Aqidah Ath-Thahawiyah1
Abu Ja'far At-Thahawi

Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin. Al-'Allamah Hujjatul Islam Abu Ja'far Al-Warraq Ath-Thahawi-di Mesir-berkata: "Inilah penuturan keterangan tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, menurut mahdzab para ahli fiqih Islam: Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit Al-Kufi, Abu Yusuf Ya'qub bin Ibrahim Al-Anshari dan Abu Abdillah Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani Ridwanallahu 'alaihim ajma'in, beserta pokok-pokok keagamaan yang mereka yakini dan mereka gunakan untuk beribadah kepada Allah Rabbil 'alamin."2
1.  Kami menyatakan tentang tauhid kepada Allah, berdasarkan keyakinan semata-mata berkat taufiq Allah: Sesungguhnya Allah itu Maha Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya.
2.  Tiada sesuatupun yang menyamai-Nya.
3.  Tiada sesuatupun yang dapat melemahkannya.
4.  Tiada yang berhak untuk diibadahi selain diri-Nya.
5.  Yang Maha Terdahulu tanpa berawal, yang Maha Kekal tanpa pernah berakhir.
6.  Tak akan pernah punah ataupun binasa.
7.  Tak ada sesuatupun yang terjadi, melainkan dengan kehendak-Nya.
8.  Tak dapat digapai oleh pikiran, tak juga dapat dicapai oleh pemahaman.
9.  Tidak menyerupai makhluk-Nya.
10. Yang Maha Hidup tak pernah mati, yang Maha Terjaga dan tak pernah tertidur.
11. Mencipta tanpa merasa membutuhkan (kepada ciptaan-Nya), membagi rezeki tanpa mengharapkan imbalan.
12. Mematikan tanpa gentar dan Membangkitkan (setelah mati) tanpa kesulitan.
13. Dia telah memiliki sifat-sifat itu semenjak dahulu, sebelum mencipta. Dengan terciptanya para makhluk, tak bertambah sedikitpun sifat-sifat-Nya. Yang selalu tetap dengan sifat-sifat­Nya semenjak dahulu tanpa berawal, dan akan terus kekal dengan-Nya, sifat-sifat-Nya selamanya.
14. Nama-Nya Al-Khaliq sebagai Pencipta, tidaklah disandang-Nya baru setelah Dia menciptakan makhluk-makhluk-Nya. Dan namanya Al-Bari (Yang Menjadikan) tidaklah diambil baru seusai Dia menjadikan hamba-hamba-Nya.
15. Dia-lah pemilik sebutan Al-Rabb (Pemelihara), dan bukanlah Dia Marhub atau yang dipelihara. Dia juga pemilik sebutan Al-Khaliq dan bukanlah Dia sebagai makhluk.
16. Sebagaimana Dia adalah Dzat yang menghidupkan segala yang mati (Al-Muhyi), Dia-pun berhak atas sebutan itu, dari sebelum menghidupkan mereka. Demikian juga Ia berhak menyandang sebutan Al-Khaliq sebelum menciptakan mereka.
17. Untuk itulah, Dia-pun berkuasa atas segala sesuatu, sementara segala sesuatu itu berharap kepada-Nya. Segala urusan bagi-Nya mudah, dan Dia tidaklah membutuhkan sesuatu. Firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Asy-Syura : 11).
18.  Dia menciptakan makhluk dengan ilmu-Nya.
19. Dia menentukan takdir atas mereka.
20. Dia menuliskan ajal kematian bagi mereka.
21. Tiada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya sebelum Dia menciptakan mereka. Bahkan Dia mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, juga sebelum menciptakan mereka.
22. Dia memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk ta'at dan melarang mereka melakukan maksiat.
23. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan takdir dan kehendak-Nya, sedangkan kehendak-Nya itu pasti terlaksana. Tidak ada kehendak bagi hamba-Nya melainkan memang apa yang dikehendaki-Nya. Apa yang Dia kehendaki, pasti terjadi. Dan apa yang tidak Dia kehendaki tak akan terjadi.
24. Dia memberi petunjuk siapa saja yang Dia kehendaki, memelihara dan mengayominya karena keutamaan-Nya. Dia juga menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, menghinakan seseorang dan menghukumnya berdasarkan keadilan-Nya.
25. Seluruh makhluk berada di bawah kendali kehendak Allah di antara kemurahan, keutamaan, dan keadilan-Nya.
26.  Dia mengungguli musuh-musuh-Nya dan tak tertandingi oleh lawan-lawan-Nya.
27. Tak seorang pun mampu menolak takdir-Nya, menolak ketetapan hukum-Nya, atau mengungguli urusan-Nya.
28. Kita mengimani semua itu, dan kita pun meyakini bahwa segalanya datang daripada-Nya.
29. Sesungguhnya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba-Nya yang terpilih, Nabi-Nya yang terpandang, dan Rasul-Nya yang diridlai.
30. Sesungguhnya beliau adalah penutup para Nabi 'Alaihimu As-Sallam.
31. Dia pemimpin orang-orang bertakwa.
32.  Dia penghulu para Rasul.
33. Kekasih Rabb sekalian alam.
34. Segala pengakuan sebagai Nabi sesudah beliau adalah kesesatan dan hawa nafsu.
35. Beliau diutus kepada golongan jin secara umum dan kepada segenap umat manusia, dengan membawa kebenaran, petunjuk dan cahaya yang terang.
36. Sesungguhnya Al-Qur'an adalah Kalamullah; berasal dari-Nya sebagai ucapan yang tak diketahui kaifiyah (bagaimananya, diturunkan kepada Rasul-Nya sebagai wahyu. Diimani oleh kaum mukminin dengan sebenar-benarnya. Mereka meyakininya sebagai kalam Ilahi yang sesungguhnya. Bukanlah sebagai makhluk sebagaimana ucapan hamba-Nya. Barangsiapa yang mendengarnya (mendengar bacaan Al-Qur'an) dan menganggap itu sebagai ucapan makhluk, maka ia telah kafir. Allah sungguh telah mencelanya, menghinanya, dan mengancamnya dengan Naar (Neraka) Saqar. Allah berfirman:
سَأُصْلِيهِ سَقَرَ
"Aku akan memasukkan ke dalam (Naar) Saqar." (QS. Al-Muddatsir: 26). Allah mengancam mereka dengan Naar Saqar tatkala mereka mengatakan:
إِنْ هَذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ
"Ini (Al-Qur'an) tidak lain hanyalah perkataan manusia." (QS. Al-Muddatsir : 25). Dengan itu kita pun mengetahui bahwa Al-Qur'an itu adalah kalam (ucapan) Pencipta manusia dan tidak menyerupai ucapan manusia.
37. Barangsiapa yang mensifati Allah dengan kriteria-kriteria manusia, maka dia sungguh telah kafir. Barangsiapa yang memahami hal ini niscaya dia dapat mengambil pelajaran. Akan dapat menghindari ucapan yang seperti perkataan orang-orang kafir, dan mengetahui bahwa Allah dengan sifat-sifat-Nya tidaklah seperti makhluk-Nya.
38. Melihat Allah adalah hak pasti (benar adanya) bagi Ahli Jannah (penduduk surga) tanpa dapat dijangkau oleh ilmu manusia, dan tanpa manusia mengetahui bagaimana memahami hal itu sebagaimana dinyatakan Rabb kita dalam Al-Qur'an:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
"Wajah-wajah (orang mukmin) pada waktu itu berseri-seri. Mereka betul-betul memandang kepada Rabb mereka." (QS. Al-Qiyamah: 22-23).
Pengertian (sebenar)nya, adalah sebagaimana yang dikehendaki dan diketahui oleh Allah. Setiap hadits shahih yang diriwayatkan dalam persoalan itu, pengertian sesungguhnya adalah sebagaimana yang dikehendaki Allah. Tidak pada tempatnya kita terlibat untuk mentakwilkannya dengan pendapat-pendapat kita, atau menduga-duga saja dengan hawa nafsu kita.
39. Sesungguhnya seseorang tidak akan selamat dalam agamanya, sebelum ia berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menyerahkan ilmu yang belum jelas baginya kepada orang yang mengetahuinya.
40. Sesungguhnya Islam hanyalah berpijak di atas pondasi penyerahan diri dan kepasrahan kepada Allah.
41. Barangsiapa yang mencoba mempelajari ilmu yang terlarang, tidak puas pemahamannya untuk pasrah, maka ilmu yang dipelajarinya itu akan menutup jalan baginya untuk memurnikan tauhid, menjernihkan ilmu pengetahuan dan membetulkan keimanan.
42. Maka menjadilah ia orang yang terombang-ambing antara keimanan dan kekufuran, pembenaran dan pendustaan, pengikraran dan pengingkaran. Selalu kacau, bimbang, tidak bisa dikatakan ia membenarkan dan beriman, tidak juga dapat dikatakan kafir dan ingkar.
43. Tidak sah keimanan seseorang yang mengimani bahwa penghuni jannah akan memandang Rabb mereka, yang semata-mata ditegakkan di atas prasangka (keragu-raguan) menganggapnya sebagai 'praduga' atau takwil dengan pemikirannya. Karena penafsiran 'penglihatan' itu, dan juga penafsiran segala pengertian yang disandarkan kepada Rabb, haruslah tanpa mentakwilkannya dan dengan kepasrahan diri. Itulah sandaran dien/keyakinan kaum muslimin.
44. Barangsiapa yang tidak menghindari penafian Asma' dan shifat Allah atau menyerupakan-Nya dengan makhluk-Nya, dia akan tergelincir dan tak akan dapat memelihara kesucian diri.
45. Sesungguhnya Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tersifati dengan sifat Wahdaniyah (Maha Tunggal), tersifati dengan sifat Fardaniyah (ke-Maha Esa-an). Tak seorangpun dari hamba-Nya yang menyamai sifat-sifat tersebut.
46. Maha suci diri-Nya dari batas-batas dan dimensi makhluk atau bagian dari makhluk, anggota tubuh dan perangkat-Nya. Dia tidak terkungkungi oleh enam penjuru arah yang mengungkungi makhluk ciptaan-Nya.
47. Mi'raj (naiknya Nabi ke Sidratul Muntaha) adalah benar adanya. Beliau telah diperjalankan dan dinaikan (ke langit) dengan tubuh kasarnya (jasmani) dalam keadaan sadar, dan juga ke tempat-tempat yang dikehendaki Allah di atas ketinggian. Allah-pun memuliakan beliau dan mewahyukan kepadanya apa yang hendak Dia wahyukan.

مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى
"Tidaklah hatinya mendustakan apa yang dilihatnya." (QS. An-Najm: 11).
Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam atas diri beliau di dunia dan di akhirat.3
48. Haudh (telaga) Al-Kautsar yang dijadikan Allah kemuliaan baginya -dan pertolongan bagi umatnya- adalah benar adanya.
49. Syafa'at yang diperuntukkan Allah bagi mereka adalah benar adanya sebagaimana diriwayatkan dalam banyak hadits.
50. Perjanjian yang diikatkan Allah atas diri Adam dan anak cucunya (sebelum mereka dilahirkan-pent.) adalah benar adanya.
51. Semenjak zaman yang tak berawal, Allah telah mengetahui jumlah hamba-Nya yang akan masuk Jannah dan yang akan masuk Naar secara keseluruhan. Jumlah itu tak akan bertambah atau berkurang. Demikian juga halnya perbuatan-perbuatan mereka yang telah Allah ketahui apa yang akan mereka perbuat itu (juga tak akan berubah).
52. Setiap pribadi akan dimudahkan menjalani apa yang sudah menjadi kodratnya, sedangkan amalan-amalan itu (dinilai) bagaimana akhirnya. Orang yang bahagia adalah orang yang berbahagia dengan ketentuan kodratnya. Demikian juga orang yang celaka adalah yang celaka dengan ketentuan kodratnya.
53. Asal dari takdir adalah rahasia Ilahi yang tak diketahui hamba-hamba-Nya. Tak dapat diselidiki baik oleh malaikat yang dekat dengan-Nya, ataupun Nabi yang diutus-Nya. Memberat-beratkan diri menyelidiki hal itu adalah sarana menuju kehinaan, tangga keharaman, dan mempercepat penyelewengan.
Waspadai dan waspadailah seluruh pendapat-pendapat, pemikiran-pemikiran, dan bisikan-bisikan tentang takdir tersebut. Sesungguhnya Allah menutupi ilmu tentang takdir-Nya agar tidak diketahui makhluk-Nya dan melarang mereka untuk mencoba menggapainya. Sebagaimana yang difirmankan-Nya:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
"Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanya." (QS. Al-Anbiyaa': 23).
Barangsiapa yang bertanya: "Kenapa Dia lakukan itu?", berarti ia menolak hukum Al-Qur'an. Barangsiapa menolak hukum Al-Qur'an, berarti ia termasuk orang-orang kafir.
54. Inilah sejumlah persoalan yang dibutuhkan oleh orang-orang yang hatinya terang dari
kalangan para wali Allah. Itulah derajat orang-orang yang sudah mendalam ilmunya. Karena
ilmu itu ada dua macam, yaitu: ilmu yang dapat digapai makhluk (ilmu agama-pent.) dan ilmu
yang terselubung baginya (ilmu ghaib). Mengingkari ilmu yang pertama berarti kekufuran.
Dan mengaku-aku memiliki ilmu yang kedua juga kekufuran. Keimanan itu hanyalah terpatri dengan menerima ilmu yang harus digapai manusia, dan menghindarkan diri dari mencari ilmu yang terselubung.
55. Kita juga mengimani adanya Al-Lauh Al-Mahfudz, Al-Qalam, dan segala yang tercatat di dalamnya.
56. Seandainya seluruh makhluk bersepakat terhadap suatu urusan yang telah Allah tetapkan untuk terjadi, agar urusan itu batal, mereka tak akan mampu untuk mengubahnya. Sebaliknya seandainya mereka berkumpul menghadapi urusan yang telah Allah tetapkan untuk tidak terjadi, agar urusan itu terjadi, merekapun tidak akan mampu mengubahnya. Qalam (catatan) Allah telah ditetapkan untuk segala sesuatu yang akan terjadi sampai datangnya Hari Kiamat.
57. `Sesuatu yang -ditakdirkan- tidak akan menimpa seorang hamba, maka tidak akan menimpanya. Dan yang akan mengenainya, maka tidak akan meleset.
58. Hendaknya seorang hamba tahu bahwa ilmu Allah telah mendahului segala sesuatu yang akan terjadi pada makhluk-Nya. Dia telah menentukan takdir yang baku yang tak bisa berubah. Tak ada seorang makhluk pun baik di langit maupun di bumi yang dapat membatalkan, meralatnya, menghilangkannya, mengubahnya, menggantinya, mengurangi, ataupun menambahnya.
59. Itulah buhul ikatan keimanan dan dasar-dasar ma'rifat dan pengakuan terhadap ke-Esa-an dan ke-Rububiyyah-an Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana yang difirmankan dalam Al-Qur'an:
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيراً
"Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya." (QS. Al-Furqan : 2). Dan firman-Nya:
وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَراً مَّقْدُوراً
"Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku." (QS. Al-Ahzab : 38).
60. Maka celakalah orang yang betul-betul menjadi musuh Allah dalam persoalan takdir-Nya. Dan mengikutsertakan hatinya yang sakit untuk membahasnya.4 Karena lewat praduganya ia telah mencari-cari dan menyelidiki ilmu ghaib yang merupakan rahasia tersembunyi. Akhirnya ia kembali dengan membawa dosa dan kedustaan.
61. Arsy dan Kursiy-Nya adalah benar adanya.
62. Dia tidak membutuhkan 'Arsy-Nya itu dan apa yang ada di bawahnya. Dia menguasai segala sesuatu dan apa-apa yang ada di atasnya. Dan Dia tidak memberi kemampuan kepada makhluk-Nya untuk menguasai segala sesuatu.
63. Kita juga menyatakan dengan penuh keimanan dan penyerahan diri bahwa sesungguhnya Allah telah menjadikan Nabi Ibrahim 'alaihis salam sebagai kekasih-Nya, dan mengajak Nabi Musa 'alaihis salam untuk berbicara dengan sebenar-benarnya.
64. Kita mengimani para Malaikat, para Nabi, dan kitab-kitab yang diturunkan kepada para Rasul. Kita pun bersaksi, bahwa mereka berada di atas kebenaran yang nyata.
65. Kita menyebut mereka yang (shalat) menghadap kiblat kita dengan (sebutan) kaum muslimin dan kaum mukminin selama mereka mengakui apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan membenarkan segala apa yang beliau ucapkan dan beritakan.
66. Kita tidak mempergunjingkan Allah dan tidak membantah (ajaran) dien Allah.
67. Kita tidak menyanggah Al-Qur'an, dan bersaksi bahwa ia adalah Kalam Rabbul 'Alamin, diturunkan dengan perantaraan Ruhul Amin (Malaikat Jibril), lalu diajarkan kepada Penghulu para Nabi yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa 'ala alaihi ajma'in (salaaman tasliman katsiran). Ia adalah Kalam Ilahi yaitu yang tak akan dapat diserupakan dengan ucapan makhluk-makhluk-Nya. Kita pun tidak mengatakannya sebagai makhluk dan (dengan itu) tidak akan menyelisihi Jama'ah kaum muslimin.
68. Kita tidak mengafirkan Ahli Kiblat (kaum muslimin) hanya karena suatu dosa, selama dia tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang dihalalkan. Namun kita juga tidak mengatakan bahwa dosa itu sama sekali tidak berbahaya bagi orang yang melakukannya selama ia masih beriman.
69. Kita mengharapkan agar orang-orang yang berbuat fajir dari kalangan mukminin dapat diampuni dosa-dosa mereka dan dimasukkan Jannah karena rahmat-Nya, namun kita tidak menganggap mereka aman dari siksa-Nya.
70. Merasa aman dari siksa, atau putus asa dari ampunan Allah, keduanya dapat mengeluarkan dari Islam. Jalan yang benar bagi orang Islam adalah antara keduanya
71. Seorang hamba hanya akan keluar dari keimanannya kalau ia mengingkari apa yang telah ia imani.
72. Iman adalah [pembenaran dalam hati], pengakuan dengan lidah, dan pembuktian dengan (amalan) anggota badan.
73. Seluruh yang diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berupa ajaran syari'at adalah benar adanya.
74. Iman itu adalah satu bentuk. Pemilik keimanan tersebut dilihat dari asal imannya5 adalah sama
75. Keutamaan di antara mereka diukur dengan ketakwaan, rasa takut kepada Allah, menghindari hawa nafsu, dan melakukan sesuatu yang lebih utama.
76. Kaum mukminin seluruhnya adalah wali-wali Ar-Rahman.
77. Yang paling mulia di antara mereka adalah yang paling taat dan paling ittiba' dengan ajaran Al-Qur'an.
Pengertian Iman adalah: Beriman kepada Allah, para Malaikat, Kitab-Kitab-Nya, para Rasul­Nya, Hari Akhir, dan Takdir baik maupun buruk, manis maupun pahit. Dan bahwa kesemuanya berasal dari Allah.
78. Kita mengimani semua itu. Kita tidak membeda-bedakan seorang pun di antara para Rasul. Kita membenarkan mereka semua beserta apa yang mereka bawa.
79. Para pelaku dosa besar di kalangan umat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bisa) masuk Naar, namun mereka tak akan kekal di dalamnya kalau mereka mati dalam keadaan bertauhid. Meskipun mereka belum bertaubat namun mereka menemui Allah (mati) dengan menyadari dosa mereka. Mereka diserahkan kepada kehendak dan keputusan Allah. Kalau Dia menghendaki, maka mereka dapat diampuni dan dimaafkan dosa-dosa mereka dengan keutamaan-Nya, sebagaimana yang difirmankan Allah 'Azza wa Jalla:
وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ
"Dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki." (QS. An-Nisa': 48, 116).
Dan jikalau Dia menghendaki, mereka diadzab-Nya di Naar dengan keadilan-Nya. Kemudian Allah akan mengeluarkan mereka dari dalamnya dengan rahmat-Nya dan syafa'at orang yang berhak memberi syafa'at di kalangan hamba-Nya yang ta'at. Lalu mereka pun diangkat ke Jannah-Nya. Hal itu karena Allah adalah Wali bagi siapa yang berma'rifah kepada-Nya, maka Dia pun tidak menjadikan keadaan mereka di dunia dan di akhirat sama seperti mereka yang tidak berma'rifah kepada-Nya. Yaitu mereka yang luput, tak mendapatkan petunjuk-Nya, dan tidak dapat memperoleh hak kewalian-Nya. Wahai Dzat yang menjadi Wali bagi Islam dan pemeluknya, teguhkanlah kami bersama Islam sehingga kami datang menghadap ke haribaan-Mu.
80. Kami menganggap sah shalat (jama'ah) di belakang Imam, baik yang shalih maupun yang fasik dari kalangan Ahli Kiblat. Dan menshalatkan siapa saja yang meninggal di antara mereka.
81. Kita tak dapat memastikan mereka, masuk Jannah atau Naar.
82. Kita tak bisa bersaksi bahwa mereka itu kafir, musyrik, maupun munafik, selama semua itu tidak tampak nyata dari diri mereka. Kita menyerahkan rahasia hati mereka kepada Allah Ta'ala.
83. Kita tidak boleh mengangkat pedang (berperang / menumpahkan darah) terhadap seorang pun dari ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kecuali terhadap mereka yang wajib diperangi.
84. Kita juga tidak membolehkan memberontak terhadap pemimpin-pemimpin dan Ulul 'Amri kita, meskipun mereka berbuat lalim. Kita tidak menyumpahi mereka dan tidak berlepas diri dengan tidak taat kepada mereka. Kita berkeyakinan bahwa mentaati mereka sepanjang dalam ketaatan kepada Allah adalah wajib, selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat. Kita tetap mendoakan kebaikan untuk mereka dan agar mereka dikaruniai kebaikan jasmani maupun rohani.
85. Kita tetap mengikuti As-Sunnah dan Al-Jama'ah, menghindari sesuatu yang aneh, perselisihan (yang didasari menyelisihi Al-Jama'ah-pent.) dan menghindari perpecahan.
86.  Kita mencintai orang yang adil dan menjaga amanah serta membenci orang yang zhalim dan khianat.
87. Terhadap sesuatu yang masih samar ilmunya bagi kita, kita mengucapkan Allahu A'lam.
88. Kita berpendapat disyari'atkannya mengusap khuff (sepatu) baik di waktu mukim maupun safar (bepergian). Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa riwayat.
89. Jihad dan ibadah haji dilakukan bersama Ulul 'Amri, baik yang shalih maupun yang fasik, hingga hari kiamat. Keduanya tak dapat dibatalkan dan dirusak oleh segala sesuatu.
90. Kita mengimani para Malaikat yang Mulia, pencatat amal manusia. Sesungguhnya Allah telah menjadikan mereka sebagai pengawas bagi kita.
91. Kita juga mengimani Malaikat Maut yang diberi tugas mencabut nyawa para makhluk hidup.
92. Kita pun mengimani adanya adzab kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya dan juga pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir kepadanya di dalam kubur tentang Rabb dan agamanya berdasarkan riwayat-riwayat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam serta para sahabat Ridwanullahu 'alaihim ajma'in. Alam kubur adalah taman-taman Jannah atau kubangan-kubangan Naar.
93. Kita juga mengimani Hari Ba'ats dan balasan amal perbuatan pada hari kiamat, kita juga mengimani pendedahan (penyingkapan) amal perbuatan, hisab, pembacaan catatan amal, ganjaran baik dan siksa, shirat dan al-mizan di Hari Kiamat.
94. Jannah dan Naar adalah dua makhluk Allah yang kekal, tak akan punah dan binasa. Sesungguhnya Allah telah menciptakan keduanya sebelum penciptaan makhluk lain dan Allah-pun menciptakan penghuni bagi keduanya.
95. Barangsiapa yang dikehendaki-Nya untuk masuk Jannah, maka itu adalah keutamaan dari­Nya. Dan barangsiapa yang dikehendaki-Nya untuk masuk Naar, maka itu adalah keadilan dari-Nya. Masing-masing akan beramal sesuai dengan apa yang menjadi ketetapan dari-Nya dan akan kembali kepada apa yang menjadi kodratnya. Kebaikan dan keburukan seluruhnya telah ditetapkan atas hamba-hamba-Nya.
96. Kemampuan, yang dengan wujudnya datang kewajiban amal adalah semacam taufik yang bukan merupakan kriteria mahkluk. Adapun kemampuan dalam arti kesehatan tubuh, potensi, kekuatan, dan selamatnya diri dari bermacam musibah, adalah persiapan sebelum melakukan amalan. Dengan itulah hukum tersebut digantungkan, sebagaimana yang difirmankan Allah:

لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا

"Tidaklah Allah membebani seseorang melainkan sebatas kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah: 286).
97.  Amal perbuatan hamba adalah makhluk Allah, namun juga hasil usaha hamba itu sendiri.
98. Allah hanya membebani mereka sebatas yang mereka mampu. Dan mereka pun memang tidak akan mampu melainkan sebatas apa yang dibebankan Allah atas mereka. Itulah pengertian kalimat Laa haula wa laa quwwata illa billah. Kita mengatakan: tiada jalan bagi seorang hamba dan tidak pula ia memiliki kebebasan beraktivitas, dan beranjak meninggalkan maksiat melainkan dengan pertolongan Allah. Dan seorang pun tidak memiliki kekuatan untuk melaksanakan dan bertahan dalam ketaatan kepada Allah, melainkan dengan taufik-Nya.
99. Segala sesuatu berlaku menurut kehendak, ilmu, keputusan dan takdir-Nya. Dia berbuat sekehendak-Nya, namun tidaklah sekali-kali Dia mendzhalimi hamba-Nya.
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
"Tidaklah Dia ditanya tentang apa yang Dia perbuat, tetapi merekalah yang akan ditanya tentang (apa yang mereka perbuat)." (QS. Al-Anbiyaa': 23).
100. Do'a dan sedekah orang yang hidup dapat bermanfaat bagi mereka yang sudah mati.
101. Allah Ta'ala mengabulkan segala do'a dan memenuhi segala kebutuhan hamba-Nya
102. Dia-lah yang memiliki segala sesuatu namun tidak dimiliki oleh sesuatu. Tidak sekejappun (hamba-hamba-Nya) lepas dari rasa butuh kepada-nya. Barangsiapa yang merasa tak butuh kepada Allah sekejappun, dia telah kafir dan termasuk orang yang binasa.
103. Allah Subahanahu wa Ta'ala juga Murka dan Ridhla, namun tidak menyerupai satupun dari makhluk-Nya.
104. Kita mencintai para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, namun tidak berlebihan dalam mencintai salah seorang di antaranya. Tidak juga kita bersikap meremehkan terhadap seorang pun dari mereka. Kita membenci siapa-siapa yang membenci mereka dan siapa-siapa yang menyebutkan mereka dengan kejelekan. Kita pun hanya menyebut mereka dalam kebaikan. Mencintai mereka adalah pengamalan ad-dien (agama), keimanan, dan ihsan. Sementara membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan, dan melampaui batas.
105. Kita mengakui kekhalifahan sepeninggal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang pertama adalah Abu Bakr As-Shiddiq radliyallahu 'anhu sebagai sikap mengutamakan dan mengunggulkan dirinya atas semua umat Islam.
106. Kemudian 'Umar bin Al-Khattab radliyallahu 'anhu.
107. Setelah itu 'Utsman bin 'Affan radliyallahu 'anhu.
108. Kemudian 'Ali bin Abi Thalib radliyallahu *anhu.
109. Merekalah yang disebut dengan Al-Khulafa' Ar-Rasyidun dan para imam yang mendapat petunjuk.
110. Sepuluh orang sahabat yang disebut-sebut Nabi dan diberi kabar gembira sebagai penghuni Jannah, kita akui sebagai penghuni Jannah berdasarkan persaksian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan perkataan beliau yang benar. Mereka adalah: Abu Bakr, 'Umar, 'Utsman, 'Ali, Thalhah [bin 'Ubaidillah], Az-Zubeir [bin Al-Awwam], Sa'ad [bin Abi Waqqas], Sa'id [bin Zaid], Abdurrahman bin 'Auf, dan Abu 'Ubaidah Al-Jarrah --orang tepercaya umat ini--radliyallahu 'anhum.
111. Barangsiapa yang membaguskan ucapannya terhadap para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, istri-istri beliau yang bersih dari segala noda, serta anak cucu beliau yang suci dari segala najis, maka orang itu telah selamat dari kemunafikan.
112. Para 'ulama As-Salaf terdahulu [para sahabat-pent.] dan yang sesudah mereka dari kalangan Tabi'in adalah pelaku kebaikan dan ahli hadits, ahli fiqih, dan ahli ushul. Mereka semuanya harus disebutkan kebaikannya. Barangsiapa yang menjelek-jelekkan mereka, maka dia tidak berada di atas jalan mereka (para sahabat).
113. Kita tidak mengutamakan salah seorangpun di antara para wali Allah di atas seorang Nabi 'Alaihi As-Sallam. Bahkan kita mengatakan bahwa seorang saja dari para Nabi itu lebih utama dibanding seluruh para wali.
114. Kita mengimani adanya karomah-karomah mereka dan segala riwayat tentang mereka yang dinukil dari para perawi yang tepercaya.
115. Kita juga mengimani adanya tanda-tanda hari kiamat berupa keluarnya Ad-Dajjal dan turunnya Nabi 'Isa 'Alaihis Sallam dari langit. Kita juga mengimani terbitnya matahari dari barat dan keluarnya Ad-Daabbah [salah satu tanda kiamat yaitu binatang yang dapat berbicara seperti manusia-pent.] dari kediamannya.
116. Kita tidak mempercayai (ucapan) dukun maupun peramal, demikian juga setiap orang yang mengakui sesuatu yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah serta Ijma' kaum muslimin.
117. Kita meyakini bahwa Al-Jama'ah adalah haq dan kebenaran, sementara Al-Furqah adalah penyimpangan dan siksaan.
118. Ad-Dien (agama) Allah di langit dan di bumi hanyalah satu, yaitu dienul Islam, Allah berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
"Sesungguhnya agama (yang diridhlai) di sisi Allah hanyalah Al-Islam." (QS. Ali 'Imran: 19). Dia juga berfirman:
وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
"Dan telah Aku ridlai Islam sebagai agama bagimu." (QS. Al-Maidah: 3).
Dan Islam itu berada di antara sikap berlebih-lebihan dan sikap meremehkan, antara menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk dan menafikkan (meniadakan) sifat-sifat itu, antara Jabriyah (kaum yang bersandar kepada takdir saja) dan Al-Qadariyah (kaum yang menolak takdir), dan antara yang merasa aman dari siksa Allah dan yang putus asa dari rahmat Allah.
119. Inilah agama dan keyakinan kami lahir maupun batin. Kami berlepas diri --dengan kembali kepada Allah-- dari setiap yang menyelisihi apa yang kami sebutkan dan kami jelaskan. Kita memohon kepada Allah untuk menetapkan diri kita di atas keimanan, mematikan kita dengan keyakinan itu, memelihara kita dari pengaruh hawa nafsu yang bermacam-macam, dan dari pendapat-pendapat yang beraneka ragam, dan mahdzab-mahdzab yang jelek, seperti: Mu'tazilah, Al-Jahmiyyah, Al-Jabriyyah, Al-Qadariyyah, dan lain-lain, dari kalangan mereka yang menyelisihi Al-Jama'ah dan bersanding dengan kesesatan. Kita berlepas diri dari mereka. Dan mereka menurut kami adalah orang-orang sesat dan jahat. Wa billahi Al-'Ishmatu wa At-Taufiq.


1 www.perpustakaan-islam.com
2 Mukaddimah ini dikutip dari matan Al-Aqidah Ath-Thahawiyah dengan syarah dan komentar Syaikh Al-Albany.
3 Tambahan ini berasal dari matan Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah dengan komentar Al-Albani
4 [Ungkapan ini terdapat juga dalam naskah aslinya sebagai berikut: "Celakalah orang yang sesat dalam memahami takdir-Nya karena hatinya yang sakit." Dalam naskah yang lain "Celakalah orang yang hatinya sakit dalam memahami takdirnya” Yang tertulis di sini berasal dari matan AL-Aqidah Ath-Thahawiyyah dengan syarah Al-Albany.].
5 [Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz dalam komentarnya terhadap Matan Al-Aqidah Ath-Thahahiwah menyatakan: 'Ucapan beliau "Pemilik keimanan itu dilihat dari asal al-imannya adalah sama" perlu diteliti lagi. Bahkan jelas kebatilannya. Justru mereka bertingkat-tingkat dengan perbedaan yang mencolok. Iman para Rasul tidaklah dapat disamakan dengan iman selain mereka. Demikian juga imannya para khulafa'ur rasyidun dan para sahabat lainnya, tidaklah sama dengan generasi belakangan. Iman orang yang betul-betul beriman juga tak sama dengan iman orang fasik. Keterpautan itu, didasari dengan perbedaan apa yang di dalam hati, berupa pengenalan terhadap Allah, Asma' dan Shifat-Nya dan apa-apa yang disyari'atkan bagi hamba-Nya. Itulah pendapat Ahlussunnah wal Jama'ah. Berseberangan dengan pendapat Al-Murji'ah dan yang sependapat dengan mereka, Wallahul Musta'an.


Ushuulus Sunnah Wa I'tiqad Dien1

Ibnu Abi Hatim

Aku bertanya kepada ayahku2 dan Abu Zur’ah radliyallahu'anhuma tentang madzhab Ahlus Sunnah dalam masalah ushuluddin (pokok-pokok agama) juga tentang pemahaman para ulama di berbagai kota yang mereka ketahui, serta apa saja yang mereka berdua yakini. Maka, keduanya berkata : Kami telah berjumpa dengan para ulama di seluruh kota baik di Hijaz, Iraq, Mesir, Syam maupun Yaman, maka diantara madzhab yang mereka anut adalah:3
1.      Iman itu berupa perkataan dan perbuatan4, bertambah dan berkurang5.
2.      Al-Qur’an adalah kalam Allah dan bukan makhluk, dalam segala aspeknya6
3.      Takdir yang baik maupun yang buruk adalah dari Allah سبحانه و تعالى 7
4.      Di kalangan ummat ini, sebaik-baik orang setelah Nabi adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Al-Khattab, lalu ‘Utsman, lalu ‘Ali bin Abu Thalib radliyallahu'anhum. Mereka Khulafaur Rasyidun Al-Mahdiyun para khalifah yang berpegang teguh kepada agama dan mengikuti kebenaran8
5.      Bahwa sepuluh sahabat yang disebut dan dinyatakan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم masuk jannah, mereka itu sesuai dengan pernyataan beliau9 dan perkataan beliau itu benar.
6.      Memintakan kasih sayang10 bagi seluruh sahabat serta keluarga Muhammad صلی الله عليه وسلم, serta menahan untuk membicarakan perselisihan yang terjadi diantara mereka
7.      Bahwa Allah berada di atas ‘Arsy-Nya11
8.    terpisah dari seluruh makhluk-Nya, sebagaimana sifat yang diberitahukan-Nya dalam kitab-Nya melalui lisan Rasul-Nya, tanpa diketahui kaif (bagaimana)nya. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat
9.      Allah Tabaraka wa Ta’ala akan dapat dilihat di akhirat12. Segenap penduduk jannah akan melihat-Nya dengan mata kepala mereka. Allah berbicara, sebagaimana Dia berkehendak
10.  Jannah (syurga) adalah benar dan naar (neraka) adalah benar (adanya). Keduanya adalah makhluk yang kekal abadi13. Jannah adalah balasan bagi para wali-Nya, sedangkan neraka adalah hukuman bagi orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya, kecuali yang mendapatkan rahmat-Nya
11.  Shirath adalah benar (adanya)14
12.  Mizan (timbangan) yang memiliki dua sisi timbangan untuk menimbang amalan para hamba, yang baik maupun yang buruk adalah benar (adanya)15
13.  Haudh (telaga) yang dijadikan sebagai penghormatan bagi Nabi صلی الله عليه وسلم dan segenap keluarganya, adalah benar (adanya)16
14.  Syafa’at adalah benar (adanya). Dan bahwa sebagian ahli tauhid keluar dari neraka lantaran adanya syafa’at, adalah benar17.
15.  Adzab kubur adalah benar18
16.  Munkar dan Nakir adalah benar (adanya)19
17.  Malaikat mulia yang mencatat amal perbuatan menusia adalah benar (adanya)20
18.  Kebangkitan setelah mati adalah benar (adanya)21
19.  Para pelaku dosa besar berada dalam masyi’ah (kehendak) Allah Subhanahu wa Ta’ala.
20.  Kita tidak mengkafirkan ahli kiblah disebabkan dosa mereka. Kita menyerahkan urusan batin mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Kita melaksanakan kewajiban jihad dan haji bersama imam-imam kaum muslimin, disetiap masa
21.  Kita tidak boleh melakukan pembelotan terhadap para imam atau peperangan di masa fitnah
22.  Kita mendengar dan menta’ati siapa saja yang dijadikan Allah sebagai pemimpin kita. Kita tidak akan melepaskan diri dari ketaatan
23.  Kita mengikuti sunnah dan jama’ah serta menghindari sikap menyimpang (nyleneh), perselisihan dan perpecahan
24.  Jihad berlaku semenjak Allah mengutus Nabi-Nya صلی الله عليه وسلم hingga terjadinya hari kiamat, bersama imam-imam kaum muslimin, tanpa ada sesuatupun yang menghapuskannya
25.  Demikian pula haji
26.  Begitu pula pembayaran zakat saimah22 kepada imam kaum muslimin yang menjadi pemimpin bagi kita
27.  Pada aslinya manusia secara umum digolongkan mukmin berdasarkan hukum-hukum dan pewarisan, adapun hakekat keimanan mereka disisi Allah tidak diketahui. Barangsiapa yang berkata bahwa ia seorang mu’min sejati, maka ia adalah orang yang berbuat bid’ah. Barangsiapa yang berkata bahwa ia adalah orang yang mu’min disisi Allah, maka ia termasuk pendusta, sedangkan orang yang mengatakan, "Saya beriman kepada Allah" maka yang dilakukannya adalah benar23
28.  Kaum Murji’ah adalah kaum yang berbuat bid’ah dan tersesat
29.  Kaum Qadariah adalah kaum yang berbuat bid’ah dan tersesat. Barangsiapa diantara mereka yang menyatakan bahwa Allah Ta’ala tidak mengetahui apa yang akan terjadi sebelum terjadinya, maka ia kafir
30.  Kaum Jahmiyah adalah kafir24
31.  Kaum Rafidhah adalah kaum yang menolak Islam
32.  Kaum Khawarij adalah kaum yang meluncur keluar dari agama25
33.  Barangsiapa menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, maka ia orang yang kafir kepada Allah Yang Maha Agung, dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari millah. Barangsiapa yang faham tetapi meragukan kekafirannya, maka ia kafir.
34.  Barangsiapa yang ragu terhadap Kalam Allah Ta’ala (Al-Qur’an), bimbang mengenainya dan mengatakan, "Saya tidak tahu apakah makhluk atau bukan makhluk" maka ia orang yang berfaham jahmiyah
35.  Orang yang bimbang mengenai Al-Qur’an dikarenakan kebodohan, maka harus diajari dan dibid’ahkan, tetapi tidak dikafirkan
36.  Barangsiapa yang mengatakan "Bacaan Al-Qur’an-ku adalah makhluk" atau "Al-Qur’an dengan bacaanku adalah makhluk" maka ia adalah orang yang berpaham jahmiyah

Syaikh Abu Thalib berkata: Ibrahim bin ‘Umar berkata: Ali bin Abdul ‘Aziz berkata : Abu Muhammad berkata: Saya mendengar ayahku radliyallahu 'anhu berkata :

37.  Tanda-tanda ahli bid’ah adalah mengumpat ahlul ‘atsar (orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah-pent)
38.  Tanda-tanda orang zindiq adalah mereka menyebut ahlul ‘atsar sebagai orang hasywiyah, karena ingin menghapuskan sunnah
39.  Tanda-tanda kaum jahmiyah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum musyabbihah
40.  Tanda-tanda kaum qadariyah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum yang berpaham jabriyah
41.  Tanda-tanda kaum murji’ah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum mukhalifah (yang suka mempertentangkan) atau nuqshaniyah (yang suka mengurangi)
42.  Tanda-tanda kaum rafidhah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum tsaniyah
43.  Dalam perkara ini telah tersesat banyak kelompok (dalam memahami ahlus sunnah), padahal ahlus sunnah hanya menyandang satu nama dan nama-nama ini semua tidak mungkin menyatu (ada) pada mereka
44.  Abu Muhammad bercerita kepada kami, katanya: Dan saya mendengar ayahku dan Abu Zur’ah mengisolasi orang yang memiliki pemahaman yang menyimpang dan melakukan bid’ah, menyalahkan pendapat mereka dengan keras, menolak penulisan buku-buku dengan pendapat tanpa berdasarkan atsar, melarang berteman dengan ahli kalam atau membaca buku-buku kaum mutakallimin, serta berkata "Penganut ilmu kalam tidak akan beruntung selamanya."

Telah saya sampaikan semuanya, dan segala puji bagi Allah Rabb semua alam, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad صلی الله عليه وسلم dan para keluarganya. Akhir kitab I’tiqaduddin


1 www.pustaka-islam.com
2 Abi Hatim Ar-Razi www.ibnumajjah.wordpress.com
3 Periwayatan atsar diatas dapat dilihat pada text asli dalam bahasa arabnya
4 Perkataan (ucapan) dengan lisan, keyakinan dengan hati dan perbuatan dengan anggota badan
5 Banyak dalil mengenai hal itu, diantaranya adalah firman Allah Ta’ala : "Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketaqwaannya." (Muhammad 12). Allah Ta’ala juga berfirman : "Dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya." (Al-Muddatstsir 31). Dia juga berfirman pula : "Dan apabila kepada mereka dibacak ayat-ayat-Nya, maka bertambah iman mereka." (Al-Anfal 2)
6 Ia dihafal di dalam dada, diucapkan dengan lidah dan ditulis di berbagai mushaf. Barangsiapa yang berkeyakinan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, maka ia adalah seorang penganut faham Jahmiyah yang sesat. Ahlus Sunnah wal Jama’ah bersepakat bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah dan bukan makhluk
7 Allah Ta’ala berfirman : "Sesungguhnya, segala sesuatu Kami ciptakan dengan takdir." (Al-Qamar 49). Takdir adalah rahasia Allah. Barangsiapa yang tidak menerima ketentuan dan takdir Allah dengan ridla, maka hidupnya tidak akan tenang
8 Mengenai hal itu terdapat beberapa hadits shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang bersabda : "Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin sesudahku." Riwayat ini melalui jalur Al-Irbadh bin Sariyah. Adapula riwayat dari Ibnu ‘Umar yang berkata : "Kami berkata, sedangkan Rasulullah صلی الله عليه وسلم masih hidup : Sebaik-baik ummat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah beliau adalah Abu Bakar, Umar kemudian Utsman". Muttafaqun ‘Alaih.
9 Ada beberapa hadits yang diriwayatkan mengenai hal itu. Dari Sa’id bin Zaid yang berkata: Bahwa saya pernah mendengar bahwa beliau bersabda : "Sepuluh orang ada di jannah, Nabi di jannah, Abu Bakar di jannah, Umar di jannah, Utsman di jannah, Ali di jannah, Thalhah di jannah, Sa’ad bin Malik di jannah, Abdurrahman bin ‘Auf di jannah. Bila aku mau akan kusebutkan yang kesepuluh." Para sahabat bertanya : "Siapakah dia ?" Beliau bersabda : "Sa’id bin Zaid" Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan selain An-Nasa’i. Adapula riwayat lain yang menyebutkan kesepuluh orang itu, dari jalur Abdurrahman bin ‘Auf pada riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad shahih. Di situ, yang kesepuluh adalah Az-Zubair bin Al-‘Awwam
10 Memintakan kasih sayang dan ridla untuk para sahabat Rasulullah صلی الله عليه وسلم merupakan salah satu sifat hamba-hamba Allah yang beriman dan bertaqwa, yang di dalam hati mereka tidak terdapat kebencian, kemunafikan dan kedengkian. Bagaimana mungkin seorang mukmin tidak memintakan rahmat dan ridla Allah untuk para sahabat Rasulullah صلی الله عليه وسلم, sedangkan mereka semua berada di jannah berdasarkan keterangan dari nash Al-Qur’an : "Dan Allah menjanjikan, untuk masing-masing al-husna (kebaikan)" Al-Husna (kebaikan) disini artinya jannah. Allah sendiri telah menyatakan keridlaan-Nya kepada mereka : "Allah meridlai mereka dan mereka pun ridla kepada Allah"
11 Bersemayamnya Allah di atas ‘Arsy-Nya disebutkan dalam tujuh tempat di Al-Qur’an yaitu:
1. Al-A’raf ayat 56; 2. Yunus ayat 3; 3. Ar – Rad ayat 2; 4. Thaha ayat 5; 5. Al – Furqan ayat 59; 6. As – Sajadah ayat 4; 7. Al – Hadid ayat 4
12 Allah Ta’ala berfirman : "Wajah-wajah mu’minin pada hari itu berseri-seri kepada Rabbnya mereka melihat" (Al-Qiyamah 22-23). Nabi صلی الله عليه وسلم juga bersabda : "Sungguh kalian akan melihat Rabb kalian seperti kalian melihat bulan pada malam purnama" Hadits ini terdapat dalam kitab-kitab shahih
13 Dalam Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 476-477, Imam Ath-Thahawi berkata : "Ahlus Sunnah bersepakat bahwa jannah dan neraka adalah dua makhluk yang sekarang telah ada" Kemudian beliau menyebutkan banyak dalil, diantaranya Allah Ta’ala berfirman : "Telah disediakan (jannah) itu bagi orang-orang yang bertaqwa" (Ali ‘Imran 133). Dia سبحانه و تعالى juga berfirman : "Yang telah disediakan (jahannam itu) bagi orang kafir" (Ali ‘Imran 131). Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda menceritakan kisah ‘Isra’ dan Mi’raj : "Kemudian, saya memasuki jannah, ternyata ia berupa bukit-bukit permata" Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
14 Shirath adalah jembatan di atas Jahannam. Kita memohon kesentosaan dan keselamatan kepada Allah. Mengenai itu terdapat banyak hadits yang diriwayatkan dalam kitab-kitab shahih, sunan, musnad dan mu’jam. Lihat buku kami : "Asy-Syafa’ah wa Bayaanul Ladzina Yasyfa’un"
15 Allah Ta’ala berfirman : "Kami memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat"(Al-Anbiya’ 47). Ayat-ayat atau hadits-hadits mengenai hal ini telah diketahui
16 Hadits-hadits mengenai telaga ini mencapai derajat mutawatir, diriwayatkan oleh lebih dari tiga puluh sahabat. Lihat "Al-Bidayah wan Nihayah" Ibnu Katsir, "As-Sunnah" Ibnu Abi Syaibah dan "Ma’arij Al-Qabul" Al-Hakamiy. Dari Anas bin Malik yang berkata : Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda : "Periuk di telagaku besarnya antara Ailah hingga Shan’a di Yaman. Di sana terdapat gayung sebanyak jumlah bintang-bintang di langit" Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
17 Lihat buku kami "Asy-Syafa’ah wa Bayaanul Ladzina Yasyfa’un kama Warada fil Qur’an was Sunnah Ash-Shahihah”
18 Terdapat hadits-hadits yang diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai hal ini. Barangsiapa menyangka bahwa hadits-hadits tersebut tergolong hadits ahad, maka ia keliru
19 Namanya disebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan sanad hasan dari Abu Hurairah
20 Allah Ta’ala berfirman : "Dan sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi. Yang mulia dan mencatat." (Al-Infithar 10-11)
21 Penyebutan tentang kebangkitan ini banyak sekali terdapat dalam Al-Kitab Al-‘Aziz, khususnya dalam surat-surat Makkiyah, demikian pula dalam sunnah Nabi صلی الله عليه وسلم
22 Saimah ialah binatang-binatang ternak baik itu unta, sapi maupun kambing, yang digembalakan di padang maupun tanah kosong selama satu tahun atau lebih
23Barangsiapa yang ingin lebih mendalami kajian masalah ini, hendaklah ia membaca Aqidah Thahawiyah hal. 390-395
24 Jahmiyah adalah nama yang dinisbatkan kepada Jahm bin Shofwan, dialah orang yang menyatakan peniadaan dan penolakan sifat-sifat Allah
25 Mereka adalah anjing penduduk neraka, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari



Ushuulus Sunnah1
Al-Hafizh Abu Bakar al-Humaidi


Al-Humaidi2 berkata: As-Sunnah menurut kami adalah:
1.  Seseorang beriman kepada takdir baik dan takdir buruk, yang manis maupun yang pahit dan ia mengetahui bahwa semua yang telah ditetapkan bakal menimpanya, niscaya tidak akan terluput darinya dan semua yang telah ditetapkan tidak akan menimpanya, niscaya tidak akan menimpanya. Semua ini merupakan qadha yang telah ditentukan Allah عزوجلّ.
2.      Bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang, tidak bermanfaat perbuatan dan perkataan kecuali dengan niat dan tidak bermanfaat perkataan, perbuatan dan niat kecuali dengan as-Sunnah.
3.      Mencintai semua sahabat Muhammad صلی الله عليه وسلم sebab Allah عزوجلّ berfirman:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami” (QS: 59 Al- Hasyr: 10)
Kita tidak diperintahkan melainkan memohonkan ampun untuk mereka. Siapa saja yang mencela dan mencerca mereka atau salah seorang dari mereka, berarti orang tersebut tidak berada di atas as-Sunnah dan dia tidak berhak mendapat fa’i 3
Beberapa orang telah mengabarkan kepadaku dari Malik bin Anas4 bahwa ia berkata: “Allah telah membagikan harta fa’i, Dia berfirman:
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ
(Juga) bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman mereka. (QS: 59 Al- Hasyr: 8)
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami” (QS: 59 Al- Hasyr: 10)
4.      Al-Qur-an adalah Kalamullah.
Aku mendengar Sufyan5 berkata: “Al-Qur-an adalah Kalamullah. Siapa saja yang mengatakan makhluk berarti ia adalah mubtadi’ dan kami tidak pernah mendengar seseorang berkata seperti yang ia katakan.
5.      Aku mendengar Sufyan berkata: “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang”.
Saudaranya Ibrahim bin ‘Uyainah berkata kepada beliau: “Wahai Abu Muhammad! Janganlah kamu katakan (iman itu) berkurang”. (Sufyan) marah seraya berkata: “Diam kamu wahai anak kecil! Bahkan (iman akan berkurang) hingga tidak ada yang tertinggal sedikitpun
6.      Mengimani adanya ru`yah6 setelah meninggal
7.      Dan apa yang disebutkan dalam al-Qur-an dan al-Hadits, seperti:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu. (QS: 5 Al- Maaidah: 64)
وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. (QS: 39 Az-Zumar: 67)
Dan ayat-ayat al-Qur-an dan al-Hadits yang sejenis dengan ayat diatas tidak boleh menambah-nambahinya dan tidak boleh menakwilnya, kita memutuskan sesuai dengan apa yang telah diputuskan al-Qur-an dan as-Sunnah.
8.      Dan kami menegaskan:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy. (QS: 20 Thaahaa: 5)
Barangsiapa yang berpendapat selain itu, berarti ia adalah seorang Mu’aththhil dan Jahmi
9.  Dan kami tidak akan mengatakan seperti yang dikatakan oleh kaum Khawarij: “Barangsiapa yang melakukan dosa besar, maka ia telah kafir
10.  Kami tidak mengkafirkan seseorang kerena dosa. Seseorang akan kafir kerena meninggalkan rukun Islam yang lima yang telah di sabdakan Rasulullah صلی الله عليه وسلم:
“ Islam dibangun di atas lima perkara: Persaksian bahwa tiada Ilah (Yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah (utusan Allah), mendirikan Shalat, membayar Zakat, ber-Syaum pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Ka’bah”.
Adapun rukun yang tiga tidak bisa ditangguhkan atas orang yang meninggalkannya. Barangsiapa yang tidak bersyahadat, tidak melaksanakan shalat dan tidak bersyaum, kerena dalam melaksanakannya tidak boleh ditunda dari waktu yang telah ditentukan dan juga tidak sah jika dilakukan dengan mengqadha setelah dengan sengaja dilalaikan hingga keluar dari waktunya.
Adapun zakat jika dibayarkan, maka zakat tersebut sah dan berdosa jika ditunda membayarkannya. Dan pelaksanaan haji jika telah wajib atas seseorang dan telah sanggup melaksanakannya, maka wajib hukumnya untuk dilaksanakan dan haji ini belum diwajibkan hingga terpenuhi hal-hal di atas, kapan saja ia laksanakan, maka hajinya tetap sah dan tidak berdosa jika ia menunda keberangkatannya7 berbeda dengan zakat yang berdosa jika ditunda. Sebab, berarti ia telah menunda hak orang-orang muslim yang miskin. Dan ia tetap berdosa hingga zakat tersebut sampai kepada yang berhak.
Adapun haji merupakan perkara antara ia dan Rabb-nya. Jika ia laksanakan, berarti ia telah melakukan kewajiban, lantas jika ia meninggal dan belum haji padahal ia sanggup untuk melaksanakan haji, maka ia akan bermohon dikembalikan ke dunia agar bisa melaksanakan haji.
Dan wajib atas keluarganya untuk menhajikannya dan kita berharap mudah-mudahan yang demikian itu dapat sebagai pengganti untuknya sebagaimana halnya jika ia mempunyai hutang yang harus dibayar meskipun setelah ia meninggal.

Dan selesailah kitab ini.

Segala puji bagi Allah semata dan semoga shalawat dan salam senangtiasa tercurah kepada Nabi Muhammad صلی الله عليه وسلم dan keluarga beliau.



1 Ushuulus Sunnah [‘Aqidah Shahih Penyebab Selamatnya Seorang Muslimedisi Indonesia] oleh: Al-Hafizh Abu Bakar Al-Humaidi, Terbitan Pustaka Imam Syafi’I 1425 H
2 Al-Hafizh Abu Bakar al-Humaidi, nama lengkap beliau adalah al-Hafizh Abdillah bin az-Zubair bin Isa bin Ubaidillah bin Humaid bin Zuhair bin al-Harits bin Asad bin Abdil Izzi
3 Fa’i adalah harta rampasan yang didapat tidak dengan peperangan
4 Beliau adalah Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Abu Abdillah al-Madani, Imam Darul Hijrah (Madinah), salah satu dari Imam yang empat
5 Beliau adalah Sufyan bin Uyainah bin Maimun al-Hilali al-Kufi, seorang Hafizh dan Imam, guru dari Abu Bakar al-Humaidi penulis risalah ini
6 Ahlus Sunnah telah sepakat bahwa Allah عزوجلّ akan dilihat pada hari kiamat yaitu dapat dilihat oleh orang-orang mukmin dengan mata kepala mereka di dalam surga, sebagaimana mereka melihat matahari dan bulan yang tidak ditutupi awan. Mereka nanti tidak bersusah payah melihat Allah
7 Para ulama رحمهم الله berselisih pendapat: apakah bagi seseorang yang telah wajib harus melaksanakannya dengan segera? Atau boleh menundanya? Dalam perkara ini terdapat dua pendapat:
  • Wajib atasnya untuk segera melaksanakannya dan tidak boleh menunda jika tidak ada penghalang. Ini adalah madzhab Abu Hanifah, Malik dan Ahmad رحمهم الله
  • Boleh menundanya. Ini madzhab Asy-Syafi’i. Ibnu Qudamah menguatkan pendapat pertama dalam al-Mughni (V/36). Untuk memperluas pembahasan ini silahkan baca al-Umm (II/110), al-Mughni karya Ibnu Qudamah (V/36), al-Inshaaf (III/404), al-Majmu’ karya an-Nawawi (VII/102), Badaa’ish Shaanaa’I (III/1080) dan al-Kafi fi Fiqh Ahlil Madiinah al-Maaliki (I/358)
 ________________
Sumber : www.ibnumajjah.wordpress.com
http://faisalchoir.blogspot.sg/2012/01/aqidah-ahlus-sunah-wal-jamaah-kompilasi.html