Menanggapi banyaknya pertanyaan tentang perceraian, berikut beberapa kaidah penting terkait cerai ketika marah:
Pertama, Hindari Perceraian Semaksimal Mungkin
Mengapa perlu dihindari? Karena
perceraian adalah bagian dari program besar iblis. Raja setan ini
sangat bangga dan senang ketika ada cecunguknya yang mampu memisahkan
antara suami-istri. Disebutkan dalam hadis dari Jabir, Nabi ‘alaihis shalatu was salam bersabda,
إن إبليس يضع عرشه
على الماء ثم يبعث سراياه فأدناهم منه منزلة أعظمهم فتنة يجئ أحدهم فيقول
فعلت كذا وكذا فيقول ما صنعت شيئا قال ثم يجئ أحدهم فيقول ما تركته حتى
فرقت بينه وبين امرأته قال فيدنيه منه ويقول نعم أنت
“Sesungguhnya iblis
singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan
yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di
antara mereka ada yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini.’
Iblis berkomentar, ‘Kamu belum melakukan apa-apa.’ Datang yang lain
melaporkan, ‘Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya
meninggalkannya, dia telah berpisah (talak) dengan istrinya.’ Kemudian
iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan berkata, ‘Sebaik-baik
setan adalah kamu.’” (HR. Muslim, no.2813).
Al-A’masy mengatakan, “Aku menyangka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Iblis merangkul setan itu’.”
Imam al-Munawi mengatakan,
“Sesungguhnya hadis ini merupakan peringatan keras, tentang buruknya
perceraian. Karena perceraian merupakan cita-cita terbesar makhluk
terlaknat, yaitu Iblis. Dengan perceraian akan ada dampak buruk yang
sangat banyak, seperti terputusnya keturunan, peluang besar bagi
manusia untuk terjerumus ke dalam zina, yang merupakan dosa yang sangat
besar kerusakannya dan menjadi skandal terbanyak.” (Faidhul Qadir, 2:408).
Memang pada dasarnya, talak
adalah perbuatan yang dihalalkan. Akan tetapi, perbuatan ini disenangi
iblis karena perceraian memberikan dampak buruk yang besar bagi
kehidupan manusia. Betapa banyak anak yang terlantar, tidak merasakan
pendidikan yang layak, gara-gara broken home. Bisa jadi, anak-anak korban perceraian itu akan disiapkan iblis untuk menjadi bala tentaranya.
Lebih dari itu, salah satu
dampak negatif sihir yang disebutkan oleh Allah dalam Alquran adalah
memisahkan antara suami dan istri. Allah berfirman,
فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِه
“Mereka belajar dari keduanya (Harut dan Marut) ilmu sihir yang bisa digunakan untuk memisahkan seseorang dengan istrinya.” (QS. Al-Baqarah:102)
Sekali lagi, jangan sampai kita
mengabulkan keinginan dan harapan iblis. Pikirkan ulang, dan ingat masa
depan anak-anak dan nilai keluarga Anda di mata masyarakat.
Kedua, Marah Ada Tiga Bentuk
Pembaca yang budiman, untuk
menilai keabsahan perceraian ketika marah, terlebih dahulu perlu kita
pahami tentang macam-macam marah, sebagaimana yang dijelaskan para
ulama. Ibnul Qayim menulis buku khusus tentang cerai ketika marah, judulnya: Ighatsatul Lahafan fi Hukmi Thalaq al-Ghadban. Beliau menjelaskan bahwa marah ada tiga macam:
- Seseorang masih bisa merasakan kesadaran akalnya, dan marahnya tidak sampai menutupi pikirannya. Dia sadar dengan apa yang dia ucapkan dan sadar dengan keinginannya. Marah dalam kondisi ini tidaklah mempengaruhi keabsahan ucapan seseorang. Artinya, apapun yang dia ucapkan tetap dinilai dan teranggap. Baik dalam urusan keluarga, jual beli, atau janji, dst.
- Marah yang memuncak, sehingga menutupi pikiran seseorang dan kesadarannya. Dia tidak sadar dengan apa yang dia ucapkan atau yang dia inginkan. Layaknya orang yang gila, hilang akal, kemudian ngamuk-ngamuk. Marah pada level ini, ulama sepakat bahwa semua ucapannya tidak teranggap dan tidak diterima. Baik dalam urusan muamalah, nikah, sumpah, janji, dst.. Karena ucapan seseorang ternilai sah menurut syariat, jika orang yang mengucapkannya sadar dengan apa yang dia ucapkan.
- Marah yang tingkatannya pertangahan dari dua level di atas. Akal dan pikirannya tertutupi, namun tidak sampai total. Layaknya orang stres yang teriak-teriak, lupa daratan. Tidak sebagaimana level sebelumnya. Untuk marah dalam kondisi ini, statusnya diperselisihkan ulama. Ada yang mengatakan ucapannya diterima dan ada yang menilai tidak sah. Kemudian Ibnul Qayim menegaskan, “Dalil-dalil syariat menunjukkan (marah dalam kondisi ini) tidak sah talaknya, akadnya, ucapannya membebaskan budak, dan semua pernyataan yang membutuhkan kesadaran dan pilihan. Dan ini termasuk salah satu bentuk ighlaq (tertutupnya akal), sebagaimana keterangan para ulama.
(Ighatsatul Lahafan fi Hukmi Thalaq al-Ghadban, Hal. 39)
Ketiga, Kalimat ‘cerai’ Ada Dua
Sebelum melanjutkan pembahasan lebih jauh, kita perlu memahami bahwa kalimat cerai dan turunanya ada dua: lafadz sharih (tegas) dan lafadz kinayah (tidak tegas). Sayid Sabiq dalam Fiqh Sunah menjelaskan:
Lafadz talak bisa dalam bentuk kalimat sharih (tegas) dan bisa dalam bentuk kinayah (tidak tegas).
a. Lafadz talak sharih adalah
lafadz talak yang sudah bisa dipahami maknanya dari ucapan yang
disampaikan pelaku. Atau dengan kata lain, lafadz talak yang sharih
adalah lafadz talak yang tidak bisa dipahami maknanya kecuali
perceraian. Misalnya: Kamu saya talak, kamu saya cerai, kamu saya pisah
selamanya, kita bubar…, silahkan nikah lagi, aku lepaskan kamu, dan
semua kalimat turunannya yang tidak memiliki makna lain selain cerai
dan pisah selamanya.
Imam as-Syafi’i mengatakan, “Lafadz talak yang sharih
intinya ada tiga: talak (arab: الطلاق), pisah (arab: الفراق), dan
lepas (arab: السراح). Dan tiga lafadz ini yg disebutkan dalam Alquran.”
(Fiqh Sunah, 2:253).
b. Lafadz talak kinayah (tidak tegas) adalah
lafadz yang mengandung kemungkinan makna talak dan selain talak.
Misalnya pulanglah ke orang tuamu, keluar sana.., jangan pulang
sekalian..,
Cerai dengan lafadz tegas
hukumnya sah, meskipun pelakunya tidak meniatkannya. Sayid Sabiq
mengatakan, “Kalimat talak yang tegas statusnya sah tanpa melihat niat
yang menjelaskan apa keinginan pelaku. Mengingat makna kalimat itu
sangat terang dan jelas.” (Fiqh Sunah, 2:254)
Hal yang sama juga ditegaskan dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah (Ensiklopedi Fiqh),
واتفقوا على أن الصريح يقع به الطلاق بغير نية
“Para ulama sepakat bahwa talak dengan lafadz sharih (tegas) statusnya sah, tanpa melihat niat (pelaku)” (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 29:26)
Sementara itu, cerai dengan lafadz tidak tegas (kinayah),
dihukumi dengan melihat niat pelaku. Jika pelaku melontarkan kalimat
itu untuk menceraikan istrinya, maka status perceraiannya sah. Bahkan
sebagian ulama hanafiyah dan hambali menilai bahwa cerai dengan lafadz
tidak tegas bisa dihukumi sah dengan melihat salah satu dari dua hal;
niat pelaku atau qarinah (indikator). Sehingga terkadang talak
dengan kalimat kinayah dihukumi sah dengan melihat indikatornya, tanpa
harus melilhat niat pelaku.
Misalnya, seorang melontarkan kalimat talak kinayah
dalam kondisi sangat marah kepada istrinya. Keadaan ‘benci istri’
kemudian mengucapkan kalimat tersebut, menunjukkan bahwa dia ingin
berpisah dengan istrinya. Sehingga dia dinilai telah menceraikan
istrinya, tanpa harus dikembalikan ke niat pelaku.
Akan tetapi, pendapat yang lebih kuat, semata qarinah
(indikator) tidak bisa jadi landasan. Sehingga harus dikembalikan
kepada niat pelaku. Ini merupakan pendapat Syaikh Muhammad bin Sholeh
Al-Utsaimin, sebagaimana keterangan beliau di Asy-Syarhu al-Mumthi’ 11:9.
Kemudian terkait masalah ini,
ada satu ucapan yang sama sekali tidak mengandung makna talak sedikit
pun. Baik secara tegas maupun kiasan. Untuk kalimat semacam ini sama
sekali tidak dinilai sebagai talak, apapun niatnya. Misalnya mengumpat
istrinya, atau menjelekkannya, dst.
Syaikh Ibnu Utsaimin
mengatakan, “Jika kalimat yang dilontarkan sama sekali tidak mengandung
kemungkinan makna talak, maka status talak tidak jatuh (baca: tidak
sah), meskipun pelaku berniat untuk menceraikannya ketika dia
mengucapkan kalimat tersebut. Misalnya, seseorang mengatakan, ‘Kamu
pendek.., kamu ketinggian..’, dan orang ini menyatakan, ‘Saya berniat
untuk menceraikannya.’ Yang demikian hukumnya tidak jatuh talaknya.
Karena kalimat semacam ini sama sekali tidak mengandung makna talak. (Asy-Syarhu al-Mumthi’, 13:66)
Keempat, Cerai Ketika Marah
Terdapat sebuah hadis, dari A’isyah radhiallahu’anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا طلاق ولا عتاق في إغلاق
“Tidak ada talak dan tidak dianggap kalimat membebaskan budak, ketika ighlaq.” (HR. Ahmad, no.26403, Ibnu Majah, no.2046, Hakim, dan dihasankan Al-Albani)
Makna kata: ighlaq : terdesak. Karena orang yang terdesak kondisinya mughlaq (tertutup), sehingga gerakannya sangat terbatas. (An-Nihayah fi gharib al-atsar, 3:716)
Ada juga sekelompok ulama yang memaknai ighlaq
dengan marah. Dalam arti marah yang sanngat hebat, sehingga
kemarahannya menghalangi kedasarannya, sebagaimana penjelasan
sebelumnya.
Berdasarkan hadis ini, ulama
menjelaskan bahwa bahwa talak dalam kondisi marah besar, sampai
menutupi akal, hukumnya tidak sah. Nah.., dari keterangan macam-macam
marah, Imam Ibnul Qayim menjelaskan bahwa talak hukumnya jika marahnya
baru pada level pertama, yaitu marah yang masih bisa merasakan
kesadaran akalnya, dan marahnya tidak sampai menutupi pikirannya. Dia
sadar dengan apa yang dia ucapkan dan sadar dengan keinginannya.
Sementara talak yang dijatuhkan
pada saat marah di level kedua dan ketiga, talaknya tidak jatuh. Untuk
marah yang sudah memuncak, sebagaian ulama menegaskan bahwa semua kaum
muslimin sepakat talak yang dijatuhkan tidak sah.
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan,
“Marah yang sampai pada batas, dimana dia tidak sadar dengan apa yang
dia ucapkan, bahkan sampai pingsan, dalam kondisi ini talak tidak sah
dengan kesepakatan ulama. Karena orang ini tidak sadar dengan apa yang
dia ucapkan.” (Asy-Syarhul Mumti’, 13:28)
Karena itu, jangan Anda
beralasan, ‘Saya talak istri saya ketika marah, jadi gak sah’. Alasan
semacam ini bisa jadi tidak diterima. Karena selama Anda masih sadar
ketika mengucapkan kata-kata cerai pada istri, maka talak statusnya
sah, meskipun Anda lontarkan hal itu dalam keadaan marah.
Kelima, Cerai Tetap Sah Walaupun Anda Tidak Berniat Cerai
Bagian ini sebenarnya mengulang
dari keterangan di atas. Namun mengingat banyak orang bersih kukuh
untuk menolak talak yang disampaikan dengan kalimat tegas ketika marah
maka perlu untuk kami sendirikan dengan rinci. Hampir semua lelaki yang
menyesali talaknya ketika marah, mereka beralasan, saya sama sekali
tidak berniat mentalak istri saya, saya sama sekali tidak bermaksud
demikian, saya cuma ngancam, saya cuma main-main, dan seabreg alasan
lainnya. Apapun itu, jika Anda dengan tegas menyampaikan kalimat talak,
maka status cerai Anda sah, meskipun Anda sama sekali tidak berniat
talak.
Dalilnya, hadis dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة
“Ada tiga hal, seriusnya dinilai serius, main-mainnya dinilai main-main: Nikah, talak, dan rujuk.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan dihasankan Al-Albani)
Artinya, untuk tiga akad tersebut: nikah, talak, dan rujuk, walaupun dilakukan dengan main-main, statusnya tetap sah, jika syaratnya terpenuhi.
Karena itu, hati-hati dengan kalimat talak yang sharih (tegas), yang tidak mengandung kemungkinan selain makna talak. Perhatikan kutipan penjelasan di atas.
Sayid Sabiq mengatakan, “Kalimat
talak yang tegas statusnya sah tanpa melihat niat yang menjelaskan apa
keinginan pelaku. Mengingat makna kalimat itu sangat terang dan
jelas.” (Fiqh Sunah, 2:254)
Meskipun Anda main-main, tidak
serius, cuma ngancam, atau intinya tidak bermaksud setitik pun, ingat
semua alasan ini tidak bisa diterima. Alasan semacam ini bisa diterima,
jika kalimat talak yang disampaikan tidak tegas (kinayah).
Keenam, cerai adalah akad lazim yang tidak bisa dibatalkan
Bagian ini akan menjelaskan
bahwa talak adalah akad yang mengikat (lazim) dan tidak bisa dicabut.
Sebelumnya perlu kita pahami pembagian akad ditinjau dari
konsekwensinya, ada dua:
Akad lazim, adalah akad
yang mengikat semua pihak yang terlibat, sehingga masing-masing pihak
tidak punya hak untuk membatalkan akad. Artinya, begitu kalimat itu
diucapkan maka statusnya sah, dan tidak boleh dicabut
Contoh: akad jual-beli, sewa-menyewa, nikah, talak dan semacamnya.
Akad jaiz atau akad ghairu lazim, adalah akad yang tidak mengikat. Artinya salah satu pihak boleh membatalkan akad tanpa persetujuan rekannya.
Contoh: akad pinjam-meminjam, wadi`ah, mewakilkan, dll.
(Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 30:230)
Ketujuh, hindari kalimat-kalimat bermakna cerai ketika marah
Kami sangat yakin, ketika Anda
marah, Anda ingin mengungkapkan semua isi hati Anda. Apalagi ketika
ditunggangi perasaan benci kepada istri. Bayangan ‘sayang-sayang’ di
waktu Anda berkenalan dengan calon istri Anda seolah pudar tanpa
tersisa sedikit pun.
Islam tidak melarang Anda
meluapkan perasaan Anda dan ledakan hati Anda. Tapi Islam mengatur dan
mengarahkan kepada sikap yang benar. Namun sungguh sangat disayangkan,
betapa banyak orang yang kurang menyadari.
Tidak ada yang bisa kami nasihatkan, selain HINDARI semaksimal mungkin kalimat yang secara tegas menunjukkan makna talak. Dengan bahasa yang lebih tegas, hindari kalimat talak sharih sebisa mungkin. Ini jika Anda masih ingin bersama keluarga Anda.
Kedelapan, Jadilah Keluarga yang Tidak Gegabah
Dari A’isyah radhiallahu’anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ماكان الرفق في شيء إلا زانه ولانزع من شيء إلا شانه
“Tidaklah kelembutan
menyertai sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah
kelembutan itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan semakin
memperburuk-nya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadilah keluarga yang tidak
gegabah, mudah emosi, mudah meluapkan kemarahan, tidak perhitungan.
Yang laki-laki punya penyakit suka ngomel: cerai, talak, kita pisah,
nikah sama lelaki lain sana…, bubar..bubar…, aku lepaskan kamu, besok
kuurus surat cerai.., aku ikhlaskan kamu karena itu pilihanmu, aku
thalaq, aku thalaq.., aku cerai tiga…,
Tapi begitu redam, ingin
merasakan dekapan istrinya, dia menyesal…, dia ingkari dan ingkari…
tidak, sama sekali saya tidak bermaksud menjatuhkan talak… Allahu
akbar!…, inilah potret suami yang kesadarannya kurang, jika tidak ingin
dibilang akalnya kurang.
Tidak kalah dengan itu, yang
perempuan sukanya minta cerai.., dikit-dikit minta cerai, ceraikan
aku.., talak saja aku.., aku ingin cerai….!! ini tidak kalah parahnya.
Sungguh potret wanita kurang….
Sabar…Sabar…Sabar… tahan lidah…
Allahu a’lam
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Talak Lewat SMS
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb
Assalamu’alaikum wr. wb
Saya
berumah tangga sudah 3 tahun. Rumah tangga kami tidak berjalan harmonis
dan penuh dengan dosa-dosa. Singkat cerita, istri saya selingkuh
dengan suami orang lain, sampai melakukan hubungan badan. Saya sangat
sakit hati. Walaupun begitu saya tetap memaafkan istri saya karena dia
merasa bersalah dan ingin meneruskan berumah tangga dengan saya. Saya
juga merasa bersalah karena selama 3 tahun itu tidak menjadi suami yang
baik, tidak menjadi suami yang bisa memimpin keluarga.
Istri
saya meminta waktu sekitar 1 bulan untuk melupakan selingkuhannya.
Namun, dengan berjalannya waktu istri saya malah bimbang antara cerai
atau tetap berumah tangga dengan saya.
Hingga akhirnya istri saya
sampai pada keputusan bulat untuk tetap berumah tangga dengan saya.
Dengan tiba-tiba tanpa sepengetahuan saya, dia meminta waktu kepada
saya untuk ketemu selingkuhannya guna memutuskan jalinan hubungan
mereka selamanya dan meneruskan rumah tangga yang lebih baik.
Karena alasan takut terjadi zina lagi diantara mereka, saya menyampaikan talak bersyarat melalui SMS karena waktu itu dihubungi dengan telepon susah.
SMS Talak saya:
SMS Pertama “Jika kamu berhubungan badan lagi dengan dia, maka jatuh talak 3 saya. ”
SMS Kedua “Berhubungan bukan dalam arti ML saja, tapi sentuhan kulit. Tolong jaga diri kamu”
SMS Pertama “Jika kamu berhubungan badan lagi dengan dia, maka jatuh talak 3 saya. ”
SMS Kedua “Berhubungan bukan dalam arti ML saja, tapi sentuhan kulit. Tolong jaga diri kamu”
Dia membaca SMS saya, tapi tidak
begitu memperhatikan SMS yang kedua tentang sentuhan kulit. Dalam
benaknya cuma terpikir asal tidak berhubungan badan saja. Dia tidak
begitu memperhatikan SMS kedua saya, karena pada saat itu hatinya
sedang kalut, dan tidak dalam konsentrasi.
Dan akhirnya pada saat ketemuan dengan selingkuhannya istri saya bilang sempat salaman / sentuhan kulit.
Yang saya ingin tanyakan, apakah
talak saya sah jatuh? Dari diri saya sendiri memaafkan tentang salaman
tersebut. Bisa kah saya membatalkan talak tersebut, mengingat kondisi
istri saya pada saat itu sedang labil untuk memahami benar-benar talak
bersyarat dari saya.
Setelah kejadian itu, rumah
tangga kami berjalan dengan lebih baik, lebih harmonis, dan lebih
banyak beribadah kepada Allah. Tapi sampai saat ini saya merasa
terganjal dengan SMS Talak saya tersebut, takutnya sudah jatuh dan sah.
Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu’alaikum wr. wb
Jawaban:
Jawaban:
Wa’alaikum salam wa rahmatullah…
Jawaban atas pertanyaan Anda adalah:
Jika maksud dan niat Anda ketika itu untuk menceraikannya jika dia melanggar syarat tersebut, maka hal itu sah sebagai cerai.
Adapun jika maksud dan niat Anda ketika itu untuk melarang dia sentuhan kulit, tidak berniat mencerai maka ulama berselisih pendapat. Mayoritas ulama mengatakan bahwa itu adalah sah sebagai perceraian.
Sebagian ulama semisal Ibnu Taimiyyah menilainya sebagai sumpah, bukan cerai bersyarat sehingga mana kala isteri melanggarnya maka anda punya kewajiban membayar kaffarah menebus sumpah.
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang kedua.
Tambahan dari redaksi Konsultasi Syariah:
Pertama-tama, kami doakan semoga Anda dan keluarga Anda diberikan karunia hidayah dan istiqomah. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan Anda dan istri Anda menjalani ketaatan dan dijauhkan dari segala kejelekan dan memberikan ketentraman pada keluarga Anda.
Kedua, izinkan kami menasihatkan
agar Anda dan istri bertaubat kepada Allah. Karena sekecil apa pun
perbuatan dosa akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah
kelak. Allah berfirman,
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al-Zalzalah: 8).
Mulai dari sekarang, tanamkan
niat yang kuat dan kesungguhan untuk memipin keluarga Anda, mendalami
ilmu agama, mencari teman-teman yang salih agar Anda terpengaruh
dengan prilaku baik mereka. Selain hal itu bernilai ibadah, hal
tersebut juga membuahkan hasil yang baik yang bisa Anda nikmati
bersama keluarga, yaitu kebahagian dan keharmonisan rumah tangga.
Dijawab oleh Ustadz Aris Munandar (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
http://faisalchoir.blogspot.sg/2012/01/8-prinsip-tentang-cerai-ketika-marah.html