Apa perbedaan antara darah haid, istihadhah, dan darah nifas?
Jawab:
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu menjawab secara panjang lebar yang kami ringkaskan sebagai berikut,
“Tiga
macam darah yang ditanyakan keluar dari satu jalan. Namun namanya
berbeda, begitu pula hukum-hukumnya, karena perbedaan sebab keluarnya.
Adapun
darah nifas sebabnya jelas, yaitu darah yang keluar dari seorang
wanita karena melahirkan. Darah nifas ini merupakan sisa darah yang
tertahan di dalam rahim sewaktu hamil. Bila seorang wanita telah
melahirkan kandungannya, darah itu pun keluar sedikit demi sedikit.
Bisa jadi waktu keluarnya lama/panjang, dan terkadang singkat. Tidak
ada batasan minimal waktu nifas ini. Adapun waktu maksimalnya menurut
mazhab Hambali adalah 40 hari, dan bila lebih dari 40 hari darah masih
keluar sementara tidak bertepatan dengan kebiasaan datangnya waktu haid
maka darah tersebut adalah darah istihadhah. Namun menurut pendapat
yang shahih, tidak ada pula batasan waktu maksimal dari nifas ini.
Darah yang keluar bukan karena sebab melahirkan adalah darah haid
sebagai suatu ketetapan dan sunnatullah atas seorang wanita. Di mana
bila si wanita sudah dapat hamil dan melahirkan maka secara umum akan
datang kepadanya haid di waktu-waktu tertentu, sesuai dengan keadaan
dan kebiasaan si wanita. Bila seorang wanita hamil umumnya ia tidak
mengalami haid, karena janin yang dikandungnya beroleh sari-sari
makanan dengan darah yang tertahan tersebut.
Keluarnya darah haid menunjukkan sehat dan normalnya si wanita.
Sebaliknya tidak keluarnya darah haid menunjukkan ketidaksehatan dan
ketidaknormalan seorang wanita. Makna ini disepakati oleh ahli ilmi
syar’i dan ilmu kedokteran, bahkan dimaklumi oleh pengetahuan dan
kebiasaan manusia. Pengalaman mereka menunjukkan akan hal tersebut.
Karena itulah ketika memberikan definisi haid, ulama berkata bahwa haid
adalah darah alami yang keluar dari seorang wanita pada waktu-waktu
yang dimaklumi.
Menurut pendapat yang shahih,
tidak ada batasan umur minimal seorang wanita mendapatkan haid. Begitu
pula batasan waktu minimal lamanya haid, sebagaimana tidak ada batasan
maksimalnya. Tidak ada pula batasan minimal masa suci di antara dua
haid. Bahkan yang disebut haid adalah adanya darah, dan yang disebut
suci adalah tidak adanya darah. Walaupun waktunya bertambah atau
berkurang, mundur ataupun maju, berdasarkan zahir nash-nash syar’i yang
ada, dan zahir dari amalan kaum muslimin. Juga karena tidak
melapangkan bagi wanita untuk mengamalkan selain pendapat ini.
Adapun istihadhah adalah darah yang keluar dari seorang wanita di luar kebiasaan dan kewajaran, karena sakit atau semisalnya.
Bila seorang wanita terus menerus keluar darah dari kemaluannya, tanpa
berhenti, maka untuk mengetahui apakah darah tersebut darah haid
ataukah darah istihadhah bisa dengan tiga cara berikut ini secara
berurutan.
(1)
Apabila sebelum mengalami hal tersebut ia memiliki kebiasaan (‘adah)
haid maka ia kembali pada kebiasaannya (‘adah-nya). Ia teranggap haid
di waktu-waktu ‘adah tersebut, adapun selebihnya berarti istihadhah.
Selesai masa ‘adah-nya ia mandi dan boleh melakukan ibadah puasa dan
shalat (walau darahnya terus keluar karena wanita istihadhah pada
umumnya sama hukumnya dengan wanita yang suci, pent.).
(2)
Bila ternyata si wanita tidak memiliki ‘adah dan darahnya bisa
dibedakan, di sebagian waktu darahnya pekat/kental dan di waktu lain
tipis/encer, atau di sebagian waktu darahnya berwarna hitam, di waktu
lain merah, atau di sebagian waktu darahnya berbau busuk/tidak sedap
dan di waktu lain tidak busuk, maka darah yang pekat/kental, berwarna
hitam, dan berbau busuk itu adalah darah haid. Yang selainnya adalah
darah istihadhah.
(3) Apabila
si wanita tidak memiliki 'adah dan tidak dapat membedakan darah yang
keluar dari kemaluannya, maka di setiap bulannya (di masa-masa keluarnya
darah) ia berhaid selama enam atau tujuh hari karena adanya
hadits-hadits yang tsabit dalam hal ini. Kemudian ia mandi setelah
selesai enam atau tujuh hari tersebut walaupun darahnya masih terus
keluar. Sedapat mungkin ia menyumpal tempat keluarnya darah (bila darah
terus mengalir) dan berwudhu setiap kali ingin menunaikan shalat.”
(Al-Irsyad ila Ma’rifatil Ahkam, hal. 23-26 sebagaimana dinukil dalam Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, hal. 263-265)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Sumber: www.asysyariah.com
http://asysyariah.com/perbedaan-antara-darah-haid-istihadhah-dan-darah-nifas/