AL-WA'DU DAN AL-WA'IID[1]
Oleh:Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Al-Wa’du (الْوَعْدُ), yaitu nash-nash (Al-Qur-an dan As-Sunnah) yang
mengandung janji Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada orang yang taat dengan
ganjaran yang baik, pahala dan Surga.
Adapun yang dimaksud dengan al-Wa’iid (الْوَعِيْدُ), yaitu nash-nash
yang terdapat padanya ancaman bagi orang-orang yang berbuat maksiat
dengan adzab dan siksaan yang pedih.[2]
Keyakinan Ahlus Sunnah mengenai al-Wa’du dan al-Wa’id sebagai berikut:
1. Ahlus Sunnah mengimani nash-nash al-Wa’du (janji yang baik, Surga)
dan al-Wa’id (ancaman, tentang siksaan Neraka). Mereka menetapkan dan
mengimaninya sebagaimana apa adanya dalam nash-nash tersebut dan tidak
mentakwil.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ
إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa': 48]
2. Ahlus Sunnah meyakini bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui
tentang akhir dari kehidupan seorang hamba, akan tetapi orang yang
menampakkan kekufuran yang besar, maka ia akan dihukum dengan apa yang
ia lakukan dan diperlakukan sebagaimana bermu’amalah dengan orang
kafir.[3]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang akhir kehidupan seseorang:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فِيْمَا يَبْدُو
لِلنَّاسِ، وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ
عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ، فِيْمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ، وَهُوَ مِنْ أَهْلِ
الْجَنَّةِ.
“Sesungguhnya seseorang mengamalkan amalan ahli Surga menurut apa yang
tampak bagi manusia padahal ia termasuk ahli Neraka, dan seseorang
mengamalkan amalan ahli Neraka menurut apa yang tampak bagi manusia
padahal dia termasuk ahli Surga.” [4]
Dalam hadits riwayat al-Bukhari di atas terdapat tambahan, yaitu:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيْمِ.
“Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu ditentukan berdasarkan akhirnya.” [5]
3. Ahlus Sunnah tidak memastikan seorang pun bahwa mereka sebagai ahli
Surga atau Neraka kecuali yang sudah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka meyakini
bahwa orang yang mati dalam keadaan Islam, beriman, beramal shalih dan
bertaqwa akan dimasukkan ke dalam Surga, dengan dasar ayat-ayat dan
hadits-hadits shahih.
Allah Ta’ala berfirman:
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat
baik, bahwa bagi mereka disediakan Surga-Surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya...” [Al-Baqarah: 25][6]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ.
“Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah
dengan sesuatu apapun, maka dia akan masuk Surga, dan barangsiapa yang
meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka
dia akan masuk Neraka.” [7]
4. Ahlus Sunnah mempersaksikan tentang sepuluh orang yang dijamin masuk
Surga sebagaimana yang disaksikan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
begitu juga Sahabat-Sahabat lainnya yang dijamin masuk Surga seperti
isteri-isteri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : ‘Ukkasyah bin
Mihshan: ‘Abdullah bin Salam, dan yang lainnya. [8]
Ahlus Sunnah meyakini bahwasanya orang-orang kafir, musyrikin dan munafiqin adalah ahli Neraka.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي
نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik
(akan masuk) ke Neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu
adalah seburuk-buruk makhluk.” [Al-Bayyinah: 6]
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka
itu penghuni Neraka; mereka kekal di dalamnya.” [Al-Baqarah: 39]
Juga firman-Nya:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang
paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat
seorang penolong pun bagi mereka.” [An-Nisaa’: 145]
5. Ahlus Sunnah menetapkan orang-orang yang dipastikan masuk Neraka
dengan dasar ayat-ayat Al-Qur-an dan hadits-hadits yang shahih, seperti
Abu Lahab (‘Abdul ‘Uzza bin ‘Abdil Muththalib), dan isterinya (Ummu
Jamil Arwa bintu Harb), serta yang lainnya.
6. Ahlus Sunnah meyakini bahwa Surga tidak dipastikan kepada seseorang
pun walaupun amal perbuatannya baik, kecuali Allah memberikan kepadanya
keutamaan dan rahmat, maka ia akan dimasukkan ke dalam Surga dengan
sebab rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ
أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Sekiranyabukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu
sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari
perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah
membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” [An-Nuur: 21]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، قَالُوْا: وَلاَ
أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ أَنَا، إِلاَّ أَنْ
يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ مِنْهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ.
“Tidaklah seseorang di antara kalian dimasukkan ke dalam Surga karena
amalannya.” Para Sahabat bertanya: “Dan tidak juga engkau, Ya,
Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Ya,
tidak juga aku, kecuali Allah meliputiku dengan keutamaan serta
rahmat-Nya.” [9]
7. Ahlus Sunnah tidak memastikan adzab bagi setiap orang yang diancam
dengan siksaan (kecuali bagi orang yang mengerjakan kekufuran). Karena
bisa jadi Allah mengampuni dengan sebab ketaatannya, taubatnya,
musibah-musibah yang dialaminya dan sakit yang dapat menghapuskan
dosa-dosanya dan yang lainnya. [10]
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا
تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ
جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah
Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang.’” [Az-Zumar: 53]
8. Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa setiap makhluk mempunyai ajal
kematian. Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin
Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Apabila telah
datang ajalnya, maka tidak dapat ditangguhkan dan disegerakan sesaat pun
juga. Maka sesungguhnya kematiannya akan datang pada waktu yang telah
ditentukan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُّؤَجَّلًا
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya....” [Ali ‘Imran:
145][11]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box
7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat al-Wajiiz fii ‘Aqiidatis Salafish Shalih (hal. 127-136).
[2]. Syarhul ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal. 126) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan.
[3]. Lihat al-Wajiiz fii ‘Aqiidatis Salafish Shaalih (hal. 131).
[4]. HR. Al-Bukhari (no. 2898, 4203, 4207), Muslim (no. 112 (179)
Kitaabul Iimaan dan no. 2651 (12) Kitaabul Qadar) dan Ahmad (V/332),
dari Sahabat Sahl bin Sa’d as-Sa’idi Radhiyallahu anhu. Lihat juga
‘Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadiits (hal. 96).
[5]. HR. Al-Bukhari (no. 6493) Kitaabur Riqaaq pada bab al-A’maal bil
Khawaatiim wa Yukhaafu minha dan (no. 6607) Kitaabul Qadar, bab
al-‘Amaal bil Khawaatiim, dari Sahabat Sahl bin Sa’d as-Saa’idi
Radhiyallahu anhu.
[6]. Lihat juga surat al-Qamar: 54-55, al-Mursalaat: 41-44, dan yang lainnya.
[7]. HR. Muslim (no. 93 (151)), dari Sahabat Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma.
[8]. Lihat pembahasan ke-49 mengenai pembahasan: Ahlus Sunnah Memuliakan Para Sahabat Rasulullah j, halaman 407.
[9]. HR. Al-Bukhari (no. 5673, 6463), Muslim (no. 2816 (75)) dan Ahmad
(II/264), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, lafazh ini lafazh
Ahmad dan Muslim.
[10]. Lihat Majmuu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (VII/487-501)
dan al-Wajiiz fii ‘Aqiidatis Salafish Shaalih (hal. 135).
[11]. Lihat juga Al-A'raaf : 34, Yunus : 49 dan al-Munafiquun : 11
http://almanhaj.or.id/content/2471/slash/0/al-wadu-dan-al-waiid/