Oleh:Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi Lc
Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah
satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai
kesempurnaan iman terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim
mengetahui peristiwa dan tahapan yang akan dilalui manusia pada hari
tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab (perhitungan) yang merupakan
maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena, pengertian dari beriman
kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia
kepada Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari kebangkitan
adalah iman kepada hisab ini.[1]
PENGERTIAN HISAB
Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada
manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya.[2] Atau Allah
mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia tentang amalan kebaikan
dan keburukan yang telah mereka lakukan.[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah akan menghisab seluruh
makhluk dan berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan
dosa-dosanya.[4] Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini
dengan menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah (proses hisab).[5]
Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah adalah proses
manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat.[6]
Hisab menurut istilah aqidah memiliki dua pengertian.
Pertama. Al ‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), mempunyai dua pengertian.
1. Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah
dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang
yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
2. Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya,
merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allah
atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir).
[7]
Kedua. Munaqasyah (diperiksa secara sungguh-sungguh) dan inilah yang
dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dan keburukan.[8]
Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai
perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya
terkandung pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian
pemaparan dan pemberitahuan amalan terhadap pelakunya.[9] Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:
مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ
اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ
إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ
“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah
Allah telah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang
mudah’ [10]” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Hal itu adalah al ‘aradh. Namun barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya,
maka ia akan binasa”. [Muttafaqun ‘alaihi].
HISAB PASTI ADA
Kepastian adanya hisab ini telah dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ ﴿٧﴾ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan
diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, [al Insyiqaq / 84 : 7-8].
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ﴿١٠﴾فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا﴿١١﴾وَيَصْلَىٰ سَعِيرًا
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan
berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka). [al Insyiqaq / 84:10-12].
إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ﴿٢٥﴾ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ
Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya
kewajiban Kami-lah menghisab mereka. [al Ghasyiyah / 88 : 25-26].
الْيَوْمَ تُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ ۚ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang
diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya
Allah amat cepat hisabnya. [al Mu’min / 40 : 17].
Sedangkan dalil dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
di antaranya hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah, dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau berkata:
لَيْسَ أَحَدٌ يُحَاسَبُ إِلَّا هَلَكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَ ذَاكِ الْعَرْضُ
وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ هَلَكَ
“Tidak ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,” Aku (Aisyah)
bertanya,”Wahai Rasulullah, bukankah Allah berfirman ‘pemeriksaan yang
mudah’?” Beliau menjawab,”Itu adalah al aradh, namun barangsiapa yang
diperiksa hisabnya, maka binasa”.
Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan, makna hadits ini
adalah, seandainya Allah memeriksa dengan menghitung amal kebajikan dan
keburukan dalam hisab hambaNya, tentulah akan mengadzab mereka dalam
keadaan tidak menzhalimi mereka sedikitpun, namun Allah memaafkan dan
mengampuninya.[11]
Demikian juga umat Islam, sepakat atas hal ini.[12] Sehingga apabila
seseorang mengingkari hisab, maka ia telah berbuat kufur, dan pelakunya
sama dengan pengingkar hari kebangkitan.[13]
HISAB MANUSIA DAN JIN
Syaikhul Islam menyatakan: “Allah akan menghisab seluruh makhlukNya”[14]
Dari pernyataan ini, Syaikhul Islam menjelaskan, bahwa Allah akan
menghisab seluruh makhlukNya. Namun ini termasuk menggunakan lafahz
bermakna umum tapi yang dimaksudkan adalah tertentu saja. Yaitu khusus
yang Allah bebani syariat. Karena pemberlakuan proses hisab itu pada
amalan baik dan buruk hamba yang mukallaf, mencakup manusia dan jin.[15]
Begitu pula Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan, bahwa hisab ini juga
mencakup jin, karena mereka mukallaf. Oleh karena itu, jin kafir masuk
ke dalam neraka, sebagaimana disebutkan menurut nash syariat dan Ijma’.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan :
قَالَ ادْخُلُوا فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ فِي النَّارِ
Allah berfirman:"Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama
umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu… [al-A’raaf/
7:38]
Yang mukmin masuk syurga, menurut mayoritas ulama dan ini yang benar
sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah: Dan bagi orang yang takut
saat menghadap Rabb-nya ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang
manakah yang kamu dustakan. Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan
buah-buahan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di
dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir. Maka nikmat
Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu
terdapat segala macam buah-buahan yang berpasang-pasangan. Maka nikmat
Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Mereka bertelekan di atas
permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan buah-buahan kedua surga
itu dapat (dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang
kamu dustakan? Di dalam Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan
menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum
mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak
pula oleh jin. [ar Rahman / 55 : 46 – 56].
Dikecualikan dalam hal ini, yaitu mereka yang masuk surga tanpa hisab
maupun adzab. Begitu pula dengan hewan yang tidak memiliki pahala dan
dosa.
Adapun orang kafir, apakah dihisab ataukah tidak? Dalam permasalahan
ini, para ulama berselisih pendapat. Di antara mereka ada yang
berpendapat bahwa orang kafir tidak dihisab. Sedangkan sebagian lainnya
menyatakan mereka dihisab.
Syaikhul Islam mendudukkan permasalahan ini dengan pernyataan beliau
rahimahullah : “Pemutus perbedaan (dalam masalah ini), yaitu hisab dapat
dimaksudkan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan
mereka, serta celaan terhadap mereka. Dapat (juga) dimaksudkan dengan
pengertian perhitungan antara amal kebajikan dengan amal keburukan.
Apabila yang diinginkan dengan kata "hisab" adalah pengertian pertama,
maka jelas mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua, maka bila
dimaksudkan bahwa orang kafir tetap memiliki kebajikan yang
menjadikannya pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini jelas
keliru. Tetapi bila yang dimaksudkan mereka memiliki tingkatan-tingkatan
dalam (menerima) adzab, maka orang yang banyak dosa kesalahannya,
adzabnya lebih besar dari orang yang sedikit dosa kesalahannya, dan
orang yang memiliki kebajikan, maka diringankan adzabnya, sebagaimana
Abu Thalib lebih ringan adzabnya dari Abu Lahab. Allah berfirman:
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَاباً فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami
tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu
berbuat kerusakan. [an Nahl / 16:88].
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ
Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu adalah menambah kekafiran. [at Taubah / 9:37].
Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari sebagian lainnya
-karena banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan- maka hisab
dilakukan untuk menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk masuk
syurga.[16]
Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya
adalah dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan
amalan-amalan kepada mereka, bukan dalam pengertian penetapan kebaikan
yang bermanfaat bagi mereka pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan
amalan keburukan mereka.[17] Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ
أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan
(kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan
mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka
pada hari Kiamat. [al Kahfi / 18 : 105].
AMALAN ORANG KAFIR DI DUNIA
Amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir di dunia terbagi menjadi dua.
Pertama, yang disyaratkan padanya Islam dan niat. Amalan-amalan ini
tidak diterima dan tidak bermanfaat baginya di dunia dan akhirat. Kedua,
amalan yang tidak disyaratkan Islam padanya, seperti keluhuran budi
pekerti, menunda penagihan hutang bagi yang tidak mampu membayar dan
lain-lainnya. Amalan-amalan ini akan diberi balasannya di dunia.[18]
Syaikh Kholil Haras menyatakan: “Yang benar adalah, semua amalan
kebaikan yang dilakukan orang kafir hanya dibalas di dunia saja. Hingga
bila datang hari Kiamat, ia akan mendapati lembaran kebaikannya
kosong”.[19] Demikian ini, karena Allah berfirman:
﴿وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُورًا﴾
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal
itu (bagaikan) debu yang berterbangan. [al Furqaan / 25 : 23].
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ ۖ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ
اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ ۖ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا
كَسَبُوا عَلَىٰ شَيْءٍ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ
Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah
seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin
kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang
telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan
yang jauh. [Ibrahim / 14 : 18].
Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan mereka di dunia dapat
meringankan adzab mereka. Menurut pendapat ini, amalan kebaikan yang
tidak disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat akan mendapat balasan
untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain. Apabila antara
kezhalimannya seimbang dengan amalan tersebut, maka ia hanya diadzab
disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun, bila orang kafir ini tidak
memiliki amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya yang
disebabkan kekufurannya.[20]
CARA HISAB
Hisab ini dilakukan dalam satu waktu,[21] dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
sendiri yang akan melakukannya, sebagaimana dijelaskan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau :
مَا مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ
وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ فَيَنْظُرُ أَيْمَنَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا
قَدَّمَ مِنْ عَمَلِهِ وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا
قَدَّمَ وَيَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلَا يَرَى إِلَّا النَّارَ
تِلْقَاءَ وَجْهِهِ فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya
tanpa ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya. Lalu ia melihat ke
sebelah kanan, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya; dan ia
melihat kekiri, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya. Lalu
melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada di hadapannya.
Kemudian diberikan kitab yang telah ditulis malaikat agar dibaca dan
diketahui oleh setiap orang. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyebutkan :
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ
وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ
صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا
حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang
bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka
berkata: “Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan
yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya?”
Dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan
Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun. [al Kahfi / 18 : 49].
Allah Subhanahu wa Ta’ala memang menulis semua amalan hambaNya, yang baik maupun yang buruk, sebagaimana firmanNya:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ﴿٧﴾وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. [al
Zalzalah / 99:7-8].
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا ۚ
أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakanNya
kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan
(mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan
Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. [al Mujaadilah / 58 : 6].
Sehingga seluruh pelaku perbuatan melihat amalannya dan tidak dapat
mengingkarinya, karena bumi menceritakan semua amalan mereka. Begitu
pula seluruh anggota tubuh pun berbicara tentang perbuatan yang telah ia
lakukan. Dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا﴿١﴾وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا﴿٢﴾وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi
telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia
bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini),” pada hari itu bumi menceritakan
beritanya, [al Zalzalah / 99 : 1-4].
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan
mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu
mereka usahakan. [Yaasin / 36:65]
CARA HISAB SEORANG MUKMIN DAN KAFIR
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pengasih dan Maha Lembut tidak
menghisab kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan dengan al
aradh. Dia hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan tersebut di
hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya, tidak ada orang lain yang
melihatnya, lalu Allah berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu di dunia,
dan sekarang Aku ampuni semuanya”.
Demikian dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar, beliau berkata :
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ
اللَّهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ
فَيَقُولُ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا فَيَقُولُ
نَعَمْ أَيْ رَبِّ حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي
نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا
وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ
وَأَمَّا الْكَافِرُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيَقُولُ الْأَشْهَادُ هَؤُلَاءِ
الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى
الظَّالِمِينَ
Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah mendekati seorang mukmin, lalu meletakkan padanya
sitar dan menutupinya (dari pandangan orang lain), lalu (Allah) berseru :
‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah engkau dosa itu?’ Mukmin tersebut
menjawab,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga bila selesai meyampaikan semua
dosa-dosanya dan mukmin tersebut melihat dirinya telah binasa, Allah
berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu di dunia, dan Aku
sekarang mengampunimu,’ lalu ia diberi kitab kebaikannya. Sedangkan
orang kafir dan munafik, maka Allah berfirman : ‘Orang-orang inilah yang
telah berdusta terhadap Rabb mereka’. Ingatlah, kutukan Allah
(ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim”. [HR al Bukhari].
Adapun orang-orang kafir, mereka akan dipanggil di hadapan semua
makhluk. Kepada mereka disampaikan semua nikmat Allah, kemudian akan
dipersaksikan amalan kejelekan mereka disana. Dijelaskan dalam hadits
Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
فَيَلْقَى الْعَبْدَ فَيَقُولُ أَيْ فُلْ أَلَمْ أُكْرِمْكَ وَأُسَوِّدْكَ
وَأُزَوِّجْكَ وَأُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ
وَتَرْبَعُ فَيَقُولُ بَلَى قَالَ فَيَقُولُ أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ
مُلَاقِيَّ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ فَإِنِّي أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي
ثُمَّ يَلْقَى الثَّانِيَ فَيَقُولُ أَيْ فُلْ أَلَمْ أُكْرِمْكَ
وَأُسَوِّدْكَ وَأُزَوِّجْكَ وَأُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ
وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ وَتَرْبَعُ فَيَقُولُ بَلَى أَيْ رَبِّ فَيَقُولُ
أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ فَإِنِّي
أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي ثُمَّ يَلْقَى الثَّالِثَ فَيَقُولُ لَهُ
مِثْلَ ذَلِكَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ آمَنْتُ بِكَ وَبِكِتَابِكَ
وَبِرُسُلِكَ وَصَلَّيْتُ وَصُمْتُ وَتَصَدَّقْتُ وَيُثْنِي بِخَيْرٍ مَا
اسْتَطَاعَ فَيَقُولُ هَاهُنَا إِذًا قَالَ ثُمَّ يُقَالُ لَهُ الْآنَ
نَبْعَثُ شَاهِدَنَا عَلَيْكَ وَيَتَفَكَّرُ فِي نَفْسِهِ مَنْ ذَا الَّذِي
يَشْهَدُ عَلَيَّ فَيُخْتَمُ عَلَى فِيهِ وَيُقَالُ لِفَخِذِهِ وَلَحْمِهِ
وَعِظَامِهِ انْطِقِي فَتَنْطِقُ فَخِذُهُ وَلَحْمُهُ وَعِظَامُهُ
بِعَمَلِهِ وَذَلِكَ لِيُعْذِرَ مِنْ نَفْسِهِ وَذَلِكَ الْمُنَافِقُ
وَذَلِكَ الَّذِي يَسْخَطُ اللَّهُ عَلَيْهِ
Lalu Allah menemui hambaNya dan berkata : “Wahai Fulan! Bukankah Aku
telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin, menikahkanmu dan
menundukkan untukmu kuda dan onta, serta memudahkanmu memimpin dan
memiliki harta banyak?" Maka ia menjawab: “Benar”. Allah berkata lagi:
“Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?” Maka ia menjawab:
“Tidak,” maka Allah berfirman : “Aku biarkan engkau sebagaimana engkau
telah melupakanKu”. Kemudian (Allah) menemui orang yang ketiga dan
menyampaikan seperti yang disampaikan di atas. Lalu ia (orang itu)
menjawab: "Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu, kepada kitab suciMu
dan rasul-rasul Mu. Juga aku telah shalat, bershadaqah," dan ia memuji
dengan kebaikan semampunya. Allah menjawab: "Kalau begitu, sekarang
(pembuktiannya)," kemudian dikatakan kepadanya: "Sekarang Kami akan
membawa para saksi atasmu," dan orang tersebut berfikir siapa yang akan
bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha, daging
dan tulangnya: "Bicaralah!" Lalu paha, daging dan tulangnya bercerita
tentang amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya.
Itulah nasib munafik dan orang yang Allah murkai. [HR Muslim].
Demikianlah keadaan tiga jenis manusia. Yang pertama seorang mukmin, ia
mendapatkan ampunan dan kemuliaan Allah. Yang kedua seorang yang kafir
dan ketiga orang munafik. Keduanya mendapat laknat dan kemurkaan Allah
Oleh karena itu, bersiaplah menghadapinya dengan mempersiapkan bekal
ilmu yang bermanfaat dan amal shalih yang cukup, memperbanyak mengingat
hari perhitungan ini dan melihat kepada amalan yang telah kita perbuat.
Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepada kita untuk memperbanyak
bekal, yang nantinya dengan bekal tersebut kita menghadap sang pencipta
dan mendapat keridhaanNya.
Washallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi ajma’in.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Shalih Alu Syaikh, kaset ke –19 yang telah ditulis ulang di website beliau.
[2]. Muqarrar at Tauhid Lishaf ats Tsani al ‘Ali fil Ma’ahid al Islamiyah, tanpa tahun, hlm. 84.
[3]. Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, Tahqiq Alwi
Abdilqadir as Sagaf, Cetakan Kedua, Tahun 1415H, Dar al Hijrah, hlm.
209.
[4]. Ibid., hlm. 208.
[5]. Lihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19.
[6]. Syarh al ‘Aqidah al Washithiyah, Ibnu 'Utsaimin, Cetakan ke-2, Tahun 1415 H, Dar Ibnul Jauzi, 2/152
[7]. Lihat Mukhtashar Ma’arij al Qabul Hafizh al Hakami, diringkas oleh
Hisyam Ali ‘Uqdah, Cetakan Ketiga, Tahun 1413H, hlm. 246.
[8]. Ibid.
[9]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Ibnu Taimiyyah, Tahqiq Muhammad Rasyaad Saalim, tanpa tahun, 5/229.
[10]. Al Qur`an surat al Insyiqaq / 84 : 8
[11]. Syarh al Qaidah ath Thahawiyah, Ibnu Abil Izz al Hanafi, Tahqiq
Syuaib al Arnauth, Cetakan Kedua, Tahun 1413H, Muassasah ar Risalah,
hlm. 602.
[12]. Lihat Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Ibnu 'Utsaimin. Op.cit. 2/152
[13]. Llihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19
[14]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, hlm. 208.
[15]. Penjelasan Syaikh Shalih Ali Syaikh pada kaset ke-19, Syarh al Aqidah al Wasithiyah.
[16]. Majmu’ Fatawa 4/305-306
[17]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Op.cit 5/229.
[18]. Penjelasan Syaikh Shalih Ali Syaikh pada kaset ke-19, Syarh al Aqidah al Wasithiyah.
[19]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, hlm. 208.
[20]. Lihat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/462.
[21]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Op.cit. 4/129.
http://almanhaj.or.id/content/3705/slash/0/hisab-pada-hari-pembalasan/