Para pembaca sekalian yang semoga dirahmati
Allah, andaikan kita mau menelusuri seluruh musibah dan fitnah yang
menimpa kaum muslimin niscaya akan kita dapati sebabnya ialah kebodohan
dalam memahami syariat Islam. Lebih parah lagi jika kebodohan tersebut
pada hal-hal yang sangat urgen seperti masalah tauhid dan syirik. Sebab
dengan kebodohan, kesyirikan yang begitu gelap seolah-olah terlihat
terang karena hiasan setan. Akibatnya, kepahitan di akhirat sudah pasti
tertelan. Salah satu perkara penting yang sebagian besar kaum muslimin
kurang memahami ialah masalah syafa’at.
Adakalanya kita dengar seseorang mengatakan, “Wahai Muhammad, berilah syafa’at kepada kami!” atau “Wahai Muhammad, syafa’atilah kami!”
Kaum muslimin sekalian, memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lah akan diberi izin oleh Allah untuk memberikan syafa’at besok di hari kiamat. Tapi permasalahannya, bolehkan kita meminta langsung kepada beliau? Ini adalah permasalahan yang sangat penting, jika seseorang salah di dalamnya maka ia dapat jatuh ke dalam kesyirikan.
Kemudian ketahuilah, bahwa syafa’at hakikatnya adalah doa, atau memerantarai orang lain untuk mendapatkan kebaikan dan menolak keburukan. Atau dengan kata lain syafa’at adalah memintakan kepada Allah di akhirat untuk kepentingan orang lain. Dengan demikian meminta syafa’at berarti meminta doa, sehingga permasalahan syafa’at ialah sama dengan doa.
Perhatikanlah firman Allah, “Katakanlah: Hanya kepunyaan Allah
lah syafa’at itu semuannya. Milik-Nya lah kerajaan langit dan bumi.
Kemudiaan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Az Zumar: 44)
Ketahuilah, ayat tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa syafa’at segenap seluruh macamnya itu hanya milik Allah semata. Allah kemudian memberikan kepada sebagian hamba-Nya untuk memberikan syafa’at kepada sebagian hamba yang lainnya dengan tujuan untuk memuliakan menampakkan kedudukannya pemberi syafa’at dibanding yang disyafa’ati serta memberikan keutamaan dan karunia-Nya kepada yang disyafa’ati untuk bisa mendapatkan kenikmatan yang lebih baik atau kebebasan dari adzab-Nya.
Orang yang memberi syafa’at dan orang yang diberi syafa’at itupun
bukan sembarang orang. Syafa’at hanya terjadi jika ada izin Allah kepada
orang yang memberi syafa’at untuk memberi syafa’at dan ridha Allah
kepada pemberi syafa’at dan yang disyafa’ati. Allah berfirman, “Allah
mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di
belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada
orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena
takut kepada-Nya.” (Al Anbiya: 28) dan firman Allah, “Dan
berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikitpun tidak
berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki
dan diridhai-(Nya).” (An Najm: 26). Dan juga firman-Nya, “Dan
tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah
diizinkan-Nya memperoleh syafa’at itu, sehingga apabila telah
dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: ‘Apakah yang
telah difirmankan oleh Tuhan-mu?’ Mereka menjawab: ‘(Perkataan) yang
benar, dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar’.” (Saba: 22-23)
Orang yang diridhoi itulah ahli tauhid. Abu Huroiroh telah bertanya kepada Nabi shollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang yang paling beruntung dengan syafa’at engkau?” Beliau menjawab, “Ialah orang yang mengucapkan La Ilaha Illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya.”
(HR. Ahmad dan Bukhori). Mengucapkan di sini bukanlah maksudnya
mengucapkan dengan lisan semata, tetapi juga harus diikuti dengan
konsekuensi-konsekuensinya dengan memurnikan ibadah kepada Allah semata
dan tidak menyekutukannya.
Syafa’at ada bermacam macam, diantaranya ada yang khusus dilakukan
oleh Nabi Muhammad, yaitu syafa’at bagi manusia ketika di padang Mahsyar
dengan memohon kepada Allah agar segera memberikan keputusan hukum bagi
mereka, syafa’at bagi calon penduduk surga untuk bisa masuk surga,
syafa’at bagi pamannya yaitu Abu Thalib untuk mendapat keringanan adzab.
Ada pula syafa’at yang dilakukan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam maupun para pemberi syafa’at lainnya, yaitu: Syafa’at bagi penduduk surga untuk mendapatkan tingkatan surga yang lebih tinggi dari sebelumnya, syafa’at bagi mereka yang seimbang antara amal sholihnya dengan amal buruknya untuk masuk surga, syafa’at bagi mereka yang amal buruknya lebih berat dibanding amal sholihnya untuk masuk surga, syafa’at bagi pelaku dosa besar yang telah masuk neraka untuk berpindah ke surga, syafa’at untuk masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.
Sekarang tinggal tersisa satu permasalahan, bagaimanakah hukumnya
meminta syafa’at. Telah kita ketahui bersama bahwa syafa’at adalah milik
Allah, maka meminta kepada Allah hukumnya disyariatkan, yaitu meminta
kepada Allah agar para pemberi syafa’at diizinkan untuk mensyafa’ati di
akhirat nanti. Seperti, “Ya Allah, jadikanlah Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam pemberi syafa’at bagiku. Dan janganlah engkau haramkan
atasku syafa’atnya”.
Adapun meminta kepada orang yang masih hidup, maka jika ia meminta agar orang tersebut berdo’a kepada Allah agar ia termasuk orang yang mendapatkan syafa’at di akhirat maka hukumnya boleh, karena meminta kepada yang mampu untuk melakukanya. Namun, jika ia meminta kepada orang tersebut syafa’at di akhirat maka hukumnya syirik, karena ia telah meminta kepada seseorang suatu hal yang tidak mampu dilakukan selain Allah. Adapun meminta kepada orang yang sudah mati maka hukumnya syirik akbar baik dia minta agar dido’akan atau meminta untuk disyafa’ati.
Demikianlah pembaca yang budiman, jangan sampai kita terjebak untuk meminta syafa’at langsung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini bukan berarti kita menginkari adanya syafa’at beliau. Tetapi syafa’at hanyalah milik Allah. Bagaimana Allah hendak memberikan syafhttp://muslim.or.id/aqidah/syafaat-hanya-milik-allah.htmla’at-Nya kepada seseorang sementara dia berbuat syirik dengan meminta syafa’at kepada Nabi? Pantaskah bagi kita tatkala Allah telah mengikrarkan bahwa syafa’at hanya milik-Nya, kemudian kita justru meminta kepada Nabi? Sungguh andai ia meminta kepada Nabi seribu kali tetapi Allah tidak meridhoinya maka ia tidak akan mendapatkannya.
***
Penulis: Abu Yusuf
Artikel www.muslim.or.id
http://muslim.or.id/aqidah/syafaat-hanya-milik-allah.html
Adakalanya kita dengar seseorang mengatakan, “Wahai Muhammad, berilah syafa’at kepada kami!” atau “Wahai Muhammad, syafa’atilah kami!”
Kaum muslimin sekalian, memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lah akan diberi izin oleh Allah untuk memberikan syafa’at besok di hari kiamat. Tapi permasalahannya, bolehkan kita meminta langsung kepada beliau? Ini adalah permasalahan yang sangat penting, jika seseorang salah di dalamnya maka ia dapat jatuh ke dalam kesyirikan.
Syafa’at Adalah Doa
Telah sama-sama kita ketahui bahwa ibadah mutlak hanya boleh ditujukan untuk Allah, baik berupa doa, sembelihan, nadzar dan sebagainya. Barang siapa yang menujukan ibadah bukan untuk Allah, walaupun kepada Nabi atau Malaikat dan walaupun hanya satu macam ibadah saja, atau sekali saja maka itulah perbuatan syirik.Kemudian ketahuilah, bahwa syafa’at hakikatnya adalah doa, atau memerantarai orang lain untuk mendapatkan kebaikan dan menolak keburukan. Atau dengan kata lain syafa’at adalah memintakan kepada Allah di akhirat untuk kepentingan orang lain. Dengan demikian meminta syafa’at berarti meminta doa, sehingga permasalahan syafa’at ialah sama dengan doa.
Syafa’at Hanyalah Milik Allah
Perhatikanlah firman Allah, “Katakanlah: Hanya kepunyaan Allah
lah syafa’at itu semuannya. Milik-Nya lah kerajaan langit dan bumi.
Kemudiaan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Az Zumar: 44)Ketahuilah, ayat tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa syafa’at segenap seluruh macamnya itu hanya milik Allah semata. Allah kemudian memberikan kepada sebagian hamba-Nya untuk memberikan syafa’at kepada sebagian hamba yang lainnya dengan tujuan untuk memuliakan menampakkan kedudukannya pemberi syafa’at dibanding yang disyafa’ati serta memberikan keutamaan dan karunia-Nya kepada yang disyafa’ati untuk bisa mendapatkan kenikmatan yang lebih baik atau kebebasan dari adzab-Nya.
Syarat Terjadinya Syafa’at
Orang yang memberi syafa’at dan orang yang diberi syafa’at itupun
bukan sembarang orang. Syafa’at hanya terjadi jika ada izin Allah kepada
orang yang memberi syafa’at untuk memberi syafa’at dan ridha Allah
kepada pemberi syafa’at dan yang disyafa’ati. Allah berfirman, “Allah
mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di
belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada
orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena
takut kepada-Nya.” (Al Anbiya: 28) dan firman Allah, “Dan
berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikitpun tidak
berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki
dan diridhai-(Nya).” (An Najm: 26). Dan juga firman-Nya, “Dan
tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah
diizinkan-Nya memperoleh syafa’at itu, sehingga apabila telah
dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: ‘Apakah yang
telah difirmankan oleh Tuhan-mu?’ Mereka menjawab: ‘(Perkataan) yang
benar, dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar’.” (Saba: 22-23)
Ahli Tauhidlah Orang yang Diridhoi Allah
Orang yang diridhoi itulah ahli tauhid. Abu Huroiroh telah bertanya kepada Nabi shollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang yang paling beruntung dengan syafa’at engkau?” Beliau menjawab, “Ialah orang yang mengucapkan La Ilaha Illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya.”
(HR. Ahmad dan Bukhori). Mengucapkan di sini bukanlah maksudnya
mengucapkan dengan lisan semata, tetapi juga harus diikuti dengan
konsekuensi-konsekuensinya dengan memurnikan ibadah kepada Allah semata
dan tidak menyekutukannya.Orang Kafir Tidak Akan Menerima Syafa’at
Allah tidak akan memberikan syafa’at kepada orang kafir, karena mereka itulah ahli syirik. Dan Allah tidak akan pernah ridho dengan kesyirikan dan pelaku kesyirikan. Namun dalam hal ini dikecualikan untuk Abu Tholib, dialah satu-satunya orang musyrik yang mendapatkan syafa’at keringanan adzab dengan memandang jasanya yang begitu besar dalam melindungi Rasulullah shollAllahu ‘alaihi wa sallam semasa hidupnya. Adapun orang kafir selain Abu Tholib maka tidak akan mendapatkan syafa’at sedikit pun.
Macam-Macam Syafa’at
Syafa’at ada bermacam macam, diantaranya ada yang khusus dilakukan
oleh Nabi Muhammad, yaitu syafa’at bagi manusia ketika di padang Mahsyar
dengan memohon kepada Allah agar segera memberikan keputusan hukum bagi
mereka, syafa’at bagi calon penduduk surga untuk bisa masuk surga,
syafa’at bagi pamannya yaitu Abu Thalib untuk mendapat keringanan adzab.Ada pula syafa’at yang dilakukan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam maupun para pemberi syafa’at lainnya, yaitu: Syafa’at bagi penduduk surga untuk mendapatkan tingkatan surga yang lebih tinggi dari sebelumnya, syafa’at bagi mereka yang seimbang antara amal sholihnya dengan amal buruknya untuk masuk surga, syafa’at bagi mereka yang amal buruknya lebih berat dibanding amal sholihnya untuk masuk surga, syafa’at bagi pelaku dosa besar yang telah masuk neraka untuk berpindah ke surga, syafa’at untuk masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.
Hukum Meminta Syafa’at
Sekarang tinggal tersisa satu permasalahan, bagaimanakah hukumnya
meminta syafa’at. Telah kita ketahui bersama bahwa syafa’at adalah milik
Allah, maka meminta kepada Allah hukumnya disyariatkan, yaitu meminta
kepada Allah agar para pemberi syafa’at diizinkan untuk mensyafa’ati di
akhirat nanti. Seperti, “Ya Allah, jadikanlah Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam pemberi syafa’at bagiku. Dan janganlah engkau haramkan
atasku syafa’atnya”.Adapun meminta kepada orang yang masih hidup, maka jika ia meminta agar orang tersebut berdo’a kepada Allah agar ia termasuk orang yang mendapatkan syafa’at di akhirat maka hukumnya boleh, karena meminta kepada yang mampu untuk melakukanya. Namun, jika ia meminta kepada orang tersebut syafa’at di akhirat maka hukumnya syirik, karena ia telah meminta kepada seseorang suatu hal yang tidak mampu dilakukan selain Allah. Adapun meminta kepada orang yang sudah mati maka hukumnya syirik akbar baik dia minta agar dido’akan atau meminta untuk disyafa’ati.
Demikianlah pembaca yang budiman, jangan sampai kita terjebak untuk meminta syafa’at langsung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini bukan berarti kita menginkari adanya syafa’at beliau. Tetapi syafa’at hanyalah milik Allah. Bagaimana Allah hendak memberikan syafhttp://muslim.or.id/aqidah/syafaat-hanya-milik-allah.htmla’at-Nya kepada seseorang sementara dia berbuat syirik dengan meminta syafa’at kepada Nabi? Pantaskah bagi kita tatkala Allah telah mengikrarkan bahwa syafa’at hanya milik-Nya, kemudian kita justru meminta kepada Nabi? Sungguh andai ia meminta kepada Nabi seribu kali tetapi Allah tidak meridhoinya maka ia tidak akan mendapatkannya.
***
Penulis: Abu Yusuf
Artikel www.muslim.or.id
http://muslim.or.id/aqidah/syafaat-hanya-milik-allah.html