KITAB ZAKAT
Oleh:Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Zakat adalah salah satu rukun Islam dan salah satu kewajibanya. Dari
Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ, شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ, وَإِقَامِ الصَّلاَةِ, وَإيِْتَاءِ
الزَّكَاةِ, وَحَجِّ الْبَيْتِ, وَصِيَامِ رَمَضَانَ.
“Islam didirikan di atas lima dasar, yaitu bersaksi bahwasanya tidak ada
ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berhaji ke
Baitullah, dan puasa pada bulan Ramadhan.” [1]
Dan telah disebutkan secara bergandengan dengan shalat dalam delapan puluh dua ayat.
Anjuran Untuk Mengeluarkan Zakat
Allah Ta’ala berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari harta mereka dengan guna membersihkan dan
mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’amu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Mahamendengar lagi
Mahamengetahui.” [At-Taubah: 103]
Dan juga firman-Nya Ta’ala:
وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا
يَرْبُو عِندَ اللَّهِ ۖ وَمَا آتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ
اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia
bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan
Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”
[Ar-Ruum: 39]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ وَلاَ يَقْبَلُ
اللهُ إِلاَّ الطَّيِّبَ, فَإِنَّ اللهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِيْنِهِ ثُمَّ
يُرَبِّيْهَا لِصَاحِبِهَا كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى
تَكُوْنَ مِثْلَ الْجَبَلِ.
“Barangsiapa yang bersedekah dengan seukuran biji kurma dari sumber yang
halal dan Allah tidaklah menerima kecuali dari sumber yang baik, maka
Allah menerima sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya, lalu Allah
mengembangkannya bagi yang bersedekah sebagaimana salah seorang di
antara ka-ian mengembangkan anak kudanya, hingga akhirnya (pahalanya)
menjadi seperti gunung.”[2]
Ancaman Bagi Mereka Yang Tidak Mau Mengeluarkan Zakat
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن
فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُم ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ
مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu
baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.
Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di
hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit
dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Ali ‘Imran:
180]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ، مُثِّلَ لَهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيْبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ, ثُمَّ يَأْخُذُ بِلَهْزَمَتَيْهِ -يَعْنِى شَدَقَيْهِ- ثُمَّ
يَقُوْلُ: أَنَا كَنْزُكَ، أَنَا مَالُكَ, ثُمَّ تَلاَ هَذِهِ اْلآيَةَ:
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن
فَضْلِهِ
“Barangsiapa yang diberikan karunia harta oleh Allah dan ia tidak
menunaikan zakat harta tersebut, maka pada hari Kiamat kelak hartanya
tersebut akan diwujudkan dalam bentuk ular yang memiliki dua bisa
kemudian dikalungkan di leher-nya, lalu ular itu menggigit dua tulang
rahang bawahnya, sambil berkata, ‘Aku adalah harta simpananmu.’”
Kemudian Rasulullah membaca ayat, “Sekali-kali janganlah orang-orang
yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karunia-Nya menyangka...’” [3]
Dan juga firman Allah:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا
فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ
وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا
كُنتُمْ تَكْنِزُونَ
“... Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, lalu tidak
menafkahkannya di jalan Allah, maka kabarkanlah kepada mereka adzab yang
sangat pedih. Pada hari dipanaskan emas pe-rak itu di dalam Neraka
Jahannam, lalu dibakarnya dahi mere-ka, lambung dan punggung mereka
(lalu dikatakan) kepada me-reka, ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan
untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kamu simpan.’” [At-Taubah: 34-35]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhua, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّى مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا
كَانَ يَوْمُ القِيَامَةِ, صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ
عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِيْنُهُ
وَظَهْرُهُ, كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيْدَتْ لَهُ , فِي يَوْمٍ كَانَ
مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ, حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ,
فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ.
قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! فَاْلإِبِلُ؟ قَالَ: وَلاَ صَاحِبُ إِبِلٍ
لاَيُؤَدِّى مِنْهَا حَقَّهَا, وَمِنْ حَقِّهَا حَلَبُهَا يَوْمَ وِرْدِهَا
إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ بُطِحَ لَهَا بِقَاعٍ قَرْقَرٍ
أَوْفَرَ مَاكَانَتْ لاَ يَفْقِدُ مِنْهَا فَصِيْلاً وَاحِدًا تَطَؤُهُ
بِأَخْفَافِهَا وَتَعَضُّهُ بِأَفْوَاهِهَا, كُلَّمَا مَرَّعَلَيْهِ
أُوْلاَهَا رُدَّ عَلَيْهِ أُخْرَاهَا فيِ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ
خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ, حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى
سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ.
“Tidaklah seorang yang memiliki harta simpanan dari emas maupun perak
dan ia tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari Kiamat nanti akan
dibentangkan baginya lempengan-lempengan logam dari Neraka yang telah
dipanaskan di Neraka Jahannam, kemudian lempengan tersebut disetrikakan
di lambung, dahi dan punggungnya. Manakala telah dingin, lempengan itu
dipanaskan kembali. Hal ini terjadi pada hari yang lamanya sama seperti
lima puluh ribu tahun, sampai tiba hari penghisaban antara para hamba,
setelah itu dia akan melihat jalannya, apakah ke Surga atau ke Neraka.
Ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana dengan mereka yang
memiliki unta?’ Beliau menjawab, ‘Begitu pula dengan mereka yang
memiliki unta dan tidak menunaikan kewajibannya, dan termasuk dari
kewajiban yang harus dikeluarkan adalah air susu yang diperah di saat
masa pemerahan, maka di hari Kiamat kelak dibentangkan bagi mereka tanah
lapang yang terkumpul padanya semua yang dia miliki dari hewan, sampai
yang masih menyapih, lalu semua hewan itu menginjak dan menggigitnya,
manakala yang pertama telah berlalu dilanjutkan kembali oleh yang
berikutnya. Hal ini terjadi pada hari yang lamanya sama seperti lima
puluh ribu tahun, sampai tiba saatnya hari penghisaban antara para
hamba, setelah itu dia akan melihat jalannya, apakah ke Surga atau ke
Neraka.’” [4]
Hukum Orang Yang Tidak Mengeluarkan Zakat
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang telah disepakati oleh para
ulama dan telah diketahui oleh semua umat, sehingga ia termasuk salah
satu hal yang mendasar dalam agama, yang mana jika ada salah seorang
dari kaum muslimin yang mengingkari kewajibannya, maka dia telah keluar
dari Islam dan dibunuh dalam keadaan kafir, kecuali jika ia baru
mengenal Islam, maka dia dimaaf-kan disebabkan karena kejahilannya akan
hukum.
Adapun mereka yang tidak mau mengeluarkannya dengan tetap meyakini akan
kewajibannya, maka dia berdosa karena sikapnya tersebut, tapi hal ini
tidak mengeluarkannya dari Islam dan seorang hakim (penguasa) boleh
mengambil zakat tersebut dengan paksa [5] beserta setengah hartanya
sebagai hukuman atas perbuatannya. Hal ini berdasarkan hadits Bahz bin
Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata, “Aku telah mendengar
Ra-sulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فِي كُلِّ إِبِلٍ سَائِمَةٍ, فِي كُلِّ أَرْبَعِيْنَ اِبْنَةُ لَبُوْنٍ,
لاَ يُفَرَّقُ إِبِلٌ عَنْ حِسَابِهَا, مَنْ أَعْطَاهَا مُؤْتَجِرًا فَلَهُ
أَجْرُهَا, وَمَنْ مَنَعَهَا فَإِنَّا آخِذُوهَا وَشَطْرَ مَالِهِ
عَزْمَةٌ مِنْ عَزَمَاتِ رَبِّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى, وَلاَ يَحِلُّ
ِلآلِ مَحَمَّدٍ مِنْهَا شَئٌ.
“Pada setiap 40 ekor unta yang dilepas mencari makan sendiri, zakatnya
seekor bintu labun (anak unta betina yang umurnya memasuki tahun
ketiga). Tidak boleh dipisahkan unta itu dari kumpulannya untuk
mengurangi perhitungan zakat. Barangsiapa yang mengeluarkannya dengan
mengharap pahala, maka dia akan mendapatkan pahalanya dan barangsiapa
yang menolak untuk mengeluarkannya, maka kami akan mengambilnya beserta
setengah hartanya karena ini merupakan salah satu kewajiban dari Allah.
Dan zakat ini tidak halal untuk dimakan oleh keluarga Muhammad sedikit
pun.” [6]
Jika suatu kaum menolak untuk mengeluarkannya padahal mereka tetap
meyakini kewajibannya dan mereka memiliki kekuatan untuk melarang orang
memungutnya dari mereka, maka mereka harus diperangi hingga mereka
mengeluarkannya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam:
أُمِرْتُ أَنْ اُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ
وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ, فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّى
دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ
عَلَى اللهِ.
“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka mau bersaksi bahwa
tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Apabila
mereka telah melakukan itu, maka mereka telah melindungi darah dan
hartanya dariku kecuali karena ada hak (hukum) Islam, sedang-kan hisab
mereka kembali kepada Allah.” [7]
Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Manakala
Rasulullah telah wafat, kemudian pada masa khilafah Abu Bakar, ada
sebagian bangsa Arab telah kafir (saat itu Abu Bakar ingin memerangi
mereka), maka ‘Umar berkata kepadanya, ‘Bagaimana engkau akan memerangi
manusia? Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
bersabda, ‘Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka
mengucapkan tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah.
Dan barangsiapa yang mengucapkannya, maka ia telah melindungi harta dan
jiwanya dariku kecuali karena hak Islam dan hisab mereka kembali kepada
Allah.’ Lalu Abu Bakar berkata, ‘Demi Allah aku akan memerangi siapa
saja yang membeda-bedakan antara shalat dan zakat, sesungguhnya zakat
adalah hak yang diambil dari harta. Demi Allah kalau mereka mencegahku
dari mengambil seekor anak kambing betina padahal mereka dahulu
menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, niscaya
aku akan memerangi mereka karena sikap mereka tersebut.’ Setelah itu
‘Umar berkata, ‘Demi Allah, setelah Allah melapangkan hati Abu Bakar
untuk memerangi mereka, barulah aku meyakini akan kebenaran hal
ini.’”[8]
Siapakah yang Wajib Mengeluarkan Zakat ?
Zakat diwajibkan atas setiap muslim yang merdeka, yang memiliki harta
yang telah sampai nisabnya dan telah melewati satu tahun (haul), kecuali
zakat tanaman, maka ia dikeluarkan pada saat panen jika telah sampai
nishabnya, sebagaimana firman Allah:
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنزَلَ إِلَيْكُمُ
الْكِتَابَ مُفَصَّلًا ۚ وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ
أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِّن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ
الْمُمْتَرِينَ
“Dan Dia-lah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama
(rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah, dan tu-naikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
dikeluar-kan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguh-nya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
[Al-An’aam: 141]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz,
Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia
Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September
2007M]
_______
Footnote
[1]. Telah berlalu takhrijnya pada Kitab Thaharah.
[2]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/278, no.
1410) dan ini adalah lafazhnya, Shahiih Muslim (II/702, no. 1014),
Sunan at-Tirmidzi (II/85, no. 656), Sunan an-Nasa-i (V/57).
[3]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 2327)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/268, no. 1403).
[4]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 5729)], Shahih Muslim (II/680, no. 987), Sunan Abi Dawud (V/75, no. 1642).
[5]. Fiqhus Sunnah (I/281).
[6]. Hasan: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4265)], Sunan Abi Dawud
(IV/452, no. 1560), Sunan an-Nasa-i (V/25), Ahmad (al-Fat-hur Rabbaani
(VIII/217, no. 28)).
[7]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (I/75, no. 25)) ini adalah lafazhnya, Shahiih Muslim (I/53, no. 22).
[8]. Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (III/626, no.
1399-1400)), Shahiih Muslim (I/51, no. 20), Sunan Abi Dawud (IV/414, no.
1541), Sunan an-Nasa-i (V/14), Sunan at-Tirmidzi (IV/117, no. 2734).
http://almanhaj.or.id/content/1319/slash/0/kedudukan-zakat-dalam-agama-islam/