Oleh:Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan :
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Apakah adzab kubur itu menimpa jasad ataukah menimpa ruh ?"
Jawab :
Pada dasarnya adzab kubur itu akan menimpa ruh, karena hukuman setelah
mati adalah bagi ruh. Sedangkan badannya adalah sekedar bangkai yang
rapuh. Oleh karena itu badan tidak memerlukan lagi bahan makanan untuk
keberlangsunganya ; tidak butuh makan dan minum, bahkan justru dimakan
oleh tanah.
Akan tetapi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah berkata bahwa ruh kadang
masih bersambung dengan jasad sehingga diadzab atau diberi nikmat
bersama-sama. Adapula pendapat lain di kalangan Ahlus Sunnah bahwa adzab
atau nikmat di alam kubur itu akan menimpa jasad, bukan ruh.
Pendapat ini beralasan dengan bukti empiris. Pernah dibongkar sebagian
kuburan dan terlihat ternyata bekas siksa yang menimpa jasad. Dan pernah
juga dibongkar kuburan yang lain ternyata terlihat bekas nikmat yang
diterima oleh jasad itu.
Ada sebagian orang yang bercerita kepadaku bahwa di daerah Unaizah ini
ada penggalian untuk membuat benteng batas wilayah negeri. Sebagian dari
daerah yang di gali itu ada yang bertepatan dengan kuburan. Akhirnya
terbukalah suatu liang lahat dan di dalamnya masih terdapat mayat yang
kafannya telah dimakan tanah, sedangkan jasadnya masih utuh dan kering
belum dimakan apa-apa. Bahkan mereka mengatakan melihat jenggotnya, dan
dari mayat itu terhambur bau harum seperti minyak misk.
Para pekerja galian itu kemudian menghentikan pekerjaannya sejenak dan
kemudian pergi kepada seorang Syaikh untuk mengutarakan persoalan yang
terjadi. Syaikh tersebut berkata, "Biarkan dalam posisi sebagaimana
adanya. Hindarilah ia dan galilah dari sebelah kanan atau sebelah kiri
!".
Beralasan dari kejadian-kejadian seperti ini, ulama menyatakan bahwa ruh
terkadang bersambung dengan jasad, sehingga siksa itu menimpa ruh dan
jasad. Barangkali ini pula yang diisyaratkan oleh sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Sesungguhnya kubur itu akan menghimpit
orang kafir sehingga remuk tulang-tulang rusuknya". Ini menunjukkan
bahwa siksa itu menimpa jasad, karena tulang rusuk itu terdapat pada
jasad. Wallahu A'lam
Pertanyaan :
Apakah adzab kubur menimpa orang mukmin yang bermaksiat ataukah hanya menimpa orang kafir .?
Jawab :
Adzab kubur yang terus menerus akan menimpa orang munafik dan orang
kafir. Sedangkan orang mukmin yang bermaksiat bisa juga disiksa di
kubur. Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim disebutkan hadits Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'anhu, bahwa pernah suatu ketika Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam, melewati dua kuburan seraya bersabda : "Kedua penghuni
kuburan itu diadzab dan keduanya bukannya diadzab lantaran dosa besar.
Salah satunya diadzab karena tidak bertabir dari kencing, sedangkan yang
satunya suka kesana-kemari mengumbar fitnah (mengumpat)" Kedua penghuni
kubur itu jelas orang muslim.
Pertanyaan :
Apakah adzab kubur itu terus menerus ataukah tidak ?
Jawab :
Jika seseorang itu kafir --na'udzu billah-- maka tidak ada jalan baginya
untuk meraih kenikmatan selama-lamanya, sehingga siksa kubur yang ia
terima itu sifatnya terus menerus.
Namun orang mukmin yang bermaksiat, maka di kuburnya ia akan diadzab
sesuai dengan dosa-dosa yang dahulu pernah ia perbuat. Boleh jadi adzab
yang menimpa lantaran dosanya itu hanya sedikit sehingga tidak
memerlukan waktu penyiksaan sepanjang ia berada di alam barzah antara
kematiannya sehingga bangkitnya kiamat. Dengan demikian, jelas bahwa
adzab yang menimpanya itu terputus, dan bukan selamanya.
Pertanyaan :
Apakah adzab kubur itu bisa diringankan atas orang mukmin yang bermaksiat ?
Jawab :
Memang benar bahwa adzab kubur itu bisa diringankan. Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam pernah melalui dua kuburan lantas berkata,"Kedua
penghuni kubur itu di adzab, dan dia diadzab bukan karena dosa besar,
tapi hakekatnya juga besar. Salah satunya tidak membersihkan diri atau
tidak bertabir dari kencing, sedangkan yang satunya lagi biasa kian
kemari menghambur fitnah". Kemudian beliau mengambil dua pelepah kurma
yang masih basah kemudian membelahnya menjadi dua, lalu menancapkannya
pada masing-masing kuburan itu seraya bersabda :"Semoga bisa meringankan
adzab yang menimpa kedua orang itu selama pelepah itu belum kering".
Ini merupakan satu dalil bahwa adzab kubur itu bisa diringankan, yang
menjadi pertanyaan, apa kaifiatnya antara dua pelepah kurma itu dengan
diringankannya adzab atas kedua penghuni kubur itu ?
Ada yang memberikan alasan bahwa karena kedua pelepah kurma itu selalu
bertasbih selama belum kering, dan tasbih itu bisa meringankan siksaan
yang menimpa mayit. Berpijak dari sini ada yang mengambil alasan akan
sunnahnya berziarah kubur dan bertasbih di situ untuk meringankan adzab
yang menimpa si mayit.
Sedangkan ulama lain menyatakan bahwa alasan seperti ini lemah, karena
kedua pelepah kurma itu senantiasa bertasbih, apakah dalam kondisi basah
maupun sudah kering. Allah Ta'ala berfirman :
"Artinya : Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya
bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan
memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka".
[Al-Isra' : 44]
Pernah juga terdengar tasbihnya kerikil oleh Rasulullah, sedangkan
kerikil itu kering. Lalu, apa yang menjadi alasan sekarang .? Alasannya,
bahwa ; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengharap kepada Allah
'Azza wa Jalla agar berkenan meringankan adzab yang menimpa kedua orang
di atas selama kedua pelepah kurma itu masih basah.
Artinya, waktu permohonan beliau itu tidak lama, hanya sebatas basahnya
pelepah kurma. Ini dimaksudkan sebagai ancaman terhadap siapa saja yang
melakukan perbuatan seperti kedua mayit yang diadzab itu. Karena
sebenarnya dosa yang diperbuat itu termasuk besar. Salah satunya tidak
menjaga diri dari kencing. Jika demikian, ia melakukan shalat tanpa
adanya kesucian dari najis. Sedangkan yang satunya lagi kian kemari
mengumbar fitnah, merusak hubungan baik sesama hamba Allah --na'udzu
billah--, serta menghembuskan permusuhan dan kebencian di antara mereka.
Dengan demikian perbuatan yang dilakukan itu berdampak besar.
Inilah alasan yang lebih mendekati. Jadi, itu merupakan syafaat
sementara dari beliau dan sebagai peringatan atau ancaman kepada
umatnya, dan bukan merupakan kebakhilan beliau untuk memberikan syafaat
yang kekal.
[Disalin dari kitab Fatawa Anil Iman wa Arkaniha, yang di susun oleh Abu
Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud, edisi Indonesia Soal-Jawab Masalah
Iman dan Tauhid, Pustaka At-Tibyan]
http://almanhaj.or.id/content/285/slash/0/permasalahan-adzab-kubur/