Talak atau
cerai adalah suatu permasalahan rumah tangga yang saat ini banyak menimpa suami
istri. Kadang karena ketidak tahuan akan talak yang menyebabkan dengan
sendirinya talak itu jatuh. Ada ucapan yang secara tegas walau tanpa disertai
niat, membuat talak itu sah. Ada pula talak berupa kata kiasan yang butuh akan
niat. Talak pun bisa dilakukan via sms, email atau faks. Kesemuanya akan
disinggung pada kesempatan kali ini diawali melanjutkan Pembahasan sebelumnya mengenai syarat
talak berkaitan
dengan istri yang ditalak. Semoga bermanfaat.
Syarat
yang Berkaitan dengan Istri yang Ditalak
Pertama: Istri yang ditalak adalah
benar-benar istri yang sah secara hukum.
Yang
dimaksud di sini adalah istri yang ditalak adalah benar-benar istri yang sah
atau masih ada masa ‘iddah dari talak roj’i. Sedangkan jika istri sudah ditalak
ba-in atau nikahnya jadi faskh (batal), mayoritas ulama menganggap tidak sahnya
talak.
Jika istri
ditalak sebelum disetubuhi atau sebelum berdua-duaan dengannya, maka tidak ada
masa ‘iddah. Karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ
طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ
عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang
beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka
sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya” (QS. Al Ahzab: 49).
Kedua: Hendaklah dispesifikkan manakah
istri yang ditalak. Ini diperlukan ketika istri lebih dari satu. Hal ini bisa
dilakukan dengan isyarat, sifat atau niat. Seperti suami mengatakan kepada
salah satu istrinya dengan rinci, “Wahai Zainab, saya talak kamu”.[1]
Syarat
yang Berkaitan dengan Sighoh Talak
Asalnya
talak dilakukan dengan ucapan. Namun kadangkala talak dilakukan melalui tulisan
atau isyarat.
Pertama:
Talak dengan lafazh (ucapan)
Talak dengan
ucapan ada dua macam: (1) talak dengan lafazh shorih (tegas) dan (2) talak
dengan lafazh kinayah (kiasan).
Talak dengan
lafazh shorih (tegas) artinya tidak mengandung makna lain ketika diucapkan dan langsung
dipahami bahwa maknanya adalah talak, lafazh yang digunakan adalah lafazh talak
secara umum yang dipahami dari sisi bahasa dan adat kebiasaan. Contohnya
seseorang mengatakan pada istrinya, “Saya talak kamu”, “Saya ceraikan kamu”,
“Tak pegat koe (saya ceraikan kamu dalam bahasa Jawa). Lafazh-lafazh ini tidak
bisa dipahami selain makna cerai atau talak, maka jatuhlah talak dengan
sendirinya ketika diucapkan serius maupun bercanda dan tidak memandang niat.
Intinya, jika lafazh talak diucapkan dengan tegas, maka jatuhlah talak selama
lafazh tersebut dipahami, diucapkan atas pilihan sendiri, meskipun tidak
disertai niat untuk mentalak. Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya mengenai
orang yang mentalak istri dalam keadaan main-main atau bercanda,
ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ
وَالرَّجْعَةُ
“Tiga
perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius: (1) nikah, (2)
talak, dan (3) rujuk”.[2]
Talak dengan
lafazh kinayah (kiasan) tidak diucapkan dengan kata talak atau cerai secara
khusus, namun diucapkan dengan kata yang bisa mengandung makna lain. Jika kata
tersebut tidak punya arti apa-apa, maka tidak bisa dimaksudkan cerai dan itu
dianggap kata yang sia-sia dan tidak jatuh talak sama sekali. Contoh lafazh
kinayah yang dimaksudkan talak, “Pulang saja kamu ke rumah orang tuamu”.
Kalimat ini bisa mengandung makna lain selain cerai. Barangkali ada yang
memaksudkan agar istrinya pulang saja ke rumah, namun bukan maksud untuk cerai.
Contoh lainnya, “Sekarang kita berpisah saja”. Lafazh ini pun tidak selamanya
dimaksudkan untuk talak, bisa jadi maknanya kita berpisah di jalan dan
seterusnya. Jadi contoh-contoh tadi masih mengandung ihtimal (makna lain).
Untuk talak jenis ini perlu adanya niat. Jika diniatkan kalimat tadi untuk
maksud talak, jatuhlah talak.
Jika tidak, maka tidak jatuh talak. Karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya
setiap amal itu tergantung dari niatnya.”[3]
Jika
talaknya hanya dengan niat dalam hati tidak sampai diucapkan, maka talaknya
tidak jatuh. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِى مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا ، مَا
لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ
“Sesungguhnya
Allah memaafkan pada umatku sesuatu yang terbetik dalam hatinya selama tidak
diamalkan atau tidak diucapkan”.[4]
Kedua: Talak
dengan tulisan
Talak ini
bisa dilakukan lewat sms, email, atau surat menyurat. Jika seseorang tidak ada
di tempat, lalu ia menulis pesan kepada istrinya melalui sarana-sarana tadi,
maka talaknya jatuh ketika ia berniat untuk talak. Demikian pendapat jumhur
–mayoritas ulama-.
Az Zuhri
berkata, “Jika seseoran menuliskan pada istrinya kata-kata talak, maka jatuhlah
talak. Jika suami mengingkari, maka ia harus dimintai sumpah”.
Ibrahim An
Nakho’i berkata, “Jika seseorang menuliskan dengan tangannya kata-kata talak
pada istrinya, maka jatuhlah talak”.
Alasan lain
bahwa tulisan terdiri dari huruf-huruf yang mudah dipahami maknanya. Jika
demikian dilakukan oleh seorang pria ketika ia menuliskan kata-kata talak pada
istrinya dan ia berniat mentalak, maka jatuhlah talak sebagaimana ucapan.[5]
Namun untuk
tulisan melalui perangkat elektronik perlu ditegaskan bahwa benar-benar tulisan
tadi baik berupa sms, email atau fax dari suaminya. Jika tidak dan hanya
rekayasa orang lain, maka jelas tidak jatuh talak.[6]
Ketiga:
Talak dengan isyarat
Jika suami
mampu mentalak dengan ucapan, maka tidak sah jika ia melakukan talaknya hanya
dengan isyarat. Demikian menurut jumhur –mayoritas ulama-. Kecuali untuk orang
yang bisu yang tidak dapat berbicara, maka talaknya jatuh jika ia melakukannya
dengan isyarat. Namun ulama Hanafiyah dan juga pendapat Syafi’iyah menganggap
bahwa jika orang bisu tadi mampu melakukannya dengan tulisan, maka sebaiknya
dengan tulisan. Jika tidak, maka tidak sah. Karena talak lewat tulisan lebih
menunjukkan yang dimaksud, beda halnya jika hanya dengan isyarat kecuali dalam
kondisi darurat karena tidak mampu.[7]
Apakah
Talak Harus dengan Saksi?
Menurut
mayoritas ulama dari kalangan salaf dan imam madzhab, disunnahkan (dianjurkan)
adanya saksi dalam talak karena hal ini lebih menjaga hak-hak suami istri dan
tidak menimbulkan masalah di kemudian hari jika masih ada perdebatan. Allah Ta’ala
berfirman,
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ
فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا
الشَّهَادَةَ لِلَّهِ
“Apabila
mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang
adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah”
(QS. Ath Tholaq: 2). Di antara alasannya kenapa saksi di sini tidak sampai
wajib adalah karena dalam ayat lainnya kalimat talak tidak disertai dengan
saksi. Begitu pula dalam beberapa hadits. Dan talak adalah hak suami dan tidak
butuh adanya pendukung karena itu haknya secara langsung. Hal ini sama halnya
dengan persaksian yang lain.[8]
Diselesaikan
12 Jumadats Tsaniyah di Ummul Hamam, Riyadh, KSA
[1] Shahih Fiqh Sunnah, 3: 250-251.
[2] HR. Abu Daud no. 2194, At Tirmidzi
no. 1184 dan Ibnu Majah no. 2039. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan
[3] HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no.
1907, dari ‘Umar bin Al Khottob.
[4] HR. Bukhari no. 5269 dan
Muslim no. 127, dari Abu Hurairah.
[5] Shahih Fiqh Sunnah, 3: 258-259.
[6] Lihat Fatwa Al Islam Sual wal Jawab
no. 36761, www.islamqa.com. Juga dijelaskan dalam Shahih Fiqh
Sunnah, 3: 259.
[7] Shahih Fiqh Sunnah, 3: 259.
[8] Shahih Fiqh Sunnah, 3: 259-260.
http://rumaysho.com/keluarga/risalah-talak-7-ucapan-talak-2424