Setelah kita
mengetahui pengertian ‘iddah dan berapa lama masa ‘iddah pada beberapa wanita
(sebagaimana ulasan di sini )
,yang akan diulas kali ini adalah
beberapa hak yang tetap diperoleh wanita ketika masa ‘iddahnya. Juga dijelaskan
pula apa saja yang mesti dilakukan oleh wanita yang mengalami masa ‘iddah.
1- Untuk wanita yang mengalami masa
‘iddah karena talak roj’iy (talak yang masih bisa dirujuki), maka ia masih
memiliki hak mendapatkan tempat tinggal dan nafkah.
Hal ini
dikarenakan wanita yang ditalak roj’iy (yang masih bisa dirujuki), masih
berstatus sebagai istri. Suami bisa saja rujuk kapan pun selama masa ‘iddah,
tanpa melalui akad baru dan tanpa pula melalui ridho istri.
2- Untuk wanita yang ditalak ba-in
(yang tidak bisa kembali kecuali dengan akad baru), maka ia masih mendapatkan
hak rumah selama masa ‘iddah, namun tidak mendapatkan nafkah kecuali jika dalam
keadaan hamil, maka tetap masih diberikan nafkah sampai melahirkan bahkan
ketika mengasuh anak-anak tetap diberikan upah. Hal ini berdasarkan firman
Allah Ta’ala,
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ
لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ
حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
“Tempatkanlah
mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika
mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya” (QS. Ath
Tholaq: 6). Ayat ini menunjukkan kewajiban memberikan tempat tinggal bagi
setiap wanita yang masih dalam masa ‘iddah. Dan juga menunjukkan pengecualian
bagi wanita hamil yaitu masih mendapatkan nafkah selain tempat tinggal.
Sebagaimana didukung pula dalam hadits lainnya mengenai kisah Fathimah binti
Qois radhiyallahu ‘anha ketika ia diceraikan oleh suaminya, lantas Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,
لاَ نَفَقَةَ لَكِ إِلاَّ أَنْ تَكُونِى حَامِلاً
“Tidak
ada nafkah untukmu kecuali jika engkau dalam keadaan hamil” (HR. Abu Daud
no. 2290. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Berlaku pula
bagi wanita dalam masa ‘iddah yang ditinggal mati suaminya, yaitu ia masih
mendapatkan hak tempat tinggal. Ada dalil khusus yang menerangkan hal ini. Dari
Al Furai’ah binti Malik bin Sinan yang merupakan saudari Abu Sa’id Al Kudri,
dia berkata,
أَنَّهَا جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَسْأَلُهُ أَنْ تَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهَا فِي بَنِي خُدْرَةَ فَإِنَّ زَوْجَهَا
خَرَجَ فِي طَلَبِ أَعْبُدٍ لَهُ أَبَقُوا حَتَّى إِذَا كَانُوا بِطَرَفِ
الْقَدُومِ لَحِقَهُمْ فَقَتَلُوهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي فَإِنِّي لَمْ يَتْرُكْنِي فِي
مَسْكَنٍ يَمْلِكُهُ وَلَا نَفَقَةٍ قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ قَالَتْ فَخَرَجْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي
الْحُجْرَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ دَعَانِي أَوْ أَمَرَ بِي فَدُعِيتُ لَهُ
فَقَالَ كَيْفَ قُلْتِ فَرَدَدْتُ عَلَيْهِ الْقِصَّةَ الَّتِي ذَكَرْتُ مِنْ
شَأْنِ زَوْجِي قَالَتْ فَقَالَ امْكُثِي فِي بَيْتِكِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ
أَجَلَهُ قَالَتْ فَاعْتَدَدْتُ فِيهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
“Ia datang
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta izin kepada
beliau untuk kembali kepada keluarganya di Bani Khudrah karena suaminya keluar
mencari beberapa budaknya yang melarikan diri hingga setelah mereka berada di
Tharaf Al Qadum ia bertemu dengan mereka lalu mereka membunuhnya. Dia berkata,
“Aku meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
kembali kepada keluargaku karena suamiku tidak meninggalkan rumah dan harta
untukku.” Ia berkata, “Kemudian aku keluar hingga setelah sampai di sebuah
ruangan atau di masjid, beliau memanggilku dan memerintahkan agar aku datang.
Kemudian beliau berkata, “Apa yang tadi engkau katakan?” Kemudian aku kembali
menyebutkan kisah yang telah saya sebutkan, mengenai keadaan suamiku. Kemudian
beliau bersabda, “Tinggallah di rumahmu hingga selesai masa ‘iddahmu.”
Ia berkata, “Aku melewati masa ‘iddah di tempat tersebut selama empat bulan
sepuluh hari.” (HR. Abu Daud no. 2300, At Tirmidzi no. 1204. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُحِدَّ
عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ ، إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ
وَعَشْرًا
“Tidak
dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk
berkabung (menjalani masa ihdaad) atas kematian seseorang lebih dari tiga hari,
kecuali atas kematian suaminya, yaitu (selama) empat bulan sepuluh hari.”
(HR. Bukhari no. 5334 dan Muslim no. 1491).
Ummu Athiyah
radhiyallahu ‘anha berkata,
كُنَّا نُنْهَى أَنْ نُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى
زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا وَلَا نَكْتَحِلَ وَلَا نَتَطَيَّبَ وَلَا
نَلْبَسَ ثَوْبًا مَصْبُوغًا إِلَّا ثَوْبَ عَصْبٍ وَقَدْ رُخِّصَ لَنَا عِنْدَ
الطُّهْرِ إِذَا اغْتَسَلَتْ إِحْدَانَا مِنْ مَحِيضِهَا فِي نُبْذَةٍ مِنْ كُسْتِ
أَظْفَارٍ وَكُنَّا نُنْهَى عَنْ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ
“Kami
dilarang ihdaad (berkabung) atas kematian seseorang di atas tiga hari kecuali
atas kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Selama masa itu
kami tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai wewangian, tidak boleh memakai
pakaian yang berwarna kecuali pakaian ashab. Dan kami diberi keringanan bila hendak
mandi seusai haid untuk menggunakan sebatang kayu wangi. Dan kami juga dilarang
mengantar jenazah.” (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 2739). Yang
dimaksud dengan pakaian dalam hadits tersebut, yang tidak boleh dipakai dalam
masa ihdaad (berkabung) adalah pakaian yang bukan perhiasan diri.
4- Untuk
wanita yang ditinggal mati suaminya dan wanita yang telah ditalak ba-in (yang
mesti kembali dengan akad baru) di mana wanita talak ba-in di sini tidak harus
melakukan ihdaad (berkabung), maka ia tetap di rumah suami selama masa ‘iddah
kecuali ada hajat.
Wallahul muwaffiq.
Harus baca pula risalah talak serial sebelumnya dari Web Rumaysho.com:
Referensi:
At Tadzhib
fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib (Matan Abi Syuja’), Prof. Dr. Musthofa Daib Al Bugho,
terbitan Darul Musthofa, cetakan ke-11, 1428 H.
@ Sakan 27,
Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 25 Shafar 1434 H
http://rumaysho.com/keluarga/risalah-talak-16-hak-wanita-dalam-masa-iddah-3088