Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya :"Apakah syafa'at itu dan apa pula macam-macamnya?".
Jawaban.
Kata as-syafa'ah diambil dari kata as-syaf'u yang artinya adalah lawan dari kata al-witru (ganjil), yaitu menjadikan yang ganjil menjadi genap (as-syaf'u), seperti anda menjadikan satu menjadi dua dan tiga menjadi empat. Demikian menurut arti "lughawinya".
Adapun menurut istilah, syafa'at adalah penengah (perantara) bagi yang lain dengan mendatangkan suatu kemanfaatan atau menolak suatu kemudharatan. Maksudnya, syafi' (pemberi syafa'at) itu berada di antara masyfu' lahu (yang diberi syafa'at) dan masyfu' ilaih (syafa'at yang diberikan) sebagai wasithah (perantara) untuk mendatangkan keuntungan (manfaat) bagi masyfu' lahu atau menolak mudharat darinya.
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya :"Apakah syafa'at itu dan apa pula macam-macamnya?".
Jawaban.
Kata as-syafa'ah diambil dari kata as-syaf'u yang artinya adalah lawan dari kata al-witru (ganjil), yaitu menjadikan yang ganjil menjadi genap (as-syaf'u), seperti anda menjadikan satu menjadi dua dan tiga menjadi empat. Demikian menurut arti "lughawinya".
Adapun menurut istilah, syafa'at adalah penengah (perantara) bagi yang lain dengan mendatangkan suatu kemanfaatan atau menolak suatu kemudharatan. Maksudnya, syafi' (pemberi syafa'at) itu berada di antara masyfu' lahu (yang diberi syafa'at) dan masyfu' ilaih (syafa'at yang diberikan) sebagai wasithah (perantara) untuk mendatangkan keuntungan (manfaat) bagi masyfu' lahu atau menolak mudharat darinya.
Syafa'at Itu Ada Dua Macam.
Pertama.
Syafa'at
Tsabitah Shahihah (yang tetap dan benar), yaitu yang ditetapkan oleh
Allah Ta'ala dalam kitab-Nya atau yang ditetapkan oleh RasulNya
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Syafa'at ini hanya bagi 'Ahlut Tauhid wal
Ikhlas', karena Abu Hurairah pernah bertanya kepada Nabi : "Ya
Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan
syafa'at baginda ?" Beliau menjawab :
"Orang yang mengatakan Laa ilaaha illallah secara ikhlas (murni) dari kalbunya".
Syafa'at ini bisa diperoleh dengan adanya tiga syarat.
Pertama : Keridhaan Allah terhadap yang memberi syafa'at (syafi')
Kedua : Keridhaan Allah terhadap yang diberi syafa'at (masyfu' lahu)
Ketiga : Izin Allah Ta'ala bagi syafi' untuk memberi syafa'at.
Syarat-syarat ini secara mujmal terdapat dalam firman Allah Ta'ala.
"Dan berapa banyaknya malaikat
di langit, syafa'at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah
Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai(Nya)"
[An-Najm : 26]
Kemudian diperinci oleh firmanNya.
"Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya" [Al-Baqarah : 255]
"Pada hari itu tidak berguna
syafa'at, kecuali (syafa'at) orang yang Allah Maha Pemurah telah
memberi izin kepadanya dan Dia telah meridhai perkataanNya" [Thaha :
109]
"Mereka tidak bisa memberi syafa'at kecuali kepada orang yang diridhai oleh Allah" [Al-Anbiya : 28]
Ketiga syarat ini harus ada untuk bisa memperoleh suatu syafa'at.
Selanjutnya para ulama -Rahimahullah- membagi syafa'at ini menjadi dua.
Pertama : Syafa'at 'Ammah
(syafa'at yang bersifat umum). Arti umum disini bahwa Allah Ta'ala
mengizinkan siapa saja yang dikehendaki dari hamba-hambaNya yang shalih
untuk memberikan syafa'at kepada orang yang juga diizinkan oleh Allah
untuk memperoleh syafa'at. Syafa'at semacam ini bisa didapatkan dari
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan selain beliau dari para
Nabi yang lain, shidiqqin, syuhada' dan shalihin. Yaitu bisa berupa
syafa'at kepada penghuni naar dari kalangan orang beriman yang
bermaksiat agar mereka bisa keluar dari neraka.
Kedua : Syafa'ah Khasshah
(syafa'at yang bersifat khusus). Syafa'at ini khusus dimiliki oleh
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan merupakan syafa'at yang
paling agung. Syafa'at yang paling agung ini adalah syafa'at pada hari
kiamat ketika manusia tertimpa kesedihan dan kesukaran yang tidak
mampu mereka pikul, kemudian mereka meminta orang yang bisa memohonkan
syafa'at kepada Allah Azza wa Jalla untuk menyelamatkan mereka dari
keadaan yang demikian itu.
Mereka datang kepada Adam,
kemudian kepada Nuh, kemudian Ibrahim, Musa dan Isa --'alaihimus
salam--, namun mereka semua tidak bisa memberi syafa'at, sehingga
akhirnya meminta kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam,
lalu beliaupun bangkit untuk memohonkan syafa'at di sisi Allah Azza wa
Jalla untuk menyelamatkan hamba-hambaNya dari keadaan seperti ini.
Allah mengabulkan do'a beliau dan menerima syafa'atnya. Ini merupakan
termasuk Al-maqam Al-Mahmud (tempat yang terpuji) yang telah dijanjikan
oleh Allah dan firmanNya.
"Dan pada sebagian malam hari
shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu ;
mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji" [Al-Isra'
: 79]
Diantara syafa'at khusus dari
Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah syafa'at beliau terhadap
ahlul jannah untuk masuk jannah. Karena ahlul jannah itu ketika
melewati shirath, mereka diberhentikan di atas jembatan antara jannah
dan naar, lalu hati mereka satu sama lain disucikan sehingga menjadi
suci, kemudian barulah diizinkan masuk jannah dan dibukakan untuk
mereka pintunya dengan syafa'at Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Kedua
Syafa'ah Bathilah (syafa'at yang batil).
Yaitu
syafa'at yang tidak akan bisa memberi manfaat. Itulah syafa'at yang
jadi anggapan orang-orang musyrik berupa syafa'at dari ilah-ilah mereka
yang dianggap bisa menyelamatkan mereka di sisi Allah Azza wa Jalla.
Syafa'at ini sama sekali tidak akan memberikan manfaat kepada mereka.
Allah Ta'ala berfirman.
"Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa'at dari orang-orang yang memberikan syafa'at" [Al-Muddatsir : 48]
Itu karena Allah tidak ridha
terhadap kemusyrikan orang-orang musyrik tersebut dan tidak mungkin
mengizinkan kepada siapapun untuk mensyafa'ati mereka, karena tiada
syafa'at kecuali bagi orang-orang yang diridhai oleh Allah Azza wa
Jalla. Allah tidak ridha akan kekufuran bagi hamba-hambaNya dan tidak
menyukai kerusakan. Ketergantungan orang-orang musyrik terhadap
ilah-ilah mereka yang mereka ibadahi serta mengatakan : "(Mereka adalah
para pemberi syafa'at bagi kami di sisi Allah), adalah ketergantungan
yang batil yang tidak bermanfaat". Bahkan hal ini tidak akan menambah
mereka di sisi Allah melainkan kejauhan. Orang-orang musyrik mengharap
syafa'at dari berhala-berhala mereka dengan cara yang batil, yaitu
dengan mengibadahi berhala-berhala ini, yang merupakan kebodohan mereka
yang berupa usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan
sesuatu yang justru malah semakin menjauhkan mereka dari Allah.
[Disalin dari kitab Fatawa Anil
Iman wa Arkaniha, yang di susun oleh Abu Muhammad Asyraf bin Abdul
Maqshud, edisi Indonesia Soal-Jawab Masalah Iman dan Tauhid, Pustaka
At-Tibyan]
http://almanhaj.or.id/content/401/slash/0/syafaat-dan-macam-macamnya/