Pertanyaan:
Saya
wanita telah menikah 5 tahun yang lalu dan telah dikaruniai seorang
putri. Saya banyak memuji Allah sebab yang menerapkan hukum Islam, dan
tidak khawatir terhadap celaan orang yang mencela. Saya sangat antusias
di atas agama.
Dahulu, sebelum menikah, saya
sering mendengarkan musik dan nyanyian, namun setelah mengetahui bahwa
hal tersebut diharamkan —tidak boleh kita mendengarkannya— sebab tidak
akan berkumpul cahaya iman dan seruan nyanyian dalam hati seorang
mukmin, maka saya segera meninggalkannya dan segera bertaubat kepada
Allah dengan taubat yang sesungguhnya yang dapat membersihkan hati saya
dari semua sifat nifaq (kemunafikan) dan riya.
Akan
tetapi, saya memiliki seorang ayah dan lima saudara, yang paling kecil
dari mereka berumur 12 tahun dan yang paling tua berumur 30 tahun
—semoga Allah memberi mereka hidayah-. Mereka semua tidak mau
melaksanakan sholat dan tidak berpuasa. Sedang ayahku, semua hartanya
adalah harta riba. Allah tidak memberiku berkah padanya, semua hartanya
dipergunakan pada hal-hal yang tidak ada faedahnya semisal untuk
menyaksikan film dan membeli televisi, sehingga di setiap kamar rumah
ada televisinya. Dia (ayah) menyangka bahwa ia memiliki harta yang
banyak, namun tidaklah kita melihatnya kecuali berada dalam kehidupan
yang penuh dengan kesusahan dan kefakiran, semua hartanya habis untuk
meminum khamr.
Yang menjadi pertanyaan saya,
apa yang seharusnya saya lakukan terhadap mereka? Saya khawatir mereka
terjerumus ke dalam neraka, karena bagaimanapun juga mereka adalah
ayahku, saudaraku, dan kerabatku. Saya senantiasa mendoakan mereka di
setiap saya melaksanakan sholat semoga mereka mendapatkan hidayah dan
keistiqomahan.
Jawaban:
Merupakan
kewajiban atas setiap muslim agar segera bertaubat kepada Allah dari
kemaksiatan dan janganlah ia terus-menerus melakukan kemaksiatan.
Jangan sampai maut datang menjemput sedang ia masih berada di atas
kemaksiatan tersebut, sehingga dengan sebab itu ia terseret ke dalam
neraka.
Meninggalkan shalat adalah
kekafiran dan meminum khamr adalah kefasikan. Wajib beramar ma’ruf dan
nahi munkar, terlebih lagi pada sanak keluarga dan kerabat. Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (QS. At-Tahrim: 6)
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ اْلأَقْرَبِينَ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Ay-Syu’aro: 214)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya…” (QS. Thoha: 132)
Dan kewajiban terhadap penanya
di dalam menghadapi orang tuanya dan saudara-saudaranya, agar
senantiasa memberikan nasihat kepada mereka dengan penuh hikmah dan
nasihat yang baik serta menolak dengan cara yang baik, janganlah
berputus asa dalam menasihati mereka. Mintalah bantuan kepada yang lain
dari kerabat dan tetangga mereka di dalam menasihati mereka. Dan kalau
bisa, hendaklah dia sampaikan permasalahan ini kepada “badan amar
ma’ruf nahi munkar” di negeri tersebut agar menekankan mereka untuk
kembali kepada ketaatan kepada Allah dan meninggalkan kemaksiatan.
Sebab hal ini merupakan perkara yang wajib. Wallahu a’lam. (Al-Muntaqo min Fatawa, 2:264-266)
Sumber: Majalah Al-Mawaddah, Edisi 8 Tahun ke-1 Robi’ul Awwal 1429/Maret 2008
Penyungitng Bahasa: Tim Konsultasi Syariah
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
http://faisalchoir.blogspot.sg/2012/01/keluarga-yang-tidak-taat-kepada-allah.html