Sesungguhnya
segala puji bagi Allah. Kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan
ampunan-Nya. Dan kita berlindung kepada Allah dari jahatnya nafsu dan
jeleknya amalan. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah maka tiada
yang mampu menyesatkannya dan barangsiapa yang telah disesatkan-Nya
maka tiada yang mampu menunjukinya.
Saya
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang benar untuk diibadahi selain Allah
saja, tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad
Shallalahu alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan-Nya.
Aqidah
adalah sesutu yang paling mendasar dalam agama ini, tanpa pemahaman
aqidah sebagaimana salafus shaleh umat ini memahaminya, maka kita akan
tergelincir, bahkan tergelincir kepada kekafiran. begitu urgennya
masalah ini, maka kami memberanikan diri mengkompilasi 3 karya ulama
besar dalam aqidah ahlus sunnah wal jama'ah yaitu:
- Aqidah Thahawiyah oleh Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin Abdil Malik al-Azdy al-Mishri ath-Thahawi
- Ushuulus Sunnah Wa I'tiqad Dien oleh Ibnu Abi Hatim
- Ushuulus Sunnah oleh Abu Bakar Al-Humaidi
Aqidah Thahawiyah dan Ushuulus Sunnah Wa I'tiqad Dien kami download dari www.perpustakaan-islam.com,
sedangkan Ushuulus Sunnah oleh Abu Bakar Al-Humaidi kami salin dari
Aqidah Shahih Penyebab Selamatnya Seorang Muslim terbitan Pustaka Imam
Asy-Syafi'i, kami hanya menyalin matannya saja.
Akhirnya kami berharap ebook ini bermanfaat bagi kita semua, shalawat beserta salam bagi Rasulullah صلی الله عليه وسلم , keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman.
____________
Al-Aqidah Ath-Thahawiyah1
Abu Ja'far At-Thahawi
Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin. Al-'Allamah
Hujjatul Islam Abu Ja'far Al-Warraq Ath-Thahawi-di Mesir-berkata:
"Inilah penuturan keterangan tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah,
menurut mahdzab para ahli fiqih Islam: Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit
Al-Kufi, Abu Yusuf Ya'qub bin Ibrahim Al-Anshari dan Abu Abdillah
Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani Ridwanallahu 'alaihim ajma'in, beserta pokok-pokok keagamaan yang mereka yakini dan mereka gunakan untuk beribadah kepada Allah Rabbil 'alamin."2
1. Kami
menyatakan tentang tauhid kepada Allah, berdasarkan keyakinan
semata-mata berkat taufiq Allah: Sesungguhnya Allah itu Maha Tunggal,
tiada sekutu bagi-Nya.
2. Tiada sesuatupun yang menyamai-Nya.
3. Tiada sesuatupun yang dapat melemahkannya.
4. Tiada yang berhak untuk diibadahi selain diri-Nya.
5. Yang Maha Terdahulu tanpa berawal, yang Maha Kekal tanpa pernah berakhir.
6. Tak akan pernah punah ataupun binasa.
7. Tak ada sesuatupun yang terjadi, melainkan dengan kehendak-Nya.
8. Tak dapat digapai oleh pikiran, tak juga dapat dicapai oleh pemahaman.
9. Tidak menyerupai makhluk-Nya.
10. Yang Maha Hidup tak pernah mati, yang Maha Terjaga dan tak pernah tertidur.
11. Mencipta tanpa merasa membutuhkan (kepada ciptaan-Nya), membagi rezeki tanpa mengharapkan imbalan.
12. Mematikan tanpa gentar dan Membangkitkan (setelah mati) tanpa kesulitan.
13. Dia
telah memiliki sifat-sifat itu semenjak dahulu, sebelum mencipta.
Dengan terciptanya para makhluk, tak bertambah sedikitpun
sifat-sifat-Nya. Yang selalu tetap dengan sifat-sifatNya semenjak
dahulu tanpa berawal, dan akan terus kekal dengan-Nya, sifat-sifat-Nya
selamanya.
14. Nama-Nya Al-Khaliq sebagai Pencipta, tidaklah disandang-Nya baru setelah Dia menciptakan makhluk-makhluk-Nya. Dan namanya Al-Bari (Yang Menjadikan) tidaklah diambil baru seusai Dia menjadikan hamba-hamba-Nya.
15. Dia-lah pemilik sebutan Al-Rabb (Pemelihara), dan bukanlah Dia Marhub atau yang dipelihara. Dia juga pemilik sebutan Al-Khaliq dan bukanlah Dia sebagai makhluk.
16. Sebagaimana Dia adalah Dzat yang menghidupkan segala yang mati (Al-Muhyi), Dia-pun berhak atas sebutan itu, dari sebelum menghidupkan mereka. Demikian juga Ia berhak menyandang sebutan Al-Khaliq sebelum menciptakan mereka.
17. Untuk
itulah, Dia-pun berkuasa atas segala sesuatu, sementara segala sesuatu
itu berharap kepada-Nya. Segala urusan bagi-Nya mudah, dan Dia tidaklah
membutuhkan sesuatu. Firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Asy-Syura : 11).
18. Dia menciptakan makhluk dengan ilmu-Nya.
19. Dia menentukan takdir atas mereka.
20. Dia menuliskan ajal kematian bagi mereka.
21. Tiada
sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya sebelum Dia menciptakan mereka.
Bahkan Dia mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, juga sebelum
menciptakan mereka.
22. Dia memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk ta'at dan melarang mereka melakukan maksiat.
23. Segala
sesuatu berjalan sesuai dengan takdir dan kehendak-Nya, sedangkan
kehendak-Nya itu pasti terlaksana. Tidak ada kehendak bagi hamba-Nya
melainkan memang apa yang dikehendaki-Nya. Apa yang Dia kehendaki, pasti
terjadi. Dan apa yang tidak Dia kehendaki tak akan terjadi.
24. Dia
memberi petunjuk siapa saja yang Dia kehendaki, memelihara dan
mengayominya karena keutamaan-Nya. Dia juga menyesatkan siapa yang Dia
kehendaki, menghinakan seseorang dan menghukumnya berdasarkan
keadilan-Nya.
25. Seluruh makhluk berada di bawah kendali kehendak Allah di antara kemurahan, keutamaan, dan keadilan-Nya.
26. Dia mengungguli musuh-musuh-Nya dan tak tertandingi oleh lawan-lawan-Nya.
27. Tak seorang pun mampu menolak takdir-Nya, menolak ketetapan hukum-Nya, atau mengungguli urusan-Nya.
28. Kita mengimani semua itu, dan kita pun meyakini bahwa segalanya datang daripada-Nya.
29. Sesungguhnya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba-Nya yang terpilih, Nabi-Nya yang terpandang, dan Rasul-Nya yang diridlai.
30. Sesungguhnya beliau adalah penutup para Nabi 'Alaihimu As-Sallam.
31. Dia pemimpin orang-orang bertakwa.
32. Dia penghulu para Rasul.
33. Kekasih Rabb sekalian alam.
34. Segala pengakuan sebagai Nabi sesudah beliau adalah kesesatan dan hawa nafsu.
35. Beliau
diutus kepada golongan jin secara umum dan kepada segenap umat manusia,
dengan membawa kebenaran, petunjuk dan cahaya yang terang.
36. Sesungguhnya Al-Qur'an adalah Kalamullah; berasal dari-Nya sebagai ucapan yang tak diketahui kaifiyah (bagaimananya,
diturunkan kepada Rasul-Nya sebagai wahyu. Diimani oleh kaum mukminin
dengan sebenar-benarnya. Mereka meyakininya sebagai kalam Ilahi yang
sesungguhnya. Bukanlah sebagai makhluk sebagaimana ucapan hamba-Nya.
Barangsiapa yang mendengarnya (mendengar bacaan Al-Qur'an) dan
menganggap itu sebagai ucapan makhluk, maka ia telah kafir. Allah
sungguh telah mencelanya, menghinanya, dan mengancamnya dengan Naar (Neraka) Saqar. Allah berfirman:
سَأُصْلِيهِ سَقَرَ
"Aku akan memasukkan ke dalam (Naar) Saqar." (QS. Al-Muddatsir: 26). Allah mengancam mereka dengan Naar Saqar tatkala mereka mengatakan:
إِنْ هَذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ
"Ini (Al-Qur'an) tidak lain hanyalah perkataan manusia." (QS. Al-Muddatsir : 25). Dengan itu kita pun mengetahui bahwa Al-Qur'an itu adalah kalam (ucapan) Pencipta manusia dan tidak menyerupai ucapan manusia.
37. Barangsiapa
yang mensifati Allah dengan kriteria-kriteria manusia, maka dia sungguh
telah kafir. Barangsiapa yang memahami hal ini niscaya dia dapat
mengambil pelajaran. Akan dapat menghindari ucapan yang seperti
perkataan orang-orang kafir, dan mengetahui bahwa Allah dengan
sifat-sifat-Nya tidaklah seperti makhluk-Nya.
38. Melihat
Allah adalah hak pasti (benar adanya) bagi Ahli Jannah (penduduk surga)
tanpa dapat dijangkau oleh ilmu manusia, dan tanpa manusia mengetahui
bagaimana memahami hal itu sebagaimana dinyatakan Rabb kita dalam
Al-Qur'an:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
"Wajah-wajah (orang mukmin) pada waktu itu berseri-seri. Mereka betul-betul memandang kepada Rabb mereka." (QS. Al-Qiyamah: 22-23).
Pengertian
(sebenar)nya, adalah sebagaimana yang dikehendaki dan diketahui oleh
Allah. Setiap hadits shahih yang diriwayatkan dalam persoalan itu,
pengertian sesungguhnya adalah sebagaimana yang dikehendaki Allah. Tidak
pada tempatnya kita terlibat untuk mentakwilkannya dengan
pendapat-pendapat kita, atau menduga-duga saja dengan hawa nafsu kita.
39. Sesungguhnya
seseorang tidak akan selamat dalam agamanya, sebelum ia berserah diri
kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menyerahkan ilmu yang belum jelas
baginya kepada orang yang mengetahuinya.
40. Sesungguhnya Islam hanyalah berpijak di atas pondasi penyerahan diri dan kepasrahan kepada Allah.
41. Barangsiapa
yang mencoba mempelajari ilmu yang terlarang, tidak puas pemahamannya
untuk pasrah, maka ilmu yang dipelajarinya itu akan menutup jalan
baginya untuk memurnikan tauhid, menjernihkan ilmu pengetahuan dan
membetulkan keimanan.
42. Maka
menjadilah ia orang yang terombang-ambing antara keimanan dan
kekufuran, pembenaran dan pendustaan, pengikraran dan pengingkaran.
Selalu kacau, bimbang, tidak bisa dikatakan ia membenarkan dan beriman,
tidak juga dapat dikatakan kafir dan ingkar.
43. Tidak
sah keimanan seseorang yang mengimani bahwa penghuni jannah akan
memandang Rabb mereka, yang semata-mata ditegakkan di atas prasangka
(keragu-raguan) menganggapnya sebagai 'praduga' atau takwil dengan
pemikirannya. Karena penafsiran 'penglihatan' itu,
dan juga penafsiran segala pengertian yang disandarkan kepada Rabb,
haruslah tanpa mentakwilkannya dan dengan kepasrahan diri. Itulah
sandaran dien/keyakinan kaum muslimin.
44. Barangsiapa yang tidak menghindari penafian Asma' dan shifat Allah atau menyerupakan-Nya dengan makhluk-Nya, dia akan tergelincir dan tak akan dapat memelihara kesucian diri.
45. Sesungguhnya Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tersifati dengan sifat Wahdaniyah (Maha Tunggal), tersifati dengan sifat Fardaniyah (ke-Maha Esa-an). Tak seorangpun dari hamba-Nya yang menyamai sifat-sifat tersebut.
46. Maha
suci diri-Nya dari batas-batas dan dimensi makhluk atau bagian dari
makhluk, anggota tubuh dan perangkat-Nya. Dia tidak terkungkungi oleh
enam penjuru arah yang mengungkungi makhluk ciptaan-Nya.
47. Mi'raj (naiknya Nabi ke Sidratul Muntaha) adalah
benar adanya. Beliau telah diperjalankan dan dinaikan (ke langit)
dengan tubuh kasarnya (jasmani) dalam keadaan sadar, dan juga ke
tempat-tempat yang dikehendaki Allah di atas ketinggian. Allah-pun
memuliakan beliau dan mewahyukan kepadanya apa yang hendak Dia wahyukan.
مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى
"Tidaklah hatinya mendustakan apa yang dilihatnya." (QS. An-Najm: 11).
Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam atas diri beliau di dunia dan di akhirat.3
48. Haudh (telaga) Al-Kautsar yang dijadikan Allah kemuliaan baginya -dan pertolongan bagi umatnya- adalah benar adanya.
49. Syafa'at yang diperuntukkan Allah bagi mereka adalah benar adanya sebagaimana diriwayatkan dalam banyak hadits.
50. Perjanjian yang diikatkan Allah atas diri Adam dan anak cucunya (sebelum mereka dilahirkan-pent.) adalah benar adanya.
51. Semenjak
zaman yang tak berawal, Allah telah mengetahui jumlah hamba-Nya yang
akan masuk Jannah dan yang akan masuk Naar secara keseluruhan. Jumlah
itu tak akan bertambah atau berkurang. Demikian juga halnya
perbuatan-perbuatan mereka yang telah Allah ketahui apa yang akan mereka
perbuat itu (juga tak akan berubah).
52. Setiap
pribadi akan dimudahkan menjalani apa yang sudah menjadi kodratnya,
sedangkan amalan-amalan itu (dinilai) bagaimana akhirnya. Orang yang
bahagia adalah orang yang berbahagia dengan ketentuan kodratnya.
Demikian juga orang yang celaka adalah yang celaka dengan ketentuan
kodratnya.
53. Asal
dari takdir adalah rahasia Ilahi yang tak diketahui hamba-hamba-Nya.
Tak dapat diselidiki baik oleh malaikat yang dekat dengan-Nya, ataupun
Nabi yang diutus-Nya. Memberat-beratkan diri menyelidiki hal itu adalah
sarana menuju kehinaan, tangga keharaman, dan mempercepat penyelewengan.
Waspadai
dan waspadailah seluruh pendapat-pendapat, pemikiran-pemikiran, dan
bisikan-bisikan tentang takdir tersebut. Sesungguhnya Allah menutupi
ilmu tentang takdir-Nya agar tidak diketahui makhluk-Nya dan melarang
mereka untuk mencoba menggapainya. Sebagaimana yang difirmankan-Nya:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
"Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanya." (QS. Al-Anbiyaa': 23).
Barangsiapa
yang bertanya: "Kenapa Dia lakukan itu?", berarti ia menolak hukum
Al-Qur'an. Barangsiapa menolak hukum Al-Qur'an, berarti ia termasuk
orang-orang kafir.
54. Inilah sejumlah persoalan yang dibutuhkan oleh orang-orang yang hatinya terang dari
kalangan para wali Allah. Itulah derajat orang-orang yang sudah mendalam ilmunya. Karena
ilmu itu ada dua macam, yaitu: ilmu yang dapat digapai makhluk (ilmu agama-pent.) dan ilmu
yang terselubung baginya (ilmu ghaib). Mengingkari ilmu yang pertama berarti kekufuran.
Dan mengaku-aku memiliki ilmu yang kedua juga kekufuran. Keimanan itu hanyalah terpatri dengan menerima ilmu yang harus digapai manusia, dan menghindarkan diri dari mencari ilmu yang terselubung.
kalangan para wali Allah. Itulah derajat orang-orang yang sudah mendalam ilmunya. Karena
ilmu itu ada dua macam, yaitu: ilmu yang dapat digapai makhluk (ilmu agama-pent.) dan ilmu
yang terselubung baginya (ilmu ghaib). Mengingkari ilmu yang pertama berarti kekufuran.
Dan mengaku-aku memiliki ilmu yang kedua juga kekufuran. Keimanan itu hanyalah terpatri dengan menerima ilmu yang harus digapai manusia, dan menghindarkan diri dari mencari ilmu yang terselubung.
55. Kita juga mengimani adanya Al-Lauh Al-Mahfudz, Al-Qalam, dan segala yang tercatat di dalamnya.
56. Seandainya
seluruh makhluk bersepakat terhadap suatu urusan yang telah Allah
tetapkan untuk terjadi, agar urusan itu batal, mereka tak akan mampu
untuk mengubahnya. Sebaliknya seandainya mereka berkumpul menghadapi
urusan yang telah Allah tetapkan untuk tidak terjadi, agar urusan itu
terjadi, merekapun tidak akan mampu mengubahnya. Qalam (catatan) Allah telah ditetapkan untuk segala sesuatu yang akan terjadi sampai datangnya Hari Kiamat.
57. `Sesuatu
yang -ditakdirkan- tidak akan menimpa seorang hamba, maka tidak akan
menimpanya. Dan yang akan mengenainya, maka tidak akan meleset.
58. Hendaknya
seorang hamba tahu bahwa ilmu Allah telah mendahului segala sesuatu
yang akan terjadi pada makhluk-Nya. Dia telah menentukan takdir yang
baku yang tak bisa berubah. Tak ada seorang makhluk pun baik di langit
maupun di bumi yang dapat membatalkan, meralatnya, menghilangkannya,
mengubahnya, menggantinya, mengurangi, ataupun menambahnya.
59. Itulah buhul ikatan keimanan dan dasar-dasar ma'rifat dan pengakuan terhadap ke-Esa-an dan ke-Rububiyyah-an Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana yang difirmankan dalam Al-Qur'an:
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيراً
"Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya." (QS. Al-Furqan : 2). Dan firman-Nya:
وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَراً مَّقْدُوراً
"Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku." (QS. Al-Ahzab : 38).
60. Maka
celakalah orang yang betul-betul menjadi musuh Allah dalam persoalan
takdir-Nya. Dan mengikutsertakan hatinya yang sakit untuk membahasnya.4
Karena lewat praduganya ia telah mencari-cari dan menyelidiki ilmu
ghaib yang merupakan rahasia tersembunyi. Akhirnya ia kembali dengan
membawa dosa dan kedustaan.
61. Arsy dan Kursiy-Nya adalah benar adanya.
62. Dia tidak
membutuhkan 'Arsy-Nya itu dan apa yang ada di bawahnya. Dia menguasai
segala sesuatu dan apa-apa yang ada di atasnya. Dan Dia tidak memberi
kemampuan kepada makhluk-Nya untuk menguasai segala sesuatu.
63. Kita juga menyatakan dengan penuh keimanan dan penyerahan diri bahwa sesungguhnya Allah telah menjadikan Nabi Ibrahim 'alaihis salam sebagai kekasih-Nya, dan mengajak Nabi Musa 'alaihis salam untuk berbicara dengan sebenar-benarnya.
64. Kita
mengimani para Malaikat, para Nabi, dan kitab-kitab yang diturunkan
kepada para Rasul. Kita pun bersaksi, bahwa mereka berada di atas
kebenaran yang nyata.
65. Kita
menyebut mereka yang (shalat) menghadap kiblat kita dengan (sebutan)
kaum muslimin dan kaum mukminin selama mereka mengakui apa yang dibawa
oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan membenarkan segala apa yang beliau ucapkan dan beritakan.
66. Kita tidak mempergunjingkan Allah dan tidak membantah (ajaran) dien Allah.
67. Kita tidak menyanggah Al-Qur'an, dan bersaksi bahwa ia adalah Kalam Rabbul 'Alamin, diturunkan dengan perantaraan Ruhul Amin (Malaikat Jibril), lalu diajarkan kepada Penghulu para Nabi yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa 'ala alaihi ajma'in (salaaman tasliman katsiran). Ia
adalah Kalam Ilahi yaitu yang tak akan dapat diserupakan dengan ucapan
makhluk-makhluk-Nya. Kita pun tidak mengatakannya sebagai makhluk dan
(dengan itu) tidak akan menyelisihi Jama'ah kaum muslimin.
68. Kita
tidak mengafirkan Ahli Kiblat (kaum muslimin) hanya karena suatu dosa,
selama dia tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang dihalalkan. Namun
kita juga tidak mengatakan bahwa dosa itu sama sekali tidak berbahaya
bagi orang yang melakukannya selama ia masih beriman.
69. Kita mengharapkan agar orang-orang yang berbuat fajir dari
kalangan mukminin dapat diampuni dosa-dosa mereka dan dimasukkan Jannah
karena rahmat-Nya, namun kita tidak menganggap mereka aman dari
siksa-Nya.
70. Merasa
aman dari siksa, atau putus asa dari ampunan Allah, keduanya dapat
mengeluarkan dari Islam. Jalan yang benar bagi orang Islam adalah antara
keduanya
71. Seorang hamba hanya akan keluar dari keimanannya kalau ia mengingkari apa yang telah ia imani.
72. Iman adalah [pembenaran dalam hati], pengakuan dengan lidah, dan pembuktian dengan (amalan) anggota badan.
73. Seluruh yang diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berupa ajaran syari'at adalah benar adanya.
74. Iman itu adalah satu bentuk. Pemilik keimanan tersebut dilihat dari asal imannya5 adalah sama
75. Keutamaan
di antara mereka diukur dengan ketakwaan, rasa takut kepada Allah,
menghindari hawa nafsu, dan melakukan sesuatu yang lebih utama.
76. Kaum mukminin seluruhnya adalah wali-wali Ar-Rahman.
77. Yang paling mulia di antara mereka adalah yang paling taat dan paling ittiba' dengan ajaran Al-Qur'an.
Pengertian
Iman adalah: Beriman kepada Allah, para Malaikat, Kitab-Kitab-Nya, para
RasulNya, Hari Akhir, dan Takdir baik maupun buruk, manis maupun
pahit. Dan bahwa kesemuanya berasal dari Allah.
78. Kita
mengimani semua itu. Kita tidak membeda-bedakan seorang pun di antara
para Rasul. Kita membenarkan mereka semua beserta apa yang mereka bawa.
79. Para pelaku dosa besar di kalangan umat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bisa) masuk Naar, namun
mereka tak akan kekal di dalamnya kalau mereka mati dalam keadaan
bertauhid. Meskipun mereka belum bertaubat namun mereka menemui Allah
(mati) dengan menyadari dosa mereka. Mereka diserahkan kepada kehendak
dan keputusan Allah. Kalau Dia menghendaki, maka mereka dapat diampuni
dan dimaafkan dosa-dosa mereka dengan keutamaan-Nya, sebagaimana yang
difirmankan Allah 'Azza wa Jalla:
وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ
"Dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki." (QS. An-Nisa': 48, 116).
Dan jikalau Dia menghendaki, mereka diadzab-Nya di Naar dengan
keadilan-Nya. Kemudian Allah akan mengeluarkan mereka dari dalamnya
dengan rahmat-Nya dan syafa'at orang yang berhak memberi syafa'at di
kalangan hamba-Nya yang ta'at. Lalu mereka pun diangkat ke Jannah-Nya.
Hal itu karena Allah adalah Wali bagi siapa yang berma'rifah
kepada-Nya, maka Dia pun tidak menjadikan keadaan mereka di dunia dan di
akhirat sama seperti mereka yang tidak berma'rifah kepada-Nya. Yaitu
mereka yang luput, tak mendapatkan petunjuk-Nya, dan tidak dapat
memperoleh hak kewalian-Nya. Wahai Dzat yang menjadi Wali bagi Islam dan
pemeluknya, teguhkanlah kami bersama Islam sehingga kami datang
menghadap ke haribaan-Mu.
80. Kami
menganggap sah shalat (jama'ah) di belakang Imam, baik yang shalih
maupun yang fasik dari kalangan Ahli Kiblat. Dan menshalatkan siapa saja
yang meninggal di antara mereka.
81. Kita tak dapat memastikan mereka, masuk Jannah atau Naar.
82. Kita
tak bisa bersaksi bahwa mereka itu kafir, musyrik, maupun munafik,
selama semua itu tidak tampak nyata dari diri mereka. Kita menyerahkan
rahasia hati mereka kepada Allah Ta'ala.
83. Kita tidak boleh mengangkat pedang (berperang / menumpahkan darah) terhadap seorang pun dari ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kecuali terhadap mereka yang wajib diperangi.
84. Kita juga tidak membolehkan memberontak terhadap pemimpin-pemimpin dan Ulul 'Amri kita,
meskipun mereka berbuat lalim. Kita tidak menyumpahi mereka dan tidak
berlepas diri dengan tidak taat kepada mereka. Kita berkeyakinan bahwa
mentaati mereka sepanjang dalam ketaatan kepada Allah adalah wajib,
selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat. Kita tetap mendoakan
kebaikan untuk mereka dan agar mereka dikaruniai kebaikan jasmani maupun
rohani.
85. Kita tetap mengikuti As-Sunnah dan Al-Jama'ah, menghindari sesuatu yang aneh, perselisihan (yang didasari menyelisihi Al-Jama'ah-pent.) dan menghindari perpecahan.
86. Kita mencintai orang yang adil dan menjaga amanah serta membenci orang yang zhalim dan khianat.
87. Terhadap sesuatu yang masih samar ilmunya bagi kita, kita mengucapkan Allahu A'lam.
88. Kita berpendapat disyari'atkannya mengusap khuff (sepatu) baik di waktu mukim maupun safar (bepergian). Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa riwayat.
89. Jihad dan ibadah haji dilakukan bersama Ulul 'Amri, baik yang shalih maupun yang fasik, hingga hari kiamat. Keduanya tak dapat dibatalkan dan dirusak oleh segala sesuatu.
90. Kita
mengimani para Malaikat yang Mulia, pencatat amal manusia. Sesungguhnya
Allah telah menjadikan mereka sebagai pengawas bagi kita.
91. Kita juga mengimani Malaikat Maut yang diberi tugas mencabut nyawa para makhluk hidup.
92. Kita
pun mengimani adanya adzab kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya
dan juga pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir kepadanya di dalam kubur
tentang Rabb dan agamanya berdasarkan riwayat-riwayat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam serta para sahabat Ridwanullahu 'alaihim ajma'in. Alam kubur adalah taman-taman Jannah atau kubangan-kubangan Naar.
93. Kita juga mengimani Hari Ba'ats dan balasan amal perbuatan pada hari kiamat, kita juga mengimani pendedahan (penyingkapan) amal perbuatan, hisab, pembacaan catatan amal, ganjaran baik dan siksa, shirat dan al-mizan di Hari Kiamat.
94. Jannah dan Naar adalah
dua makhluk Allah yang kekal, tak akan punah dan binasa. Sesungguhnya
Allah telah menciptakan keduanya sebelum penciptaan makhluk lain dan
Allah-pun menciptakan penghuni bagi keduanya.
95. Barangsiapa yang dikehendaki-Nya untuk masuk Jannah, maka itu adalah keutamaan dariNya. Dan barangsiapa yang dikehendaki-Nya untuk masuk Naar, maka
itu adalah keadilan dari-Nya. Masing-masing akan beramal sesuai dengan
apa yang menjadi ketetapan dari-Nya dan akan kembali kepada apa yang
menjadi kodratnya. Kebaikan dan keburukan seluruhnya telah ditetapkan
atas hamba-hamba-Nya.
96. Kemampuan,
yang dengan wujudnya datang kewajiban amal adalah semacam taufik yang
bukan merupakan kriteria mahkluk. Adapun kemampuan dalam arti kesehatan
tubuh, potensi, kekuatan, dan selamatnya diri dari bermacam musibah,
adalah persiapan sebelum melakukan amalan. Dengan itulah hukum tersebut
digantungkan, sebagaimana yang difirmankan Allah:
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا
"Tidaklah Allah membebani seseorang melainkan sebatas kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah: 286).
97. Amal perbuatan hamba adalah makhluk Allah, namun juga hasil usaha hamba itu sendiri.
98. Allah
hanya membebani mereka sebatas yang mereka mampu. Dan mereka pun memang
tidak akan mampu melainkan sebatas apa yang dibebankan Allah atas
mereka. Itulah pengertian kalimat Laa haula wa laa quwwata illa billah. Kita
mengatakan: tiada jalan bagi seorang hamba dan tidak pula ia memiliki
kebebasan beraktivitas, dan beranjak meninggalkan maksiat melainkan
dengan pertolongan Allah. Dan seorang pun tidak memiliki kekuatan untuk
melaksanakan dan bertahan dalam ketaatan kepada Allah, melainkan dengan
taufik-Nya.
99. Segala
sesuatu berlaku menurut kehendak, ilmu, keputusan dan takdir-Nya. Dia
berbuat sekehendak-Nya, namun tidaklah sekali-kali Dia mendzhalimi
hamba-Nya.
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
"Tidaklah Dia ditanya tentang apa yang Dia perbuat, tetapi merekalah yang akan ditanya tentang (apa yang mereka perbuat)." (QS. Al-Anbiyaa': 23).
100. Do'a dan sedekah orang yang hidup dapat bermanfaat bagi mereka yang sudah mati.
101. Allah Ta'ala mengabulkan segala do'a dan memenuhi segala kebutuhan hamba-Nya
102. Dia-lah
yang memiliki segala sesuatu namun tidak dimiliki oleh sesuatu. Tidak
sekejappun (hamba-hamba-Nya) lepas dari rasa butuh kepada-nya.
Barangsiapa yang merasa tak butuh kepada Allah sekejappun, dia telah
kafir dan termasuk orang yang binasa.
103. Allah Subahanahu wa Ta'ala juga Murka dan Ridhla, namun tidak menyerupai satupun dari makhluk-Nya.
104. Kita mencintai para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, namun
tidak berlebihan dalam mencintai salah seorang di antaranya. Tidak juga
kita bersikap meremehkan terhadap seorang pun dari mereka. Kita
membenci siapa-siapa yang membenci mereka dan siapa-siapa yang
menyebutkan mereka dengan kejelekan. Kita pun hanya menyebut mereka
dalam kebaikan. Mencintai mereka adalah pengamalan ad-dien (agama), keimanan, dan ihsan. Sementara membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan, dan melampaui batas.
105. Kita mengakui kekhalifahan sepeninggal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang pertama adalah Abu Bakr As-Shiddiq radliyallahu 'anhu sebagai sikap mengutamakan dan mengunggulkan dirinya atas semua umat Islam.
106. Kemudian 'Umar bin Al-Khattab radliyallahu 'anhu.
107. Setelah itu 'Utsman bin 'Affan radliyallahu 'anhu.
108. Kemudian 'Ali bin Abi Thalib radliyallahu *anhu.
109. Merekalah yang disebut dengan Al-Khulafa' Ar-Rasyidun dan para imam yang mendapat petunjuk.
110. Sepuluh orang sahabat yang disebut-sebut Nabi dan diberi kabar gembira sebagai penghuni Jannah, kita akui sebagai penghuni Jannah berdasarkan persaksian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
perkataan beliau yang benar. Mereka adalah: Abu Bakr, 'Umar, 'Utsman,
'Ali, Thalhah [bin 'Ubaidillah], Az-Zubeir [bin Al-Awwam], Sa'ad [bin
Abi Waqqas], Sa'id [bin Zaid], Abdurrahman bin 'Auf, dan Abu 'Ubaidah
Al-Jarrah --orang tepercaya umat ini--radliyallahu 'anhum.
111. Barangsiapa yang membaguskan ucapannya terhadap para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, istri-istri
beliau yang bersih dari segala noda, serta anak cucu beliau yang suci
dari segala najis, maka orang itu telah selamat dari kemunafikan.
112. Para 'ulama As-Salaf terdahulu [para sahabat-pent.]
dan yang sesudah mereka dari kalangan Tabi'in adalah pelaku kebaikan
dan ahli hadits, ahli fiqih, dan ahli ushul. Mereka semuanya harus
disebutkan kebaikannya. Barangsiapa yang menjelek-jelekkan mereka, maka
dia tidak berada di atas jalan mereka (para sahabat).
113. Kita tidak mengutamakan salah seorangpun di antara para wali Allah di atas seorang Nabi 'Alaihi As-Sallam. Bahkan kita mengatakan bahwa seorang saja dari para Nabi itu lebih utama dibanding seluruh para wali.
114. Kita mengimani adanya karomah-karomah mereka dan segala riwayat tentang mereka yang dinukil dari para perawi yang tepercaya.
115. Kita juga mengimani adanya tanda-tanda hari kiamat berupa keluarnya Ad-Dajjal dan turunnya Nabi 'Isa 'Alaihis Sallam dari langit. Kita juga mengimani terbitnya matahari dari barat dan keluarnya Ad-Daabbah [salah satu tanda kiamat yaitu binatang yang dapat berbicara seperti manusia-pent.] dari kediamannya.
116. Kita
tidak mempercayai (ucapan) dukun maupun peramal, demikian juga setiap
orang yang mengakui sesuatu yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah
serta Ijma' kaum muslimin.
117. Kita meyakini bahwa Al-Jama'ah adalah haq dan kebenaran, sementara Al-Furqah adalah penyimpangan dan siksaan.
118. Ad-Dien (agama) Allah di langit dan di bumi hanyalah satu, yaitu dienul Islam, Allah berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
"Sesungguhnya agama (yang diridhlai) di sisi Allah hanyalah Al-Islam." (QS. Ali 'Imran: 19). Dia juga berfirman:
وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
"Dan telah Aku ridlai Islam sebagai agama bagimu." (QS. Al-Maidah: 3).
Dan
Islam itu berada di antara sikap berlebih-lebihan dan sikap meremehkan,
antara menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk dan
menafikkan (meniadakan) sifat-sifat itu, antara Jabriyah (kaum yang bersandar kepada takdir saja) dan Al-Qadariyah (kaum yang menolak takdir), dan antara yang merasa aman dari siksa Allah dan yang putus asa dari rahmat Allah.
119. Inilah
agama dan keyakinan kami lahir maupun batin. Kami berlepas diri
--dengan kembali kepada Allah-- dari setiap yang menyelisihi apa yang
kami sebutkan dan kami jelaskan. Kita memohon kepada Allah untuk
menetapkan diri kita di atas keimanan, mematikan kita dengan keyakinan
itu, memelihara kita dari pengaruh hawa nafsu yang bermacam-macam, dan
dari pendapat-pendapat yang beraneka ragam, dan mahdzab-mahdzab yang
jelek, seperti: Mu'tazilah, Al-Jahmiyyah, Al-Jabriyyah, Al-Qadariyyah, dan lain-lain, dari kalangan mereka yang menyelisihi Al-Jama'ah dan bersanding dengan kesesatan. Kita berlepas diri dari mereka. Dan mereka menurut kami adalah orang-orang sesat dan jahat. Wa billahi Al-'Ishmatu wa At-Taufiq.
2 Mukaddimah ini dikutip dari matan Al-Aqidah Ath-Thahawiyah dengan syarah dan komentar Syaikh Al-Albany.
4 [Ungkapan ini terdapat juga dalam naskah aslinya sebagai berikut: "Celakalah orang yang sesat dalam memahami takdir-Nya karena hatinya yang sakit." Dalam naskah yang lain "Celakalah orang yang hatinya sakit dalam memahami takdirnya” Yang tertulis di sini berasal dari matan AL-Aqidah Ath-Thahawiyyah dengan syarah Al-Albany.].
5 [Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz dalam komentarnya terhadap Matan Al-Aqidah Ath-Thahahiwah menyatakan: 'Ucapan beliau "Pemilik keimanan itu dilihat dari asal al-imannya adalah sama" perlu
diteliti lagi. Bahkan jelas kebatilannya. Justru mereka
bertingkat-tingkat dengan perbedaan yang mencolok. Iman para Rasul
tidaklah dapat disamakan dengan iman selain mereka. Demikian juga
imannya para khulafa'ur rasyidun dan para sahabat lainnya, tidaklah sama
dengan generasi belakangan. Iman orang yang betul-betul beriman juga
tak sama dengan iman orang fasik. Keterpautan itu, didasari dengan
perbedaan apa yang di dalam hati, berupa pengenalan terhadap Allah, Asma' dan Shifat-Nya dan
apa-apa yang disyari'atkan bagi hamba-Nya. Itulah pendapat Ahlussunnah
wal Jama'ah. Berseberangan dengan pendapat Al-Murji'ah dan yang
sependapat dengan mereka, Wallahul Musta'an.
Ushuulus Sunnah Wa I'tiqad Dien1
Ibnu Abi Hatim
Aku bertanya kepada ayahku2
dan Abu Zur’ah radliyallahu'anhuma tentang madzhab Ahlus Sunnah dalam
masalah ushuluddin (pokok-pokok agama) juga tentang pemahaman para ulama
di berbagai kota yang mereka ketahui, serta apa saja yang mereka berdua
yakini. Maka, keduanya berkata : Kami telah berjumpa dengan para ulama
di seluruh kota baik di Hijaz, Iraq, Mesir, Syam maupun Yaman, maka diantara madzhab yang mereka anut adalah:3
2. Al-Qur’an adalah kalam Allah dan bukan makhluk, dalam segala aspeknya6
3. Takdir yang baik maupun yang buruk adalah dari Allah سبحانه و تعالى 7
4. Di
kalangan ummat ini, sebaik-baik orang setelah Nabi adalah Abu Bakar
Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Al-Khattab, lalu ‘Utsman, lalu ‘Ali bin
Abu Thalib radliyallahu'anhum. Mereka Khulafaur Rasyidun Al-Mahdiyun
para khalifah yang berpegang teguh kepada agama dan mengikuti kebenaran8
5. Bahwa
sepuluh sahabat yang disebut dan dinyatakan oleh Rasulullah صلی الله
عليه وسلم masuk jannah, mereka itu sesuai dengan pernyataan beliau9 dan perkataan beliau itu benar.
6. Memintakan kasih sayang10
bagi seluruh sahabat serta keluarga Muhammad صلی الله عليه وسلم, serta
menahan untuk membicarakan perselisihan yang terjadi diantara mereka
7. Bahwa Allah berada di atas ‘Arsy-Nya11
8. terpisah
dari seluruh makhluk-Nya, sebagaimana sifat yang diberitahukan-Nya
dalam kitab-Nya melalui lisan Rasul-Nya, tanpa diketahui kaif
(bagaimana)nya. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun
yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat
9. Allah Tabaraka wa Ta’ala akan dapat dilihat di akhirat12. Segenap penduduk jannah akan melihat-Nya dengan mata kepala mereka. Allah berbicara, sebagaimana Dia berkehendak
10. Jannah (syurga) adalah benar dan naar (neraka) adalah benar (adanya). Keduanya adalah makhluk yang kekal abadi13.
Jannah adalah balasan bagi para wali-Nya, sedangkan neraka adalah
hukuman bagi orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya, kecuali yang
mendapatkan rahmat-Nya
11. Shirath adalah benar (adanya)14
12. Mizan
(timbangan) yang memiliki dua sisi timbangan untuk menimbang amalan
para hamba, yang baik maupun yang buruk adalah benar (adanya)15
13. Haudh (telaga) yang dijadikan sebagai penghormatan bagi Nabi صلی الله عليه وسلم dan segenap keluarganya, adalah benar (adanya)16
14. Syafa’at adalah benar (adanya). Dan bahwa sebagian ahli tauhid keluar dari neraka lantaran adanya syafa’at, adalah benar17.
15. Adzab kubur adalah benar18
16. Munkar dan Nakir adalah benar (adanya)19
17. Malaikat mulia yang mencatat amal perbuatan menusia adalah benar (adanya)20
18. Kebangkitan setelah mati adalah benar (adanya)21
19. Para pelaku dosa besar berada dalam masyi’ah (kehendak) Allah Subhanahu wa Ta’ala.
20. Kita
tidak mengkafirkan ahli kiblah disebabkan dosa mereka. Kita menyerahkan
urusan batin mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Kita melaksanakan
kewajiban jihad dan haji bersama imam-imam kaum muslimin, disetiap masa
21. Kita tidak boleh melakukan pembelotan terhadap para imam atau peperangan di masa fitnah
22. Kita
mendengar dan menta’ati siapa saja yang dijadikan Allah sebagai
pemimpin kita. Kita tidak akan melepaskan diri dari ketaatan
23. Kita mengikuti sunnah dan jama’ah serta menghindari sikap menyimpang (nyleneh), perselisihan dan perpecahan
24. Jihad
berlaku semenjak Allah mengutus Nabi-Nya صلی الله عليه وسلم hingga
terjadinya hari kiamat, bersama imam-imam kaum muslimin, tanpa ada
sesuatupun yang menghapuskannya
25. Demikian pula haji
26. Begitu pula pembayaran zakat saimah22 kepada imam kaum muslimin yang menjadi pemimpin bagi kita
27. Pada
aslinya manusia secara umum digolongkan mukmin berdasarkan hukum-hukum
dan pewarisan, adapun hakekat keimanan mereka disisi Allah tidak
diketahui. Barangsiapa yang berkata bahwa ia seorang mu’min sejati, maka
ia adalah orang yang berbuat bid’ah. Barangsiapa yang berkata bahwa ia
adalah orang yang mu’min disisi Allah, maka ia termasuk pendusta,
sedangkan orang yang mengatakan, "Saya beriman kepada Allah" maka yang
dilakukannya adalah benar23
28. Kaum Murji’ah adalah kaum yang berbuat bid’ah dan tersesat
29. Kaum
Qadariah adalah kaum yang berbuat bid’ah dan tersesat. Barangsiapa
diantara mereka yang menyatakan bahwa Allah Ta’ala tidak mengetahui apa
yang akan terjadi sebelum terjadinya, maka ia kafir
30. Kaum Jahmiyah adalah kafir24
31. Kaum Rafidhah adalah kaum yang menolak Islam
32. Kaum Khawarij adalah kaum yang meluncur keluar dari agama25
33. Barangsiapa
menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, maka ia orang yang kafir kepada
Allah Yang Maha Agung, dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari
millah. Barangsiapa yang faham tetapi meragukan kekafirannya, maka ia
kafir.
34. Barangsiapa
yang ragu terhadap Kalam Allah Ta’ala (Al-Qur’an), bimbang mengenainya
dan mengatakan, "Saya tidak tahu apakah makhluk atau bukan makhluk" maka
ia orang yang berfaham jahmiyah
35. Orang yang bimbang mengenai Al-Qur’an dikarenakan kebodohan, maka harus diajari dan dibid’ahkan, tetapi tidak dikafirkan
36. Barangsiapa
yang mengatakan "Bacaan Al-Qur’an-ku adalah makhluk" atau "Al-Qur’an
dengan bacaanku adalah makhluk" maka ia adalah orang yang berpaham
jahmiyah
Syaikh
Abu Thalib berkata: Ibrahim bin ‘Umar berkata: Ali bin Abdul ‘Aziz
berkata : Abu Muhammad berkata: Saya mendengar ayahku radliyallahu 'anhu
berkata :
37. Tanda-tanda ahli bid’ah adalah mengumpat ahlul ‘atsar (orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah-pent)
38. Tanda-tanda orang zindiq adalah mereka menyebut ahlul ‘atsar sebagai orang hasywiyah, karena ingin menghapuskan sunnah
39. Tanda-tanda kaum jahmiyah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum musyabbihah
40. Tanda-tanda kaum qadariyah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum yang berpaham jabriyah
41. Tanda-tanda
kaum murji’ah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum
mukhalifah (yang suka mempertentangkan) atau nuqshaniyah (yang suka
mengurangi)
42. Tanda-tanda kaum rafidhah adalah mereka menyebut ahlus sunnah sebagai kaum tsaniyah
43. Dalam
perkara ini telah tersesat banyak kelompok (dalam memahami ahlus
sunnah), padahal ahlus sunnah hanya menyandang satu nama dan nama-nama
ini semua tidak mungkin menyatu (ada) pada mereka
44. Abu
Muhammad bercerita kepada kami, katanya: Dan saya mendengar ayahku dan
Abu Zur’ah mengisolasi orang yang memiliki pemahaman yang menyimpang dan
melakukan bid’ah, menyalahkan pendapat mereka dengan keras, menolak
penulisan buku-buku dengan pendapat tanpa berdasarkan atsar, melarang
berteman dengan ahli kalam atau membaca buku-buku kaum mutakallimin,
serta berkata "Penganut ilmu kalam tidak akan beruntung selamanya."
Telah
saya sampaikan semuanya, dan segala puji bagi Allah Rabb semua alam,
semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad صلی الله عليه وسلم dan para keluarganya. Akhir kitab
I’tiqaduddin
5 Banyak dalil mengenai hal itu, diantaranya adalah firman Allah Ta’ala : "Dan
orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada
mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketaqwaannya." (Muhammad 12). Allah Ta’ala juga berfirman : "Dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya." (Al-Muddatstsir 31). Dia juga berfirman pula : "Dan apabila kepada mereka dibacak ayat-ayat-Nya, maka bertambah iman mereka." (Al-Anfal 2)
6
Ia dihafal di dalam dada, diucapkan dengan lidah dan ditulis di
berbagai mushaf. Barangsiapa yang berkeyakinan bahwa Al-Qur’an itu
makhluk, maka ia adalah seorang penganut faham Jahmiyah yang sesat.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah bersepakat bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah
dan bukan makhluk
7 Allah Ta’ala berfirman : "Sesungguhnya, segala sesuatu Kami ciptakan dengan takdir."
(Al-Qamar 49). Takdir adalah rahasia Allah. Barangsiapa yang tidak
menerima ketentuan dan takdir Allah dengan ridla, maka hidupnya tidak
akan tenang
8 Mengenai hal itu terdapat beberapa hadits shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang bersabda : "Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin sesudahku." Riwayat ini melalui jalur Al-Irbadh bin Sariyah. Adapula riwayat dari Ibnu ‘Umar yang berkata : "Kami berkata, sedangkan Rasulullah صلی الله عليه وسلم masih hidup : Sebaik-baik ummat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah beliau adalah Abu Bakar, Umar kemudian Utsman". Muttafaqun ‘Alaih.
9 Ada
beberapa hadits yang diriwayatkan mengenai hal itu. Dari Sa’id bin Zaid
yang berkata: Bahwa saya pernah mendengar bahwa beliau bersabda : "Sepuluh
orang ada di jannah, Nabi di jannah, Abu Bakar di jannah, Umar di
jannah, Utsman di jannah, Ali di jannah, Thalhah di jannah, Sa’ad bin
Malik di jannah, Abdurrahman bin ‘Auf di jannah. Bila aku mau akan
kusebutkan yang kesepuluh." Para sahabat bertanya : "Siapakah dia ?" Beliau bersabda : "Sa’id bin Zaid"
Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan selain An-Nasa’i.
Adapula riwayat lain yang menyebutkan kesepuluh orang itu, dari jalur
Abdurrahman bin ‘Auf pada riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan
sanad shahih. Di situ, yang kesepuluh adalah Az-Zubair bin Al-‘Awwam
10
Memintakan kasih sayang dan ridla untuk para sahabat Rasulullah صلی
الله عليه وسلم merupakan salah satu sifat hamba-hamba Allah yang beriman
dan bertaqwa, yang di dalam hati mereka tidak terdapat kebencian,
kemunafikan dan kedengkian. Bagaimana mungkin seorang mukmin tidak
memintakan rahmat dan ridla Allah untuk para sahabat Rasulullah صلی الله
عليه وسلم, sedangkan mereka semua berada di jannah berdasarkan
keterangan dari nash Al-Qur’an : "Dan Allah menjanjikan, untuk masing-masing al-husna (kebaikan)" Al-Husna (kebaikan) disini artinya jannah. Allah sendiri telah menyatakan keridlaan-Nya kepada mereka : "Allah meridlai mereka dan mereka pun ridla kepada Allah"
1.
Al-A’raf ayat 56; 2. Yunus ayat 3; 3. Ar – Rad ayat 2; 4. Thaha ayat 5;
5. Al – Furqan ayat 59; 6. As – Sajadah ayat 4; 7. Al – Hadid ayat 4
12 Allah Ta’ala berfirman : "Wajah-wajah mu’minin pada hari itu berseri-seri kepada Rabbnya mereka melihat" (Al-Qiyamah 22-23). Nabi صلی الله عليه وسلم juga bersabda : "Sungguh kalian akan melihat Rabb kalian seperti kalian melihat bulan pada malam purnama" Hadits ini terdapat dalam kitab-kitab shahih
13
Dalam Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 476-477, Imam Ath-Thahawi berkata :
"Ahlus Sunnah bersepakat bahwa jannah dan neraka adalah dua makhluk
yang sekarang telah ada" Kemudian beliau menyebutkan banyak dalil,
diantaranya Allah Ta’ala berfirman : "Telah disediakan (jannah) itu bagi orang-orang yang bertaqwa" (Ali ‘Imran 133). Dia سبحانه و تعالى juga berfirman : "Yang telah disediakan (jahannam itu) bagi orang kafir" (Ali ‘Imran 131). Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda menceritakan kisah ‘Isra’ dan Mi’raj : "Kemudian, saya memasuki jannah, ternyata ia berupa bukit-bukit permata" Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
14
Shirath adalah jembatan di atas Jahannam. Kita memohon kesentosaan dan
keselamatan kepada Allah. Mengenai itu terdapat banyak hadits yang
diriwayatkan dalam kitab-kitab shahih, sunan, musnad dan mu’jam. Lihat
buku kami : "Asy-Syafa’ah wa Bayaanul Ladzina Yasyfa’un"
15 Allah Ta’ala berfirman : "Kami memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat"(Al-Anbiya’ 47). Ayat-ayat atau hadits-hadits mengenai hal ini telah diketahui
16
Hadits-hadits mengenai telaga ini mencapai derajat mutawatir,
diriwayatkan oleh lebih dari tiga puluh sahabat. Lihat "Al-Bidayah wan
Nihayah" Ibnu Katsir, "As-Sunnah" Ibnu Abi Syaibah dan "Ma’arij
Al-Qabul" Al-Hakamiy. Dari Anas bin Malik yang berkata : Nabi صلی الله
عليه وسلم bersabda : "Periuk di telagaku besarnya antara Ailah hingga Shan’a di Yaman. Di sana terdapat gayung sebanyak jumlah bintang-bintang di langit" Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
17 Lihat buku kami "Asy-Syafa’ah wa Bayaanul Ladzina Yasyfa’un kama Warada fil Qur’an was Sunnah Ash-Shahihah”
18
Terdapat hadits-hadits yang diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai hal ini. Barangsiapa menyangka
bahwa hadits-hadits tersebut tergolong hadits ahad, maka ia keliru
19 Namanya disebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan sanad hasan dari Abu Hurairah
20 Allah Ta’ala berfirman : "Dan sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi. Yang mulia dan mencatat." (Al-Infithar 10-11)
21
Penyebutan tentang kebangkitan ini banyak sekali terdapat dalam
Al-Kitab Al-‘Aziz, khususnya dalam surat-surat Makkiyah, demikian pula
dalam sunnah Nabi صلی الله عليه وسلم
22 Saimah ialah binatang-binatang ternak baik itu unta, sapi maupun kambing, yang digembalakan di padang maupun tanah kosong selama satu tahun atau lebih
23Barangsiapa yang ingin lebih mendalami kajian masalah ini, hendaklah ia membaca Aqidah Thahawiyah hal. 390-395
24
Jahmiyah adalah nama yang dinisbatkan kepada Jahm bin Shofwan, dialah
orang yang menyatakan peniadaan dan penolakan sifat-sifat Allah
Ushuulus Sunnah1
Al-Hafizh Abu Bakar al-Humaidi
Al-Humaidi2 berkata: As-Sunnah menurut kami adalah:
1. Seseorang
beriman kepada takdir baik dan takdir buruk, yang manis maupun yang
pahit dan ia mengetahui bahwa semua yang telah ditetapkan bakal
menimpanya, niscaya tidak akan terluput darinya dan semua yang telah
ditetapkan tidak akan menimpanya, niscaya tidak akan menimpanya. Semua
ini merupakan qadha yang telah ditentukan Allah عزوجلّ.
2. Bahwa
iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang, tidak
bermanfaat perbuatan dan perkataan kecuali dengan niat dan tidak
bermanfaat perkataan, perbuatan dan niat kecuali dengan as-Sunnah.
3. Mencintai semua sahabat Muhammad صلی الله عليه وسلم sebab Allah عزوجلّ berfirman:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka
berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dahulu dari kami” (QS: 59 Al- Hasyr: 10)
Kita
tidak diperintahkan melainkan memohonkan ampun untuk mereka. Siapa saja
yang mencela dan mencerca mereka atau salah seorang dari mereka,
berarti orang tersebut tidak berada di atas as-Sunnah dan dia tidak
berhak mendapat fa’i 3
Beberapa orang telah mengabarkan kepadaku dari Malik bin Anas4 bahwa ia berkata: “Allah telah membagikan harta fa’i, Dia berfirman:
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ
(Juga) bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman mereka. (QS: 59 Al- Hasyr: 8)
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka
berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dahulu dari kami” (QS: 59 Al- Hasyr: 10)
4. Al-Qur-an adalah Kalamullah.
Aku mendengar Sufyan5 berkata: “Al-Qur-an adalah Kalamullah. Siapa saja yang mengatakan makhluk berarti ia adalah mubtadi’ dan kami tidak pernah mendengar seseorang berkata seperti yang ia katakan.
5. Aku mendengar Sufyan berkata: “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang”.
Saudaranya
Ibrahim bin ‘Uyainah berkata kepada beliau: “Wahai Abu Muhammad!
Janganlah kamu katakan (iman itu) berkurang”. (Sufyan) marah seraya
berkata: “Diam kamu wahai anak kecil! Bahkan (iman akan berkurang)
hingga tidak ada yang tertinggal sedikitpun
6. Mengimani adanya ru`yah6 setelah meninggal
7. Dan apa yang disebutkan dalam al-Qur-an dan al-Hadits, seperti:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu. (QS: 5 Al- Maaidah: 64)
وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. (QS: 39 Az-Zumar: 67)
Dan
ayat-ayat al-Qur-an dan al-Hadits yang sejenis dengan ayat diatas tidak
boleh menambah-nambahinya dan tidak boleh menakwilnya, kita memutuskan
sesuai dengan apa yang telah diputuskan al-Qur-an dan as-Sunnah.
8. Dan kami menegaskan:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy. (QS: 20 Thaahaa: 5)
Barangsiapa yang berpendapat selain itu, berarti ia adalah seorang Mu’aththhil dan Jahmi
9. Dan
kami tidak akan mengatakan seperti yang dikatakan oleh kaum Khawarij:
“Barangsiapa yang melakukan dosa besar, maka ia telah kafir
10. Kami
tidak mengkafirkan seseorang kerena dosa. Seseorang akan kafir kerena
meninggalkan rukun Islam yang lima yang telah di sabdakan Rasulullah صلی
الله عليه وسلم:
“
Islam dibangun di atas lima perkara: Persaksian bahwa tiada Ilah (Yang
berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah (utusan
Allah), mendirikan Shalat, membayar Zakat, ber-Syaum pada bulan Ramadhan
dan melaksanakan haji ke Ka’bah”.
Adapun
rukun yang tiga tidak bisa ditangguhkan atas orang yang
meninggalkannya. Barangsiapa yang tidak bersyahadat, tidak melaksanakan
shalat dan tidak bersyaum, kerena dalam melaksanakannya tidak
boleh ditunda dari waktu yang telah ditentukan dan juga tidak sah jika
dilakukan dengan mengqadha setelah dengan sengaja dilalaikan hingga keluar dari waktunya.
Adapun
zakat jika dibayarkan, maka zakat tersebut sah dan berdosa jika ditunda
membayarkannya. Dan pelaksanaan haji jika telah wajib atas seseorang
dan telah sanggup melaksanakannya, maka wajib hukumnya untuk
dilaksanakan dan haji ini belum diwajibkan hingga terpenuhi hal-hal di
atas, kapan saja ia laksanakan, maka hajinya tetap sah dan tidak berdosa
jika ia menunda keberangkatannya7
berbeda dengan zakat yang berdosa jika ditunda. Sebab, berarti ia telah
menunda hak orang-orang muslim yang miskin. Dan ia tetap berdosa hingga
zakat tersebut sampai kepada yang berhak.
Adapun
haji merupakan perkara antara ia dan Rabb-nya. Jika ia laksanakan,
berarti ia telah melakukan kewajiban, lantas jika ia meninggal dan belum
haji padahal ia sanggup untuk melaksanakan haji, maka ia akan bermohon
dikembalikan ke dunia agar bisa melaksanakan haji.
Dan
wajib atas keluarganya untuk menhajikannya dan kita berharap
mudah-mudahan yang demikian itu dapat sebagai pengganti untuknya
sebagaimana halnya jika ia mempunyai hutang yang harus dibayar meskipun
setelah ia meninggal.
Dan selesailah kitab ini.
Segala
puji bagi Allah semata dan semoga shalawat dan salam senangtiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad صلی الله عليه وسلم dan keluarga beliau.
1 Ushuulus Sunnah [‘Aqidah Shahih Penyebab Selamatnya Seorang Muslimedisi Indonesia] oleh: Al-Hafizh Abu Bakar Al-Humaidi, Terbitan Pustaka Imam Syafi’I 1425 H
2
Al-Hafizh Abu Bakar al-Humaidi, nama lengkap beliau adalah al-Hafizh
Abdillah bin az-Zubair bin Isa bin Ubaidillah bin Humaid bin Zuhair bin
al-Harits bin Asad bin Abdil Izzi
4
Beliau adalah Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Abu Abdillah al-Madani,
Imam Darul Hijrah (Madinah), salah satu dari Imam yang empat
5
Beliau adalah Sufyan bin Uyainah bin Maimun al-Hilali al-Kufi, seorang
Hafizh dan Imam, guru dari Abu Bakar al-Humaidi penulis risalah ini
6
Ahlus Sunnah telah sepakat bahwa Allah عزوجلّ akan dilihat pada hari
kiamat yaitu dapat dilihat oleh orang-orang mukmin dengan mata kepala
mereka di dalam surga, sebagaimana mereka melihat matahari dan bulan
yang tidak ditutupi awan. Mereka nanti tidak bersusah payah melihat
Allah
7
Para ulama رحمهم الله berselisih pendapat: apakah bagi seseorang yang
telah wajib harus melaksanakannya dengan segera? Atau boleh menundanya?
Dalam perkara ini terdapat dua pendapat:
- Wajib atasnya untuk segera melaksanakannya dan tidak boleh menunda jika tidak ada penghalang. Ini adalah madzhab Abu Hanifah, Malik dan Ahmad رحمهم الله
- Boleh menundanya. Ini madzhab Asy-Syafi’i. Ibnu Qudamah menguatkan pendapat pertama dalam al-Mughni (V/36). Untuk memperluas pembahasan ini silahkan baca al-Umm (II/110), al-Mughni karya Ibnu Qudamah (V/36), al-Inshaaf (III/404), al-Majmu’ karya an-Nawawi (VII/102), Badaa’ish Shaanaa’I (III/1080) dan al-Kafi fi Fiqh Ahlil Madiinah al-Maaliki (I/358)
Sumber : www.ibnumajjah.wordpress.com
Versi ebook: Kompilasi Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah atau mirror
http://faisalchoir.blogspot.sg/2012/01/aqidah-ahlus-sunah-wal-jamaah-kompilasi.html