Pada umumnya, berinfaq adalah salah satu sebab
dekatnya seseorang dengan Rabbnya, juga sebab masuknya ke surga, harta
tidak akan berkurang karena diinfaqkan, bahkan sebaliknya harta akan
semakin bertambah, sebagaimana dikatakan Nabi shallallahu ‘alaihui
wasallam dalam haditsnya yang shahih dari Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا
زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ
لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ.
“Tidak berkurang harta yang disedekahkan, dan
Allah tidak akan menambahkan kepada seseorang yang suka memaafkan,
melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu’ (merendahkan
diri) karena Allah melainkan Allah mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim).
Sesungguhnya ini adalah kesempatan yang sangat
berharga bagi kita untuk meraih pahala yang besar dari Allah Ta’ala, di
samping itu ia juga sebagai salah satu sebab masuk surga, sebagaimana
dikatakan dalam haditsnya yang shahih, salah satunya:
Dari Abu Kabsyah Al-Anmari radhiallahu ‘anhu ia
mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihui
wasallam bersabda, “Ada tiga orang yang akan saya ceritakan kepadamu,
dan saya bersumpah kepadamu, ingatlah cerita ini,
-
Tidak akan berkurang harta seseorang karena bersedekah.
-
Dan tiada seseorang yang dianiaya lalu ia tetap bersabar, melainkan ditambah kemuliaannya oleh Allah Ta’ala.
-
Dan tiada seseorang membuka pintu minta-minta, melainkan Allah membukakan baginya pintu kemiskinan.
Saya akan bercerita kepadamu maka ingatlah cerita ini: Sesungguhnya dunia ini hanya untuk empat macam orang,
-
Seorang yang diberi rezeki harta dan ilmu, lalu ia pergunakan untuk bertakwa kepada tuhannya, menyambung tali silaturrahmi; maka orang ini dalam tingkat yang tertinggi.
-
Seorang yang diberi ilmu tetapi tidak diberi harta, lalu dengan niat yang sungguh-sungguh ia berkata, “Kalau saya diberi harta pasti saya akan beramal sebagaimana si fulan”, maka ia mendapatkan pahala niatnya, dan pahala kedua orang itu sama.
-
Seorang yang diberi kekayaan tetapi tidak diberi ilmu, lalu ia menyia-nyiakan hartanya tanpa ilmu, tidak dipergunakan bertakwa kepada tuhannya, menyambung tali silaturrahminya dan mengenal hak Allah maka orang ini ada pada seburuk-buruk tempat.
-
Seorang yang tidak diberi harta dan tidak berilmu, lalu ia berkata, “Andaikan saya mempunyai harta niscaya saya akan berbuat sebagaimana kelakuan si fulan,” maka ia mendapatkan balasan atas niatnya, dan dosa kedua orang itu sama.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa niat seorang mukmin
yang benar untuk berinfaq di jalan Allah, atau berbuat amal kebajikan,
sama halnya dengan orang yang melaksanakannya dengan syarat niatnya
benar, bukan angan-angan, sebagaimana yang dilakukan orang maksiat,
mereka menginginkan karunia Allah, namun ketika dikabulkan mereka
kembali kepada kekafiran. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan di antara mereka ada orang yang berikrar
kepada Allah, ”Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dari
karunia-Nya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan pastilah kami
termasuk orang-orang yang saleh”. Maka setelah Allah memberikan kepada
mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan
berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi
(kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai
pada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap
Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena
mereka selalu berdusta.” (At-Taubah: 75-77).
Di dalam Shahih Muslim diriwayatkan hadits Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bersabda, “Ketika seseorang berjalan di hutan, tiba-tiba
mendengar suara dari awan, siramkan ke kebun fulan, mendadak awan itu
berpaling dan menuangkan airnya di tempat yang banyak batu, ternyata
salah satu selokan dapat menerima air itu semua, maka diikutinya jalan
air itu, tiba-tiba sampai ke suatu kebun di mana ada seseorang yang
berdiri di muka kebun sambil memindahkan air, maka ditanya, ‘Hai hamba
Allah, siapa namamu?’ ia menjawab; ‘si fulan’ persis nama yang telah di
dengarnya dari awan, lalu ia balik bertanya kepadanya, ‘Mengapa kau
tanya namaku?’ Jawabnya, ‘Saya tadi telah mendengar suara dari awan,
siramkan airmu ke kebun fulan yang tepat dengan namamu, maka apa yang
kamu lakukan padanya?’ Jawabnya, jika benar apa yang engkau katakan,
maka sesungguhnya saya selalu memperhatikan hasil kebun ini, lalu saya
bagi sepertiganya untuk sedekah, sepertiganya lagi untukku sekeluarga,
dan sepertiganya lagi untuk bibit.” (HR. Muslim).
Demikianlah Allah telah memberkati laki-laki tersebut
dan telah meluaskan rezekinya, juga memberi kecukupan semua pembiayaan
tanamannya, sehingga Allah menyuruh malaikat-Nya yang kemudian berkata
kepada awan, “Siramkan ke kebun fulan… siramkan ke kebun fulan!”. Dia
mengkhususkan kebun sifulan tanpa yang lainnya.
Dari sini jelaslah bahwa bencana yang menimpa
sebagian besar orang itu sangat dimungkinkan karena ulah tangan
perbuatan mereka, barangkali kisah nyata lain yang bisa dijadikan contoh
adalah apa yang telah diceritakan kepadaku oleh seorang Qodhi (hakim),
di mana ada seseorang datang kepadanya untuk mengadukan urusannya, di
mana kambingnya disambar petir, maka musnahlah kambingnya tidak kurang
dari 700 ekor, kemudian ia mengajukan ke pengadilan agar bisa menutupi
kerugiannya. Hakim berkata, “Barangkali anda tidak mengeluarkan zakatnya
(zakat peternakan), kemudian dia keluar dan tidak datang lagi
setelahnya, mungkin karena tersinggung dengan apa yang saya katakan
tadi,” ujar hakim. Jadi seolah-oleh kalimat yang dilontarkan hakim
tersebut menusuk hati sanubarinya yang dalam lalu ia sadar akan dosanya
selama ini yang akhirnya mengakibatkan malapetaka pada kekayaannya,
kemudian ia tidak melanjutkan usahanya untuk menutupi kerugian tersebut.
Mudah-mudahan ia bertaubat kepada Allah Ta’ala dari dosa ini (tidak
menunaikan zakat).
Adi bin Hatim meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam bersabda,
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ
سَيُكَلِّمُهُ اللَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ فَيَنْظُرُ
أَيْمَنَ مِنْهُ فَلاَ يَرَى إِلاَّ مَا قَدَّمَ وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ
مِنْهُ فَلاَ يَرَى إِلاَّ مَا قَدَّمَ وَيَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلاَ
يَرَى إِلاَّ النَّارَ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ
بِشِقِّ تَمْرَةٍ.
“Tidaklah salah seorang dari kamu melainkan ia
akan diajak berbicara langsung oleh Allah tanpa perantara (juru bicara),
lalu ia melihat ke kanan, tiada terlihat kecuali amalnya, dan menoleh
ke kiri maka tiada terlihat melainkan amalnya, kemudian ia melihat ke
depan, terlihat api tepat di depan wajahnya, maka hindarkan dirimu dari
api (dengan bersedekah) walau separoh kurma.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain dikatakan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihui wasallam keluar rumah di waktu Idul Adha atau Idul Fitri menuju
mushala (lapangan) lalu ia berpaling dan menasehati orang-orang dan
menyuruh mereka bersedekah, beliau bersabda, “Hai orang-orang
bersedekahlah!” lalu beliau mendekati kaum wanita kemudian berkata, “Hai
kaum wanita, bersedekahlah!, sesungguhnya aku melihat kalian adalah
penghuni neraka terbanyak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam menjelaskan
dalam hadits tersebut keistimewaan sedekah, di mana ia merupakan salah
satu sebab terbesar terhindarnya jiwa dari api neraka, kendatipun kecil.
Sedekah merupakan bukti kebenaran iman seseorang. Dikatakan dalam
hadits Al-Haris Al-Asy’ari yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,
Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam bersabda,
وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ.
“Sedekah itu bukti (keimanan seseorang).” (HR. Muslim).
Karena jiwa tabiatnya mencintai harta, maka di saat
seseorang mampu menundukkan jiwanya dan menginfaqkan harta di jalan
Allah, itu menjadi bukti bahw ia telah memprioritaskan mardhatillah, serta mengutamakan keinginan Allah daripada keinginan dirinya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9).
Hadits tentang sedekah sangat banyak, akan tetapi
yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana orang yang bersedekah bisa
menyembunyikan semampu mungkin sedekahnya. Rasulullah shallallahu
‘alaihui wasallam bersabda,
صَنَائِعُ الْمَعْرُوْفِ تَقِيْ مَصَارِعَ
السُّوْءِ، وَصَدَقَةُ السِّرِ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَصِلَةُ
الرَّحِمِ تَزِيْدُ فِي الْعُمْرِ.
“Amal kebajikan dapat menghindarkan seseorang
dari mati yang jelek, dan sedekah dengan sir (sembunyi-sembunyi) dapat
memadamkan kemurkaan Allah, dan silaturrahmi dapat menambah usia.” (HR. At-Tabrani).
Adalah suatu kesalahan manakala seseorang bersedekah
dengan nilai seratus ribu riyal atau lima ratus ribu riyal atau satu
juta riyal, hanya karena ingin dicatat namanya di surat kabar atau
terdaftar dalam nama-nama donatur atau karena ingin disebut penyumbang
terbesar. Kecuali kalau tujuannya untuk mengajak serta memotifasi
orang-orang dalam bersedekah maka hal itu baik, tetapi kalau karena
riya’ dan ingin disebut-sebut orang maka dia rugi di dunia dan celaka
kelak di akhirat –Waliyadzu Billah–
Dengan demikian, kesimpulannya bahwa keistimewaan
sedekah sangat besar, pahalanya juga banyak di sisi Allah. Karenanya
seorang muslim seyogyanya bersungguh-sungguh memperbanyak sedekah
terutama di bulan Ramadhan, bukan hanya bersungguh-sungguh saja tetapi
melipatgandakannya. Sebagaimana halnya Rasulullah shallallahu ‘alaihui
wasallam amat dermawan melebihi dari bulan-bulan lainnya. Kedermawanan
beliau pada bulan Ramadhan yang mulia ini di karenakan tiga faktor:
-
Munasabah (momentum) Ramadhan, di mana amal kebajikan dilipatgandakan (pahalanya) serta derajatnya dinaikkan, maka tepatlah jika seseorang mendekatkan dirinya kepada sang pencipta dengan memperbanyak amal shaleh.
-
Banyak membaca Al-Qur’an; di dalamnya terdapat anjuran berinfaq, hidup sederhana, zuhud, juga persiapan menuju akhirat, maka tersentuhlah hatinya kemudian berinfaq di jalan Allah.
-
Karena adanya pertemuan antara beliau shallallahu ‘alaihui wasallam dengan jibril, Mujalatus Shalihin seperti ini pasti akan meningkatkan keimanan dan ketaatan seseorang kepada Rabbnya.
Berbicara tentang kedermawanan beliau shallallahu
‘alaihui wasallam membutuhkan waktu yang panjang, tapi yang jelas beliau
orang yang paling dermawan di dunia ini, kedermawanannya tidak
terbatas, sehingga tidak pernah beliau diminta seseorang kecuali
memberinya. Pernah datang seseorang yang meminta baju yang dikenakannya,
maka beliau masuk rumah lantas keluar kembali dengan baju telah
ditanggalkannya, lalu memberikannya kepadanya. Beliau juga pernah
membeli sesuatu dengan harga lebih, bahkan mengembalikan lagi ke penjual
setelah dibeli tanpa diambil uangnya, atau beliau meminjam sesuatu,
lantas mengembalikannya dengan keadaan yang lebih baik dari semula,
beliau juga pernah menerima hadiah terus ia membalasnya lebih banyak
dari apa yang beliau terima.
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam amat
senang di saat memberi atau bersedekah daripada menerima sesuatu dari
orang lain, tepatlah apa yang dikatakan oleh penya’ir:
Kau dapati dia berseri-seri
Seakan-akan kau yang akan memberinya
Padahal kau sendiri yang akan meminta
Demikianlah kedermawanan Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam yang sangat luhur dan mulia.
Padahal kau sendiri yang akan meminta
Demikianlah kedermawanan Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam yang sangat luhur dan mulia.
Berkenaan dengan infaq dan shadaqah, kita juga
berkepentingan untuk membicarakan orang atau lembaga yang ber-hak
menerimanya, yaitu di antaranya:
Pertama: Para Mujahid di Jalan Allah.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya zakat-zakat
itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” (At-Taubah: 60).
Jadi para mujahid termasuk salah satu ashnaf
zakat yang delapan, sebagaimana yang saya katakan tadi bahwa di
sebagian negara terdapat para mujahid yang benar-benar sedang berjuang
membela agama Allah. Selama kita belum mampu memikul senjata sebagaimana
mereka, atau menyantun secara khusus keluarganya, maka kita
berkewajiban membantu mereka minimalnya dengan sebagian harta kita
melalui lembaga-lembaga yang amanah dan terpercaya. Saya yakin ini
adalah salah satu ashnaf zakat yang terbesar dewasa ini.
Kedua: Fuqara’ dan orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan.
Khususnya para pemuda dan pelajar, di antara mereka
ada yang tidak mampu, tidak bisa melanjutkan sekolah atau kuliah karena
terbentur biaya, atau mau menikah agar terjaga dirinya dari perbuatan
maksiat serta menginginkan kesempurnaan agamanya, tetapi kendala dana
yang tidak mencukupi.
Ketiga: Lembaga amil zakat infaq dan shadaqah yang amanah.
Lembaga seperti ini adalah lembaga yang pandai
mendistribusikan uang zakat, infaq, dan shadaqah kepada orang-orang yang
berhak menerimanya, mereka mendata para mustahiq kemudian
menyeleksinya, ada yang dibantu per bulan dan lainnya, oleh karenanya
tidak apa-apa zakat dan shadaqah kita titipkan ke lembaga tersebut
selama terjamin keamanahannya.
Sesungguhnya membantu fakir miskin, orang-orang yang
lemah, serta mendata mereka di tempat kediamannya, di kampung, di
pedesaan, di kolong jembatan dan yang lainnya merupakan salah satu amal
yang mulia dan besar pahalanya di sisi Allah Ta’ala. Juga sama halnya
dengan orang-orang yang membantu dan menginfaqkan sebagian harta kepada
lembaga seperti ini, bahkan akan lebih besar pahalanya di sisi Allah
Ta’ala dengan syarat tidak ada unsur riya’, sum’ah (ingin didengar orang lain), manni (menyebut-nyebutnya), dan adza (menyakiti si penerima).
Dan tentu sesuatu yang sangat baik, manakala
seseorang memberi bantuan yang bisa mencukupi kebutuhan diri orang fakir
dan keluarganya untuk waktu tertentu. Allah Ta’ala berfirman, “Dan
kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh
(balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Muzzammil: 20).
http://www.alsofwah.or.id/cetakkajian.php?id=1614&idjudul=1563
http://aljaami.wordpress.com/2012/04/08/sedekah-sunnah/