1. Dari Abu Hurairah
radhiallahu 'anhu:
Adalah Rasulullah
shallallahu 'alahi wasallam memberi khabar gembira kepada para sahabatnya dengan
bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi.
Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan ini pintu-pintu Surga
dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga terdapat pada
bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak
memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa'." (HR. Ahmad
dan An-Nasa'i)
2. Dari Ubadah bin
AshShamit, bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
"Telah datang
kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, Allah mengunjungimu pada bulan ini
dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah
melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para
malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu.
Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan
ini. " (HR.Ath-Thabrani, dan
para periwayatnya terpercaya).
Al-Mundziri berkata:
"Diriwayatkan oleh An-Nasa'i dan Al-Baihaqi, keduanya dari Abu Qilabah,
dari Abu Hurairah, tetapi setahuku dia tidak pemah mendengar darinya."
3. Dari Abu Hurairah
radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
"Umatku pada bulan
Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya,
yaitu: bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma
kesturi, para malaikat memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka,
Allah Azza Wa Jalla setiap hari menghiasi Surga-Nya lalu berfirman (kepada
Surga),'Hampir tiba saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan
derita serta mereka menuju kepadamu, 'pada bulan ini para jin yang jahat diikat
sehingga mereka tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan
kepada ummatku ampunan pada akhir malam. "Beliau ditanya, 'Wahai
Rasulullah apakah malam itu Lailatul Qadar' Jawab beliau, 'Tidak. Namun orang
yang beramal tentu diberi balasannya jika menyelesaikan amalnya.' " (HR. Ahmad)'"
Isnad hadits tersebut
dha'if, dan di antara bagiannya ada nash-Nash lain yang memperkuatnya.
KEUTAMAAN
PUASA
1. Dalil :
Diriwayatkan dalam Shahih
Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi
shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
"Setiap amal yang
dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali
lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman, 'Kecuali
puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. la telah meninggalkan
syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.' Orang yang berpuasa mendapatkan dua
kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika
berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum
daripada aroma kesturi."
2. Bagaimana ber-taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah?
Perlu diketahui, bahwa
ber-taqarrub kepada Allah tidak dapat dicapai dengan meninggalkan syahwat ini
-yang selain dalam keadaan berpuasa adalah mubah- kecuali setelah ber-taqarrub
kepada-Nya dengan meninggalkan apa yang diharamkan Allah dalam segala hal,
seperti: dusta, kezhaliman dan pelanggaran terhadap orang lain dalam masalah
darah, harta dan kehormatannya. Untuk itu, Nabi shallallahu 'alahi wasallam
bersabda : "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan
dusta maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan dan minum."
(HR. Al-Bukhari).
Inti pernyataan ini, bahwa
tidak sempurna ber-taqarrub kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan hal-hal
yang mubah kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan hal-hal
yang haram.
Dengan demikian, orang
yang melakukan hal-hal yang haram kemudian ber-taqarrub kepada Allah dengan
meninggalkan hal-hal yang mubah, ibaratnya orang yang meninggalkan hal-hal yang
wajib dan ber-taqarrub dengan hal-hal yang sunat.
Jika seseorang dengan
makan dan minum berniat agar kuat badannya dalam shalat malam dan puasa maka ia
mendapat pahala karenanya. Juga jika dengan tidurnya pada malam dan siang hari
berniat agar kuat beramal (bekerja) maka tidurnya itu merupakan ibadah.
Jadi orang yang berpuasa
senantiasa dalam keadaan ibadah pada siang dan malam harinya. Dikabulkan
do'anya ketika berpuasa dan berbuka. Pada siang harinya ia adalah orang yang
berpuasa dan sabar, sedang pada malam harinya ia adalah orang yang memberi
makan dan bersyukur.
3. Syarat mendapat pahala
puasa :
Di antara syaratnya, agar
berbuka puasa dengan yang halal. Jika berbuka puasa dengan yang haram maka ia
termasuk orang yang menahan diri dari yang dihalalkan Allah dan memakan apa
yang diharamkan Allah, dan tidak dikabulkan do'anya.
Orang berpuasa yang
berjihad :
Perlu diketahui bahwa
orang mukmin pada bulan Ramadhan melakukan dua jihad, yaitu :
- Jihad untuk dirinya pada siang hari dengan puasa.
- Jihad pada malam hari dengan shalat malam.
Barangsiapa yang memadukan
kedua jihad ini, memenuhi segala hak-haknya dan bersabar terhadapnya, niscaya
diberikan kepadanya pahala yang tak terhitung. (Lihat Lathaa'iful Ma 'arif,
oleh Ibnu Rajab, him. 163,165 dan 183).
KEKHUSUSAN
DAN KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN
1. Puasa Ramadhan adalah
rukun keempat dalam Islam. Firman Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah : 183).
Sabda Nabi shallallahu
'alahi wasallam:
“Islam didirikan di
atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada sembahan yang haq selain Allah dan
Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan dan pergi haji ke Baitul Haram. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ibadah puasa merupakan
salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk
mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan kebaikan, dan pengangkatan
derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya dari
amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah dalam hadits yang disampaikan oleh Nabi:
"Puasa itu
untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang berpuasa mendapatkan dua
kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika
berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum dari
pada aroma kesturi." (Hadits
Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi shallallahu
'alahi wasallam:
"Barangsiapa
berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka untuk memperoleh
ampunan dengan puasa Ramadhan, harus ada dua syarat berikut ini:
- Mengimani dengan benar akan kewajiban ini.
- Mengharap pahala karenanya di sisi Allah Ta'ala.
2. Pada bulan Ramadhan
diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi umat manusia dan berisi
keterangan-keterangan tentang petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang
bathil.
3. Pada bulan ini
disunatkan shalat tarawih, yakni shalat malam pada bulan Ramadhan, untuk
mengikuti jejak Nabi, para sahabat dan Khulafaur Rasyidin. Sabda Nabi
shallallahu 'alahi wasallam
"Barangsiapa
mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah)
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
4. Pada bulan ini terdapat
Lailatul Qadar (malam mulia), yaitu malam yang lebih baik daripada seribu
bulan, atau sama dengan 83 tahun 4 bulan. Malam di mana pintu-pintu
langit dibukakan, do'a dikabulkan, dan segala takdir yang terjadi pada tahun
itu ditentukan. Sabda Nabi shallallahu 'alahi wasallam:
"Barangsiapa
mendirikan shalat pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala, dari
Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Malam ini terdapat pada sepuluh
malam terakhir, dan diharapkan pada malam-malam ganjil lebih kuat daripada
di malam-malam lainnya. Karena itu, seyogianya seorang muslim yang senantiasa
mengharap rahmat Allah dan takut dari siksa-Nya, memanfaatkan kesempatan pada
malam-malam itu dengan bersungguh-sungguh pada setiap malam dari kesepuluh
malam tersebut dengan shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a,
istighfar dan taubat yang sebenar-benamya. Semoga Allah menerima amal ibadah
kita, mengampuni, merahmati, dan mengabulkan do'a kita.
5. Pada bulan ini terjadi
peristiwa besar yaitu Perang Badar, yang pada keesokan harinya Allah membedakan
antara yang haq dan yang bathil, sehingga menanglah Islam dan kaum muslimin
serta hancurlah syirik dan kaum musyrikin.
6. Pada bulan suci ini
terjadi pembebasan kota Makkah Al-Mukarramah, dan Allah memenangkan Rasul-Nya,
sehingga masuklah manusia ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong dan
Rasulullah menghancurkan syirik dan paganisme (keberhalaan) yang terdapat di
kota Makkah, dan Makkah pun menjadi negeri Islam.
7. Pada bulan ini
pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan para setan diikat.
Betapa banyak berkah dan
kebaikan yang terdapat dalam bulan Ramadhan. Maka kita wajib memanfaatkan
kesempatan ini untuk bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan beramal
shalih, semoga kita termasuk orang-orang yang diterima amalnya dan beruntung.
Perlu diingat, bahwa ada
sebagian orang –semoga Allah menunjukinya- mungkin berpuasa tetapi tidak
shalat, atau hanya shalat pada bulan Ramadhan saja. Orang seperti ini tidak
berguna baginya puasa, haji, maupun zakat. Karena shalat adalah sendi agama
Islam yang ia tidak dapat tegak kecuali dengannya. Sabda Nabi shallallahu
'alahi wasallam:
"Jibril datang
kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad, siapa yang menjumpai bulan Ramadhan,
namun setelah bulan itu habis dan ia tidak mendapat ampunan, maka jika mati ia
masuk Neraka. Semoga Allah menjauhkannya. Katakan: Amin!. Aku pun mengatakan:
Amin. " (HR. Ibnu Khuzaimah
dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya) "' Lihat kitab An Nasha i'hud Diniyyah,
him. 37-39.
Maka seyogianya
waktu-waktu pada bulan Ramadhan dipergunakan untuk berbagai amal kebaikan,
seperti shalat, sedekah, membaca Al-Qur'an, dzikir, do'a dan istighfar.
Ramadhan adalah kesempatan untuk menanam bagi para hamba Allah, untuk
membersihkan hati mereka dari kerusakan.
Juga wajib menjaga anggota
badan dari segala dosa, seperti berkata yang haram, melihat yang haram, mendengar
yang haram, minum dan makan yang haram agar puasanya menjadi bersih dan
diterima serta orang yang berpuasa memperoleh ampunan dan pembebasan dari api
Neraka.
Tentang keutamaan
Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
'"Aku melihat
seorang laki-laki dari umatku terengah-tengah kehausan, maka datanglah
kepadanya puasa bulan Ramadhan lalu memberinya minum sampai kenyang " (HR. At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan Ath-Thabarani
dalam Al-Mu'jam Al-Kabir dan hadits ini hasan).
"Shalat lima waktu,
shalat Jum'at ke shalat Jum'at lainnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya
menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika dosa-dosa besar
ditinggalkan. " (HR.Muslim).
Jadi hal-hal yang fardhu
ini dapat menghapuskan dosa-dosa kecil, dengan syarat dosa-dosa besar
ditinggalkan. Dosa-dosa besar, yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman di
dunia dan siksaan di akhirat. Misalnya: zina, mencuri, minum arak, mencaci
kedua orang tua, memutuskan hubungan kekeluargaan, transaksi dengan riba,
mengambil risywah (uang suap), bersaksi palsu, memutuskan perkara dengan selain
hukum Allah.
Seandainya tidak terdapat
dalam bulan Ramadhan keutamaan-keutamaan selain keberadaannya sebagai salah
satu fardhu dalam Islam, dan waktu diturunkannya Al-Qur'anul Karim, serta
adanya Lailatul Qadar -yang merupakan malam yang lebih balk daripada seribu
bulan- di dalamnya, niscaya itu sudah cukup, Semoga Allah melimpahkan
taufik-Nya. (Lihat kitab Kalimaat Mukhtaarah, hlm. 74 - 76).
HUKUM-HUKUM
YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN
1. Definisi :
Puasa ialah menahan diri
dari makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai
terbenamnya matahari. Firman Allah Ta 'ala:
" …….dan makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam ... "(Al-Baqarah: 187),
2. Kapan dan bagaimana
puasa Ramadhan diwajibkan?
Puasa Ramadhan wajib
dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari.
Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan
seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan
kesaksian dua orang yang dipercaya.
3. Siapa yang wajib
berpuasa Ramadhan ?
Puasa Ramadhan diwajibkan
atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk
berpuasa.
4. Syarat wajibnya puasa
Ramadhan ?
Adapun syarat-syarat
wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
5. Kapan anak kecil
diperintahkan puasa ?
Para ulama mengatakan Anak
kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh
shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan
membiasakan diri.
6 Syarat sahnya puasa.
Syarat-syarat sahnya puasa
ada enam :
- Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
- Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
- Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang baik dengan yang buruk).
- Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
- Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
- Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alahi wasallam : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. " (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan
tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan
meniatkan puasa di salah satu bagian malam.
SUNNAH-SUNNAH
PUASA
Sunah puasa ada enam :
- Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.
- Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
- Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal kebajikan lainnya.
- Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.
- Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a : "Ya Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "
- Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.
HUKUM ORANG
YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN
Diperbolehkan tidak
puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan:
- Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:
" …..Maka
barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain... "
(Al-Baqarah:184).
Maksudnya, jika orang
sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha
(menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan
Ramadhan.
- Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha berkata :
"Jika kami
mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak
diperintahkan menggadha shalat. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih).
- Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus meng-qadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan ole h Abu Dawud. '7, Lihat kitab Ar Raudhul Murbi', 1/124.
- Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. (Lihat kitab Tafsir Ibnu Kalsir, 1/215). Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam tangan) gandum, atau satu sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya. Lihat kitab 'Lrmdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, hlm. 28.
Hukum jima'pada siang
hari bulan Ramadhan.
Diharamkan melakukan jima'
(bersenggama) pada siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus
meng-qadha dan membayar kaffarah mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan
hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan
berturut-turut; jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin; dan jika
tidak punya maka bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah Ta'ala.
"Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..." (Al-Baqarah: 285). Lihat kitab Majalisu Syahri
Ramadhan, hlm. 102 - 108.
HAL-HAL YANG
MEMBATALKAN PUASA
- Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
- Jima' (bersenggama).
- Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
- Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
- Keluarnya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
- Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam “Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. " (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Dalam lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya)." DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
- Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (Al-An'aam: 88).
- Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
- Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
Kewajiban orang yang
berpuasa :
Orang yang berpuasa, juga
lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan
kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba), laknat mendo'akan orang dijauhkan
dari rahmat Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah
dan perutnya dari perkataan yang haram, penglihatan yang haram, pendengaran
yang haram, makan dan minum yang haram.
Puasa yang disunatkan :
- Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal,
- 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh),
- hari Senin dan Kamis,
- 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah),
- hari 'Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi.
PESAN DAN
NASEHAT
Manfaatkan dan pergunakan
masa hidup Anda, kesehatan dan masa muda Anda dengan amal kebaikan sebelum maut
datang menjemput. Bertaubatlah kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dalam
setiap waktu dari segala dosa dan perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu
Allah dan perintah-perintah-Nya serta jauhilah apa-apa yang diharamkan dan
dilarang-Nya, baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan lainnya.
Jangan sampai Anda
menunda-nunda taubat, lain Anda pun mati dalam keadaan maksiat sebelum sempat
bertaubat, karena Anda tidak tahu apakah Anda dapat menjumpai lagi bulan
Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah
dalam mengurus keluarga, anak-anak dan siapa saja yang menjadi tanggung jawab
Anda agar mereka taat kepada Allah dan menjauhkan diri dari maksiat kepada-Nya.
Jadilah suri tauladan yang baik bagi mereka dalam segala bidang, karena Andalah
pemimpin mereka dan bertanggung jawab atas mereka di hadapan Allah Ta'ala.
Bersihkan rumah Anda dari segala bentuk kemungkaran yang menjadi penghalang
untuk berdzikir dan shalat kepada Allah.
Sibukkan diri dan keluarga
Anda dalam hal yang bermanfaat bagi Anda dan mereka. Dan ingatkan mereka agar
menjauhkan diri dari hal yang membahayakan mereka dalam agama, dunia dan
akhirat mereka.
Semoga Allah melimpahkan
taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya.
Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad,
segenap keluarga dan para sahabatnya.
QIYAM
RAMADHAN
1.Dalilnya :
Dari Abu Hurairah
radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala
(dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Dari Abdurrahman bin Auf
radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut
bulan Ramadhan seraya bersabda :
"Sungguh, Ramadhan
adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan kusunatkan shalat malamnya.
Maka barangsiapa menjalankan puasa dan shalat malam pada bulan itu karena iman
dan mengharap pahala, niscaya bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika
dilahirkan ibunya." (HR.
An-Nasa'i, katanya: yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al
Arna'uth dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan
dengan adanya nash-nash lain yang memperkuatnya.
2. Hukumnya:
Qiyam Ramadhan (shalat
malam Ramadhan) hukumnya sunnah mu 'akkadah (ditekankan), dituntunkan oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau anjurkan serta sarankan
kepada kaum Muslimin. Juga diamalkan oleh Khulafa' Rasyidin dan para sahabat
dan tabi'in. Karena itu, seyogianya seorang muslim senantiasa mengerjakan
shalat tarawih pada bulan Ramadhan dan shalat malam pada sepuluh malam
terakhir, untuk mendapatkan Lailatul Qadar
3, Keutamaannya:
Qiyamul lail (shalat
malam) disyariatkan pada setiap malam sepanjang tahun. Keutamaannya besar dan
pahalanya banyak.
Firman Allah Ta'ala :
"Lambung mereka
jauh dari tempat tidurnya ''( Maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya
orang tidur, untuk mengejakan shalat malam) , sedang mereka berdo'a kepada
Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian dari
rizki yang Kami berikan kepada mereka."(AsSajdah: 16).
Ini merupakan sanjungan
dan pujian dari Allah bagi orang-orang yang mendirikan shalat tahajjud di malam
hari. Dan sanjungan Allah kepada kaum lainnya dengan firman-Nya :
"Mereka sedikit
sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka momohon ampun
(kepada Allah)."
(Adz-Dzaariyaat: 17-18).
"Dan orang-orang
yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (Al-Furqaan: 64).
Diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi (dengan mengatakan: Hadits ini hasan shahih dan hadist ini
dinyatakan shahih oleh Al-Hakim) dari Abdullah bin Salam, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Wahai sekalian
manusia, sebarkan salam, berilah orang miskin makan, sambungkan tali
kekeluargaan dan shalatlah pada waktu malam ketika semua manusia tidur, niscaya
kalian masuk Surga dengan selamat."
Juga diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi dari Bilal, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah kamu
mendirikan shalat malam karena itu tradisi orang-orang shalih sebelummu.
Sungguh, shalat malam mendekatkan dirimu kepada Tuhanmu, menghapuskan
kesalahan, menjaga diri dari dosa dan mengusir penyakit dari tubuh" (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim dan
Adz-Dzahabi menyetujuinya, 1/308),
Dalam hadits kaffarah dan
derajat, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Dan termasuk
derajat: memberi makan, berkata baik, dan mendirikan shalat malam ketika
orang-orang tidur': dinyatakan
shahih oleh Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)" Lihat kitab Wazhaa'ifu Ramadhan,
oleh Ibnu Qaasim, hlm. 42, 43.
Dan sabda Nabi shallallahu
'alaihi wasalllam :
"Sebaik-baik
shalat setelah fardhu adalah shalat malam." (HR. Muslim).
4, Bilangannya :
Termasuk shalat malam:
witir, paling sedikit satu raka'at dan paling banyak 11 raka'at. Boleh
melakukan witir dengan satu raka'at saja, berdasarkan sabda Nabi shallallahu
'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang
ingin melakukan witir dengan satu raka'at maka lakukanlah." HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i.
Atau witir dengan tiga
raka'at, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang
ingin melakukan witir dengan tiga raka 'at maka lakukanlah." (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i)·
Hal ini boleh dilakukan
dengan sekali salam, atau shalat dua raka'at dan salam kemudian shalat raka'at
ketiga.
Atau witir dengan lima
raka'at, dilakukan tanpa duduk dan tidak salam kecuali pada akhir raka'at.
Berdasarkan sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa ingin
melakukan witir dengan lima raka'at maka lakukanlah."(HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i).
Dari Aisyah radhiallahu
'anha, beliau mengatakan:
"Nabi shallallahu
'alaihi wasallam biasanya shalat malam tiga belas raka'at, termasuk di dalamnya
witir dengan lima raka 'at tanpa duduk di salah satu raka'at pun kecuali pada
raka'at terakhir." (Hadits
Muttafaq 'Alaih).
Ketiga hadits tersebut
dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban.
Atau witir dengan tujuh
raka'at; dilakukan sebagaimana lima raka'at. Berdasarkan penuturan Ummu Salamah
radhiallahu 'anha :
"Nabi shallallahu
'alaihi wasallam biasanya melakukan witir dengan tujuh dan lima raka'at tanpa
diselingi dengan salam dan ucapan."(HR, Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Boleh juga melakukan witir
dengan sembilan, sebelas, atau tiga belas raka'at. Dan yang afdhal adalah salam
setiap dua rakaat kemudian witir dengan satu raka'at.
Shalat malam pada bulan Ramadhan
memiliki keutamaan dan keistimewaan atas shalat malam lainnya.
5. Waktunya :
Shalat malam Ramnahaan
mencakup shalat pada permulaan malam dan pada akhir malam.
6. Shalat Tarawih:
Shalat tarawih terrnasuk
qiyam Ramadhan. Karena itu, hendaklah bersungguh-sungguh dan memperhatikannya
serta mengharapkan pahala dan balasannya dari Allah. Malam Ramadhan adalah
kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang mu'min yang berakal akan
memanfaatkannya dengan baik tanpa terlewatkan.
Jangan sampai ditinggalkan
shalat tarawih, agar memperoleh pahala dan ganjarannya. Dan jangan pulang dari
shalat tarawih sebelum imam selesai darinya dan dari shalat witir, agar
mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa
mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat
semalam suntuk. " (HR. Para
penulis kitab Sunan,dengan sanad shahih) Lihat kitab Majalisu Syahri Ramndhan,
oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, him. 26-30.
Shalat tarawih adalah
sunat, dilakukan dengan berjama'ah lebih utama. Demikian yang masyhur dilakukan
para sahabat, dan diwarisi oleh umat ini dari mereka generasi demi generasi.
Shalat ini tidak ada batasannya. Boleh melakukan shalat 20 raka'at, 36 raka'at,
11 raka'at, atau 13 raka'at; semuanya baik. Banyak atau sedikitnya raka'at
tergantung pada panjang atau pendeknya bacaan ayat. Dalam shalat diminta supaya
khusyu', bertuma'ninah, dihayati dan membaca dengan pelan; dan itu tidak bisa
dengan cepat dan tergesa-gesa. Dan sepertinya lebih baik apabila shalat
tersebut hanya dilakukan 11 raka'at.(Yaitu berdasarkan hadits Aisyah
radiallahu'anha yang artinya : " Tiadalah Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam menambah (rakaat), baik di bulan Ramadhan atau (di bulan) lainya lebih
dari sebelas rakaat". (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa'i)
MEMBACA
AL-QUR'ANUL KARIM DI BULAN RAMADHAN DAN LAINNYA
Segala puji bagi Allah,
yang telah menurunkan kepada hamba-Nya kitab Al-Qur'an sebagai penjelasan atas
segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang muslim.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya
Muhammad, yang diutus Allah sebagai rahmat bagi alam semesta.
Adalah ditekankan bagi
seorang muslim yang mengharap rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya untuk
memperbanyak membaca Al-Qur'anul Karim pada bulan Ramadhan dan buian-bulan
lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, mengharap ridha-Nya,
memperoleh keutamaan dan pahala-Nya. Karena Al-Qur'anul Karim adalah
sebaik-baik kitab, yang diturunkan kepada Rasul termulia, untuk umat terbaik
yang pernah dilahirkan kepada umat manusia; dengan syari'at yang paling utama,
paling mudah, paling luhur dan paling sempurna.
Al-Qur'an diturunkan untuk
dibaca oleh setiap orang muslim, direnungkan dan dipahami makna, perintah dan
larangannya, kemudian diamalkan. Sehingga ia akan menjadi hujjah baginya di
hadapan Tuhannya dan pemberi syafa'at baginya pada hari Kiamat.
Allah telah menjamin bagi
siapa yang membaca Al-Qur'an dan mengamalkan isi kandungannya tidak akan
tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat, dengan firmanNya "Maka
barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka." (Thaha:123),
Janganlah seorang muslim
memalingkan diri dari membaca kitab Allah, merenungkan dan mengamalkan isi
kandungannya. Allah telah mengancam orang-orang yang memalingkan diri darinya
dengan firman-Nya :
"Barangsiapa
berpaling dari Al-Qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di
hari Kiamat." (Thaha : 100),
"Dan barangsiapa
berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan
buta." (Thaha: 124),
Di antara keutamaan
Al-Qur'an :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. " (An-Nahl: 89),
2. Firman Allah Ta'ala .
“.. Sesungguhnya telah
datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab
itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan
keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu
dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus. " (Al-Ma'idah: 15-16).
3. Firman Allah Ta 'ala :
"Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman."
(Yunus: 57).
4. Sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam :
"Bacalah
Al-Qur'an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa 'at
bagi pembacanya." (HR. Muslim
dari Abu Umamah).
5. Dari An-Nawwas bin
Sam'an radhiallahu 'anhu, katanya : Aku mendengar Rasul shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda :
"Didatangkan pada
hari Kiamat Al-Qur'an dan para pembacanya yang mereka itu dahulu mengamalkannya
di dunia, dengan didahului oleh surat Al Baqarah dan Ali Imran yang membela
pembaca kedua surat ini."
(HR, Muslim).
6. Dari Utsman bin Affan
radhiallahu 'anhu, katanya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sebaik-baik
kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Al-Bukhar)
7. Dari Ibnu Mas'ud
radhiallahu 'anhu, katanya : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu
kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim
itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu
huruf." (HR. At-Tirmidzi,
katanya: hadits hasan shahih).
8. Dari Abdullah bin Amr
bin Al 'Ash radhiallahu 'anhuma, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Dikatakan kepada
pembaca Al-Qur'an: "Bacalah, naiklah dan bacalah dengan pelan sebagaimana
yang telah kamu lakukan di dunia, karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang
kamu baca."(HR. Abu Dawud dan
At-Tirmidzi dengan mengatakan: hadits hasan shahih).
9. Dari Aisyah radhiallahu
'anhu, katanya : Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Orang yang
membaca Al-Qur'an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia lagi
taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah
membacanya baginya dua pahala."
(Hadits Muttafaq 'Alaih). Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah
payahnya.
10. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidak boleh hasut
kecuali dalam dua perkaua, yaitu: orang yang dikaruniai Allah Al-Qur'an lalu
diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang dikaruniai Allah harta
lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang "(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Yang dimaksud hasut di
sini yaitu mengharapkan seperti apa yang dimiliki orang lain. ( Lihat kitab
Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469.)
Maka bersungguh-sungguhlah
-semoga Allah menunjuki Anda kepada jalan yang diridhaiNya untuk mempelajari
Al-Qur'anul Karim dan membacanya dengan niat yang ikhlas untuk Allah Ta'ala.
Bersungguh-sungguhlah untuk mempelajari maknanya dan mengamalkannya, agar
mendapatkan apa yang dijanjikan Allah bagi para ahli Al-Qur'an berupa keutamaan
yang besar, pahala yang banyak, derajat yang tinggi dan kenikmatan yang abadi.
Para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dahulu jika mempelajari
sepuluh ayat dari Al-Qur'an, mereka tidak melaluinya tanpa mempelajari makna
dan cara pengamalannya.
Dan perlu Anda ketahui,
bahwa membaca Al-Qur'an yang berguna bagi pembacanya, yaitu membaca disertai
merenungkan dan memahami maknanya, perintah-perintahnya dan
larangan-larangannya. Jika ia menjumpai ayat yang memerintahkan sesuatu maka ia
pun mematuhi dan menjalankannya, atau menjumpai ayat yang melarang sesuatu maka
iapun meninggalkan dan menjauhinya. Jika ia menjumpai ayat rahmat, ia memohon
dan mengharap kepada Allah rahmat-Nya; atau menjumpai ayat adzab, ia berlindung
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan takut akan siksa-Nya. Al-Qur'an itu
menjadi hujjah bagi orang yang merenungkan dan mengamalkannya; sedangkan yang
tidak mengamalkan dan memanfaatkannya maka Al-Qur'an itu menjadi hujjah
terhadap dirinya (mencelakainya).
Firman Allah Ta 'ala :
"lni adalah sebuah
kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran
mendapatkan pelajaran."
(Shad: 29).
Bulan Ramadhan memiliki
kekhususan dengan Al-Qura'nul Karim, sebagaimana firman Allah: "Bulan
Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Qur'an ... "(Al-Baqarah:
185).
Dan dalam hadits shahih
dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertemu dengan Jibril
pada bulan Ramadhan setiap malam untuk membacakan kepadanya Al-Qur'anul Karim.
Hal itu menunjukkan
dianjurkannya mempelajari Al-Qur'an pada bulan Ramadhan dan berkumpul untuk
itu, juga membacakan Al-Qur'an kepada orang yang lebih hafal. Dan juga
menunjukkan dianjurkannya memperbanyak bacaan Al-Qur'an pada bulan Ramadhan.
Tentang keutamaan
berkumpul di masjid-masjid untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidaklah
berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah dan
mempelajarinya di antara mereka, kecuali turunlah ketenangan atas mereka, serta
mereka diliputi rahmat, dikerumuni para malaikat dan disebut-sebut oleh Allah
kepada para malaikat di hadapan-Nya." (HR. Muslim).
Ada dua cara untuk
mempelajari Al-Qur'anul Karim:
1. Membaca ayat yang
dibaca sahabat Anda.
2. Membaca ayat
sesudahnya. Namun cara pertama lebih baik.
Dalam hadits Ibnu Abbas di
atas disebutkan pula mudarasah antara Nabi dan Jibril terjadi pada malam hari.
Ini menunjukkan dianjurkannya banyak-banyak membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan
pada malam hari, karena malam merupakan waktu berhentinya segala kesibukan,
kembali terkumpulnya semangat dan bertemunya hati dan lisan untuk merenungkan.
Seperti dinyatakan dalam firman Allah :
"Sesungguhnya
bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu '), dan bacaan di waktu
itu lebih berkesan."(Al-Muzzammil:
6).
Disunatkan membaca
Al-Qur'an dalam kondisi sesempurna mungkin, yakni dengan bersuci, menghadap
kiblat, mencari waktu-waktu yang paling utama seperti malam, setelah maghrib
dan setelah fajar.
Boleh membaca sambil
berdiri, duduk, tidur, berjalan dan menaiki kendaraan. Berdasarkan firman Allah
:
"(Yaitu)
orang-orang yang dzikir kedada Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan
berbaring... "(A1'Imran:
191).
Sedangkan Al-Qur'anul
Karim merupakan dzikir yang paling agung.
KADAR BACAAN
YANG DISUNATKAN
Disunatkan mengkhatamkan
Al-Qur'an setiap minggu, dengan setiap hari membaca sepertujuh dari Al-Qur'an
dengan melihat mushaf, karena melihat mushaf merupakan ibadah. Juga
mengkhatamkannya kurang dari seminggu pada waktu-waktu yang mulia dan di
tempat-tempat yang mulia, seperti: Ramadhan, Dua Tanah Suci dan sepuluh hari
Dzul Hijjah karena memanfaatkan waktu dan tempat. Jika membaca Al-Qur'an khatam
dalam setiap tiga hari pun baik, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam kepada Abdullah bin Amr :
"Bacalah Al-Qur'an
itu dalam setiap tiga hari "(
Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him. 169-172 dan Haasyiatu
Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 107.)
Dan makruh menunda khatam
Al-Qur'an lebih dari empat puluh hari, bila hal tersebut dikhawatirkan
membuatnya lupa. Imam Ahmad berkata : "Betapa berat beban Al-Qur'an itu
bagi orang yang menghafalnya kemudian melupakannya."
Dilarang bagi yang
berhadats kecil maupun besar menyentuh mushaf, dasarnya firman Allah Ta 'ala :
"Tidak
menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan."(Al-Waqi'ah: 79).
Dan sabda Nabi shallallahu
'alaihi wassallam :
"Tidak dibenarkan
menyentuh Al-Qur'an ini kecuali orang yang suci. " (HR. Malik dalam
Al-Muwaththa,Ad-Daruquthni dan lainnya)" (Hai ini diperkuat hadits Hakim
bin Hizam yang lafazhnya: "Jangan menyentuh Al-qur'an kecuali jika kamu
suci." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim dengan menyatakannya shahih).
AL-QUR'ANUL
KARIM SYARI'AT SEMPURNA
Asy-Syathibi dalam kitab
Al-Muwaafaqaat mengatakan : "Sudah menjadi kesepakatan bahwa kitab yang
mulia ini adalah syari'at yang sempurna, sendi agama, sumber hikmah, bukti
kerasulan, cahaya penglihatan dan hujjah. Tiada jalan menuju Allah selainnya,
tiada keselamatan kecuali dengannya dan tidak ada yang dapat dijadikan pegangan
sesuatu yang menyelisihinya. Kalau demikian halnya, mau tidak mau bagi siapa
yang hendak mengetahui keuniversalan syariat, berkeinginan mengenal
tujuan-tujuannya serta mengikuti jejak para ahlinya harus menjadikannya sebagai
kawan bercakap dan teman duduknya sepanjang siang dan malam dalam teori dan
praktek; maka dekat waktunya ia mencapai tujuan dan menggapai cita-cita serta
mendapati dirinya termasuk orang-orang pendahulu, dan dalam rombongan pertama
jika ia mampu. Dan tidaklah mampu atas hal itu kecuali orang yang senantiasa
menggunakan apa yang dapat membantunya, yaitu sunnah yang menjelaskan kitab
ini. Selainnya, adalah ucapan para imam terkemuka dan salaf pendahulu yang
dapat membimbingnya dalam tujuan yang mulia ini." ( Lihat AI Muwafaqaat,
oleh Asy-Syathibi, 31224.)
HUKUM
MELAGUKAN AL-QUR'AN
Pembaca dan pendengar
Al-Qur'an yang hatinya disibukkan dengan lagu dan sejenisnya -yang dapat
mengakibatkan perubahan firman Allah, padahal kita diperintahkan untuk
memperhatikannya sebenamya menghalangi hatinya dari apa yang dikehendaki Allah
dalam kitab-Nya, memutuskannya dari pemahaman firman-Nya. Mahasuci firman Allah
dari hal itu semua. Imam Ahmad melarang talhin dalam membaca Al-Qur'an, yaitu
yang menyerupai lagu, beliau berkata : "Itu bid'ah.”
Ibnu Katsir rahimahullah
dalam Fadhaa 'ilul Qur'an mengatakan: "Sasaran yang diminta menurut
syara' tiada lain yaitu memperindah suara yang dapat mendorong untuk
merenungkan dan memahami Al-Qur'an yang mulia dengan khusyu', tunduk, dan patuh
penuh ketaatan. Adapun suara-suara dengan lagu yang diada-adakan yang terdiri
atas nada dan irama yang melalaikan, serta aturan musikal, maka Al-Qur'an
adalah suci; dari hal ini dan tak layak jika dalam membacanya diperlakukan
demikian." (Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him.
125-126.)
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengatakan: "Irama-irama yang dilarang para ulama untuk
membaca Al-Qur'an yaitu yang dapat memendekkan huruf yang panjang, memanjangkan
yang pendek, menghidupkan huruf yang mati dan mematikan yang hidup. Mereka
lakukan hal itu supaya sesuai dengan irama lagu-lagu yang merdu. Jika hal itu
dapat mengubah aturan Al-Qur'an dan menjadikan harakat sebagai huruf, maka
haram hukumnya”. (Lihat Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim,
him. 107.)
SEDEKAH DI
BULAN RAMADHAN
Diriwayatkan dalam Shahih
Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas raldhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Nabi shallallahu
'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan
pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya
Al-Qur'an. Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu
membacakan kepadanya Al-Qur'an. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika
ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.”
Hadits ini diriwayatkan
pula oleh Ahmad dengan tambahan:
"Dan beliau tidak
pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya. "
Dan menurut riwayat
Al-Baihaqi, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk bulan Ramadhan membebaskan setiap
tawanan dan memberi setiap orang yang meminta. "
Kedermawanan adalah sifat
murah hati dan banyak memberi. Allah pun bersifat Maha Pemurah, Allah Ta'ala
Maha Pemurah, kedermawanan-Nya berlipat ganda pada waktu-waktu tertentu seperti
bulan Ramadhan.
Dan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, juga paling mulia, paling
berani dan amat sempurna dalam segala sifat yang terpuji; kedermawanan beliau
pada bulan Ramadhan berlipat ganda dibanding bulan-bulan lainnya, sebagaimana
kemurahan Tuhannya berlipat ganda pada bulan ini.
Berbagai pelajaran yang
dapat diambil dari berlipatgandanya kedermawanan Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam di bulan Ramadhan :
Bahwa kesempatan ini amat
berharga dan melipatgandakan amal kebaikan.
Membantu orang-orang yang
berpuasa dan berdzikir untuk senantiasa taat, agar memperoleh pahala seperti
pahala mereka; sebagaimana siapa yang membekali orang yang berperang maka ia
memperoleh seperti pahala orang yang berperang, dan siapa yang menanggung
dengan baik keluarga orang yang berperang maka ia memperoleh pula seperti
pahala orang yang berperang. Dinyatakan dalam hadits Zaid bin Khalid dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Barangsiapa
memberi makan kepada orang yang berpuasa maka baginya seperti pahala orang yang
berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun dari pahalanya. " (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Bulan Ramadhan adalah saat
Allah berderma kepada para hamba-Nya dengan rahmat, ampunan dan pembebasan dari
api Neraka, terutama pada Lailatul Qadar Allah Ta 'ala melimpahkan kasih-Nya
kepada para hamba-Nya yang bersifat kasih, maka barangsiapa berderma kepada
para hamba Allah niscaya Allah Maha Pemurah kepadanya dengan anugerah dan
kebaikan. Balasan itu adalah sejenis dengan amal perbuatan.
Puasa dan sedekah bila
dikerjakan bersama-sama termasuk sebab masuk Surga. Dinyatakan dalam hadits Ali
radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh di Surga
terdapat ruangan-ruangan yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian
dalamnya dapat dilihat dari luar. " Maka berdirilah kepada beliau seorang
Arab Badui seraya berkata: Untuk siapakah ruangan-ruangan itu wahai Rasulullah?
jawab beliau: "Untuk siapa saja yang berkata baik, memberi makan, selalu
berpuasa dan shalat malam ketika orang-orang dalam keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata, hadits ini
gharib)
Semua kriteria ini
terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul bagi orang mukmin dalam bulan ini;
puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan baik. Karena pada waktu ini orang
yang berpuasa dilarang dari perkataan kotor dan perbuatan keji. Sedangkan
shalat, puasa dan sedekah dapat menghantarkan pelakunya kepada Allah Ta 'ala.
Puasa dan sedekah bila
dikerjakan bersama-sama lebih dapat menghapuskan dosa-dosa dan menjauhkan dari
api Neraka Jahannam, terutama jika ditambah lagi shalat malam. Dinyatakan dalam
sebuah hadits bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu
merupakan perisai bagi seseorang dari api Neraka, sebagaimana perisai dalam
peperangan " ( Hadits riwayat
Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah dari Ustman bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan
oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan
disetujui Adz-Dzahabi.) Hadits riwayat Ahmad dengan isnad hasan dan Al-Baihaqi.
Diriwayatkan pula oleh
Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu perisai
dan benteng kokoh yang melindungi seseorang) dari api Neraka"
Dan dalam hadits Mu'adz
radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sedekah dan
shalat seseorang di tengah malam dapat menghapuskan dosa sebagaimana air
memadamkan api" (Hadist
riwayat At-Tirmidzi dan katrrnya. "Hadits hasan shnhih. "
Dalam puasa, tentu
terdapat kekeliruan serta kekurangan. Dan puasa dapat menghapuskan dosa-dosa
dengan syarat menjaga diri dari apa yang mesti dijaga. Padahal kebanyakan puasa
yang dilakukan kebanyakan orang tidak terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan
yang semestinya. Dan dengan sedekah kekurangan dan kekeliruan yang terjadi
dapat terlengkapi. Karena itu pada akhir Ramadhan, diwajibkan membayar zakat
fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan kotor dan perbuatan
keji.
Orang yang berpuasa
meninggalkan makan dan minumnya. Jika ia dapat membantu orang lain yang
berpuasa agar kuat dengan makan dan minum maka kedudukannya sama dengan orang
yang meninggalkan syahwatnya karena Allah, memberikan dan membantukannya kepada
orang lain. Untuk itu disyari'atkan baginya memberi hidangan berbuka kepada
orang-orang yang berpuasa bersamanya, karena makanan ketika itu sangat
disukainya, maka hendaknya ia membantu orang lain dengan makanan tersebut, agar
ia termasuk orang yang memberi makanan yang disukai dan karenanya menjadi orang
yang bersyukur kepada Allah atas nikmat makanan dan minuman yang dianugerahkan
kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh
nikmat ini hanyalah dapat diketahui nilainya ketika tidak didapatkan. (Lihat
kitab Larhaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178.)
Semoga Allah melimpahkan
taufik-Nya (kepada kita semua). Shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya.
TAFSIRAN
AYAT-AYAT TENTANG PUASA
Allah Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.
Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka) maka (wajiblah baginya bevpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak beupuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang
miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka
itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui "(Al-Baqarah:
183-184)
Allah berfirman yang
ditujukan kepada orang-orang beriman dari umat ini, seraya menyuruh mereka agar
berpuasa. Yaitu menahan dari makan, minum dan bersenggama dengan niat ikhlas
karena Allah Ta'ala. Karena di dalamnya terdapat penyucian dan pembersihan
jiwa, juga menjernihkannya dari pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak yang
rendah.
Allah menyebutkan, di
samping mewajibkan atas umat ini, hal yang sama juga telah diwajibkan atas
orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari sanalah mereka mendapat teladan.
Maka, hendaknya mereka berusaha menjalankan kewajiban ini secara lebih sempurna
dibanding dengan apa yang telah mereka kerjakan. (Tafsir Ibn Katsir, 11313.)
Lalu, Dia memberikan
alasan diwajibkannya puasa tersebut dengan menjelaskan manfaatnya yang besar
dan hikmahnya yang tinggi. Yaitu agar orang yang berpuasa mempersiapkan diri
untuk bertaqwa kepada Allah, Yakni dengan meninggalkan nafsu dan kesenangan
yang dibolehkan, semata-mata untuk mentaati perintah Allah dan mengharapkan
pahala di sisi-Nya. Agar orang beriman termasuk mereka yang bertaqwa kepada
Allah, taat kepada semua perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan dan
segala yang diharamkan-Nya. (Tafsir Ayaatul Ahkaam, oleh Ash Shabuni, I/192.)
Ketika Allah menyebutkan
bahwa Dia mewajibkan puasa atas mereka, maka Dia memberitahukan bahwa puasa
tersebut pada hari-hari tertentu atau dalam jumlah yang relatif sedikit dan
mudah. Di antara kemudahannya yaitu puasa tersebut pada bulan tertentu, di mana
seluruh umat Islam melakukannya.
Lalu Allah memberi
kemudahan lain, seperti disebutkan dalam firman-Nya:
"Maka barangsiapa
di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain. " (Al-Baqarah:
184)
Karena biasanya berat,
maka Allah memberikan keringanan kepada mereka berdua untuk tidak berpuasa. Dan
agar hamba mendapatkan kemaslahatan puasa, maka Allah memerintahkan mereka
berdua agar menggantinya pada hari-hari lain. Yakni ketika ia sembuh dari sakit
atau tak lagi melakukan perjalanan, dan sedang dalam keadaan luang. (Lihat
kitab Tafsiirul Lat'nifil Mannaan fi Khulaashati Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu
Sa'di, hlm. 56.)
Dan firman Allah Ta 'ala :
"Maka barangsiapa
di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari lain." (Al-Baqarah
: 184)
Maksudnya, seseorang boleh
tidak berpuasa ketika sedang sakit atau dalam keadaan bepergian, karena hal itu
berat baginya. Maka ia dibolehkan berbuka dan mengqadha'nya sesuai dengan
bilangan hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari lain.
Adapun orang sehat dan
mukim (tidak bepergian) tetapi berat (tidak kuat) menjalankan puasa, maka ia
boleh memilih antara berpuasa atau memberi makan orang miskin. Ia boleh
berpuasa, boleh pula berbuka dengan syarat memberi makan kepada satu orang
miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Jika ia memberi makan lebih dari
seorang miskin untuk setiap harinya, tentu akan lebih baik. Dan bila ia
berpuasa, maka puasa lebih utama daripada memberi makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhum berkata: "Karena itulah Allah berfirman :
"Dan berpuasa
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. " (Tafsir Ibnu Katsir; 1/214)
Firman Allah Ta 'ala :
"(Beberapa hari
yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu,
barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu
maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah: 185).
Allah memberitahukan bahwa
bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa bagi mereka itu adalah bulan Ramadhan.
Bulan di mana Al-Qur'an –yang dengannya Allah memuliakan umat Muhammad-
diturunkan untuk pertama kalinya. Allah menjadikan Al-Qur'an sebagai
undang-undang serta peraturan yang mereka pegang teguh dalam kehidupan. Di
dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan itulah jalan kebahagiaan bagi orang
yang ingin menitinya. Di dalamnya terdapat pembeda antara yang hak dengan yang
batil, antara petunjuk dengan kesesatan dan antara yang halal dengan yang
haram.
Allah menekankan puasa
pada bulan Ramadhan karena bulan itu adalah bulan diturunkannya rahmat kepada
segenap hamba, Dan Allah tidak menghendaki kepada segenap hamba-Nya kecuali
kemudahan. Karena itu Dia membolehkan orang sakit dan musafir berbuka puasa
pada hari-hari bulan Ramadhan (Tqfsir Ayarul Ahkam oleh Ash Shabuni, I/192),
dan memerintahkan mereka menggantinya, sehingga sempurna bilangan satu bulan.
Selain itu, Dia juga memerintahkan memperbanyak dzikir dan takbir ketika
selesai melaksanakan ibadah puasa, yakni pada saat sempurnanya' bulan Ramadhan.
Karena itu Allah berfirman :
"Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, agar kama bersyukur. " (Al- Baqarah: 185).
Maksudnya, bila Anda telah
menunaikan apa yang diperintahkan Allah, taat kepada-Nya dengan menjalankan
hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan segala yang diharamkan serta menjaga
batasan-batasan (hukum)-Nya, maka hendaklah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur karenanya. ')" (Tafsir Ibnu Karsir, 1/218)
Lalu Allah berfirman :
"Dan apabila para
hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah
dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo 'a apabila ia memohon
Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku, dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Sebab Turunnya ayat :
Diriwayatkan bahwa seorang
Arab badui bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga
kita berbisik atau jauh sehingga kita berteriak (memanggil-Nya ketika
berdo'a)?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hanya terdiam, sampai Allah
menurunkan ayat di atas. ' (Tafsir Ibnu Katsir; I/219.)
Tafsiran ayat:
Allah menjelaskan bahwa
Diri-Nya adalah dekat. Ia mengabulkan do'a orang-orang yang memohon, serta
memenuhi kebutuhan orang-orang yang meminta. Tidak ada tirai pembatas antara
Diri-Nya dengan salah seorang hamba-Nya. Karena itu, seyogyanya mereka
menghadap hanya kepada-Nya dalam berdo'a dan merendahkan diri, lurus dan
memurnikan ketaatan pada-Nya semata. (Tafsir Ibnu Katsir, I/218.)
Adapun hikmah
penyebutan'Allah akan ayat ini yang memotivasi memperbanyak do'a berangkaian
dengan hukum-hukum puasa adalah bimbingan kepada kesungguhan dalam berdo'a,
ketika bilangan puasa telah sempurna, bahkan setiap kali berbuka.
Anjuran dan Keutamaan
Do'a:
Banyak sekali nash-nash
yang memotivasi untuk berdo'a, menerangkan fadhilah (keutamaan)nya dan
mendorong agar suka melakukannya. Di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Tuhanmu
berfirman: Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (Ghaafir: 60). Di dalamnya Allah memerintahkan berdo'a
dan Dia menjamin akan mengabulkannya.
2. Firman Allah Ta'ala :
"Berdo'alah kepada
Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. " (Al-A'raaf: 55).
Maksudnya, berdo'alah kepada
Allah dengan menghinakan diri dan secara rahasia, penuh khusyu' dan merendahkan
diri. "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas." Yakni tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, baik dalam
berdo'a atau lainnya, orang-orang yang melampaui batas dalam setiap perkara.
Termasuk melampaui batas dalam berdo'a adalah permintaan hamba akan berbagai
hal yang tidak sesuai untuk dirinya atau dengan meninggikan dan mengeraskan
suaranya dalam berdo'a.
Dalam Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari
berkata: "Orang-orang meninggikan suaranya ketika berdo'a, maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian
manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang
tuli, tidak pula ghaib. Sesungguhnya Dzat yang kama berdo'a pada-Nya itu Maha
Mendengar lagi Maha Dekat. "
3. Firman Allah Ta 'ala :
"Atau siapakah
yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a
kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan?" (An Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang
bisa mengabulkan do'a orang yang kesulitan, yang diguncang oleh berbagai
kesempitan, yang sulit mendapatkan apa yang ia minta, sehingga tak ada jalan
lain ia baru keluar dari keadaan yang mengungkunginya, selain Allah semata?
Siapa pula yang menghilangkan keburukan (malapetaka), kejahatan dan murka,
selain Allah semata?
4. Dari An-Nu'man bin
Basyir radhiallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan At-TiYmidzi, At-Tirmidzi
berkata, hadits hasan shahih).
Dari Ubadah bin Asb-Shamit
radhiallahu 'anhu ia berkata, sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Tidak ada seorang
muslim yang berdo'a kepada Allah di dunia dengan suatu permohonan kecuali Dia
mengabulkannya, atau menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya,
selama ia tidak meminta suatu dosa atau pemutusan kerabat. " Maka
berkatalah seouang laki-laki dari kaum: "Kalau begitu, kita memperbanyak (do'a).
" Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah memberikan
kebaikan-Nya lebih banyak daripada yang kalian minta" (HR. At-Tirmidzi, ia
berkata, hadits hasan shahih), (Lihat
kitab Riyaadhus Shaalihiin, hlm. 612 dan 622)
Lalu Allah Ta'ala berfirman
:
"Dihalalkan bagimu
pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu; mereka itu adalah
pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu
dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang
telah ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah hinngga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertaqwa." (Al-Baqarah:187)
Sebab turunnya ayat :
Imam Al Bukhari
meriwayatkan dari Al-Barra' bin 'Azib, bahwasanya ia berkata :
"Dahulu, para
sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, jika seseorang (dari mereka)
berpuasa, dan telah datang (waktu) berbuka, tetapi ia tidur sebelum berbuka, ia
tidak makan pada malam dan siang harinya hingga sore. Suatu ketika Qais bin
Sharmah Al-Anshari dalam keadaan puasa, sedang pada siang harinya bekerja di
kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka, ia mendatangi isterinya seraya berkata
padanya: "Apakah engkau memiliki makanan ?" Ia menjawab: "Tidak,
tetapi aku akan pergi mencarikan untukmu." Padahal siang harinya ia sibuk
bekerja, karena itu ia tertidur. Kemudian datanglah isterinya. Tatkala ia
melihat suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka kamu." Ketika sampai
tengah hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Nabi
shallallahu alaihi wasallam, sehingga turunlah ayat ini :
"Dihalalkan bagimu
pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu."
Maka mereka sangat
bersuka cita karenanya, kemudian turunlah ayat berikut :
"Dan makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. (Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min Asbaabin
Nuzuul, hlm. 9.)
Tafsiran ayat :
Allah Ta'ala berfirman
untuk memudahkan para hamba-Nya sekaligus untuk membolehkan mereka
bersenang-senang (bersetubuh) dengan isterinya pada malam-malam bulan Ramadhan,
sebagaimana mereka dibolehkan pula ketika malam hari makan dan minum :
"Dihalalkan bagimu
pada malam hari bulan puasa melakukam "rafats" dengan isteri-
isterimu."
Rafats adalah bersetubuh
dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya. Dahulu, mereka dilarang melakukan hal
tersebut (pada malam hari), tetapi kemudian Allah membolehkan mereka makan
minum dan melampiaskan kebutuhan biologis, dengan bersenang-senang bersama
isteri-isteri mereka. Hal itu untuk menampakkan anugerah dan rahmat Allah pada
mereka.
Allah menyerupakan wanita
dengan pakaian yang menutupi badan. Maka ia adalah penutup bagi laki-laki dan
pemberi ketenangan padanya, begitupun sebaliknya.
Ibnu Abbas berkata: "Maksudnya
para isteri itu merupakan ketenangan bagimu dan kamu pun merupakan ketenangan
bagi mereka."
Dan Allah membolehkan
menggauli para isteri hingga terbit fajar. Lalu Dia mengecualikan keumuman
dibolehkannya menggauli isteri (malam hari bulan puasa) pada saat i'tikaf.
Karena ia adalah waktu meninggalkan segala urusan dunia untuk sepenuhnya
konsentrasi beribadah. Pada akhirnya Allah menutup ayat-ayat yang mulia ini
dengan memperingatkan agar mereka tidak melanggar perintah-perintah-Nya dan
melakukan hal-hal yang diharamkan serta berbagai maksiat, yang semua itu
merupakan batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu telah Dia jelaskan kepada para
hamba-Nya agar mereka menjauhinya, serta taat berpegang teguh dengan syari'at
Allah sehingga mereka menjadi orang-orang yang bertaqwa. (Tafsir Ayaatil
Ahkaam, oleh Ash-Shabuni, I/93.)
PELAJARAN
DARI AYAT-AYAT TENTANG PUASA
- Umat Islam wajib melakukan puasa Ramadhan.
- Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
- Boleh berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit dan musafir. Keduanya wajib mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka berbuka, pada hari-hari lain.
- Firman Allah Ta 'ala : "Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain," adalah dalil wajibnya mengqadha' bagi orang yang berbuka pada bulan Ramadhan karena udzur, baik sebulan penuh atau kurang, juga merupakan dalil dibolehkannya mengganti hari-hari yang panjang dan panas dengan hari-hari yang pendek dan dingin atau sebaliknya.
- Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha' puasa Ramadhan, karena Allah Ta'ala berfirman :"Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain," tanpa mensyaratkan puasa secara berturut-turut. Maka, dibolehkan berpuasa secara berturut-turut atau secara terpisah- pisah. Dan yang demikian itu lebih memudahkan manusia.
- Orang yang tidak kuat puasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh, wajib baginya membayar fidyah; untuk setiap harinya memberi makan satu orang miskin.
- Firman Allah Ta 'ala: "Dan berpuasa lebih baik bagimu" menunjukkan bahwa melakukan puasa bagi orang yang boleh berbuka adalah lebih utama, selama tidak memberatkan dirinya.
- Di antara keutamaan Ramadhan adalah, Allah mengistimewakannya dengan menurunkan Al-Qur'an pada bulan tersebut, sebagai petunjuk bagi segenap hamba dan untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
- Bahwa kesulitan menyebabkan datangnya kemudahan. Karena itu Allah membolehkan berbuka bagi orang sakit dan musafir.
- Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.
- Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam 'Idul Fitri. Firman Allah Ta 'ala : "Dan hendaklah kama mengagungkan Allah (mengumandangkan takbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu. "
- Wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai karunia dan taufik-Nya, sehingga bisa menjalankan puasa, shalat dan membaca Al-Qur'anul Karim, dan hal itu dengan mentaati-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya.
- Anjuran berdo'a, karena Allah memerintahkannya dan menjamin akan mengabulkannya.
- Kedekatan Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya berupa dikabulkannya do'a, dan dari orang yang menyembah-Nya berupa pemberian pahala.
- Wajib memenuhi seruan Allah dengan beriman kepada-Nya dan tunduk mentaati-Nya. Dan yang demikian itu adalah syarat dikabulkannya do'a.
- Boleh makan dan minum serta melakukan hubungan suami isteri pada malam-malan bulan Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram melakukannya pada siang hari. Waktu puasa adalah dari terbitnya fajar yang kedua, hingga terbenamnya matahari.
- Disyari'atkan i'tikaf di masjid-masjid. Yakni diam di masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan totalitas ibadah di dalamnya. Ia tidak sah, kecuali dilakukan di dalam masjid yang di situ diselenggarakan shalat lima waktu.
- Diharamkan bagi orang yang beri'tikaf mencumbu isterinya. Bersenggama merupakan salah satu yang membatalkan i'tikaf.
- Wajib konsisten dengan mentaati perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Allah Ta'ala berfirman :"ltulah larangan-larangan Allah maka kamu jangan mendekatinya."
- Hikmah dari penjelasan ini adalah terealisasinya taqwa setelah mengetahui dari apa ia harus bertaqwa (menjaga diri).
- Orang yang makan dalam keadaan ragu-ragu tentang telah terbitnya fajar atau belum adalah sah puasanya, karena pada asalnya waktu malam masih berlangsung.
- Disunnahkan makan sahur, sebagaimana disunnahkan mengakhirkan waktunya.
- Boleh mengakhirkan mandi jinabat hingga terbitnya fajar.
- Puasa adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih dan membiasakan jiwa berlaku sabar.
(Lihat kitab Al Ikliil
Istinbaathit Tanziil, oleh As-Suyuthi, hlm. 24-28; dan Taisirul Lathifill
Mannaan, oleh Ibn Sa'di, hlm. 56-58.)
MANFAAT PUASA
Puasa memiliki beberapa
manfaat, ditinjau dari segi kejiwaan, sosial dan kesehatan, di antaranya:
Beberapa manfaat, puasa
secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan,
mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk
ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling
utama.
Firman Allah Ta 'ala :
"Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. " (Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami
mengingatkan kepada para saudaraku kaum muslimin yang suka merokok.
Sesungguhnya dengan cara berpuasa mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok
yang mereka sendiri percaya tentang bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan
masyarakat, karena rokok termasuk jenis keburukan yang diharamkan dengan nash
Al-Qur'anul Karim. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah
akan menggantinya dengan yang lebih baik. Hendaknya mereka tidak berpuasa
(menahan diri) dari sesuatu yang halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang
haram, kami memohon ampun kepada Allah untuk kami dan untuk mereka.
Termasuk manfaat puasa
secara sosial adalah membiasakan umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan
dan persamaan, juga melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang
beriman dan mendorong mereka berbuat kebajikan.
Sebagaimana ia juga
menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.
Sedang di antara manfaat
puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki
kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan,
mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di perut.
Termasuk manfaat puasa
adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan, baik dalam makan maupun minum serta
menggauli isteri, bisa mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri
nikmat serta mengakibatkan kelengahan.
Di antara manfaatnya juga
adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika
berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati,
selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya
lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan
menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian
semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
Orang kaya menjadi tahu
seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga,
pada saat yang sama banyak orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa
makanan, minuman dan tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati
hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi
karenanya. Keadaan itu akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali
tak dapat menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas
dirinya berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada
saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
Termasuk manfaat puasa
adalah mempersempit jalan aliran darah yang merupakan jalan setan pada diri
anak Adam. Karena setan masuk kepada anak Adam melalui jalan aliran darah.
Dengan berpuasa, maka dia aman dari gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan
kemarahan. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan puasa
sebagai benteng untuk menghalangi nafsu syahwat nikah, sehingga beliau
memerintah orang yang belum mampu menikah dengan berpuasa ( Lihat kitab
Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163) sebagaimana dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
BERPUASA TAPI
MENINGGALKAN SHALAT
Barangsiapa berpuasa tapi
meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun
Islam setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia
meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama
tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir
tidak diterima amalnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Perjanjian antara
kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah
kafir. " (HR. Ahmad dan Para
penulis kitab Sunan dari hadits Buraidah radhiallahu 'anhu) At-Tirmidzi berkata
: Hadits hasan shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir radhiallahu 'anhu
meriwayatkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“(Batas) antara seseorang
dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya
terhadap orang-orang kafir, Allah berfirman :
"Dan Kami hadapi
segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu
yang beterbangan. "(Al-Furqaan:
23).
Maksudnya, berbagai amal
kebajikan yang mereka lakukan dengan tidak karena Allah, niscaya Kami hapus
pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu yang beterbangan.
Demikian pula halnya
dengan meninggalkan shalat berjamaah atau mengakhirkan shalat dari waktunya.
Perbuatan tersebut merupakan maksiat dan dikenai ancaman yang keras. Allah
Ta'ala berfirman:
"Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya. " (Al-Maa'un:
4-5).
Maksudnya, mereka lalai
dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
tidak mengizinkan shalat di rumah kepada orang buta yang tidak mendapatkan
orang yang menuntunnya ke masjid, bagaimana pula halnya dengan orang yang
pandangannya tajam dan sehat yang tidak memiliki udzur.?
Berpuasa tetapi dengan
meninggalkan shalat atau tidak berjamaah merupakan pertanda yang jelas bahwa ia
tidak berpuasa karena mentaati perintah Tuhannya. Jika tidak demikian, kenapa
ia meninggalkan kewajiban yang utama (shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu
merupakan satu rangkaian utuh yang tidak terpisah-pisah, bagian yang satu
menguatkan bagian yang lain.
Catatan Penting:
Setiap muslim wajib
berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena riya' (agar
dilihat orang), sum'ah (agar didengar orang), ikut-ikutan orang, toleransi
kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi, yang memotivasi dan
mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa Allah mewajibkan puasa
tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di sisi Allah dengan
puasanya.
Demikian pula halnya
dengan Qiyam Ramadhan (shalat malam/tarawih), ia wajib menjalankannya karena
iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain. Karena itu Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa
berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada malam Lailatul Qadar
karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu. " (Muttafaq
'Alaih).
Secara tidak sengaja,
kadang-kadang orang yang berpuasa terluka, mimisan (keluar darah dari hidung),
muntah, kemasukan air atau bersin di luar kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak
membatalkan puasa. Tetapi orang yang sengaja muntah maka puasanya batal, karena
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha' atasnya, (tetapi) barangsiapa
sengaja muntah maka ia wajib mengqadha' puasanya. " (HR.Imam Lima kecuali An-Nasa'i) (Al Arna'uth
dalam Jaami'ul Ushuul, 6/29 berkata : "Hadits ini shahih.")
Orang yang berpuasa boleh
meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats besar), kemudian mandi setelah
terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan wanita haid, atau nifas, bila sudi
sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan tidak mengapa ia mengakhirkan mandi
hingga setelah terbit fajar, tetapi ia tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga
terbit matahari. Sebab ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya
matahari, karena waktu Shubuh berakhir dengan terbitnya matahari.
Demikian pula halnya
dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi hingga terbitnya
matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit matahari. Bagi
laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa mendapatkan shalat jamaah.
Di antara hal-hal yang
tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan darah, (Misalnya dengan
mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu anggota tubuh) suntik yang
tidak dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi jika memungkinkan- melakukan
hal-hal tersebut pada malam hari adalah lebih baik dan selamat, sebab
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tinggalkan apa
yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu. " (HR. An- Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia berkata:
hadits hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda :
"Barangsiapa
menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat maka sungguh dia telah berusaha
menyucikan agama dan kehormatannya." ( Muttafaq 'Alaih)
Adapun suntikan untuk
memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan, sebab hal itu termasuk
kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush Shiyaam, oleh Syaikh Abdul
Azis bin Baz, hlm. 21-22)
Orang yang puasa boleh
bersiwak pada pagi atau sore hari. Perbuatan itu sunnah, sebagaimana halnya
bagi mereka yang tidak dalam keadaaan puasa.
PUASA YANG
SEMPURNA
Saudaraku kaum muslimin,
agar sempurna puasamu, sesuai dengan tujuannya, ikutilah langkah-langkah
berikut ini :
Makanlah sahur, sehingga
membantu kekuatan fisikmu selama berpuasa; Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda :
"Makan sahurlah
kalian, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah. " (HR.'Al-Bukhari dan Muslim)
"Bantulah
(kekuatan fisikmu) untuk berpuasa di siang hari dengan makan sahur, dan untuk
shalat malam dengan tidur siang "
(HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya)
Akan lebih utama jika
makan sahur itu diakhirkan waktunya, sehingga mengurangi rasa lapar dan haus.
Hanya saja harus hati-hati, untuk itu hendaknya Anda telah berhenti dari makan
dan minum beberapa menit sebelum terbit fajar, agar Anda tidak ragu-ragu.
Segeralah berbuka jika
matahari benar-benar telah tenggelam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Manusia
senantiasa dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan
sahur . " (HR. Al-Bukhari,
I\luslim dan At-Tirmidz)
Usahakan mandi dari hadats
besar sebelum terbit fajar, agar bisa melakukan ibadah dalam keadaan suci.
Manfaatkan bulan Ramadhan
dengan sesuatu yang terbaik yang pernah diturunkan didalamnya, yakni membaca
Al-Qur'anul Karim. Sesungguhnya Jibril 'alaihis salam pada setiap malam di
bulan Ramadhan selalu menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk
membacakan Al-Qur'an baginya. (HR. AL-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhu).Dan pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ada
teladan yang baik bagi kita.
Jagalah lisanmu dari
berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok serta perkataan
mengada-ada. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa tidak
meninggalkan pevkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap
puasanya dari makan dan minum."
(HR. Al-Bukhari)
Hendaknya puasa tidak
membuatmu keluar dari kebiasaan. Misalnya cepat marah dan emosi hanya karena
sebab sepele, dengan dalih bahwa engkau sedang puasa. Sebaliknya, mestinya
puasa membuat jiwamu tenang, tidak emosional. Dan jika Anda diuji dengan
seorang yang jahil atau pengumpat, jangan Anda hadapi dia dengan perbuatan
serupa. Nasihati dan tolaklah dengan cara yang lebih baik. Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa adalah
perisai, bila suatu hari seseorang dari kamu beupuasa, hendaknya ia tidak
berkata buruk dan berteriak-teriak. Bila seseorang menghina atau mencacinya,
hendaknya ia berkata 'Sesungguhnya aku sedang puasa" (HR. Al- Bukhari, Muslim dan para penulis kitab
Sunan)
Ucapan itu dimaksudkan
agar ia menahan diri dan tidak melayani orang yang mengumpatnya Di samping,
juga mengingatkan agar ia menolak melakukan penghinaan dan caci-maki.
Hendaknya Anda selesai
dari puasa dengan membawa taqwa kepada Allah, takut dan bersyukur pada-Nya,
serta senantiasa istiqamah dalam agama-Nya.
Hasil yang baik itu
hendaknya mengiringi Anda sepanjang tahun. Dan buah paling utama dari puasa
adalah taqwa, sebab Allah berfirman : "Agar kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah:
183)
Jagalah dirimu dari
berbagai syahwat (keinginan), bahkan meskipun halal bagimu. Hal itu agar tujuan
puasa tercapai, dan mematahkan nafsu dari keinginan. Jabir bin Abdillah
radhiallahu 'anhu berkata :
"Jika kamu
berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari
dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti tetangga, dan hendaknya kamu
senantiasa bersikap tenang pada hari kamu berpuasa jangan pula kamu jadikan
hari berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa."
Hendaknya makananmu dari
yang halal. Jika kamu menahan diri dari yang haram pada selain bulan Ramadhan
maka pada bulan Ramadhan lebih utama. Dan tidak ada gunanya engkau berpuasa
dari yang halal, tetapi kamu berbuka dengan yang haram.
Perbanyaklah bersedekah
dan berbuat kebajikan. Dan hendaknya kamu lebih baik dan lebih banyak berbuat
kebajikan kepada keluargamu dibanding pada selain bulan Ramadhan. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau
lebih dermawan ketika bulan Ramadhan.
Ucapkanlah bismillah
ketika kamu berbuka seraya berdo'a :"Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa,
dan atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah terimalah daripadaku, sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "(44) (Lihat Mulhaq (bonus)
Majalah Al WaLul Islami bulan Ramadhan, 1390 H.hlm.38-40.)
TUJUAN PUASA
Tujuan ibadah puasa adalah
untuk menahan nafsu dari berbagai syahwat, sehingga ia siap mencari sesuatu
yang menjadi puncak kebahagiaannya; menerima sesuatu yang menyucikannya, yang
di dalamnya terdapat kehidupannya yang abadi, mematahkan permusuhan nafsu
terhadap lapar dan dahaga serta mengingatkannya dengan keadaan orang-orang yang
menderita kelaparan di antara orang-orang miskin; menyempitkan jalan setan pada
diri hamba dengan menyempitkan jalan aliran makanan dan minuman; puasa adalah
untuk Tuhan semesta alam, tidak seperti amalan-amalan yang lain, ia berarti
meninggalkan segala yang dicintai karena kecintaannya kepada Allah Ta 'ala; ia
merupakan rahasia antara hamba dengan Tuhannya, sebab para hamba mungkin bisa
diketahui bahwa ia meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa secara nyata,
tetapi keberadaan dia meninggalkan hal-hal tersebut karena Sembahannya, maka
tak seorangpun manusia yang mengetahuinya, dan itulah hakikat puasa.
PETUNJUK NABI
DALAM BERPUASA
Petunjuk puasa dari Nabi
shallallahu 'ala ihi wasallam adalah petunjuk yang paling sempurna, paling
mengena dalam mencapai maksud, serta paling mudah penerapannya bagi segenap
jiwa.
Di antara petunjuk puasa
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Ramadhan adalah :
Memperbanyak melakukan
berbagai macam ibadah. Jibril'alaihis salam senantiasa membacakan Al-Qur'anul
Karim untuk beliau pada bulan Ramadhan; beliau juga memperbanyak sedekah,
kebajikan, membaca Al-Qur'anul Karim, shalat, dzikir, i'tikaf dan bahkan beliau
mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau
lakukan pada bulan-bulan lain.
Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menyegerakan berbuka dan menganjurkan demikian, beliau makan sahur dan
mengakhirkannya, serta menganjurkan dan memberi semangat orang lain untuk
melakukan hal yang sama. Beliau menghimbau agar berbuka dengan kurma, jika
tidak mendapatkannya maka dengan air.
Nabi'shallallahu 'alaihi
wasallam melarang orang yang berpuasa dari ucapan keji dan caci-maki.
Sebaliknya beliau memerintahkan agar ia mengatakan kepada orang yang
mencacinya, "Sesungguhnya aku sedang puasa."
Jika beliau melakukan
perjalanan di bulan Ramadhan, terkadang beliau meneruskan puasanya dan
terkadang pula berbuka. Dan membiarkan para sahabatnya memilih antara berbuka
atau puasa ketika dalam perjalanan. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pernah
mendapatkan fajar dalam keadaan junub sehabis menggauli isterinya maka beliau
segera mandi setelah terbit fajar dan tetap berpuasa.
Termasuk petunjuk Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam adalah membebaskan dari qadha' puasa bagi orang
yang makan atau minum karena lupa, dan bahwasanya Allahlah yang memberinya
makan dan minum.
Dan dalam riwayat shahih
disebutkan bahwa beliau bersiwak dalam keadaan puasa. Imam Ahmad meriwayatkan
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuangkan air di atas
kepalanya dalam keadaan puasa. Beliau juga melakukan istinsyaq (menghirup air
ke dalam hidung) serta berkumur dalam keadaan puasa. Tetapi beliau melarang
orang berpuasa melakukan istinsyaq secara berlebihan. (Lihat kitab Zaadul Ma'ad
fi Hadyi Khairil 'Ibaad, I/320-338 )
PUASA YANG
DISYARI'ATKAN
Puasa yang disyari'atkan
adalah puasanya anggota badan dari dosa-dosa, dan puasanya perut dari makan dan
mimum. Sebagaimana makan dan minum membatalkan dan merusak puasa, demikian pula
halnya dengan dosa-dosa, ia memangkas pahala puasa dan merusak buahnya,
sehingga memposisikannya pada kedudukan orang yang tidak berpuasa.
Karena itu, orang yang
benar-benar berpuasa adalah orang yang puasa segenap anggota badannya dari
melakukan dosa-dosa; lisannya berpuasa dari dusta, kekejian dan mengada-ada;
perutnya berpuasa dari makan dan minum; kemaluannya berpuasa dari bersenggama.
Bila berbicara, ia tidak
berbicara dengan sesuatu yang menodai puasanya, bila melakukan suatu pekerjaan
ia tidak melakukan sesuatu yang merusak puasanya. Ucapan yang keluar darinya
selalu bermanfaat dan baik, demikian pula dengan amal perbuatannya. Ia laksana
wangi minyak kesturi, yang tercium oleh orang yang bergaul dengan pembawa
minyak tersebut. Itulah metafor (perumpamaan) bergaul dengan orang yang
berpuasa, ia akan mengambil manfaat dari bergaul dengannya, aman dari
kepalsuan, dusta, kejahatan dan kezhaliman.
Dalam hadits riwayat Imam
Ahmad disebutkan :
"Dan sesungguhnya
ban (mulut) orang puasa itu lebih harum di sisi AIlah daripada aroma minyak
kesturi. "
Inilah puasa yang
disyari'atkan. Tidak sekedar nahan diri dari makan dan minum. Dalam sebuah
menahan diri dari makan dan minum".
Dalam hadits shahih
disebutkan :
"Barangsiapa tidak
meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta kedunguan maka Allah tidak
butuh terhadap puasanya dari makan dan minum” .(HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya)
Dalam hadits lain
dikatakan :
“Betapa banyak orang
puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga. " (HR. Ahmad, hadits hasan shahih) (Dan ia
menshahihkan hadits ini.)
SEBAB-SEBAB
AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN
Dalam bulan Ramadhan
banyak sekali sebab-sebab turunnya ampunan. Di antara sebab-sebab itu adalah :
Melakukan puasa di bulan ini.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya
yang telah lalu. "(Hadits
Muttafaq 'Alaih)
Melakukan shalat tarawih
dan tahajiud di dalamnya.
Rasulullah shallallahu
'alaihi ruasallam bersabda:
"Barang siapa
melakukan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala
Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Melakukan shalat dan
ibadah lain di malam Lailatul Qadar.
Yaitu pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan. Ia adalah malam yang penuh berkah, yang di dalamnya
diturunkan Al-Qur'anul Karim. Dan pada malam itu pula dijelaskan segala urusan
yang penuh hikmah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
melakukan shalat di malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala
Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu” . (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Memberi ifthar (makanan
untuk berbuka) kepada orang yang berpuasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang
di dalamnya (bulan Ramadhan) memberi ifthar kepada orang berpuasa, niscaya hal
itu menjadi sebab) ampunan dari dosa-dosanya, dan pembebasan dirinya dari api
Neraka. " (HR. Ibnu Khuzaimah
(dan ia menshahihkan hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).
Beristighfar : Meminta
ampunan serta berdo'a ketika dalam keadaan puasa, berbuka dan ketika makan
sahur. Do'a orang puasa adalah mustajab (dikabulkan), baik ketika dalam keadaan
puasa ataupun ketika berbuka Allah memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia
menjamin mengabulkannya.
Allah berfirman :"Dan
Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya
untukmu." (Ghaafir: 60),Dan dalam sebuah hadits disebutkan:
"Ada tiga macam
orang yang tidak ditolak do'anya. Di antaranya disebutkan,"orang yang
berpuasa hingga ia berbuka"
(HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Majah). (Ibnu Khuzaimah dan Ibnu
Hibban dalam kitab Shahih mereka masing-masing, dan At-Tirmidzi mengatakannya
hadits shahih hasan.)
Karena itu, hendaknya
setiap muslim memperbanyak, dzikir, do'a dan istighfar di setiap waktu,
terutama pada bulan Ramadhan, ketika sedang berpuasa, berbuka dan ketika sahur,
di saat turunnya Tuhan di akhir malam. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Tuhan kami Yang
Mahasuci dan Maha tinggi turun pada setiap malam ke langit dunia, (yaitu)
ketika masih berlangsung sepertiga malam yang akhir seraya berfirman
"Barangsiapa berdo'a kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untuknya, barangsiapa
memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya dan barangsiapa memohon ampunan
kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya. " (HR.Muslim).
Di antara sebab-sebab
ampunan yaitu istighfar (permohonan ampun) para malaikat untuk orang-orang
berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian seperti disebutkan dalam hadits Abu
Hurairah di muka, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Jika sebab-sebab ampunan
di bulan Ramadhan demikian banyak, maka orang yang tidak mendapatkan ampunan di
dalamnya adalah orang yang memiliki seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia
mendapatkan ampunan jika ia tidak diampuni pada bulan ini? Kapan dikabulkannya
(permohonan) orang yang ditolak pada saat Lailatul Qadar? Kapan baiknya orang
yang tidak menjadi baik pada bulan Ramadhan ?
Dahulu, ketika datang
bulan Ramadhan, umat Islam senantiasa berdo'a :
"Ya Allah, bulan
Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir maka serahkanlah ia kepada kami
dan serahkanlah kami kepadanya Karuniailah kami kemampuan untuk berpuasa dan
shalat di dalamnya, karuniailah kami di dalamnya kesungguhan, semangat,
kekuatan dan sikap rajin. Lain lindungilah kami didalamnya dari berbagai fitnah
'
Mereka berdo'.kepada Allah
selama enam bulan agar bisa mendapatkan Ramadhan, dan selama enam bulan
(berikutnya) mereka berdo'a agar puasanya diterima. Di antara, do'a mereka itu
adalah :
"Ya Allah
serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan serahkan Ramadhan kepadaku, dan Engkau
menerimanya daripadaku dengan rela." (Lihat Lathaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203.)
ADAB PUASA
Ketahuilah -semoga Allah
merahmatimu-, bahwasanya puasa tidak sempurna kecuali dengan merealisasikan
enam perkara:
- Menundukkan pandangan serta menahannya dari pandangan-pandangan liar yang tercela dan dibenci.
- Menjaga lisan dari berbicara tak karuan, menggunjing, mengadu domba dan dusta.
- Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau yang tercela.
- Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
- Hendaknya tidak memperbanyak makan.
- Setelah berbuka, hendaknya hatinya antara takut dan harap. Sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah, ataukah ditolak, sehingga ia termasuk orang-orang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap selesai melakukan ibadah. (Lihat Mau'idzatul Mukminiin min Ihyaa'i Uluumid Diin, hlm. 59-60.)
Ya Allah, jadikanlah kami
dan segenap umat Islam termasuk orang yang puasa pada bulan ini, yang pahalanya
sempurna, yang mendapatkan Lailatul Qadar, dan beruntung menerima hadiah dari
Tuhan; wahai Dzat Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya),
wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap
sahabatnya.
TENTANG
SEPULUH HARI AKHIR DI BULAN RAMADHAN
Dalam Shahihain
disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata :
"Bila masuk
sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan
malamnya dan membangunkan Keluarganya . " Demikian menurut lafazh Al-Bukhari.
Adapun lafazh Muslim
berbunyi :
"Menghidupkan
malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta
mengencangkan kainnya.”
Dalam riwayat lain, Imam
Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha :
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh (hari) akhir
(bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya. "
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengkhususkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan
amalan-amalan yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan yang lain, di
antaranya:
Menghidupkan malam: Ini
mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya, dan
kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar daripadanya. Dalam Shahih
Muslim dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata:
"Aku tidak pernah
mengetahui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam shalat malam hingga pagi.
"
Diriwayatkan dalam hadits
marfu' dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali :
"Barangsiapa
mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai orang muslim, lalu puasa
pada siang harinya dan melakukan shalat pada sebagian malamnya, juga
menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan, lisan dan tangannya, serta menjaga
shalatnya secara berjamaah dan bersegera berangkat untuk shalat Jum'at; sungguh
ia telah puasa sebulan (penuh), menerima pahala yang sempurna, mendapatkan
Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah dari Tuhan Yang Mahasuci dan Maha
tinggi. " Abu Ja 'far berkata: Hadiah yang tidak serupa dengan
hadiah-hadiah para penguasa. (HR.
Ibnu Abid-Dunya).
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam membangunkan keluarganya untuk shalat pada malam-malam sepuluh
hari terakhir, sedang pada malam-malam yang lain tidak.
Dalam hadits Abu Dzar
radhiallahu 'anhu disebutkan:
"Bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam melakukan shalat bersama mereka (para
sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh
tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak (shalat) keluarga dan
isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27) saja. "
Ini menunjukkan bahwa
beliau sangat menekankan dalam membangunkan mereka pada malam-malam yang
diharapkan turun Lailatul Qadar di dalamnya.
At-Thabarani meriwayatkan
dari Ali radhiallahu 'anhu :
"Bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya pada sepuluh
akhir dari bulan Ramadhan, dan setiap anak kecil maupun orang tua yang mampu
melakukan shalat. "
Dan dalam hadits shahih
diriwayatkan :
"Bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengetuk (pintu) Fathimah dan Ali
radhiallahu 'anhuma pada suatu malam seraya berkata:
Tidakkah kalian bangun
lalu mendirikan shalat ?"
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga membangunkan
Aisyah radhiallahu 'anha pada malam hari, bila telah selesai dari tahajudnya
dan ingin melakukan (shalat) witir.
Dan diriwayatkan adanya targhib
(dorongan) agar salah seorang suami-isteri membangunkan yang lain untuk
melakukan shalat, serta memercikkan air di wajahnya bila tidak bangun). (Hadits
riwayat Abu Daud dan lainnya, dengan sanad shahih.)
Dalam kitab Al-Muwaththa'
disebutkan dengan sanad shahih, bahwasanya Umar radhiallahu 'anhu melakukan
shalat malam seperti yang dikehendaki Allah, sehingga apabila sampai pada
pertengahan malam, ia membangunkan keluarganya untuk shalat dan mengatakan
kepada mereka: "Shalat! shalat!" Kemudian membaca ayat ini :
"Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. " (Thaha:
132).
Bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya. Maksudnya beliau menjauhkan
diri dari menggauli isteri-isterinya. Diriwayatkan bahwasanya beliau tidak
kembali ke tempat tidurnya sehingga bulan Ramadhan berlalu.
Dalam hadits Anas
radhiallahu 'anhu disebutkan :
"Dan beliau
melipat tempat tidurnya dan menjauhi isteri-isterinya (tidak menggauli
mereka).”
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam beri'tikaf pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Orang
yang beri'tikaf tidak diperkenankan mendekati (menggauli) isterinya berdasarkan
dalil dari nash serta ijma'. Dan "mengencangkan kain" ditafsirkan dengan
bersungguh-sungguh dalam beribadah.
Mengakhirkan berbuka
hingga waktu sahur.
Diriwayatkan dari Aisyah
dan Anas uadhiallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pada malam-malam sepuluh (akhir bulan Ramadhan) menjadikan makan malam
(berbuka)nya pada waktu sahur. Dalam hadits marfu' dari Abu Sa'id radhiallahu
'anhu, ia berkata :
"Janganlah kalian
menyambung (puasa). Jika salah seorang dari kamu ingin menyambung (puasanya)
maka hendaknya ia menyambung hingga waktu sahur (saja). " Mereka bertanya:
"Sesungguhnya engkau menyambungnya wahai Rasulullah ? "Beliau
menjawab: "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Sesungguhnya pada malam
hari ada yang memberiku makan dan minum. "(HR. Al-Bukhari)
Ini menunjukkan apa yang
dibukakan Allah atas beliau dalam puasanya dan kesendiriannya dengan Tuhannya,
oleh sebab munajat dan dzikirnya yang lahir dari kelembutan dan kesucian
beliau. Karena itulah sehingga hatinya dipenuhi Al-Ma'ariful Ilahiyah
(pengetahuan tentang Tuhan) dan Al-Minnatur Rabbaniyah (anugerah dari Tuhan)
sehingga mengenyangkannya dan tak lagi memerlukan makan dan minum.
Mandi antara Maghrib dan
Isya'.
Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam jika bulan Ramadhan (seperti biasa) tidur dan
bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari terakhir beliau mengencangkan
kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli) isteri-isterinya, serta mandi
antara Maghrib dan Isya."
Ibnu Jarir rahimahullah
berkata, mereka menyukai mandi pada setiap malam dari malam-malam sepuluh hari
terakhir. Di antara mereka ada yang mandi dan menggunakan wewangian pada
malam-malam yang paling diharapkan turun Lailatul Qadar.
Karena itu, dianjurkan
pada malam-malam yang diharapkan di dalamnya turun Lailatul Qadar untuk
membersihkan diri, menggunakan wewangian dan berhias dengan mandi (sebelumnya),
dan berpakaian bagus, seperti dianjurkannya hal tersebut pada waktu shalat
Jum'at dan hari-hari raya.
Dan tidaklah sempurna
berhias secara lahir tanpa dibarengi dengan berhias secara batin. Yakni dengan
kembali (kepada Allah), taubat dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Sungguh,
berhias secara lahir sama sekali tidak berguna, jika ternyata batinnya rusak.
Allah tidak melihat kepada
rupa dan tubuhmu, tetapi Dia melihat kepada hati dan amalmu. Karena itu,
barangsiapa menghadap kepada Allah, hendaknya ia berhias secara lahiriah dengan
pakaian, sedang batinnya dengan taqwa. Allah Ta'ala berfirman :
"Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan
pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik.
" (Al-A'raaf: 26).
I'tikaf. Dalam Shahihain
disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
“Bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir
dari Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan beliau. "
Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir yang di dalamnya dicari
Lailatul Qadar untuk menghentikan berbagai kesibukannya, mengosongkan
pikirannya dan untuk mengasingkan diri demi bermunajat kepada Tuhannya,
berdzikir dan berdo'a kepada-Nya.
Adapun makna dan hakikat
i'tikaf adalah:
Memutuskan hubungan dengan
segenap makhluk untuk menyambung penghambaan kepada AI-Khaliq. Mengasingkan
diri yang disyari'atkan kepada umat ini yaitu dengan i'tikaf di dalam
masjid-masjid, khususnya pada bulan Ramadhan, dan lebih khusus lagi pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Sebagaimana yang telah dilakukan Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam.
Orang yang beri'tikaf
telah mengikat dirinya untuk taat kepada Allah, berdzikir dan berdo'a
kepada-Nya, serta memutuskan dirinya dari segala hal yang menyibukkan diri dari
pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya kepada Tuhannya, dan dengan sesuatu yang
mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ia tidak memiliki keinginanlain kecuali Allah
dan ridha-Nya. Sembga Alllah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita.
(Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203)
'UMRAH DI
BULAN RAMADHAN
Umrah di bulan Ramadhan
memiliki pahala yang amat besar, bahkan sama dengan pahala haji. Dalam Shahih
nya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Umrah di bulan
Ramadhan menyamai haji, atau beliau bersabda, haji bersamaku. "
Tetapi wajib diketahui,
meskipun umrah di bulan Ramadhan berpahala menyamai haji, tetapi ia tidak bisa
menggugurkan kewajiban haji bagi orang yang wajib melakukannya.
Demikian pula halnya
shalat di Masjidil Haram Makkah dan di Masjid Nabawi Madinah pahalanya
dilipatgandakan, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih :
"Shalat di
masjidku ini lebih baik dari seribu (kali) shalat di masjid-masjid lain,
kecuali Masjidil Haram. "
Dalam riwayat lain
disebutkan: "Sesungguhnya ia lebih utama. " (HR, Al- Bukhari,
Muslim dan lainnya)
LAILATUL
QADAR
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami
telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan
tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari
seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan
izin Tuhannya untuk mengatur segala uuusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan
sampai terbit fajar. "(Al-Qadr:
1-5),
Allah memberitahukan bahwa
Dia menurunkan Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh
keberkahan. Allah Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi."(Ad-Dukhaan: 3)
Dan malam itu berada di bulan
Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta 'ala :
"Bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. "(Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas radhiallahu
'anhu berkata :
"Allah menurunkan
Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfudh ke
Baitul'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan
secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sesuai
dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun."
Malam itu dinamakan
Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta
'ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama
satu tahun, sebagaimana firman Allah :
"Pada malam itu
dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. " (Ad-Dukhaan: 4).
Kemudian, Allah berfirman
mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan
Al-Qur'anul Karim:
"Dan tahukah kamu
apakah Lailatul Qadar itu?" (
Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/429.)
Selanjutnya Allah
menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan firman-Nya:
"Lailatul Qadar
itu lebih baik dari pada seribu bulan. "
Maksudnya, beribadah di
malam itu dengan ketaatan, shalat, membaca, dzikir dan do'a sama dengan
beribadah selama seribu bulan, pada bulan-bulan yang di dalamnya tidak ada
Lailatul Qadar. Dan seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah memberitahukan
keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat
yang turun di malam itu, termasuk Jibril 'alaihis salam. Mereka turun dengan
membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan
takdir Allah. Mereka turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah
menambahkan keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya :
"Malam itu (penuh)
kesejahteraan hingga terbit fajar" (Al-Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu
adalah malam keselamatan dan kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan
di dalamnya, sampai terbit fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk
malaikat Jibril- mengucapkan salam kepada orang-orang beriman.
Dalam hadits shahih
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul
lail di malam tersebut. Beliau bersabda :
"Barangsiapa
melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap
pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Tentang waktunya,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Carilah Lailatul
Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan
malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima,
dua puluh tujuh, dan malam dua puluh sembilan.
Adapun qiyamul lail di
dalamnya yaitu menghidupkan malam tersebut dengan tahajud, shalat, membaca
Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat kepada Allah Ta 'ala.
Aisyah radhiallahu 'anha
berkata, aku bertanya:
"Wahai Rasulullah,
apa pendapatmu jika aku mengetahui lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan
di dalamnya?" Beliau menjawab, katakanlah :
"Ya Allah,
sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau mencintai Pengampunan maka ampunilah
aku. " (HR. At-Tirmidzi, ia
berkata, hadits hasan shahih).
Pelajaran dari surat
Al-Qadr :
Keutamaan Al-Qur'anul
Karim serta ketinggian nilainya, dan bahwa ia diturunkan pada saat Lailatul
Qadar.
Keutamaan dan keagungan
Lailatul Qadar, dan bahwa ia menyamai seribu bulan yang tidak ada Lailatul
Qadar di dalamnya.
Anjuran untuk mengisi
kesempatan-kesempatan baik seperti malam yang mulia ini dengan berbagai amal
shalih.
Jika Anda telah mengetahui
keutamaan-keutamaan malam yang agung ini, dan ia terbatas pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan maka seyogyanya Anda bersemangat dan bersungguh-sungguh
pada setiap malam dari malam-malam tersebut, dengan shalat, dzikir, do'a,
taubat dan istighfar. Mudah-mudahan dengan demikian Anda mendapatkan Lailatul
Qadar, sehingga Anda berbahagia dengan kebahagiaan yang kekal yang tiada
penderitaan lagi setelahnya Di malam-malam tersebut, hendaknya Anda berdo'a
dengan do'a-do'a bagi kebaikan dunia-akhirat, di antaranya :
"Ya Allah,
perbaikilah untukku agamaku yang merupakan penjaga urusanku, dan perbaikilah
untukku duniaku yang di dalamnya adalah kehidupanku, dan perbaikilah untukku
akhiratku yang kepadanya aku kembali, dan jadikanlah kehidupan (ini) menambah
untukku dalam setiap kebaikan, dan kematian menghentikanku dari setiap
kejahatan. Ya Allah bebaskanlah aku dari (siksa) api Neraka, dan lapangkanlah
untukku rizki yang halal, dan palingkanlah daripadaku kefasikan jin dan
manusia, wahai Dzat Yang Hidup dan terus menerus mengurus (makhluk-Nya)"
"Wahai Tuhan kami,
berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jagalah
kami dari siksa Neraka. Wahai Dzat Yang Hidup lagi terus menerus mengurus
(makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan Kemulyaan. "
"Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon hal-hal yang menyebabkan (turunnya) rahmat-Mu,
ketetapan ampunan-Mu, keteguhan dalam kebenaran dan mendapatkan segala
kebaiikan, selamat dari segala dosa, kemenangan dengan (mendapat) Surga serta selamat
dari Neraka. Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurusi
makhluk-Nya, Wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. "
"Ya Allah, aku
memohon kepada-Mu pintu-pintu kebajikan, kesudahan (hidup) dengannya serta
segala yang menghimpunnya, secara lahir-batin, di awal maupun di akhirnya,
secara terang- terangan maupun rahasia. YaAllah, kasihilah keterasinganku di
dunia dan kasihilah kengerianku di dalam kubur serta kasihilah berdiriku di
hadapanmu kelak di akhirat. Wahai Dzat Yang Mahahidup, yang memiliki Keagungan
dan Kemuliaan. "
"Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, 'afaaf (pemeliharaan
dari segala yang tidak baik) serta kecukupan. "
"Ya Allah,
sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, mencintai pengampunan maka ampunilah aku.
"
"Ya Allah, aku
mengharap rahmat-Mu maka janganlah Engkau pikulkan (bebanku) kepada diriku
sendiri meski hanya sekejap mata, dan perbaikilah keadaanku seluruhnya, tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. "
"Ya Allah,
jadikanlah kebaikan sebagai akhir dari semua urusan kami, dan selamatkanlah
kami dari kehinaan dunia dan siksa akhirat. "
"Ya Tuhan kami,
terimalah (permohonan) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Hidup, yang memiliki keagungan dan
kemuliaan."
"Semoga shalawat dan
salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
"
TAUBAT DAN
ISTIGHFAR
A. Ayat-ayat tentang
taubat :
Allah Ta'ala berfirman :
"Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. " (Az-Zumar: 53),
"Dan barangsiapa
mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri, kemudian ia memohon ampun
kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
"(An-Nisa': 110).
"Dan Dia-lah yang
menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan
mengetahui apa yang kamu kerjakan. "(AsySyuura: 25).
"Orang-orang yang
mengerjakan kejahatan kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman, sesungguhnya
Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang "(Al-A'raaf:
153),
"Dan bertaubatlah
Kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung. "(An- Nuur: 31).
"Maka mengapa
mereka tidak bertaubat kepada Al-lah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(A1-Maa'idah: 74).
"Tidakkah mereka
mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima
zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?" (At- Taubah: 104).
"Hai orang-orang
yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu
dan memasukkan kama ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (At-Tahriim:8).
"Dan sesungguhnya
Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian
tetap dijalan yang benar”.
(Thaaha: 82).
'Dan (juga) orang-orang
yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka
ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi
yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?
Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu
Balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan Surga yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala
orang-orang yang beramal. "(Ali
Imraan: 135-136).
Firman Allah Ta 'ala:
'Mereka ingat Allah, maksudnya mereka ingat keagungan Allah, ingat akan
perintah dan larangan-Nya, janji dan ancaman-Nya, pahala dan siksa-Nya sehingga
mereka segera memohon ampun kepada Allah dan mereka mengetahui bahwasanya tidak
ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain daripada Allah.
Dan firman Allah Ta'ala:
"Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu." Yakni mereka tidak
tetap melakukannya padahal mereka mengetahui hal itu dilarang dan bahwa ampunan
Allah bagi orang yang bertaubat daripadanya.
Dalam hadits disebutkan :
"Tidaklah
(dianggap) melanjutkan (perbuatan keji) orang yang memohon ampun, meskipun
dalam sehari ia ulangi sebanyak 70 kali. " (HR. Abu Ya'la Al-Maushuli, Abu Daud, At-Tirmidzi
dan Al-Bazzaar dalam Musnadnya, Ibnu Katsiir mengatakan, ia hadits hasan; TafsiY
Ibnu Katsir, 1/408).
B. Hadits-hadits
tentang taubat :
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian
manusia, bertaubatlah kepada Allah dan memohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak 100 kali " (HR. Muslim).
Demikianlah keadaan Rasul
shallallahu 'alaihi wasallam, padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya, baik
yang lain maupun yang akan datang. Tetapi Rasul shallallahu 'alaihi wasallam
adalah hamba yang pandai bersyukur, pendidik yang bijaksana, pengasih dan
penyayang. Semoga shalawat dan salam yang sempurna dilimpahkan Allah kepada
beliau.
Abu Musa radhiallahu 'anhu
meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Sesungguhnya
Allah membentangkan Tangan-Nya pada malam hari agar bertaubat orang yang
berbuat jahat di siang hari dan Dia membentangkan Tangan-Nya pada siang hari
agar bertaubat orang yang berbuat jahat di malam hari, sehingga matahari terbit
dari Barat (Kiamat). “ (HR.
Muslim)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasalkam bersabda:
"Barangsiapa
bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, niscaya Allah menerima taubatnya.
" (HR.Muslim)
Sebab jika matahari telah
terbit dari Barat maka pintu taubat serta merta ditutup.
Demikian pula tidak ada
gunanya taubat seseorang ketika dia hendak meninggal dunia. Allah berfirman :
"Dan tidaklah
taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang)
hingga apabila datang ajar kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia
mengatakan: 'Sesungguhnya aku bertaubat sekarang .' (An- Nisaa': 18)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya
Allah menerima taubat seorang hamba, selama (nyawanya) belum sampai di
kerongkongan. " (HR·
At-Tirmidzi, dan ia menghasan-kannya).
Karena itu setiap muslim
wajib bertaubat kepada Allah dari segala dosa dan maksiat di setiap waktu dan
kesempatan sebelum ajal mendadak menjemputnya sehingga ia tak lagi memiliki
kesempatan, lalu baru menyesal, meratapi atas kelengahannya. Dan sungguh, tak
seorang pun meninggal kecuali ia menyesal. Jika dia orang baik, maka ia
menyesal mengapa dia tidak memperbanyak kebaikannya, dan jika ia orang jahat
maka ia menyesal mengapa ia tidak bertaubat, memohon ampun dan kembali kepada
Allah.
Dari Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Barangsiapa
senantiasa beristighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya
kelapangan dan untuk setiap kesempitannya jalan keluar, dan akan diberi-Nya
rezki dari arah yang tiada disangka-sangka. " (HR. Abu Daud) (Lihat kitab Lathaa'iful Ma'arif,
oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178 )
Imam Al-Auza'i ditanya: "Bagaimana
cara beristighfar? Beliau menjawab: "Hendaknya mengatakan :
"Astaghfirullah, astaghfirullah. " Artinya, aku memohon ampunan
kepada Allah.
Anas radhiallahu 'anhu
meriwayatkan, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah
berfirman :
"Allah Ta'ala
berfirman:"Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau memohon dan mengharap
kepadaKu, niscaya Aku ampuni dosa-dosamu yang lalu dan Aku tidak peduli. Wahai
anak Adam, seandainya dosa-dosamu sampai ke awan langit, kemudian engkau
memohon ampun kepadaku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai
anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepadaku dengan dosa-dosa sepenuh
bumi dan kamu menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu pun,
niscaya Aku datangkan untukmu ampunan sepenuh bumi (pula). " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits
ini hasan),
Dalam hadits di atas
disebutkan tiga sebab mendapatkan ampunan :
- Berdo'a dengan penuh harap.
- Beristighfar, yaitu memohon ampunan kepadaAllah.
- Merealisasikan tauhid, dan memurnikannya dari berbagai bentuk syirik, bid'ah dan kemaksiatan. Hadits di atas juga menunjukkan luasnya rahmat Allah, ampunan, kebaikan dan anugerah-Nya yang banyak.
SYARAT-SYARAT
TAUBAT
Taubat dari segala dosa
hukumnya adalah wajib. Jika maksiat itu terjadi antara hamba dengan Allah,
tidak berkaitan dengan hak manusia maka ada tiga syarat taubat :
- Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.
- Menyesali perbuatannya.
- Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya.
Apabila salah satu syarat
ini tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah.
Adapun jika maksiat itu
berkaitan dengan hak manusia maka taubat itu diterima dengan empat syarat.
Yakni ketiga syarat di muka, dan yang keempat hendaknya ia menyelesaikan hak
yang bersangkutan.
Jika berupa harta atau
sejenisnya maka ia harus mengembalikannya.
Jika berupa had (hukuman)
atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta
maaf darinya.
Jika berupa ghibah
(menggunjing) maka ia harus memohon maaf.
Ia wajib meminta ampun
kepada Allah dari segala dosa. Jika ia bertaubat dari sebagian dosa, maka
taubat itu diterima di sisi Allah, dan dosa-dosanya yang lain masih tetap ada.
Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma' yang menunjukkan
wajibnya melakukan taubat. Dalil-dalil yang dimaksud telah kita uraikan di
muka. Allah menyeru kita untuk bertaubat dan ber-istighfar, Ia menjanjikan
untuk mengampuni dan menerima taubat kita, merahmati kita manakala kita
bertaubat kepada-Nya serta mengampuni dosa-dosa kita, dan sungguh Allah tidak
mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat
kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Amin.
BERPISAH
DENGAN RAMADHAN
Disebutkan dalam Shahihain
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa
bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam
Ahmad dengan sanad hasan disebutkan: "Dan (dosanya) yang Kemudian.
"
"Barangsiapa
mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap pahala
dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa
mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari
(Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya,
baik yang telah lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi
meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam
bersabda :
"Barangsiapa
berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya (ketentuan
-ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya
yang telah lalu. "
Ampunan dosa tergantung
pada terjaganya sesuatu yang harus dijaga seperti melaksanakan
kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala yang haram. Mayoritas ulama
berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya berlaku pada dosa-dosa kecil, hal
itu berdasarkan hadits riwayat Muslim, bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi
wasallam bersabda:
"Shalat lima
waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan
berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut,
selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "
Hadits ini memiliki dua
konotasi :
Pertama : Bahwasanya
penghapusan dosa itu terjadi dengan syarat menghindari dan menjauhi dosa-dosa
besar.
Kedua : Hal itu
dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut hanya menghapus dosa-dosa kecil.
Sedangkan jumhur ulama berpendapat, bahwa hal itu harus disertai dengan taubat
nashuha (taubat yang semurni-murninya).
Hadits Abu Hurairah di
atas menunjukkan bahwa tiga faktor ini yakni puasa, shalat malam di bulan
Ramadhan dan shalat pada malam Lailatul Qadar, masing-masing dapat menghapus
dosa yang telah lampau, dengan syarat meninggalkan segala bentuk dosa besar.
Dosa besar adalah sesuatu
yang mengandung hukuman tertentu di dunia atau ancaman keras di akhirat;
seperti zina, mencuri, minum arak, melakukan praktek riba, durhaka terhadap
orang tua, memutuskan tali keluarga dan memakan harta anak yatim secara zhalim
dan semena-mena.
Dalam firman-Nya, Allah Ta
'ala menjamin orang-orang yang menjauhi dosa besar akan diampuni semua dosa
kecil mereka:
"Jika kamu
menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu) dan Kami
memasukkanmu ke tempat yang mulia (Surga). "(An-Nisaa': 31).
Barangsiapa melaksanakan
puasa dan amal kebajikan lainnya secara sempurna, maka ia termasuk hamba
pilihan. Barangsiapa yang curang dalam pelaksanaannya, maka Neraka Wail pantas
untuknya. Jika Neraka Wail diperuntukkan bagi orang yang mengurangi takaran di
dunia, bagaimana halnya dengan mengurangi takaran agama.
Ketahuilah bahwa para
salafus shalih sangat bersungguh-sungguh dalam mengoptimalkan semua
pekerjaannya, lantas memperhatikan dan mementingkan diterimanya amal tersebut
dan sangat khawatir jika ditolak. Mereka itulah orang-orang yang diganjar
sesuai dengan perbuatan mereka sedangkan hatinya selalu gemetar (karena takut
siksa Tuhannya).
Mereka lebih mementingkan aspek
diterimanya amal daripada bentuk amal itu sendiri, mengenai hal ini Allah Ta
'ala berfirman :
"Sesungguhnya
Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa. " (Al-Maa'idah:27).
Oleh karena itu mereka
berdo'a (memohon kepada Allah) selama 6 (enam) bulan agar dipertemukan lagi
dengan bulan Ramadhan, kemudian berdo'a lagi selama 6 (enam) bulan berikutnya
agar semua amalnya diterima.
Banyak sekali sebat-sebab
didapatnya ampunan di bulan Ramadhan oleh karena itu barangsiapa yang tidak mendapatkan
ampunan tersebut, maka sangatlah merugi. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Jibril
mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, lantas
tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati, maka ia masuk Neraka serta dijauhkan
Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan,
'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban
dan Ibnu Khuzaimah)
Ketahuilah saudaraku,
bahwasanya puasa di bulan Ramadhan, melaksanakan shalat di malam harinya dan
pada malam Lailatul Qadar, bersedekah, membaca Al-Qur'an, banyak berdzikir dan
berdo'a serta mohon ampunan dalam bulan mulia ini merupakan sebab diberikannya
ampunan, jika tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang, seperti meninggalkan
kewajiban ataupun melanggar sesuatu yang diharamkan. Apabila seorang muslim
melakukan berbagai faktor yang membuatnya mendapat ampunan dan tiada sesuatu
pun yang menjadi penghalang baginya, maka optimislah untuk mendapatkan ampunan.
Allah Ta 'ala berfirman :
" Dan sesungguhnya
Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih,
kemudian tetap dijalan yang benar. " (Thaaha : 82).
Yakni terus melakukan
hal-hal yang menjadi sebab didapatnya ampunan hingga dia mati. Yaitu keimanan
yang benar, amal shalih yang dilakukan semata-mata karena Allah, sesuai dengan
tuntunan As-Sunnah dan senantiasa dalam keadaan demikian hingga mati. Allah
Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah
Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal)." (AI-Hijr: 99).
Di sini Allah tidak
menjadikan batasan waktu bagi amalan seorang mukmin selain kematian.
Jika keberadaan ampunan
dan pembebasan dari api neraka itu tergantung kepada puasa Ramadhan dan
pelaksanaan shalat di dalamnya, maka di kala hari raya tiba, Allah
memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan bersyukur atas segala nikmat yang
telah dianugerahkan kepada mereka, seperti kemudahan dalam pelaksanaan ibadah
puasa, shalat di malam larinya, pertolongan-Nya terhadap mereka dalam
melaksanakan puasa tersebut, ampunan atas segala dosa dan pembebasan dari api
Neraka. Maka sudah selayaknya bagi mereka untuk memperbanyak dzikir, takbir dan
bersyukur kepada Tuhannya serta selalu , bertaqwa kepada-Nya dengan
sebenar-benar ; ketaqwaan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan hendaklah
kama mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur. "(Al-Baqarah: 185).
Wahai para pendosa
–demikian halnya kita semua, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah,
karena perbuatan-perbuatan jelekmu. Alangkah banyak orang sepertimu yang
dibebaskan dari Neraka dalam bulan ini, berprasangka baiklah terhadap Tuhanmu
dan bertaubatlah atas segala dosamu, karena sesungguhnya Allah tidak akan
membinasakan seseorang pun melainkan karena ia membinasakan dirinya sendiri.
Allah Ta 'ala berfirman:
"Katakanlah:
"Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kama berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagri Maha
Penyayang.” (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya puasa Ramadhan
diakhiri dengan istighfar (permohonan ampun), karena istighfar merupakan
penutup segala amal kebajikan; seperti shalat, haji dan shalat malam. Demikian
pula dengan majlis-majlis, sebaiknya ditutup dengannya. Jika majlis tersebut
merupakan tempat berdzikir maka istighfar adalah pengukuh baginya, namun jika
majlis tersebut tempat permainan maka istighfar berfungsi sebagai pelebur dan
penghapus dosa. (Lihat kitab Lathaaiful-Ma'aarif; oleh Ibnu Rajab, hlm.
220-228)
PERINGATAN
Sebagian orang apabila
datang bulan Ramadhan, mereka bertaubat, mendirikan shalat dan melaksanakan
badah puasa. Namun jika Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan shalat dan
melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah seburuk-buruk manusia, karena mereka
tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa
pemilik bulan-bulan itu adalah Satu, berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram
di setiap waktu dan Allah Maha Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana
saja dan kapan saja. Maka sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni
dengan meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad
untuk tidak mengulanginya di masa mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah
dan diampuni segala dosanya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung”. (An-Nuur: 31).
Dan dalam ayat yang lain
Allah Ta 'ala berfirman :
" Hai orang-orang
yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan
kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai " (At-Tahrim:8).
Barangsiapa mohon ampunan
kepada Allah dengan lisannya, namun hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan
dan bertekad untuk kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benar-benar
melaksanakan niatnya tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak diterima.
Aku mohon ampun kepada
Allah dan bertaubat kepada-Nya, Dzat yang tiada Tuhan yang haq kecuali Dia,
Yang Maha hidup dan Berdiri Sendiri. Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah
taubatku karena sesungguhnya hanya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat dan Maha
Penyayang. Ya Allah aku telah berbuat banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri
dan tiada yang dapat mengampuni dosa melainkan Engkau, maka ampunilah aku
dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun dan Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabat beliau.
CATATAN PENTING
1. Pada bulan Ramadhan
tidak sedikit orang yang membuat berbagai variasi pada menu makanan dan minuman
mereka. Walaupun hal itu diperbolehkan, tetapi tidak dibenarkan israf
(berlebih-lebihan) dan melampaui batas. Justeru seharusnya adalah
menyederhanakan makanan dan minuman. Allah Ta 'ala berfirman :
"Makan dan
minumlah dan janganlah kalian berbuat israf (berlebih-lebihan), sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat israf. " (Al-A'raaf: 31),
Ayat ini termasuk pangkal
ilmu kedokteran. Sebagian salaf berkomentar: "Allah mengklasifikasikan
seluruh ilmu kedokteran hanya dalam setengah ayat," lantas membacakan ayat
ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan
makan dan minum yang merupakan penopang utama bagi kelangsungan hidup
seseorang, kemudian melarang berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat
membahayakan tubuh. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Makanlah,
minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa disertai dengan
berlebih-lebihan dan kesombongan. " (HR. Abu Daud dan Ahmad, Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi
wasallam bersabda lagi :
'Tiada tempat yang
lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam daripada perutnya, cukuplah bagi mereka
beberapa suap yang dapat menopang tulang punggungnya (penyambung hidupnya) jika
hal itu tidak bisa dihindari maka masing-masing sepertiga bagian untuk
makanannya, minumnya dan nafasnya. " (HR. Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau
berkomentar: Hadits ini Hasan, dan hadits ini merupakan dasar utama bagi semua
dasar ilmu kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 452.)
Malik bin Dinar
radhiallahu'anhu berkata: "Tidak pantas bagi seorang mukmin menjadikan
perutnya sebagai tujuan utama, dan nafsu syahwat mengendalikan dirinya."
Sufyan Ats-Tsauri
rahimahullah berkata: "Jika Anda menghendaki badan sehat dan tidur
sedikit, maka makanlah sedikit saja."
Dari Abu Hurairah
radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh, di
antara yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah nafsu yang menyesatkan
dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu.
" (HR.Ahmad).
Ketahuilah, bahwa dampak
teringan akibat berlebih-lebihan dalam makan dan minum adalah banyak tidur dan
malas melaksanakan shalat tarawih serta membaca Al-Qur'an, baik di waktu malam
atau di siang hari. Barangsiapa yang banyak makan dan minumnya, maka akan
banyak tidurnya sehingga tidak sedikit kerugian yang menimpanya.
Karena ia telah
menyia-nyiakan detik-detik Ramadhan yang mulia dan sangat berharga yang tidak
dapat digantikan dengan waktu lain serta tidak ada yang menyamainya. Ketahuilah
bahwa waktumu terbatas dan detak nafasmu terkalkulasi rapi, sedangkan dirimu
nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas waktumu, dan kamu akan diganjar
atas perbuatan yang kamu lakukan di dalamnya. Maka janganlah sekali-kali kamu
menyia-nyiakannya tanpa amal perbuatan dan jangan kamu biarkan umurmu pergi
percuma, terutama pada bulan dan musim yang mulia dan agung ini.
2. Jika diperhatikan,
banyak manusia yang menghabiskan siang hari di bulan Ramadhan hanya untuk tidur
mendengkur, sementara malamnya mereka habiskan untuk mengobrol dan
bermain-main, sehingga mereka tidak merasakan puasa sedikit pun bahkan tidak
sedikit yang meninggalkan shalat berjamaah -semoga Allah menunjukinya-. Hal ini
mengandung bahaya dan kerugian yang sangat besar bagi mereka, karena Ramadhan
adalah musim segala ibadah seperti melaksanakan shalat, puasa, membaca
Al-Qur'an, dzikir, berdo'a dan mohon ampunan.
Ramadhan merupakan
bilangan hari, yang berlalu dengan cepat dan menjadi saksi ketaatan bagi
orang-orang yang taat, sekaligus sebagai saksi bagi para tukang maksiat atas
semua perbuatan maksiatnya.
Seyogyanya setiap muslim
selalu memanfaatkan waktunya dalam hal-hal yang berguna, janganlah memperbanyak
makan di malam hari dan tidur di siang hari, jangan pula menyia-nyiakan sedikit
pun waktunya tanpa berbuat amal shalih atau mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan dari Hasan
Al-Bashri rahimahullah, bahwasanya ia berkata: "Sesungguhnya Allah
Ta'ala menjadikan bulan Ramadhan sebagai saat untuk berlomba-lomba dalam amal
kebajikan dan bersaing dalam melakukan amal shalih. Maka satu kaum mendahului
lainnya dan mereka menang, sedangkan yang lain terlambat dan mereka pun
kecewa."
Ketahuilah bahwa siang dan
malam hari itu merupakan gudang bagi manusia yang sarat dengan simpanan amal
baik atau buruknya. Kelak pada hari Kiamat akan dibuka gudang ini untuk
(diperlihatkan dan diserahkan kepada) pemiliknya. Orang-orang yang bertakwa
akan mendapati simpanan mereka berupa penghargaan dan kemuliaan, sedangkan
orang-orang pendosa yang menyia-nyiakan waktunya akan mendapatkan kerugian dan
penyesalan.
3. Sebagian orang malah
begadang sepanjang malam, yang hal tersebut hanya membawa dampak negatif, baik
berupa obrolan kosong, permainan yang tidak ada manfaatnya ataupun keluyuran di
jalanan.
Mereka makan sahur di
pertengahan malam dan tertidur sehingga tidak melaksanakan shalat Shubuh
berjamaah. Dalam hal inl banyak hal-hal yang dilarang, di antaranya adalah:
Begadang tanpa manfaat,
padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat membenci tidur sebelum shalat
Isya' dan berbicara sesudahnya, kecuali dalam hal-hal yang baik, sebagaimana
disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Mas'ud :
"Tidak diperkenankan
bercakap-cakap di malam hari kecuali bagi orang yang sedang mengerjakan shalat
atau sedang bepergian. " (HR.
Ahmad, As-Suyuti menandainya sebagai hadits hasan).
Tersia-siakannya waktu
yang amat mahal di bulan Ramadhan dengan percuma, padahal manusia akan merugi
sekali dari setiap waktunya yang berlalu tanpa diisi dengan dzikir sedikit pun
kepada Allah.
Mendahulukan sahur sebelum
saat yang dianjurkan dan disunnahkan yakni di akhir malam sebelum fajar.
Dan musibah terbesar adalah
ia tertidur hingga meninggalkan shalat Shubuh tepat pada waktunya dengan
berjamaah, padahal pahalanya sebanding dengan melaksanakan shalat separuh malam
bahkan semalam suntuk, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Utsman
radhiallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
mendirikan shalat Isya' dengan berjamaah; maka ia bagaikan melaksanakan shalat
separuh malam; dan barangsiapa shalat shubuh berjamaah maka ia bagaikan shalat
semalam suntuk. " (HR.
Muslim).
Oleh karena itu, mereka
yang selalu mengakhirkan shalat dan bermalas-malasan dalam melaksanakannya
serta menghalangi dirinya sendiri dari keutamaan dan pahala shalat berjamaah
yang agung berarti memiliki sifat-sifat orang munafik.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka;
Dan apabila mereka mendirikan shalat mereka mendirikannya dengan malas." ( An-Nisaa': 142).
Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Sesungguhnya
shalat yang terberat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya' dan Shubuh,
jika mereka mengetahui pahalanya, niscaya mereka mendatanginya kendatipun
dengan merangkak." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
Maka sudah selayaknya
-terutama di bulan Ramadhan- setiap muslim segera tidur setelah melaksanakan
shalat tarawih, dan secepatnya bangun di akhir malam, kemudian shalat malam dan
menyibukkan diri dengan dzikir, do'a, istighfar dan taubat sebelum dan seusai
sahur hingga shalat fajar.
Tetapi lebih utama lagi
jika ia habiskan malam harinya dengan membaca dan mempelajari Al-Qur'an,
sebagaimana yang telah dilakukan Nabi shallallahu a'alaihi wasallam bersama
Jibril 'alaihis salam.
Allah Ta'ala memuji dan
menyanjung orang-orang yang memohon ampunan di akhir malam, sebagaimana dalam
firman-Nya :
"Mereka sedikit
sekali ridur di malam hari, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampunan
kepada Allah). "
(Adz-Dzaariyaat:17-l8).
Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Allah Ta'ala
turun ke langit dunia setiap malam sewaktu malam tinggal sepertiga bagian
akhir, lantas berfirman, 'Barangsiapa berdo'a akan Aku kabulkan. Barangsiapa
yang memohon pasti Aku perkenankan. Barangsiapa minta ampun niscaya Aku
mengampuninya, hingga terbit fajar. " (HR. Muslim)
Maka sudah sepantasnya
bagi setiap muslim yang selalu berharap rahmat Tuhannya dan takut terhadap
siksaNya- memanfaatkan kesempatan penting ini, dengan berdo'a dan mohon ampun
kepada Allah untuk dirinya, kedua orang tuanya, anak-anaknya, segenap kaum
muslimin dan para penguasanya. Memohon ampun dan bertaubat kepada Allah di
setiap malam bulan Ramadhan dan di setiap saat dari umurnya yang terbatas
sebelum maut menjemput, amal perbuatan terputus dan penyesalan berkepanjangan.
Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah
kalian semua orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung." (An-Nuur: 31),
Ya Allah terimalah taubat
kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam
selalu dilimpahkan ke haribaan Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para
sahabatnya.
FATWA-FATWA
PENTING
A. FATWA RASULULLAH
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM SEKITAR PUASA:
Seorang sahabat bertanya
kepada beliau: "Wahai Rasulullah, Saya lupa sehingga makan dan minum,
padahal saya sedang berpuasa." Beliau menjawab :
"Allah telah
memberimu makan dan minum"
(HR. Abu Daud). Dan dalam riwayat Ad-Daruquthni dengan sanad shahih disebutkan
"Sempurnakan puasamu
dan kamu tidak wajib mengqadhanya, sesungguhnya Allah telah memberimu makan dan
minum" peristiwa itu terjadi pada hari pertama di bulan Ramadhan.
Pernah juga beliau ditanya
tentang benang putih dan hitam, jawab beliau :
"Yaitu terangnya
siang dan gelapnya malam."
(HR. An-Nasa 'i).
"Seorang sahabat
bertanya: "Saya mendapati shalat shubuh dalam keadaan junub, lain saya
berpuasa -bagaimana hukumnya-? Jawab beliau :
"Aku juga pernah
mendapati Shubuh dalam keadaan junub, lantas aku berpuasa. "Ia berkata:
"Engkau tidak seperti kami wahai Rasulullah, karena Allah telah mengampuni
semua dosamu baik yang lalu ataupun yang belakangan. Nabi shallallahu halaihi
wasallam menjawab : "Demi Allah, sungguh aku berharap agar aku menjadi
orang yang paling takut kepada Allah dan paling tahu akan sesuatu yang bisa
dijadikan alat bertakwa.” (HR.
Muslim).
Beliau pernah ditanya
tentang puasa di perjalanan, maka beliau menjawab :
"Terserah Kamu, boleh
berpuasa boleh pula berbuka "(HR. Muslim).
Hamzah bin 'Amr pernah
bertanya: "Wahai Rasulullah, saya mampu berpuasa dalam perjalanan,
apakah saya berdosa?" Beliau menjawab :
"Ia adalah
rukhshah (keringanan) dari Allah, barangsiapa mengambilnya baik baginya dan
barangsiapa lebih suka berpuasa maka ia tidak berdosa. " (HR. Muslim).
Sewaktu ditanya tentang
meng-qadha' puasa dengan tidak berturut-turut, beliau menjawab :
"Hal itu kembali
kepada dirimu (tergantung kemampuanmu), bagaimana pendapatmu jika salah seorang
di antara kamu mempunyai tanggungan hutang lalu mencicilnya dengan satu dirham
dua dirham, tidakkah itu merupakan bentuk pelunasan? Allah Maha Pemaaf dan
Pengampun. " (HR.
Ad-DaYuquthni, isnadnya hasan).
Ketika ditanya oleh
seorang wanita: "Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal sedangkan
ia berhutang puasa nadzar, bolehkah saya berpuasa untuknya? Beliau menjawab :
"Bagaimana
pendapatmu jika ibumu memiliki tanggungan hutang lantas kamu lunasi, bukankah
itu membuat lunas hutangnya? la berkata, 'Benar'. Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, 'Puasalah untuk ibumu.' (Hadits Muttafaq 'Alaih) (Lihat I'laarnul Muwaqqii'in 'An Rabbil
'Aalamiin, oleh Ibnul Qayyim, 4/266-267)
B. SEBAGIAN FATWA IBNU
TAIMIYAH
Beliau ditanya tentang
hukum berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung (istinsyaq), bersiwak,
mencicipi makanan, muntah, keluar darah meminyaki rambut dan memakai celak bagi
seseorang yang sedang berpuasa;
Jawaban beliau :
"Adapun berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung adalah disyari'atkan,
hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
dan para sahabatnya juga melakukan hal itu, tetapi beliau berkata kepada
Al-Laqiit bin Shabirah :
"Berlebih-lebihanlah
kamu dalam menghirup air ke hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa. " (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu
Maajah serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam tidak melarang istinsyaq bagi orang yang berpuasa, tetapi hanya
melarang berlebih-lebihan dalam pelaksanaannya saja.
Sedangkan bersiwak adalah
boleh, tetapi setelah zawal (matahari condong ke barat) kadar makruhnya
diperselisihkan, ada dua pendapat dalam masalah ini dan keduanya diriwayatkan
dari Imam Ahmad, namun belum ada dalil syar'i yang menunjukkan makruhnya, yang
dapat menggugurkan keumuman dalil bolehnya bersiwak.
Mencicipi makanan hukumnya
makruh jika tanpa keperluan yang memaksa, tapi tidak membatalkan puasa. Adapun
jika memang sangat perlu, maka hal itu bagaikan berkumur, dan boleh hukumnya.
Adapun mengenai hukum
muntah-muntah, jika memang disengaja dan dibikin-bikin maka batal puasanya,
tetapi jika datang dengan sendirinya tidak membatalkan. Sedangkan memakai
minyak rambut jelas tidak membatalkan puasa.
Mengenai hukum keluar
darah yang tak dapat dihindari seperti darah istihadhah, luka-luka, mimisan
(keluar darah dari hidung) dan lain sebagainya adalah tidak membatalkan puasa,
tetapi keluarnya darah haid dan nifas membatalkan puasa sesuai dengan
kesepakatan para ulama.
Adapun mengenakan celak
(sipat mata) yang tembus sampai ke otak, maka Imam Ahmad dan Malik berpendapat:
Hal itu membatalkan puasa, tetapi Imam Abu Hanifah dan Syafi'i berpendapat: hal
itu tidak membatalkan. (Lihat Majmu' Fataawaa, oleh Ibnu Taimiyah, 25/266-267.
Wallahu A 'lam.
Ibnu Taimiyah menambahkan
dalam "Al-Ikhtiyaaraat": "Puasa seseorang tidak batal sebab
mengenakan celak, injeksi (suntik), zat cair yang diteteskan di saluran air
kencing, mengobati luka-luka yang tembus sampai ke otak dan luka tikaman yang
tembus ke dalam rongga tubuh. Ini adalah pendapat sebagian ulama. (Lihat Al
Ikhtiyaraatul Fiqhiyah, hlm. 108) Wallahu A 'lam ':
C. SEBAGIAN FATWA SYAIKH
ABDURRAHIMAN NASIR ASSA'DI
Beliau ditanya tentang
orang yang meninggal sebelum melunasi puasa wajibnya, bagaimana hukumnya?
Jawaban beliau: "Jika
ia meninggal sebelum membayar puasa wajibnya, seperti orang yang meninggal
dalam keadaan berhutang puasa Ramadhan, kemudian diberikan kepadanya kesehatan,
namun dia belum sempat menunaikannya, maka waijb baginya memberi makan kepada
satu orang miskin setiap hari sesuai dengan jumlah puasa yang ia tinggalkan.
Menurut Ibnu Taimiyah, jika puasanya diwakili maka sah hukumnya, hal ini kuat
sumber hukumnya.
Kondisi kedua: Ia
meninggal sebelum dapat nenunaikan tanggungan hutangnya seperti sakit di bulan
Ramadhan dan mati di pertengahannya, sedangkan ia tidak berpuasa karena sakit
tersebut atau bahkan sakitnya berlangsung terus hingga ajalnya tiba. Hal ini
tidak menjadikannya wajib membayar kaffarah meskipun kematiannya setelah
rentang waktu yang cukup lama, karena ia tidak gegabah dan melalaikannya,
demikian pula ia tidak meninggalkannya kecuali adanya udzur syar'i. (Lihat Al
Irsyaadu Ilaa Ma'rifatil Ahkaam, hlm. 85-86.)
Dari Aisyah radhiallahu
'anha, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa meninggal
dunia sedangkan in punya tanggungan puasa, maka walinya boleh berpuasa
menggantikannya. "(Muttafaq
'Alaih).
Hadits ini menunjukkan
anjuran berpuasa kepada orang yang masih hidup untuk si mayit, dan bahwasanya
jika seseorang meninggal dalam keadaan memiliki hutang puasa, maka boleh
digantikan oleh walinya."
Imam Nawawi berkomentar:
"Para ulama berbeda pendapat tentang mayit yang memiliki tanggungan puasa
wajib; seperti puasa Ramadhan, qadha' dan nadzar ataupun yang lain. Apakah
wajib diqadha untuknya?
Dalam masalah ini Imam
Syafi'i memiliki dua pendapat, yang terpopuler adalah, Tidak wajib diganti
puasanya, sebab puasa pengganti untuk si mayit pada asalnya tidak sah. Adapun
pendapat kedua, 'Disunnahkan bagi walinya untuk berpuasa sebagai pengganti bagi
si mayit, hingga si mayit terbebas dari tanggungannya dan tidak usah membayar
kaffarah (memberi makan orang miskin sesuai dengan bilangan puasa yang
ditinggalkannya). Pendapat inilah yang benar dan terbaik menurut keyakinan
kami. Dan pendapat inipun dibenarkan oleh para penelaah madzhab kami -yang
menghimpun dan menyatukan disiplin ilmu fiqh dan hadits- berdasarkan
hadits-hadits shahih diatas. (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 158.) Wallahu A
'lam. "
D. BEBERAPA FATWA ULAMA
NEJED (ARAB SAUDI)
Syaikh Abdullah bin Syaikh
Muhammad ditanya mengenai mulai kapan seorang anak yang menginjak dewasa
diperintah melakukan ibadah puasa?
Beliau menjawab:
"Anak yang belum dewasa jika ia mampu berpuasa maka pantas diperintah
melaksanakannya, dan bila meninggalkannya diberi hukuman.
Syaikh Hamd bin Atiq
ditanya tentang seorang wanita yang mendapati darah sebelum terbenam matahari,
apakah puasanya dinyatakan sah?
Beliau menj awab :
"Puasanya tidak sempurna pada hari itu."
Syaikh Abdulah bin Syaikh
Muhammad ditanya mengenai orang yang makan (berbuka) di bulan Ramadhan,
bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab :
"Orang yang makan di siang hari bulan Ramadhan atau minum harus diberi
pelajaran (dengan hukuman) supaya jera."
Syaikh Abdullah Ababathin
ditanya tentang orang yang berpuasa mendapatkan aroma sesuatu, bagaimana
hukumnya?
Beliau menjawab :
"Semua aroma yang tercium oleh orang yang sedang menunaikan ibadah puasa
tidak membatalkan puasanya kecuali bau rokok, jika ia menciumnya dengan sengaja
maka batallah puasanya.
Tetapi jika asap rokok
masuk ke hidungnya tanpa disengaja tidak membatalkan, sebab amat sulit untuk
menghindarinya. Wallahu A'lam"
Semoga sbalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam,
segenap keluarga dan sababatnya, amin.
ZAKAT FITRAH
Diantara dalil yang
menganjurkan untuk menunaikan zakat fitrah adalah :
1. Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama
Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la:
14-15)
2. Hadits shahih yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata :
" Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka
dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum
muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fitrah tersebut) ditunaikan sebelum
orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya) " (Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib
membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak
satu sha' (+- 3 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat
tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk diri dan
keluarganya selama sehari semalam.
Zakat tersebut lebih
diutamakan dari sesuatu yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu
pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum shalat 'Id, boleh juga sehari
atau dua lari sebelumnya, dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah
setelah hari Raya. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu :
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci
orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian
makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa yang
mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka zakatnya diterima, dan barang siapa
yang membayarkannya setelah shalat 'Id maka ia adalah sedekah biasa." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
(Dan diriwayatkan pula Al
Hakim, beliau berkata : shahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Zakat fitrah tidak boleh
diganti dengan nilai nominalnya, Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang
menyatakan bahwa zakat fithrah adalah dari lima jenis makanan pokok (Muttafaq
'Alaih). Dan inilah pendapat jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama
menyatakan bahwa yang dimaksud adalah makanan pokok masing-masing negeri.
Pendapat yang melarang mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan
bahwa pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam juga terdapat nilai tukar
(uang), dan seandainya dibolehkan tentu beliau memerintahkan mengeluarkan zakat
dengan nilai makanan tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya. Adapun yang
membolehkan zakat fithrah dengan nilai tukar adalah Madzhab Hanafi.
Karena hal itu tidak
sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diperbolehkan bagi
jamaah (sekelompok manusia) memberikan jatah seseorang, demikian pula seseorang
boleh memberikan jatah orang banyak.
Zakat fitrah tidak boleh
diberikan kecuali hanya kepada fakir miskin atau wakilnya. Zakat ini wajib
dibayarkan ketika terbenamnya matahari pada malam 'Id. Barangsiapa meninggal
atau mendapat kesulitan (tidak memiliki sisa makanan bagi diri dan keluarganya,
pen.) sebelum terbenamnya matahari, maka dia tidak wajib membayar zakat fitrah.
Tetapi jika ia mengalaminya seusai terbenam matahari, maka ia wajib
membayarkannya (sebab ia belum terlepas dari tanggungan membayar fitrah).
HIKMAH
DISYARI'ATKANNYA ZAKAT FITRAH
Di antara hikmah
disyari'atkannya zakat fitrah adalah :
a. Zakat fitrah merupakan
zakat diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan
dengan nikmat-Nya.
b. Zakat fitrah juga merupakan
bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka
dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita
dengan segala anugerah nikmat-Nya.
c. Hikmahnya yang paling
agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah
puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin
Nashir As Sa'di, hlm. 37. )
d. Di antara hikmahnya
adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma
di atas, yaitu puasa merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari
kesia-siaan dan perkataan buruk, demikian pula sebagai salah satu sarana
pemberian makan kepada fakir miskin.
Ya Allah terimalah
shalat·kami, zakat dan puasa kami serta segala bentuk ibadah kami sesungguhnya
Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan selalu kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya. Amin.
HARI RAYA
Hari raya adalah saat
berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia
adalah karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya
dan memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada
mereka untuk mendapatkan anugerah dan ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah:
"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan. " (Yunus:
58).
Sebagian orang bijak
berujar: "Tiada seorang pun yang bergembira dengan selain Allah kecuali
karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu bergembira
dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal merasa Senang
dengan Tuhannya."
Ketika Nabi shallallahu
alaihi wasallam tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka
bermain-main di dalamnya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah telah
memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) 'Idul fitri
dan 'Idul Adha.” (HR. Abu Daud dan
An-Nasa'i dengan sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan
bahwa menampakkan rasa suka cita di hari Raya adalah sunnah dan disyari'atkan.
Maka diperkenankan memperluas hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada
segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan yang bisa
mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi tidak menjadikannya
lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun yang dilakukan
kebanyakan orang di saat hari Raya dengan berduyun-duyun pergi memenuhi
berbagai tempat hiburan dan permainan adalah tidak dibenarkan, karena hal itu
tidak sesuai dengan yang disyari'atkan bagi mereka seperti melakukan dzikir
kepada Allah. Hari Raya tidak identik dengan hiburan, permainan dan
penghambur-hamburan (harta), tetapi hari Raya adalah untuk berdzikir kepada
Allah dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat
ini dua buah hari Raya yang sarat dengan hiburan dan permainan dengan dua buah
Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan ampunan.
Di dunia ini kaum mukminin
mempunyai tiga hari Raya: hari Raya yang selalu datang setiap minggu dan dua
hari Raya yang masing-masing datang sekali dalam setiap tahun.
Adapun hari Raya yang
selalu datang tiap minggu adalah hari Jum'at, ia merupakan hari Raya mingguan,
terselenggara sebagai pelengkap (penyempurna) bagi shalat wajib lima kali yang
merupakan rukun utama agama islam setelah dua kalimat syahadat.
Sedangkan dua hari Raya
yang tidak berulang dalam waktu setahun kecuali sekali adalah:
1. 'Idul Fitri setelah
puasa Ramadhan, hari raya ini terselenggara sebagai pelengkap puasa Ramadhan
yang merupakan rukun dan asas Islam keempat. Apabila kaum muslimin merampungkan
puasa wajibnya, maka mereka berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas
dari api Neraka, sebab puasa Ramadhan mendatangkan ampunan atas dosa yang lain
dan pada akhirnya terbebas dari Neraka.
Sebagian manusia
dibebaskan dari Neraka padahal dengan berbagai dosanya ia semestinya masuk
Neraka, maka Allah mensyari'atkan bagi mereka hari Raya setelah menyempurnakan
puasanya, untuk bersyukur kepada Allah, berdzikir dan bertakbir atas petunjuk
dan syari'at-Nya berupa shalat dan sedekah pada hari Raya tersebut.
Hari Raya ini merupakan
hari pembagian hadiah, orang-orang yang berpuasa diberi ganjaran puasanya, dan
setelah hari Raya tersebut mereka mendapatkan ampunan.
2. 'Idul Adha (Hari Raya
Kurban), ia lebih agung dan utama daripada 'Idul Fitri. Hari Raya ini
terselenggara sebagai penyempurna ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima,
bila kaum muslimin merampungkan ibadah hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari
Raya kaum muslimin di dunia, semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan
kepada Yang Maha Menguasai dan Yang Maha Pemberi, di saat mereka berhasil memperoleh
apa yang dijanjikan-Nya berupa ganjaran dan pahala. (Lihat Lathaa'iful Ma'arif,
oleh Ibnu Rajab, hlm. 255-258)
PETUNJUK NABI
DI HARI RAYA
Pada saat hari Raya 'Idul
Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan
kurma -dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan
shalat 'Id. Tetapi pada 'Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai
beliau pulang, setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat
'Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat
fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin
bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Mengenai hal tersebut,
Allah Ta 'ala berfirman :
"Maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh-sungguh
dalam mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk
shalat 'Id kecuali setelah terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat
shalat beliau senantiasa bertakbir.
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam melaksanakan shalat' Id terlebih dahulu baru berkhutbah, dan beliau
shalat dua raka'at· Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut
dengan Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau
tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat
dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, ia berkata: "Dia membaca hamdalah dan
memuji Allah Ta 'ala serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa
Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan "Qaf"
pada raka'at pertama serta surat "Al-Qamar" di raka'at kedua.
Kadang-kadang beliau
membaca surat "Al-A'la" pada raka'at pertama dan
"Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu
ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain membaca Al-Fatihah dan
surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap
duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi
wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui
jalan yang berbeda ketika yang terkenal sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi
shallallahu’alaihi wasallam berangkat dan pulang (dari shalat) 'Id.' Beliau
selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda :
"Setiap perkara
yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah). " (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai
shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya. " (HR. Al Bukhari
dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan
bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at, demikian pula mengisyaratkan tidak
disyari'atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah
Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap sahabatnya.
KEUTAMAAN
PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL
Abu Ayyub Al-Anshari
radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa
berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di
bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun .” (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i,
meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda:
"Puasa Ramadhan
(ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari
(di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah
bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam
"Shahih" mereka.)
Dari Abu Hurairah
radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia
bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah
satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang
dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu
tahun penuh, karena setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya,
sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa
setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di antaranya :
1. Puasa enam hari di
bulan Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari
puasa setahun penuh.
2. Puasa Syawal dan
Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari
kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan
disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana
keterangan yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai
riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan
dan ketidak sempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan
menyempurnakannya.
3. Membiasakan puasa
setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah
Ta'ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan
perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan: "Pahala 'amal
kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa
mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu
merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya,
jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal
itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
4. Puasa Ramadhan
-sebagaimana disebutkan di muka- dapat mendatangkan maghfirah atas dosa-dosa
masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari
Raya 'ldul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa
setelah 'Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh
tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk
sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang
telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi
jika ia malah menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok
orang yang membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat
melakukan puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan
terkabul, ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas
menghancurkannya kembali. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah
kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal
dengan kuat menjadi cerai berai kembali "(An-Nahl: 92)
5. Dan di antara manfaat
puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba
untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus
dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup.
Orang yang setelah
Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya,
yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi.
Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab
mereka merasa berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa merasa
demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal
orang yang bersegera kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan
bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosan dan berat
apalagi benci.
Seorang Ulama salaf
ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan
Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi,
beliau berkomentar:
"Seburuk-buruk
kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan
saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sunggguh di
sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya
orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal,
karena hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya.
Kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah
melakukan puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan
seorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala
berfirman :
"Dan sembahlah
Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula
bahwa shalat-shalat dan puasa sunnah serta sedekah yang dipergunakan seorang
hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah
disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal itu mengandung berbagai macam
manfaat, di antaranya; ia sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada
fardhu, merupakan salah satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan)
Allah kepada hamba-Nya, sebab terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab
dihapusnya dosa dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya
kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat
memohon pertolongan, shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu ke haribaan
Nabi, segenap keluarga dan sahabatnya.
RAHASIA PUASA
Sebagai muslim yang
sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan yang mulia pada tahun ini merupakan
sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah
Ramadhan, amat banyak keuntungan yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan
di dunia maupun di akhirat kelak.
Disinilah letak pentingnya
bagi kita untuk membuka tabir rahasia puasa sebagai salah satu bagian
terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam
kitabnya Al Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahasia puasa yang bisa
kita buka untuk selanjutnya bisa kita rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.
a.Menguatkan Jiwa.
Dalam hidup, tak sedikit
kita dapati manusia yang didominasi oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu
menuruti apapun yang menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan
sesuatu yang bathil dan mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya, di
dalam Islam ada perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk
bisa mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai
keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini
manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang
kalah dalam perang melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Tuhan yang benar kepada hawa nafsu
yang cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan. Allah memerintahkan kita
memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya yang artinya: Maka pernahkah kamu
melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah
membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (QS 45:23).
Dengan ibadah puasa, maka
manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi
kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh derajat yang tinggi
seperti layaknya malaikat yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan
membuka pintu-pintu langit hingga segala do’anya dikabulkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda yang
artinya:
Ada tiga golongan orang
yang tidak ditolak do’a mereka: orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin
yang adil dan do’a orang yang dizalimi
(HR. Tirmidzi).
b.Mendidik Kemauan.
Puasa mendidik seseorang
untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk
melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan
membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang
untuk menyimpang begitu besar.
Karena itu, Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam menyatakan: Puasa itu setengah dari kesabaran.
Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang muslim
semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat seseorang tidak akan
lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang
sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim tidak akan
berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat sulit.
c.Menyehatkan Badan.
Disamping kesehatan dan
kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar juga akan memberikan pengaruh
positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam, tetapi juga sudah dibuktikan oleh para
dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu
meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut
memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk
sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut
kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk
air dan sepertiga untuk udara.
d.. Mengenal Nilai
Kenikmatan.
Dalam hidup ini,
sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia,
tapi banyak pula manusia yang tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak
terasa nikmat karena menginginkan dua, dapat dua tidak terasa nikmat karena
menginginkan tiga dan begitulah seterusnya. Padahal kalau manusia mau
memperhatikan dan merenungi, apa yang diperolehnya sebenarnya sudah sangat
menyenangkan karena begitu banyak orang yang memperoleh sesuatu tidak lebih
banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang kita peroleh.
Maka dengan puasa, manusia
bukan hanya disuruh memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah
diperolehnya, tapi juga disuruh merasakan langsung betapa besar sebenarnya
nikmat yang Allah berikan kepada kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja
kita tidak makan dan minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan
pada saat kita berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun
hanya berupa sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah
puasa guna mendidik kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah
berikan agar kita selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak
mengecilkan arti kenikmatan dari Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit
dan kecil.
Rasa syukur memang akan
membuat nikmat itu bertambah banyak, baik dari segi jumlah atau paling tidak
dari segi rasanya, Allah berfirman yang artinya: Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasati
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS 14:7).
e. Mengingat dan
Merasakan Penderitaan Orang Lain.
Merasakan lapar dan haus
juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang
dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan
segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain
entah kapan akan berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan
memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami
penderitaan yang hingga kini masih belum teratasi, seperti penderitaan
saudara-saudara kita di Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di
Tanah Air serta yang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti di
Chechnya, Kosovo, Irak, Palestina dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai
simbol dari rasa solidaritas itu, sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan
untuk menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa
mengatasi persoalan-persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya
bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang
mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan
dengan harta seperti gila harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman yang
artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya
do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui (QS 9:103).
SAMBUT DENGAN
GEMBIRA.
Karena rahasia puasa
merupakan sesuatu yang amat penting bagi kita, maka sudah sepantasnyalah kalau
kita harus menyambut kedatangan Ramadhan tahun ini dengan penuh rasa gembira
sehingga kegembiraan kita ini akan membuat kita bisa melaksanakan ibadah
Ramadhan nanti dengan ringan meskipun sebenarnya ibadah Ramadhan itu berat.
Kegembiraan kita terhadap
datangnya bulan Ramadhan harus kita tunjukkan dengan berupaya semaksimal
mungkin memanfaatkan Ramadhan tahun sebagai momentum untuk mentarbiyyah
(mendidik) diri, keluarga dan masyarakat kearah pengokohan atau pemantapan
taqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesuatu yang memang amat kita perlukan bagi
upaya meraih keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi bangsa kita yang
hingga kini masih menghadapi berbagai macam persoalan besar. Kita tentu harus
prihatin akan kondisi bangsa kita yang sedang mengalami krisis, krisis yang
seharusnya diatasi dengan memantapkan iman dan taqwa, tapi malah dengan
menggunakan cara sendiri-sendiri yang akhirnya malah memicu pertentangan dan
perpecahan yang justeru menjauhkan kita dari rahmat dan keberkahan dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
-Semoga ada manfaatnya-
Diarsipkan: www.faisalchoir.blogspot.com
Diarsipkan: www.faisalchoir.blogspot.com
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/09/tuntunan-ibadah-di-bulan-ramadhan.html