Minggu, 17 November 2013

Perjanjian Allah Dan Perjanjian Nabi-Nya & Larangan Bersumpah Mendahului Allah


 
Memasuki pembahasan selanjutnya dalam Kitab Tauhid, penulis ingin menjelaskan mengenai perjanjian Allah dan perjanjian nabi-Nya serta larangan mendahului Allah dalam bersumpah. Janji-janji dan sumpah-sumpah yang seperti apa yang dimaksud oleh beliau?

Tentang Perjanjian Allah Dan Perjanjian Nabi-Nya



Firman Allah ‘Azza wa Jalla :

"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (An-Nahl: 91)

Buraidah menuturkan:
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mengangkat seorang komandan pasukan perang atau bataliyon, beliau menyampai-kan pesan kepadanya agar bertakwa kepada Allah dan berlaku baik kepada kaum muslimin yang bersamanya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Serbulah dengan memulai membaca "Bismillah fi Sabilillah" (Dengan asma’ Allah, demi di jalan Allah). Perangilah orang-orang yang kafir kepada Allah. Seranglah. Dan janganlah kamu menggelapkan harta rampasan perang, jangan mengkhianati perjanjian, jangan mencincang korban yang terbunuh, dan jangan membunuh seorang anak pun.
Apabila kamu mendapati musuh-musuhmu dari kalangan orang-orang musyrik, maka ajaklah mereka kepada tiga perkara, mana yang mereka setujui maka terimalah dan hentikan (menyerang) mereka: Ajaklah mereka kepada Islam; kalau mereka setuju maka terimalah dari mereka, lalu ajaklah mereka berpindah dari daerah mereka ke daerah kaum Muhajirin serta beritahukan kepada mereka bahwa apabila mereka melaksanakan ini mereka mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana hak dan kewajiban kaum Muhajirin Tetapi, kalau mereka menolak untuk berpindah (hijrah) dari daerah mereka, maka beritahukan kepada mereka bahwa mereka akan mendapat perlakuan seperti orang-orang badui (pengembara) dari kalangan kaum muslimin, berlaku bagi mereka hukum Allah , sedang mereka tidak menerima bagian apapun dari ghanimah dan fa’i, kecuali bila mereka berjihad bersama kaum muslimin.
Jika mereka menolak perkara tersebut, maka mintalah kepada mereka untuk membayar jizyah. Kalau mereka setuju, maka terimalah dari mereka dan hentikan (menyerang) mereka. Tetapi jika mereka masih juga menolak perkara-perkara tersebut, maka mohonlah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka.

Apabila kamu telah mengepung kubu pertahanan musuhmu, lalu mereka menghendaki agar kamu membuatkan untuk mereka perjanjian Allah dan perjanjian NabiNya, maka janganlah kamu buatkan untuk mereka perjanjian Allah dan perjanjian NabiNya; tetapi buatkanlah untuk mereka perjanjian dirimu sendiri dan perjanjian kawan-kawanmu, karena sesungguh-nya lebih ringan resikonya melanggar perjanjianmu dan perjanjian kawan-kawanmu daripada melanggar perjanjian Allah dan perjanjian NabiNya.

Dan apabila kamu telah mengepung kubu pertahanan musuhmu, lalu mereka menghendaki agar kamu mengeluarkan mereka atas dasar hukum Allah, maka janganlah kamu mengeluarkan mereka atas dasar hukum Allah, tetapi keluarkanlah mereka atas dasar hukum yang kamu ijtihadkan, karena sesungguhnya kamu tidak mengetahui apakah tindakanmu terhadap mereka itu tepat dengan keputusan Allah atau tidak." [1]

Kandungan Bab Ini


  1. Perbedaan antara perjanjian Allah dan perjanjian NabiNya dengan perjanjian kaum muslimin.
  2. Tuntunan yang diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu supaya mengambil alternative yang lebih ringan resikonya dalam dua perkara tersebut.
  3. Etika dalam berjihad, yaitu supaya menyerbu dengan dimulai membaca "Bismillah fi Sabilillah".
  4. Disyariatkan untuk memerangi orang-orang yang kafir kepada Allah.
  5. Supaya senantiasa memohon pertolongan kepada Allah dalam berperang melawan orang-orang kafir.
  6. Perbedaan antara hukum Allah dan hukum ijtihad para ulama.
  7. Dalam situasi yang diperlukan, seperti tersebut dalam hadits, disyariatkan kpada komandan atau pemimpin untuk memutuskan hukum dengan menyatakan
    dari ijtihadnya; hal itu demikian, dikhawatirkan hukum yang diputuskannya
    tersebut tidak sesuai dengan hukum Allah ‘Azza wa Jalla.


Larangan Bersumpah Mendahului Allah



Jundab bin Abdullah menuturkan Raululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ada seorang laki-laki berkata: "Demi Allah, Allah tidak mengampuni siFulan"; maka firman Allah: "Siapakah yang bersumpah mendahuluiku bahwa aku tidak mengampuni si fulan? Sungguh aku telah mengampuninya dan menghapus amalmu". [2]

Dan disebutkan dalam hadits riwayat Abu Hurairah bahwa orang yang
bersumpah demikian adalah orang yang ahli ibadah. Kata abu Hurairah:"Ia telah mengucapkan perkataan yang telah membinasakan dunia dan akhiratnya". [3]


Kandungan Bab Ini


  1. Diperingatkan untuk tidak bersumpah mendahului Allah
  2. Hadits di atas menunjukkan bahwa neraka lebih dekat kepada seseorang daripada tali sandalnya sendiri
  3. Demikian halnya surga
  4. Sebagai buktinya lagi, perkataan Abu Hurairah: "Ia telah mengucapkan perkataan yang membinasakan dunia dan akhiratnya."
  5. Bahwa seseorang dapat diberi ampunan oleh Allah karena suatu sebab dari perkara yang dibencinya


Catatan Kaki


[1] Hadits Riwayat Muslim
[2]HR Muslim.
[3] HR Ahmad dan Abu Dawud.



Sumber: http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/kitab-tauhid.html