Polemik berita datangnya Imam Mahdi selalu actual untuk diulas dan dibicarakan. Pasalnya, masalah ini hingga kini masih menjadi buah bibir di kalangan kaum muslimin, khususnya kaum pelajar dan intelektual. Ironis memang, tatkala melihat orang yang bukan bidangnya ikut andil terjun menangani kontroversi masalah prinsip ini, sehingga bukannya menyembuhkan, tetapi justru malah meruwetkan masalah.
Beragam komentar pro kontra bermunculan seputar masalah Mahdi di akhir zaman. Betapa banyak para penulis dan penceramah berani menegaskan dengan penuh percaya diri, tanpa ragu sedikitpun: “Hadits-hadits tentang Mahdi seluruhnya palsu, hanya karangan politisi Syi’ah”!![1]. Sebaliknya, tak sedikit juga kalangan yang berkomentar dengan mantap: “Si anu adalah Mahdi yang ditunggu-tunggu”. Padahal dia tidak mengerti ciri-ciri Mahdi yang hakiki.
Melihat fenomena di atas, tentu kita tidak bisa tinggal diam begitu saja, kita harus berani bicara kebenaran dan menepis kebatilan. Alangkah bagusnya ucapan Ali ad-Daqqaq rahimahullah: “Orang yang tidak berani bicara kebenaran adalah syetan yang bisu dan orang yang bicara kebatilan adalah syetan yang bicara”. [2]
.
TEKS DAN TAKHRIJ HADITS
Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmatimu- bahwa hadits-hadits tentang datangnya Imam Mahdi banyak sekali, ada yang shahih, hasan, dha’if bahkan maudhu’. Untuk menyeleksinya perlu penelitian ahli hadits. Berikut kami paparkan beberapa contoh hadits yang shahih mengenai kedatangan Imam Al-Mahdi:
Hadits Pertama:
Orang yang meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ada dua:عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ فِيْهِ رَجُلاً مِنِّيْ أَوْ مِنْ أهْلِ بَيْتِيْ يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِيْ وَاسْمَ أَبِيْهِ اسْمَ أَبِيْ يَمْلأُ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya dunia tidak tersisa kecuali tinggal sehari saja, maka Allah akan memanjangkan hari itu sehingga mengutus seorang laki-laki dari keturunanku atau dari ahli baitku, namanya seperti namaku dan nama ayahnya seperti nama ayahku, dia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi kedhaliman dan penganiayaan”.
1. Zirr bin Khubaisy
- Riwayat Abu Daud: 4282, Tirmidzi: 2230, 2231, Ahmad 1/376, 377, 430, 448, Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 10/10213-10230 dan Al-Mu’jam Ash-Shaghir hal. 245, Abu Nuaim dalam Al-Hilyah dan Al-Khatib dalam Tarikh Baghdad.
- Imam Tirmidzi berkata: “Hasan Shahih”. Imam Adz-Dzahabi menshahihkannya dalam At-Talkhis 4/442 dan disetujui oleh Syaikh Al-Albani.
- Riwayat Ibnu Majah: 4082 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/264.
- Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya hasan”.
Hadits Kedua:
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه: الْمَهْدِيْ مِنَّا أَهْلَ الْبَيْتِ يُصْلِحُهُ اللهُ فِيْ لَيْلَةٍ
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Al-Mahdi adalah dari keturunan kami, ahli bait, Allah memperbaikinnya (memberi taufik dan hidayah) dalam sehari”.
Orang yang meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ada dua:1. Muhammad bin Hanafiyyah
- Riwayat Ibnu Majah: 4085, Ahmad 1/84, Al-Uqaili dalam Adh-Dhu’afa: 470, Ibnu Adi dalam Al-Kamil 2/360 dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 3/177 dari Yasin Al-Ijli dari Ibrahim bin Muhammad bin Hanafiyyah dari ayahnya.
- Sanad hadits ini hasan. Seluruh perawinya terpercaya kecuali Yasin yaitu Ibnu Syaiban, haditsnya hasan. Namun dia tidak sendirian, dia dikuatkan oleh Salim bin Abu Hafshah (haditsnya hasan) sebagaimana riwayat Abu Nuaim dalam Akhbar Ashbahan 1/170 sehingga hadits ini naik kepada derajat shahih.[3]
- Riwayat Abu Daud: 4283, Ahmad 1/99 dengan lafadz seperti hadits Abdullah bin Mas’ud.
- Syaikh Adzim Abadi berkata dalam Aunul Ma’bud 11/251: “Sanadnya hasan dan kuat”. Dan dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir dan Syaikh Al-Albani dalam Takhrij Ahadits Fadhail Syam hal. 44.
Hadits Ketiga:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: الْمَهْدِيْ مِنِّيْ أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى الأَنْفِ يَمْلأَ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا وَ يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِيْنَ
Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Al-Mahdi adalah dari keturunanku, berdahi lebar dan
berhidung mancung, dia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana
sebelumnya terpenuhi dengan kedhaliman dan dia berkuasa selama tujuh
tahun lamanya”.
Orang yang meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri ada dua:1. Abu Nadhrah
- Riwayat Abu Daud: 4285 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 1/556 dari jalur Imran Al-Qaththan dari Qotadah dari Abu Nadhrah dengannya.
- Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih menurut syarat Muslim”. Dan disetujui Adz-Dzahabi. Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya hasan”.
- Riwayat Tirmidzi: 2232, Ibnu Majah: 4083, Ahmad 3/21 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/557 dari jalur Zaid Al-‘Ummi dari Abu Ash-Shiddiq.
- Imam Tirmidzi berkata: “Haditsnya hasan”.
- Al-Hakim berkata: “Shahih menurut syarat Muslim”. Dan disetujui Adz-Dzahabi dan Al-Albani.
.
Hadits Keempat:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ : الْمَهْدِيْ مِنْ عِتْرَتِيْ مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Al-Mahdi adalah dari keturunanku dari anak keturunan Fathimah”.
- Riwayat Abu Daud: 4284, Ibnu Majah: 4086, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/557, Abu Amr Ad-Dani dalam As-Sunan Al-Waridah fil Fitan: 99-100 dan Al-Uqaili dalam Adh-Dhu’afa: 139, 300 dari jalur Ziyad bin Bayan dari Ali bin Nufail dari Said bin Musayyib dari Ummu Salamah secara marfu’.
- Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya jayyid (bagus), seluruh rawinya terpercaya”. [5]
1. Haditsnya Mutawatir
Melihat begitu banyaknya hadits tentang kedatangan Imam Mahdi, maka para pakar ilmu hadits menetapkan bahwa hadits-haditsnya mencapai derajat mutawatir, diantaranya adalah Imam Abul Hasan Al-Aaburri[6], as-Sakhawi dalam Fathul Mughits 3/43, asy-Syaukani dalam At-Taudhih fi Tawaturi Maa Jaa fil Muntadhar wad Dajjal wal Masih[7], Shiddiq Hasan Khan dalam al-Idha’ah hal. 112, As-Saffarini dalam Lawami’ Anwar 2/84, Syaraful Haq Adzim Abadi dalam Aunul Ma’bud 11/243, al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 147, al-Barazanji dalam Al-Isya’ah li Asyrat As-Saa’ah hal. 87, Muhammad Habibullah Asy-Syinqithi dalam Al-Muqni’ Al-Muharrir hal. 30, al-Albani dalam Majalah Tamaddun Islami 22/646 -sebagaimana dalam Maqalat Al-Albani hal. 110-, Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu Fatawanya 4/98-99, dll.
2. Para Ulama Yang Menshahihkan
Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah 4/41 menyebutkan lima belas nama ulama yang menshahihkan hadits-hadits-hadits tentang Mahdi, bahkan sebagian mereka menegaskan tentang kemutawatirannya. Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Ismail menulis sebuah kitab berjudul “Al-Mahdi Haqiqah Laa Khurafah”[8]. Pada hal. 35-36 beliau menyebutkan daftar nama ulama yang menshahihkan hadits-hadits tentang Mahdi, baik para ulama dahulu maupun sekarang:
- al-Uqaili
- al-Aburri
- as-Suhaili
- al-Khaththabi
- al-Baihaqi
- Ibnu Atsir
- al-Haitsami
- Ibnu Hibban
- Ibnul Jauzi
- al-Mundziri
- Ibnu Taimiyyah
- Ibnu Qayyim
- adz-Dzahabi
- Ibnu Katsir
- Ibnul Arabi
- ash-Shan’ani
- al-Munawi
- al-Mubarakfuri
- Syamsul Haq Abadi
- al-Haitami
- al-Ajluni
- az-Zurqani
- Ibnu Hajar
- ash-Shabban
- Shiddiq Hasan Khan
- as-Sindi
- as-Suyuthi
- Ali al-Qari
- al-Kattani
- abu Su’ud
- abul Ala’ Iraqi
- as-Sakhawi
- as-Saffarini
- al-Qasthalani
- al-Bushiri
- al-Kisymiri
- Abdur Rahman asy-Syaibani
- al-Qurthubi
- asy-Syakani
- as-Samruzi
- Muhammad al-Faasi
- Jalaluddin Yusuf
- Abu Zaid al-Qasimi
- Ahmad Syakir
- Abu Abdir Rahman
- al-Albani
- Abdul Qadir al-Farisi
- Muhammad Abu Syuhbah
- al-Mar’I Hanbali
- Humud at-Tuwaijiri
- Muhammad Basyir as-Sahsawani
- Abdul Aziz bin Baz
- Abdul Qadir Salim
- Muhammad Husain Makhluf
- Habibullah as-Syinqithi
- Sayyid Sabiq
- Manshur Ali Nashif
- Muhammad Amin as-Sinqithi
- Dan masih banyak lagi lainnya.
أُوْلَئِكَ آبَائِيْ فَجِئْنِيْ بِمِثْلِهِمْ
إِذَا جَمَعَتْنَا يَا جَرِيْرُ الْمَجَامِعُ
Merekalah orang tuaku, maka datangkanlah padaku semisal mereka
Apabila perkumpulan mengumpulkan kita wahai Jarir.[9]
3. Kesepakatan UlamaBerdasarkan dalil-dalil yang sangat jelas di atas, maka seluruh ulama terpercaya bersepakat bahwa turunnya Isa kelak di akhir zaman merupakan aqidah Islam yang wajib diimani oleh setiap muslim. Diantara para ulama yang menegaskan kesepakatan tersebut adalah Imam As-Saffarini.dalam Lawami’ul Anwar 2/84, kata beliau: “Iman terhadap kedatangan Mahdi merupakan kewajiban sebagaimana ditetapkan oleh ahli ilmu sehingga dikategorikan termasuk aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah”.
4. Beberapa Kitab Khusus Tentang Al-Mahdi[10]
Begitu seriusnya masalah penting ini, maka sebagian peneliti hadits menulis secara khusus. Diantaranya:
- Imam Abu Nuaim Al-Ashbahani rahimahullah menulis sebuah kitab berjudul “Akhbar Al-Mahdi” sebagaimana disebutkan Imam Suyuthi dalam Al-Urful Wardi 2/64 -Al-Hawi-.
- Al-Hafizh Ibnu Abi Khaitsamah rahimahullah mengumpulkan hadits-hadits tentang Al-Mahdi dalam sebuah kitab sebagaimana disebutkan Ibnu Khuldun dalam Muqaddimah Tarikhnya hal. 556.
- Al-Hafizh Jalaluddin Ash-Suyuthi rahimahullah dalam bukunya yang berjudul “Al-Urful Wardi fi Akhbar Al-Mahdi” telah dicetak bersama Al-Hawi lil Fatawi 2/57.
- Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menulis risalah khusus tentang Al-Mahdi sebagaimana beliau sebutkan dalam kitabnya An-Nihayah 1/30.
- Syaikh Ali Al-Muttaqi Al-Hindi rahimahullah memiliki risalah khusus tentang Al-Mahdi sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Isya’ah li Asyrat Sa’ah hal. 121.
- Syaikh Mula Ali Al-Qari rahimahullah menulis kitab berjudul “Al-Masyrab Al-Wardi fi Madzhab Al-Mahdi” sebagaimana dalam Al-Isya’ah hal. 113.
- Al-Hafizh Asy-Syaukani rahimahullah dalam risalahnya “At-Taudhih fi Tawaturi Maa Ja’a fi Al-Mahdi wa Dajjal wal Masih”.
- Al-Allamah Ash-Shan’ani rahimahullah dalam telah mengumpulkan hadits-hadits tentang kedatangan Al-Mahdi sebagaimana disebutkan Shiddiq Hasan Khan dalam Al-Idha’ah hal. 114
- Syaikh Abdul Alim Abdul Adzim rahimahullah menulis sebuah risalah “Al-Ahadits Al-Waridhah fi Al-Mahdi fi Mizan Al-Jarh wa At-Ta’dil”. Risalah ini adalah referensi yang paling luas tentang Al-Mahdi sebagaimana dikatakan oleh Al-Allamah Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad dalam Majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyyah edisi 45 hal. 323.
- Syaikh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad rahimahullah dalam risalahnya “Aqidah Ahli Sunnah wal Atsar fi Al-Mahdi Al-Muntahdar” dan “Ar-Raddu ‘ala Man Kadzdzaba bil Ahadits As-Shahihah Al-Waridah fi Al-Mahdi”. Dan keduannya telah tercetak.
SYUBHAT PENGKRITIK HADITS
Sangat disayangkan sekali, aqidah mulia ini telah digugat oleh sebagain kalangan, diantaranya adalah Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah dalam Tafsir Al-Manar 9/499-504, Muhammad Farid Wajdi rahimahullah dalam Dairah Ma’arif Al-Qarni Al-‘Isyrin 10/480, Ahmad Amin rahimahullah dalam Dhuha Islam 3/237-241, Muhammad Al-Ghozali rahimahullah dalam Musykilat fi Thariq Hayat Islamiyyah hal. 139[11], Ust. Umar Hubaisy rahimahullah dalam Fatawa hal. 334-335Kesimpulan kritikan mereka sebagai berikut:
1. Hadits-haditsnya tidak ada yang shahih.
2. Ucapan Imam Ibnu Khuldun
3. Hadits-haditsnya karangan para politisi kelompok Syi’ah
4. Haditsnya tidak diriwayatkan Imam Bukhari Muslim
5. Haditsnya saling bertentangan
6. Membendung para pengaku Mahdi yang dusta
7. Menyebabkan manusia tidak berusaha
MENJAWAB SYUBHAT
Sekarang kami mengajak para pembaca untuk mengikuti bersama kami sanggahan atas kritikan-kritikan tersebut:
1. Hadits-haditsnya tidak ada yang shahih
Jawab: Siapakah yang mengatakan demikian?! Apakah mereka ahli hadits?! Ataukah ahli kalam dan filsafat yang tidak mengerti ilmu hadits?!! Tak perlu kita memperpanjang pembicaraan lagi, karena kami kira penjelasan di atas sudah cukup bagi pencari kebenaran[12].2. Ucapan Imam Ibnu Khuldun
Seringkali para pengkritik berhujjah dengan keterangan Ibnu Khuldun dalam kitabnya yang masyhur itu dan menipu umat dengannya.
Jawab: Alasan ini tidak bisa diterima karena dua sebab:
Pertama: Ibnu Khuldun bukanlah ahli hadits. Oleh karena itulah para pakar hadits mengingkari dan membantah keterangannya tersebut. Diantaranya Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan, beliau berkata setelah menukil ucapan Ibnu Khuldun: “Masalahnya tak seperti yang dia terangkan. Dan kebenaran lebih utama untuk diikuti”, Syaikh Adzim Abadi dan Al-Mubarakfuri mengatakan: “Dia jatuh dalam kesalahan dan jauh dari kebenaran”.[13]
Syaikh Al-Allamah Ahmad Syakir rahimahullah berkata:
“Ibnu Khuldun tidak faham kaidah ahli hadits “Al-Jarh Muqaddam ‘ala Ta’dil” (Celaan lebih didahulukan daripada pujian). Seandainya dia mengetahui dan memahami kaidah tersebut, niscaya dia tidak akan berucap seperti ini. Atau mungkin dia tahu tetapi sengaja melemahkan hadits-hadits tentang Al-Mahdi karena situasi politik pada masanya”. Kemudian beliau menjelaskan bahwa keterangan Ibnu Khuldun banyak memuat kesalahan[14]”. [15]Syaikh Al-Albani rahimahullah juga berkata:
“Ibnu Khuldun telah melakukan kesalahan yang amat fatal tatkala melemahkan kebanyakan hadits-hadits tentang Mahdi. Hal itu tak aneh, karena memang ilmu hadits bukanlah bidangnya”. [16]Kedua: Sekalipun Ibnu Khuldun menilai bahwa kebanyakan hadits tentang Mahdi adalah cacat, tetapi beliau tidak melemahkan semuanya. Perhatikan ucapan beliau usai memaparkannya: “Inilah beberapa hadits yang diriwayatkan oleh para imam tentang kedatangan Al-Mahdi di akhir zaman. Sebagaimana anda lihat sendiri tidak ada yang selamat dari cacat kecuali sedikit atau sedikit sekali”.[17]
Oleh karena itulah Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani berkata dalam Ash-Shahihah 4/40: “Barangsiapa menisbatkan pada Ibnu Khuldun bahwa beliau melemahkan seluruh hadits tentang Al-Mahdi, sungguh dia telah berdusta baik lupa maupun sengaja”.[18]
3. Hadits-haditsnya karangan para politisi kelompok Syi’ah dan seluruh sanadnya tak luput dari seorang rawi Syi’ah.
Jawaban: Alasan ini sangat rapuh sekali karena:
Pertama: Menyatakan secara mutlak seperti itu tidak benar dan hanya dugaan semata yang tidak ada buktinya karena empat hadits yang telah saya sebutkan di atas, tak ada seorang rawi-pun dalam sanadnya yang dikenal termasuk golongan Syi’ah. Benar, memang ada beberapa hadits tentang Mahdi yang dikarang oleh Syi’ah tetapi para ahli hadits telah menjelaskan secara detail dan terperinci tentangnya sehingga dapat terbedakan. “Adanya hadits-hadits tentang Mahdi yang palsu karena karangan politisi Syi’ah atau sejenisnya tidaklah berarti kita mengingkari hadits shahih tentang Mahdi” sebagaimana dikatakan oleh Ustadz Muhammad Hidhir Husain (Syaikh Al-Azhar dahulu).
Kedua: Taruhlah memang semua hadits tentang Al-Mahdi tak luput dari rawi Syi’ah[19], maka hal itu tidaklah merusak keabsahan hadits karena perselisihan madzhab bukanlah syarat absahnya suatu hadits sebagaimana diterangkan dalam kitab-kitab mustholah hadits. Oleh karenanya, Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari beberapa rawi Syi’ah dan kelompok-kelompok lainnya.[20]
4. Haditsnya tidak diriwayatkan Imam Bukhari Muslim
Jawaban:
Pertama: Apakah hadits-hadits shahih hanya terhimpun dalam Shahih Bukhari dan Muslim saja?!! Tak ada satupun ulama yang mengatakan demikian, karena banyak juga hadits-hadits shahih yang terhimpun dalam kitab-kitab Sunan, Musnad, Mu’jam dan ensiklopedi hadits lainnya. Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: “Sesunggunya Bukhari dan Muslim tidaklah mengeluarkan seluruh hadits shahih dalam kitabnya. Buktinya keduanya telah menshahihkan beberapa hadits dalam selain kitab shahihnya tersebut sebagaimana Tirmidzi dan lainnya menukil dari Bukhari bahwa beliau menshahihkan beberapa hadits yang tidak ada dalam kitab shahihnya, tetapi dalam kitab sunan”. [21]
Kedua: Sebenarnya dalam Shahih Bukhari Muslim ada beberapa hadits yang memberikan isyarat tentang Al-Mahdi seperti:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟!
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bagaimana kalian apabila Isa bin Maryam turun pada kalian dan imam kalian dari kalian?!”. [22]
Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah setelah membawakan beberapa hadits yang banyak sekali dalam kitabnya Al-Idha’ah hal. 144, beliau mengakhirinya dengan hadits Jabir di atas lalu berkomentar: “Memang benar dalam hadits ini tidak ada kata “Al-Mahdi” secara jelas, namun tidak ada maksud lain dari hadits ini dan hadits-hadits sejenisnya melainkan adalah Al-Mahdi yang dinanti-nanti sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits dan atsar yang banyak sekali”.عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ, إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ, تَكْرِمَةُ اللهِ عَلَى هَذِهِ الأُمَّةِ
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang di atas al-haq dan tegar (menang) hingga hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka Isa bin Maryam turun, lalu amir mereka mengatakan: Ayo, majulah menjadi imam shalat kami. Isa menjawab: Tidak, sesungguhnya sebagian kalian adalah pemimpin pada sebagian lainnya, kemulian Allah atas umat ini”.[23]
Hal tersebut karena “hadits itu saling menafsirkan satu sama lainnya”. Diantara hadits yang menjelaskannya adalah sebagai berikut:
5. Haditsnya saling bertentanganعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: يَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ الْمَهْدِيْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ, إِنَّ بَعْضَهُمْ أَمِيْرُ بَعْضٍ, تَكْرِمَةُ اللهِ هَذِهِ الأُمَّةَ
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tatkala Isa bin Maryam turun, amir mereka Al-Mahdi mengatakan: Kemarilah, imami kami dalam shalat. Isa menjawab: Tidak, sesungguhnya sebagian mereka adalah pemimpin atas lainnya, kemulian Allah pada umat ini”. [24]
Jawaban:
Anggapan ini tertolak karena Ta’arudh (kontradiksi) antara hadits barulah dianggap kalau memang haditsnya sama-sama shahih, tetapi kalau yang satu shahih dan satunya dha’if maka jelas tidak dianggap sebagaimana diketahui oleh setiap orang yang belajar ilmu hadits. Sebagai contoh hadits dari Ummu Salamah di atas: “Al-Mahdi adalah dari keturunanku dari anak keturunan Fathimah”. Dengan hadits Utsman bin Affan secara marfu’:
الْمَهْدِيْ مِنْ وَلَدِ الْعَبَّاسِ عَمِّيْ
Al-Mahdi dari keturunan anak Abbas, pamanku.
- Bagaimana bisa dipertentangkan, sedangkan hadits Ummu Salamah sanadnya shahih dengan hadits maudhu’ yang diriwayatkan Imam Daruqutni dalam Al-Afrad no. 26, Ad-Dailami 4/84 dan Ibnu Jauzi dalam Al-Wahiyat: 1431 dan pada sanadnya tedapat rawi bernama Muhammad bin Walid Al-Qurasyi, sedangkan dia pendusta.[25]
- Jadi anggapan kontradiksi tersebut hanyalah muncul dari hadits-hadits yang tidak shahih tentang Mahdi. Sedangkan hadits-hadits yang shahih, maka tiada kontradiksi sedikitpun.
6. Membendung para pengaku Mahdi yang dusta
Jawaban:
Pertama: Sesungguhnya Imam Mahdi yang dikhabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki ciri-ciri yang jelas sebagaimana penjelasan dalam hadits-hadits di atas seperti keluar di akhir zaman, laki-laki, keturunan ahli bait, namanya Muhammad bin Abdullah, berdahi lebar, berhidung mancung, menegakkan agama dan keadilan, dermawan dan shalih, mengimami Isa bin Maryam dalam shalat. Dengan demikian, apabila ada yang mengaku Mahdi sedangkan tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut, maka berarti dia adalah pendusta.
Kedua: Para ulama telah membantah para pengaku Mahdi dusta tersebut[26]. Jadi, benar kami setuju dengan kalian dalam mengingkari para pengaku Mahdi secara dusta seperti Juhaiman (Saudi Arabia) seperti halnya Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani, seorang dajjal India[27] yang mengaku sebagai Nabi Isa lalu mengaku sebagai Nabi. Namun seperti inikah cara kita membendung para pendusta tersebut?!! Apakah kita mengingkari aqidah yang shahih hanya karena adanya pengaku dusta tersebut?!! Kalau demikian caranya, kita akan bertabrakan dengan kaidah kita sendiri. Coba fikirkan, apa kita juga akan mengingkari adanya ilmu dan ulama karena adanya orang-orang bodoh yang mengaku sok berilmu?!! Dan apabila ada sebagian yang mengaku sebagai Tuhan seperti Fir’aun dan Dajjal, apakah cara membendungnya dengan mengingkari adanya Tuhan?!! Tidak, sekali-kali tidak!! Demikian pula kita beriman tentang Imam Mahdi yang hakiki dan mendustakan para pengaku Mahdi yang palsu.
7. Menyebabkan manusia tidak berusaha
Jawaban:
Kami sependapat dengan kalian dalam mengingkari pemahaman keliru dan khurafat Syetan ini, karena tidak ada keterangan sedikitpun dalam hadits-hadits Mahdi yang mengisyaratkan bahwa kejayaan Islam tidak mungkin digapai sebelum datangnya Mahdi. Namun kalau memang ada sebagian kalangan yang berpemaham keliru seperti itu, apakah caranya dengan mengingkari hadits-hadits shahih tentang Mahdi ataukah dengan memahamkan kepada mereka bahwa faham tersebut keliru tanpa mengingkari hadits shahih tentang Mahdi?!! Tak ragu lagi bahwa cara kedua ini yang benar. [28]
Kesimpulan:
Sesungguhnya keyakinan datangnya Imam Mahdi termasuk aqidah yang ditetapkan dalam hadits-hadits mutawatir yang wajib bagi setiap muslim untuk mengimaninya karena hal itu termasuk perkara ghaib[29], sedangkan beriman dengan ghaib adalah sifat orang-orang yang beriman sebagaimana firman Allah:.
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ ِفيهِ هُدَى لِلْمُتَّقِينَ . الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Kitab (Al-Quraan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (QS. Al-Baqarah: 2-3).Dan tidak ada yang mengingkari aqidah ini kecuali orang yang jahil atau sombong. Saya memohon kepada Allah agar mewafatkan kita dalam beriman terhadapnya serta aqidah-aqidah shahih lainnya.[30]
Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
(abiubaidah.com)
[1] Seperti ditegaskan oleh Ahmad Amin dalam Dhuha Islam 3/24.
[2] ar-Risalah Qusyairiyyah hal. 57, ad-Da’ wa Dawa’ Ibnu Qayyim hal. 155.[3] Lihat Ash-Shahihah no. 2371.
[4]. Dan orang yang meriwayatkan dari Abu Ash-Shddiq banyak sekali, bahkan Al-Albani mengatakan: “Menurut saya hadits ini mutawatir dari Abu Ash-Shiddiq dari Abu Said Al-Khudri. Dan yang paling shahih adalah dua jalur:
Pertama: Auf bin Abu Jamilah. Riwayat Ahmad 3/36, Ibnu Hibban: 1880, Al-Hakim 4/557 dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 3/101. Al-Hakim berkata: “Shahih menurut syarat Bukhari Muslim” Dan disetujui Adz-Dzahabi dan memang seperti itu.
Kedua: Sulaiman bin Ubaid. Riwayat Al-Hakim 4/557-558 dan berkata: “Sanadnya shahih”. Dan disetujui Adz-Dzahabi dan Ibnu Khuldun. (Lihat Ash-Shahihah 4/40, 2/328).
[5] Silsilah Adh-Dha’ifah al-Albani 1/181.
[6] Nama lengkapnya adalah Abul Hasan Muhammad bin Husain bin Ibrahim bin Ashim as-Sijistani al-Aaburriy. Beliau adalah ahli hadits besar Sijistan setelah Ibnu Hibban dan murid Imam Ibnu Khuzaimah. (Lihat Siyar 16/299 dan Tadzkirah Huffadz 3/954 oleh adz-Dzahabi). Ucapan beliau ini banyak dinukil dan direstui oleh para ulama seperti Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 6/493-494, As-Suyuthi dalam Al-Urful Wardi hal. 81, 83, 84, Al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 228 dan Al-Albani dalam As-Shahihah 5/372/2293.
[7] Sebagaimana dinukil oleh al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 241 dan Al-Azhim Abadi dalam Aunul Ma’bud 11/308.
[8] Sebagaimana dinukil oleh Syaikh Asyraf Abdul Maqshud dalam kitabnya Jinayah Syaikh al-Ghozali Ala Hadits wa Ahlihi hal. 306-308
[9] Diwan Farazdaq 1/418 dan Al-Iidhah fi Ulum Balaghah, Al-Khathib al-Qazwini 1/46. Ini adalah ucapan Farazdaq kepada Jarir bin ‘Athiyah al-Khathafi, keduanya adalah penyair ulung yang saling bersaing dan menjatuhkan sehingga dikumpulkan oleh Abu Ubaidah Ma’mar bin Mutsanna al-Bashri perdebatan mereka dalam kitabnya berjudul Naqaidh Jarir wal Farazdaq, cet Dar Kutub Ilmiyyah. Lihat pula Asy-Syi’ru wa Asyu’ara hal. 309-314 oleh Ibnu Qutaibah.
[10] Lihat Asyrat As-Sa’ah hal. 263 oleh Syaikh Yusuf Al-Waabil, Aqidah Ahli Sunnah wal Atsar fi Al-Mahdi Al-Muntadhar hal. 166-168 oleh Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad dan buku “Menunggu Kedatangan Imam Mahdi, Dajjal, Nabi Isa” oleh Abdul Latif Asyur.
[11] Lihat Asyrat As-Saa’ah hal. 265-266 oleh Syaikh Yusuf al-Wabil dan As-Shahihah 4/42 oleh Al-Albani.
[12] Lihat ash-Shahihah al-Albani 4/42, Al-Adillah wa Syawahid Salim al-Hilali hal. 113)
[13] Aunul Ma’bud 11/243 dan Tuhfatul Ahwadzi 6/402
[14]. Dan Syaikh Ahmad bin Shiddiq Al-Ghumari memiliki kitab yang menjelaskan tentang kesalahan-kesalahan Ibnu Khuldun tentang hadits Mahdi dengan judul “Ar-Raddu Ala Tawahhumi Ibnu Khuldun”. Sebagaimana dalam buku “Menunggu Kedatangan Imam Mahdi, Dajjal, Nabi Isa” oleh Abdul Latif Asyur cet. Darul Nu’man, Kuala Lumpur.
[15] Syarhul Musnad 5/197-198.
[16] Takhrij Ahadits Fadhail Syam: 45 cet. Mkt Al-Ma’arif.
[17] Muqaddimah Tarikh Ibnu Khuldun 1/574.
[18] Lihat pula bantahan menarik Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad dalam risalahnya Aqidah Ahli Sunnah wal Atsar hal. 210-214
[19] Pelu diketahui bahwa Syi’ah dahulu hanya sekedar mengkritk atau melecehkan Utsman bin Affan, Mua’wiyah bin Abu Sufyan, Zubair bin Awam Thalhah dan lain sebagainya tetapi tetap jujur dan bagus hafalannya. (Lihat Mizanul I’tidal 1/118-119 –Biografi Abaan bin Taghlib- oleh Adz-Dzahabi dan Al-Baits Hatsits 1/304 oleh Syaikh Ahmad Syakir).
[20] Lihat Hadyu Saari hal. 459 oleh Ibnu Hajar, Tsamarat Nadhar hal. 86-93 oleh Ash-Shan’ani, Al-Baits Hatsits 1/303 Ahmad Syakir, As-Shahihah no. 396 Al-Albani.
[21] Al-Baits Al-Hatsits 1/106.
[22] HR. Bukhari 2449 Muslim 155.
[23] HR. Muslim 156
[24] HR. Harits bin Abu Usamah dalam Musnadnya. Ibnu Qayyim berkata dalam Al-Manar Al-Munif hal. 147-148: “Sanadnya jayyid (bagus)”. Dan disetujui oleh Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad dalam risalahnya “Al-Mahdi” dan Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2236).
[25] Silsilah adh-Dhaifah no. 80
[26] Dalam Majalah Buhuts Islamiyyah edisi Rajab 1417 H ada sebuah makalah menarik tentang sejarah para pengaku Mahdi.
[27] Supaya diketahui saja bahwa yang menggelari seperti ini adalah Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani. (Lihat Ash-Shahihah 4/252/1683 dan Maqalat Al-Albani hal. 110 oleh Nuruddin Thalib).
[28] Lihat ash-Shahihah 4/42).
[29] Anehnya, dalam Majalah Al-Qudwah edisi 53 Jumadits Tsaniyah 1425 H/2004 M hal. 24-29 mencantumkan sebuah artikel dari Majlis Muthala’ah Dewan Asatidzah Tahdzibul Washiyyah yang menyimpulkan sebuah kesimpulan yang salah fatal, dimana mereka mengatakan: “Semua hadits Mahdi adalah palsu”. “Berita munculnya Imam Mahdi adalah tahayyul dan mempercayainya adalah musyrik”. Hanya kepada Allah-lah kita mengadu atas merajalelanya kajahilan dan kesombongan!! (Lihat Majalah Al Furqon edisi 1/Th. V Rubrik Soal Jawab). Kesimpulan serupa juga dilontarkan oleh Syaikh Abdullah bin Zaid dalam kitabnya La Mahdi Ba’da Isa, yang telah dibantah oleh dua alim besar, Syaikh Humud at-Tuwaijiri dalam kitabnya Al-Ihtijaj bil Atsar ‘ala Man Kadzdzaba al-Mahdi al-Muntadzar, dan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad dalam kitabnya Ar-Radd Ala Man Kadzdzaba bil Ahadits Ash-Shahihah fil Mahdi. Semoga Allah membalas kebaikan beliau berdua.
[30] Majalah At-Tamaddun Al-Islami 22/642-646 sebagaimana dalam Maqalat Al-Albani hal. 110
http://abiubaidah.com/kontroversi-kedatangan-imam-mahdi.html/