Melanjutkan
pembahasan Kitab Tauhid, akan dijelaskan mengenai definisi dukun dan tukang
ramal. Bagaimana hukum mendatangi mereka dan bagaimana status mereka dalam
hukum Islam. Lalu akan dibahas pula mengenai Nusyrah. Apa itu Nusyrah
dan bagaimana Islam menghukuminya?
Dukun, Tukang Ramal Dan Sejenisnya
Imam
Muslim
dalam Shahih-nya, meriwayatkan dari salah seorang isteri Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,“Barangsiapa mendatangi
tukang ramal lalu mananyakan kepadanya tentang sesuatu perkara dan dia
mempercayainya, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari.”
Abu
Dawud
meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa
mendatangi seorang dukun dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka
sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada
Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam .”
Dan
diriwayatkan oleh keempat periwayat[1] dan Al-Hakim dengan menyatakan
hadits ini shahih menurut keriteria Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah,
bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa
mendatangi tukang ramal atau dukun, lalu mempercayai apa yang diucapkannya,
maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada
Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam.“
Abu
Ya’la
pun meriwayatkan hadits mauquf dari Ibnu Mas’ud seperti tersebut di atas,
dengan sanad jayyid. Al-Bazzar dengan isnad jayyid meriwayatkan hadits
marfu’ dari ‘Imran bin Hushain,
“Tidak
termasuk golongan kami orang yang melakukan atau meminta tathayyur, meramal
atau meminta diramalkan, menyihir atau meminta disihirkan; dan barangsiapa
mendatangi tukang ramal lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka
sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada
Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam.”
Hadits
ini diriwayatkan pula oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath dengan
isnad hasan dari Ibnu ‘Abbas tanpa penyebutan kalimat, "Dan barangsiapa
mendatangi … " dan seterusnya.
Al-Baghawi[2]
berkata, “Al-’Arraf (orang pintar) ialah orang yang mengaku
tahu dengan menggunakan isyarat-isyarat untuk menunjukkan barang curian atau
tempat barang hilang atau semacamnya. Adapula yang mengatakan: Dia adalah kahin
(dukun), padahal kahin adalah orang yang memberitahukan tentang perkara-perkara
yang akan terjadi di masa mendatang. Ada pula yang mengatakan: Yaitu orang yang
memberitahukan apa yang tersimpan dalam hati seseorang.”
Menurut
Abu Al-’Abbas Ibnu Taimiyah, “Al-’Arraf adalah sebutan untuk tukang ramal,
tukang nujum, peramal nasib dan yang sebangsanya, yang menyatakan tahu tentang
perkara-perkara (yang tidak diketahui orang lain) dengan cara-cara tersebut.”
Ibnu
‘Abbas, terhadap orang-orang yang menulis huruf-huruf "Abaajaad"
untuk mencari pelamat rahasia huruf dan memperhatikan bintang-bintang (untuk
ramalan), mengatakan,
“Aku
tak tahu bahwa orang yang mempraktekkan hal itu akan memperoleh suatu bagian
keuntungan di sisi Allah.”
Kandungan Bab Ini
- Tidak dapat bertemu dalam diri seorang mukmin antara iman kepada Al-Qur’an dengan percaya kepada tukang ramal, dukun dan sejenisnya.
- Dinyatakan bahwa mempercayainya adalah kufur.
- Ancaman bagi orang yang meminta diramalkan.
- Ancaman bagi orang yang meminta tathayyur.
- Ancaman bagi orang yang meminta disihirkan.
- Ancaman bagi orang yang menulis huruf-huruf "Abaajaad" [untuk mencari pelamat rahasianya].
- Perbedaan antar kahin dan ‘arraf, [bahwa kahin (dukun) adalah orang yang memberitahukan tentang perkara-perkara yang akan terjadi di masa mendatang, yang diperolehnya dari setan penyadap berita di langit].
Tentang Nusyrah
Jabir
menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika ditanya tentang
nusyrah, beliau shallallahu’alaihi wa sallam menjawab, "Hal itu
termasuk perbuatan setan."[3]
Imam
Ahmad ketika ditanya tentang nusyrah, menjawab, "Ibnu Mas’ud membenci
itu semuanya."
Diriwayatkan
dalam Shahih Al-Bukhari bahwa Qatadah menuturkan, "Aku bertanya
kepada Ibn Al-Musayyab, Seseorang yang terkena sihir atau diguna-gunai tidak
dapat menggauli isterinya, apakah boleh disembuhkan dengan nusyrah, atau dengan
cara lain? Ia menjawab, Tidak apa-apa hukumnya, karena yang mereka
inginkan hanyalah kebaikan untuk menolak mudharat. Sedangkan sesuatu yang
bermanfaat itu tidaklah dilarang.”
Dan diriwayatkan dari Al-Hasan bahwa ia berkata, "Tidak ada yang dapat melepaskan pengaruh sihir kecuali seorang tukang sihir."
Ibnu
Al-Qayyim menjelaskan, “Nusyrah ialah penyembuhan terhadap
seseorang yang terkena sihir. Caranya ada dua macam,
Pertama, dengan menggunakan
sihir pula, dan inilah yang termasuk perbuatan setan. Dan pendapat Al-Hassan
tersebut dapat dimasukkan ke dalam jenis ini, karena orang yang menyembuhkan
dan orang yang disembuhkan mengadakan pendekatan kepada setan dengan apa yang
diinginkannya, sehingga dengan demikian perbuatan setan itu gagal memberi
pengaruh terhadap orang yang terkena sihir itu.
Kedua, penyembuhan dengan
menggunakan ruqyah, ayat-ayat ta’awudz, obat-obatan dan do’a-do’a yang
diperkenankan. Cara ini hukumnya jaiz (boleh)."
Kandungan Bab Ini
- Larangan terhadap nusyrah
- Perbedaan antara macam nusyrah yang dilarang dan yang diperbolehkan, dengan demikian menjadi jelas masalahnya.
Catatan
Kaki
[1]
Yakni: Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah.
[2]
Abu Muhammad: Al-Husein bin Mas’ud bin Muhammad Al-Farra’ atau Ibn Al-Farra’
Al-Baghawi. Digelari Muhyi-s-Sunnah, kitab-kitab yang disusunnya antara lain:
Syarh As-Sunnah, Al-Jami’ Baina Ash-Shahihain. Lahir tahun 436H (1044M) dan
meninggal tahun 510H (1117M).
[3]
Hadits riwayat Imam Ahmad dengan sanad jayyid dan riwayat Abu Dawud.
Sumber: http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/kitab-tauhid.html