Rabu, 29 Januari 2014

Thowaf Wada’, Penutup Amalan Haji

Jika Jama’ah Haji telah melempar jumrah padah hari keduabelas lalu keluar dari Mina (disebut nafer awwal), atau menambah hingga hari ketigabelas, berarti tinggal satu manasik lagi yang mesti ditunaikan yaitu thowaf wada’. Thowaf ini merupakan bagian dari wajib haji sebagaimana pendapat jumhur ulama (mayoritas).
Thowaf wada’ adalah sebagai penghormatan terakhir pada Masjidil Haram. Jadinya thowaf ini adalah amalan terakhir bagi orang yang menjalankan haji sebelum ia meninggalkan Mekkah, tidak ada lagi amalan setelah itu.
Dari  Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ ، إِلاَّ أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ
Manusia diperintahkan menjadikan akhir amalan hajinya adalah di Baitullah (dengan thowaf wada’, pen) kecuali hal ini diberi keringanan bagi wanita haidh.” (HR. Bukhari no. 1755 dan Muslim no. 1328).
Adapun wanita haidh yang telah menjalani thowaf ifadhoh jika ia bisa menunggu sampai haidhnya suci, maka ia diperintahkan melakukan thowaf wada’. Jika tidak mampu menunggu karena harus meninggalkan Mekkah, thowaf wada’ gugur darinya.
Thowaf wada’ ini wajib menjadi akhir amalan orang yang berhaji di Baitullah dan ia tidak boleh lagi tinggal lama setelah itu. Jika ia tinggal lama setelah itu, thowaf wada’nya wajib diulangi. Adapun jika diamnya sebentar seperti karena menunggu rombongan, membeli makanan atau ada kebutuhan lainnya, maka itu tidaklah masalah. Begitu pula jika ada yang belum menunaikan sa’i hajinya, maka ia boleh menjadikan sa’inya setelah thowaf wada’. Karena melakukan sa’i tidak memerlukan waktu yang lama.
Sedangkan bagi penduduk Mekkah tidak ada kewajiban thowaf wada’. Begitu pula tidak ada kewajiban thowaf wada’ bagi orang yang berumroh karena tidak ada dalil yang menjelaskannya sebagaimana pendapat jumhur ulama, yaitu Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Boleh pula mengakhirkan thowaf Ifadhoh  dan digabungkan satu niat dengan thowaf Wada’. Demikian menurut pendapat yang shahih.
Bagi yang telah selesaikan menunaikan seluruh manasik, segeralah pulang dan kembali pada keluarganya, karena demikian mendapatkan pahala yang besar dan inilah yang biasa dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ ، يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ ، فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ
Safar adalah bagian dari adzab (siksa). Ketika safar salah seorang dari kalian akan sulit makan, minum dan tidur. Jika urusannya telah selesai, bersegeralah kembali kepada keluarganya.” (HR. Bukhari no. 1804 dan Muslim no. 1927).
Semoga Allah menjadikan perjalanan haji kita penuh barokah dan menuai haji mabrur yang tiada balasan mulia selain Surga.

Referensi:
Ar Rofiq fii Rihlatil Hajj, terbitan Majalah Al Bayan, cetakan 1429 H.
Shifat Hajjatin Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq At Thorifiy, terbitan Maktabah Dar Al Minhaj, cetakan ketiga, 1433 H.

@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 5 Dzulhijjah 1433 H
www.rumaysho.com
http://rumaysho.com/haji-umrah/thowaf-wada-penutup-amalan-haji-2924