Diantara keyakinan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah meyakini adanya Karomah dan ia datang dari sisi Allah Ta’ala. Tahukah, apa yang dimaksud dengan Karomah?
Karamah adalah kejadian di luar kebiasaan (tabiat manusia) yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba tanpa disertai pengakuan (pemiliknya) sebagai seorang nabi, tidak memiliki pendahuluan tertentu berupa doa, bacaan, ataupun dzikir khusus, yang terjadi pada seorang hamba yang shalih, baik dia mengetahui terjadinya (karamah tersebut) ataupun tidak, dalam rangka mengokohkan hamba tersebut dan agamanya. (Syarhu Ushulil I’tiqad 9/15 dan Syarhu Al Aqidah Al Wasithiyah 2/298 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Dan termasuk dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya Karomah para wali dan apa-apa yang Allah perbuat dari keluarbiasaan melalui tangan-tangan mereka baik yang berkaitan dengan ilmu, mukasyafat (mengetahui hal-hal yang tersembunyi), bermacam-macam keluarbiasaan (kemampuan) atau pengaruh-pengaruh.” (Syarah Aqidah Al Wasithiyah hal.207).
Karomah ini tetap ada sampai akhir zaman dan terjadi pada umat ini lebih banyak daripada umat-umat sebelumnya, yang demikian itu menunjukan keridhoan Allah Ta’ala terhadap hamba-Nya dan sebagai pertolongan baginya dalam urusan dunianya atau agamanya. Namun bukan berarti Allah Ta’ala benci terhadap orang-orang yang tidak nampak karomah padanya.
Perkara “Karomah” ini telah tsabit (tetap) secara nash baik dalam Al Qur’an maupun Sunnah bahkan juga secara kenyataan.
Kepada siapakah Karomah ini diberikan?
Karomah
ini Allah Ta’ala berikan kepada hamba-hamba-Nya yang benar-benar
beriman serta bertaqwa kepada-Nya, yang disebut dengan wali Allah
Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman ketika menyebutkan tentang sifat-sifat
wali-wali-Nya :
“Ketahuilah sesungguhnya
wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula
mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka
senantiasa bertaqwa”. (QS. Yunus: 62-63)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala
mengabarkan tentang keadaan wali-wali-Nya dan sifat-sifat mereka, yaitu:
“Orang-orang yang beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir serta beriman dengan
takdir yang baik maupun yang buruk.”
Kemudian mereka merealisasikan
keimanan mereka dengan melakukan ketakwaan dengan cara melakukan segala
perintah Allah Ta’ala dan meninggalkan segala larangan-Nya. (Taisir
Karimir Rahman karya As Sa’di hal, 368)
Apakah wali Allah itu memiliki atribut-atribut tertentu?
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa wali-wali Allah itu
tidak memiliki sesuatu yang membedakan mereka dengan manusia lainnya
dari perkara-perkara dhahir yang hukumnya mubah seperti pakaian,
potongan rambut atau kuku. Dan merekapun terkadang dijumpai sebagai ahli
Al Qur’an, ilmu agama, jihad, pedagang, pengrajin atau para petani.
(Disarikan dari Majmu’ Fatawa 11/194)
Apakah wali Allah itu harus memiliki karamah? Lebih utama manakah antara wali yang memilikinya dengan yang tidak?
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa tidak setiap wali itu
harus memiliki karamah. Bahkan, wali Allah yang tidak memiliki karamah
bisa jadi lebih utama daripada yang memilikinya. Oleh karena itu,
karamah yang terjadi di kalangan para Tabi’in itu lebih banyak daripada
di kalangan para Sahabat, padahal para Sahabat lebih tinggi derajatnya
daripada para Tabi’in. (Disarikan dari Majmu’ Fatawa 11/283)
Apakah setiap yang di luar kebiasaan dinamakan dengan ‘Karamah’?
Asy
Syaikh Abdul Aziz bin Nashir Ar Rasyid rahimahullah memberi kesimpulan
bahwa sesuatu yang di luar kebiasaan itu ada tiga macam:
- Mu’jizat yang terjadi pada para Rasul dan Nabi
- Karamah yang terjadi pada para wali Allah
- Tipuan setan yang terjadi pada wali-wali setan (Disarikan dari At Tanbihaatus Saniyyah hal. 312-313).
Sedangkan untuk mengetahui
apakah itu karamah atau tipu daya setan tentu saja dengan kita mengenal
sejauh mana keimanan dan ketakwaan pada masing-masing orang yang
mendapatkannya (wali) tersebut. Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah
berkata: “Apabila kalian melihat seseorang berjalan di atas air atau
terbang di udara maka janganlah mempercayainya dan tertipu dengannya
sampai kalian mengetahui bagaimana dia dalam mengikuti Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam.” (A’lamus Sunnah Al Manshurah hal. 193)
Beberapa contoh Karamah
1. Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Maka Tuhannya menerimanya
(sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan
pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap
Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di
sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh
(makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah".
Sesungguhnya Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa
hisab.”. (QS. Al Imran: 37)
Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di
berkata: “Ayat ini merupakan dalil akan adanya Karomah para wali yang
keluar dari kebiasaan manusia, sebagaimana yang telah mutawatir dari
hadits-hadits tentang permasalahan ini. Berbeda dengan orang-orang yang
tidak meyakini tentang adanya Karomah ini.” (Taisir Karimur Rahman hal:
129)
2. Apa yang terjadi pada
“Ashhabul Kahfi” (penghuni gua). Suatu kisah agung yang terdapat dalam
surat Al Kahfi. Allah berfirman :
“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan kami tambahkan pada mereka petunjuk.” (QS. Al Kahfi: 13).
Mereka
ini (Ashabul Kahfi) sebelumnya hidup di tengah-tengah masyarakat yang
kafir (dengan pemerintahan yang kafir) lalu mereka lari dari masyarakat
itu. Dalam rangka menyelamatkan agama mereka, kemudian Allah melindungi
mereka di dalam Al Kahfi (gua yang luas yang berada di gunung).
Tatkala Allah Ta’ala telah
selamatkan mereka di dalam gua tersebut, lalu Allah tidurkan mereka
dalam waktu yang sangat panjang, disebutkan dalam ayat (artinya):
“Mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (Al Kahfi:25).
3.Diantara Karomah para wali
yang disebutkan dalam Al Qur’an adalah apa yang terjadi pada Dzul
Qarnain yaitu seorang raja yang shalih yang Allah nyatakan (artinya):
“Sesungguhnya kami telah
memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi dan kami telah memberikan
kepadanya jalan untuk mencapai segala sesuatu”. (Al Kahfi :84)
4. Diantara Karomah para wali
juga apa yang terjadi pada kedua orang tua seorang anak yang dibunuh
oleh nabi Khidhir yang ketika itu nabi Musa mengatakan:
”Mengapa engkau bunuh jiwa
yang bersih padahal dia tidak membunuh orang lain?“, yang kemudian
Khidhir menjawabnya: “Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah
orang yang mukmin dan kami khawatir bahwa dia akan menariknya kepada
kesesatan dan kekafiran.” (Al Kahfi:74)
5.
Apa yang telah diriwayatkan secara mutawatir tentang berita Salafus
Shalih dari para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, Tabi’in,
Tabiut Tabi’in dan generasi setelah mereka tentang perkara Karomah yang
terjadi pada diri mereka.
Perbedaan Antara Karomah Dan Perbuatan Syaithon
Ada
sesuatu yang bukan mu’jizat dan juga bukan Karomah, dia adalah “Al
Ahwal As Syaithoniyyah” (perbuatan syaithon). Inilah yang banyak menipu
kaum muslimin, dengan anggapan bahwa ia Karomah, padahal justru tidak
ada kaitannya dengan Karomah, karena:
-
Karomah datangnya dari Allah Ta’ala sedangkan ia jelas datangnya dari
syaithon. Sebagaimana yang terjadi pada Musailamah Al Kadzdzab dan Al
Aswad Al Ansyi (Dua orang pendusta di zaman Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam yang mengaku menjadi nabi) dan menyampaikan
perkara-perkara yang ghoib, ini jelas merupakan perbuatan syaithon.
- Demikian pula Karomah para
wali disebabkan karena kuatnya keimanan dan ketaatan mereka kepada Allah
Ta’ala. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: ”Barang siapa yang
bertaqwa kepada Allah Ta’ala maka ia pun menjadi wali Allah Ta’ala”.
Sedangkan perbuatan syaithon ini dikarenakan kufurnya mereka kepada
Allah Ta’ala dengan melakukan kesyirikan-kesyirikan serta kemaksiatan
kepada Allah Ta’ala, dan syarat-syarat tertentu yang harus ia lakukan.
- Karomah merupakan suatu
pemberian dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang shalih dengan tanpa
susah payah darinya, berbeda dengan perbuatan syaithon, maka ini terjadi
dengan susah payah setelah sebelumnya ia berbuat syirik kepada Allah
Ta’ala.
- Karomah para wali tidak bisa
disanggah atau dibatalkan dengan sesuatupun. Berbeda dengan perbuatan
syaithon yang dapat dibatalkan dengan menyebut nama-nama Allah Ta’ala
atau dibacakan ayat kursi atau yang semisalnya dari ayat-ayat Al Qur’an.
Bahkan Syaikhul Islam menyebutkan bahwa ada seseorang yang terbang di
atas udara kemudian datang seseorang dari Salafushshalih lalu dibacakan
ayat kursi kepadanya maka seketika itu dia jatuh dan mati.
- Karomah itu tidaklah
menjadikan seseorang sombong dan merasa bangga diri, justru dengan
adanya Karomah ini menjadikannya semakin bertaqwa kepada Allah dan
semakin mensyukuri nikmat Allah Ta’ala. Adapun perbuatan syaithon bisa
menjadikan seseorang bangga diri atau sombong dengan kemampuan yang dia
miliki serta angkuh terhadap Allah Ta’ala, sehingga jelaslah bagi kita
akan hakekat Karomah dan perbuatan syaithon.
Syubhat dan Bantahannya
Ada
beberapa kelompok yang mengingkari adanya Karomah, yaitu: Jahmiyah,
Mu’tazilah’ dan sebagian dari Asy’ariyah. Mereka berdalil dengan
syubhat-syubhat yang dilandasi dengan akal mereka yang rendah. Mereka
mengatakan: ”Bahwa terjadinya Karomah itu hanya merupakan perkara yang
akan menjadikan kesamaran antara nabi dengan para wali dan antara wali
dengan Dajjal.”
Bantahan syubhat ini (secara ringkas) adalah:
Pertama:
kita yakin dengan keyakinan yang penuh bahwa Karomah itu benar-benar
ada berdasarkan dalil baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah dan kenyataan
yang ada.
Kedua: ucapan
mereka bahwa Karomah dapat menjadikan kesamaran antara wali dengan
seorang Nabi, justru tidaklah demikian karena wali sama sekali tidak
berkaitan dengan kenabian, dan apa yang terjadi dari Karomah itu
dikarenakan kuatnya keimanan dan ketakwaan dia kepada Allah Ta’ala dan
disebabkan waro’nya.
Sedangkan kesamaan antara wali
dengan Dajjal, maka sungguh dapat dilihat dari kehidupan seseorang yang
terjadi padanya keluarbiasaan itu. Kemudian dilihat dari keadaan orang
ini apakah dia seorang yang shalih atau seorang yang fasiq. Demikianlah
timbangan yang benar didalam menghukumi seseorang yang terjadi padanya
perkara-perkara yang di luar kebiasaan manusia.
Macam-Macam Manusia Dalam Mensikapi Masalah Karomah
Pertama: Orang-orang
yang mengingkari adanya Karomah yaitu dari kelompok ahli bid’ah seperti
Mu’tazilah, Jahmiyyah, dan sebagian dari Asy’ariyah. Dengan alasan yang
telah disebutkan diatas.
Kedua:
Orang-orang yang bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam menetapkan
Karomah yaitu dari kalangan orang-orang “Sufi” dan para “Penyembah
kubur”, yang menganggap segala keluarbiasaan itu sebagai Karomah, tanpa
memperhatikan keadaan pelakunya atau pemiliknya.
Ketiga:
Orang-orang yang mengimani serta membenarkan adanya Karomah dan mereka
tetapkan Karomah tersebut sebagaimana yang terdapat dalam Al Quran dan
As Sunnah. Mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
(Lihat syarah Al Aqidah Al Wasithiyah oleh As Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hal: 207-208)
Wallahu A’lam bis Shawab.
(Dikutip dari Buletin Islam Al
Ilmu Edisi 13/II/1425, diterbitkan Yayasan As Salafy Jember. Judul asli "
Hakekat Karomah". Penulis Amin Albarabisy. Dikirim oleh al Al Akh Ibn
Harun via email.)
Buletin Islam AOleh l Ilmu Edisi 13/II/1425
Sumber : www.salafy.or.id
http://abuayaz.blogspot.com/2010/06/hakekat-karomah-wali-allah-dan-wali.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar