Allah Ta’ala berfirman:
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيًّا
“Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.” (QS. Maryam: 3)
Allah Ta’ala berfirman:
ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah kepada Rabb kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 55)
Dari Aisyah -radhiallahu ‘anha- dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ الْجَوَامِعَ مِنْ الدُّعَاءِ وَيَدَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ
“Rasulullah -shallallahu wa’alaihi wa sallam- menyukai doa-doa yang singkat tapi padat maknanya, dan meninggalkan selain itu.” (HR. Abu Daud no. 1482 dan An-Nawawi berkata dalam Riyadh Ash-Shalihin no. 431, “Sanadnya baik.”)
Dari Jabir bin Abdillah dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا
تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لَا
تُوَافِقُوا مِنْ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ
لَكُمْ
“Janganlah kalian mendoakan keburukan pada diri kalian, jangan mendoakan keburukan pada anak-anak kalian, dan jangan mendoakan keburukan pada harta-harta kalian. Jangan sampai doa kalian bertepatan dengan saat dikabulkannya doa dari Allah lalu Dia akan mengabulkan doa kalian.” (HR. Muslim no. 3009)
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلَا يَقُلْ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ وَلَكِنْ لِيَعْزِمْ الْمَسْأَلَةَ
وَلْيُعَظِّمْ الرَّغْبَةَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَتَعَاظَمُهُ شَيْءٌ
أَعْطَاهُ
“Jika salah seorang dari kalian berdoa maka janganlah sekali-kali dia berkata, “Ya Allah ampunilah aku jika Engkau kehendaki.” Akan tetapi hendaklah dia memastikan apa yang dia minta dan hendaknya dia memperbesar pengharapannya, karena Allah -Azza wa Jalla- sama sekali tidak pernah menganggap besar sesuatu yang Dia berikan.” (HR. Al-Bukhari no. 6339 dan Muslim no. 2678)
Penjelasan ringkas:
Dari dalil-dalil di atas kita bisa memetik beberapa perkara yang menjadi adab dalam berdoa:
1. Merendahkan suara ketika berdoa, tidak di dalam hati tapi juga tidak menjaharkannya. Karena hal itu bisa membantu dia untuk khusyu’ dan sekaligus menunjukkan ketundukan dan kerendahan dia di hadapan Allah Ta’ala.
2. Tadharru’ (merendah) kepada Allah ketika berdoa kepada-Nya.
Ad-Dhara’ah (asal kata tadharru’, pent.) bermakna menghinakan diri, tunduk, dan mengharap. Dikatakan: ضَرَعَ – يَضْرَعُ – ضَرَاعَةُ maknanya
tunduk, menghinakan diri, dan merendahkan diri. Dia tadharru’ kepada
Allah maksudnya dia berharap kepada-Nya. (Lihat Al-Mishbah Al-Munir
hal. 361)
Allah Ta’ala berfirman:
“Kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan
kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk
merendahkan diri. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah)
dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada
mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun
menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.”
(QS. Al-An’am: 42-42)
3. Menggunakan kalimat-kalimat yang jami’ dalam berdoa, yakni yang lafazhnya ringkas akan tetapi makna yang terkandung di dalamnya sangat dalam lagi sangat luas. Karenanya sudah sepantasnya seseorang itu berdoa dengan doa-doa yang Nabi -alaihishshalatu wassalam- pernah berdoa dengannya, karena beliaulah pemilik al-jawami’ al-kalim (kata-kata yang jami’).
4. Tidak mendoakan kejelekan untuk diri, keluarga, dan harta benda, karena mungkin saja Allah Ta’ala akan mengabulkannya.
5. Memastikan permintaannya dan tidak mengembalikannya kepada masyi`ah (kehendak) Allah, karena hal itu menunjukkan kurang perhatiannya dia kepada doanya dan dia tidak terlalu berharap kalau Allah akan mengabulkan doanya.
6. Betul-betul meminta (arab: al-ilhah) kepada Allah ketika berdoa.
Al-Ilhah maknanya mendatangi sesuatu dan komitmen berada di atasnya.
Dari Anas bin Malik -radhiallahu anhu- secara marfu’: “Tetaplah kalian
berdoa dengan ‘Wahai Yang Maha Mulia lagi Maha Pemurah.” (HR.
At-Tirmizi no. 3773-3775 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam
Shahih At-Tirmizi: 3/172)
Maka hendaknya seorang hamba memperbanyak doa dan sering mengulang-ulanginya. Dia terus-menerus meminta kepada Allah dengan mengulang-ulangi penyebutan rububiah-Nya, uluhiah-Nya, serta nama-nama dan sifat-sifatNya. Itu merupakan sebab terbesar dikabulkannya doa, sebagaimana yang Nabi -shallallahu alaihi wasallam- sebutkan, “Seseorang yang letih dalam perjalanannya, rambutnya berantakan, dan kakinya berpasir, seraya dia menengadahkan kedua tanganya ke langit dan berkata, “Wahai Rabbku, wahai Rabbku,” sampai akhir hadits (HR. Muslim no. 1015) dan hadits ini menunjukkan adanya ilhah dalam berdoa.
Berikut beberapa adab lainnya yang tidak tersebut dalam semua dalil di atas:
1. Memulai dengan memuji Allah lalu bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, dan juga menutup doanya dengan ini.
Dari Fudhalah bin Ubaid -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah
-shallallahu alaihi wasallam- mendengar seorang lelaki berdoa di dalam
shalatnya, dia tidak memuji Allah Ta’ala dan juga tidak bershalawat
kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-. Maka Rasulullah -shallallahu
alaihi wasallam- bersabda, “Orang ini tergesa-gesa,” kemudian beliau
memanggil orang itu lalu beliau berkata kepadanya atau kepada selainnya,
“Jika salah seorang di antara kalian berdoa maka hendaknya dia
memulainya dengan memuji dan menyanjung Allah, kemudian dia bershalawat
kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, kemudian setelah itu baru
dia berdoa sesukanya.” (HR. Abu Daud: 2/77 no. 1481 dan At-Tirmizi:
5/516 no. 2477. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud
no. 1314 dan Shahih At-Tirmizi no. 2767.)
2. Senantiasa berdoa kepada Allah baik dalam keadaan lapang maupun dalam kesulitan.
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah
-shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Barangsiapa yang mau doanya
dikabulkan oleh Allah ketika dia mendapatkan syada`id (kesusahan) dan
al-kurab (kesulitan), maka hendaknya dia memperbanyak berdoa ketika dia
lapang.” (HR. At-Tirmizi no. 3382 dan Al-Hakim: 1/544. Hadits ini juga
dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmiz: 3/140, dan
lihat juga Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 593)
3. Bertawassul kepada Allah Ta’ala dengan salah satu atau semua jenis-jenis tawassul yang disyariatkan, yaitu: Tawassul dengan menggunakan nama-nama dan sifat-sifat Allah, tawassul dengan amalan saleh, dan tawassul dengan perantaraan doa orang saleh yang masih hidup.
4. Tidak memaksakan diri dalam memperindah lafazh (sajak) doa (arab: as-saja’).
Dari Ibnu Abbas beliau berkata, “Jauhilah as-saja’ dalam berdoa, karena
sesungguhnya aku mendapati Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-
dan para sahabatnya tidak melakukan kecuali itu -yakni: Mereka tidak
melakukan kecuali menjauhi hal itu-.” (HR. Al-Bukhari no. 6337)
5. Mengulangi doa sebanyak tiga kali.
Dalil dalam masalah ini cukup banyak, di antaranya adalah ucapan Ibnu
Mas’ud bahwa Nabi -alaihishshalatu wassalam- mengangkat kepalanya
kemudian berdoa, “Ya Allah binasakanlah Quraisy,” sebanyak tiga kali.
(HR. Al-Bukhari no. 240 dan Muslim no. 1794)
6. Menghadap ke arah kiblat.
Dari Badr bin Zaid dia berkata,“Nabi -shallallahu alaihi wasallam-
pernah keluar ke lapangan ini untuk meminta hujan, maka beliau berdoa
dan shalat istisqa`, kemudian beliau menghadap ke kiblat dan membalik
kain yang beliau pakai.” (HR. Al-Bukhari -dan ini adalah lafazhnya- no.
6343)
7. Mengangkat kedua tangan ketika berdoa.
Dari Salman -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu
alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya Rabb kalian -Tabaraka wa
Ta’ala- Maha Malu lagi Maha Pemurah kepada hamba-Nya, Dia malu kepada
hamba-Nya tatkala dia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lantas Dia
mengembalikannya dalam keadaan kosong.” (HR. Abu Daud no. 1488,
At-Tirmizi: 5/ 557, dan selain keduanya. Ibnu Hajar berkata, “Sanadnya
jayyid,” dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi:
3/179)
8. Berwudhu sebelum berdoa, jika memungkinkan.
Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari bahwa Rasulullah -shallallahu alaihi
wasallam- meminta air lalu berwudhu kemudian beliau mengangkat kedua
tangannya lalu berdoa, “Ya Allah, ampunilah Ubaid Abu Amir.” (HR.
Al-Bukhari: 5/101 dan Muslim: 4/1943. Lihat Al-Fath: 8/42,)
9. Menangis ketika berdoa karena takut kepada Allah Ta’ala.
10. Jika dia mendoakan orang lain maka hendaknya dia mulai dengan mendoakan dirinya sendiri.
Dari Ubay bin Ka’ab -radhiallahu anhu- dia berkata,“Jika Rasulullah
-shallallahu alaihi wasallam- menyebut seseorang lalu mendoakannya,
maka beliau mulai dengan mendoakan diri beliau sendiri.” (HR.
At-Tirmizi: 5/463)
Hanya saja juga telah shahih riwayat bahwa beliau -shallallahu alaihi wasallam- tidak memulai dengan diri beliau sendiri, seperti pada doa beliau untuk Anas, Ibnu Abbas, dan ibunya Ismail -radhiallahu anhum-. (Lihat: Syarh Shahih Muslim: 15/144, Fath Al-Bari: 1/218, dan Tuhfah Al-Ahwadzi Syarh Sunan At-Tirmizi: 9/328)
11. Dan tentu saja dia tidak meminta kecuali hanya kepada Allah semata.
Dari Ibnu Abbas -radhiallahu anhuma- dia berkata: Saya pernah berada di
belakang Nabi -shallallahu alaihi wasallam- lalu beliau bersabda,
“Wahai anak kecil, sesungguhnya saya akan mengajarkan kepadamu beberapa
ucapan: Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah
niscaya kamu akan mendapati Dia berada di depanmu. Jika kamu meminta
maka mintalah hanya kepada Allah, dan jika kamu meminta pertolongan
maka mintalah pertolongan hanya kepada Allah.” (HR. At-Tirmizi: 4/667
dan Ahmad: 1/293. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih
At-Tirmizi: 2/309)
____________
Sumber: http://al-atsariyyah.com/adab-adab-berdoa.html
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/06/adab-adab-berdoa.html